Maya adalah nama lain prakrti, tenaga material (material energy) dari Tuhan sendiri. Tenaga material ini terdiri dari tiga unsur sifat alam material yaitu sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan/kebodohan). Ketiga sifat alam material ini disebut triguna. Sri Krishna berkata, “Daivi hy esa guna mayi mama maya duratyaya, tenaga material (maya)-Ku ini yang terdiri dari unsur-unsur triguna, sangat sulit diatasi” (Bhagavad Gita 7.14).
Maya berasal dari dua suku kata yaitu ma = tidak dan ya = itu. Jadi maya berarti “Yang bukan itu”. Diartikan demikian karena tenaga material Tuhan ini menyebabkan;
- Para makhluk hidup lupa pada hakekat dirinya sebagai roh atau jiva spiritual kekal abadi.
- Para makhluk hidup menganggap badan jasmaninya yang di panggil si “A” adalah dirinya sendiri.
Karena itu, maya secara umum dimengerti sebagai khayalan, sesuatu yang tidak nyata, tidak benar atau tidak sejati.
Beberapa istilah untuk menyebutkan istilah maya ini antara lain;
- Disebut Mohini-Prakrti, sebab maya berhakekat mengkhayalkan.
- Disebut Avidya-Sakti, sebab maya berhakekat menggelapkan atau menyebabkan kelupaan atau kebodohan.
- Disebut Tri-gunamayi, sebab maya tersusun dari unsur-unsur Tri-guna, tiga sifat alama material yaitu sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan/kebodohan).
- Disebut Apara-Prakrti, sebab maya bisa dimanfaatkan oleh para makhluk hidup (jiva) untuk kesenangannya di dunia fana (sang jiva = Para-Prakrti).
- Disebut Bahiranga-Sakti atau tenaga luar (external energy) Tuhan, sebab maya berhakekat menyisihkan/menjauhkan sang makhluk hidup (jiva) dari Tuhan.
- Disebut Acit-Vaibhava, sebab maya merupakan tenaga material Tuhan yang mewujudkan dunia fana yang sementara dan berubah-ubah.
- Disebut Maha-Maya, sebab maya sungguh sulit diatasi.
Maya adalah tenaga material yang menghayalkan. Disini kata “mengkhayalkan” mencakup pengertian menggelapkan,menyebabkan lupa, menyesatkan dan membingungkan. Dengan kata lain, maya adalah tenaga material Tuhan yang menyebabkan illusi, tipuan atau angan-angan hingga sang makhluk hidup (jiva) senantiasa berpikir salah, keliru dan sesat.
Ketiga unsur maya yang disebut tri-guna, (tiga sifat alam material sattvam, rajas dan tamas) secara metaporik (kiasan) sering disebut:
- Jerat atau tali-temali maya yang mengikat para makhluk hidup (jiva)di dunia fana atau alam material.
- Tangan-tangan halus maya yang mencengkram para makhluk hidup (jiva) di dunia fana atau alam material.
- Tirai maya yang menutupi atau menggelapkan para makhluk hidup (jiva) di alam material atau dunia fana.
Maya berasal dari tenaga spiritual Tuhan
Dengan 5 (lima) unsur materi kasar (ether, udara, api air dan tanah), maya mewujudkan dunia fana atau alam material yang nampak ini.
Dengan 5 (lima) unsur materi kasar tersebut diatas + 3 (tiga) unsur materi halus (ego, pikiran dan kecerdasan) + 5 (lima) indriya persepsi ( mata, telinga, hidung, lidah dan kulit) + 5 (lima) obyek indriya (rasa,aroma, wujud suara dan sentuhan) + 5 (lima) indriya pekerja (kaki, tangan, mulut, anus dan kemaluan), maya mewujudkan beraneka-macam badan jasmani bagi para makhluk hidup (jiva).
Bila badan jasmaninya dominan diliputi oleh sifat alam sattvam (kebaikan), maka sang jiva berjasmani manusia tekun dalam kegiatan spiritual keinsyafan diri, senang membaca kitab suci, dan suka berdiskusi tentang hal-hal metapisik atau spiritual.
Bila badan jasmaninya dominan diliputi oleh sifat alam rajas (kenafsuan), maka sang jiva berjasmani manusia memiliki banyak keinginan duniawi sehingga dia bekerja amat keras secara pamerih untuk bisa menikmati berbagai kesenangan material.
Bila badan jasmaninya dominan diliputi oleh sifat alam tamas (kegelapan/kebodohan), maka sang jiva berjasmani manusia berwatak tidak cerdas, bekerja lambat dan tidak praktis, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyengsarakan makhluk-makhluk lain.
Begitu sang manusia lahir, dia seketika dicengkram oleh maya dengan tiga tangan halus Tri-Guna-nya. Dalam hubungan ini, Sri Krishna berkata,”Sattvam raja tamah iti gunah prakrti sambhavah nibadhnanti dehe dehinam avyayam, begitu sang makhluk hidup (jiva) berhubungan dengan alam material dengan memperoleh badan jasmani (= lahir ke dunia fana), ia seketika di cengkram oleh (tiga tangan mayanan halus)Tri-Guna yaitu sifat alam sattvam, rajas dan tamas” (Bhagavad Gita 14.5).
Cara maya bekerja mengkhayalkan para makhluk hidup dapat dijelaskan dengan analogi berikut.
Akibat-akibat cengkraman maya;
- Manusia menjadi terkhayalkan sehingga ia menganggap dirinya sendiri (sebagai jiva rohani-abadi) sebagai pelaku atas segala kegiatan yang dilakukannya, padahal kegiatannya itu terlaksana oleh alam material. Dikatakan, “Prakrteh kriyamanani gunaih karmani sarvasah ahankara vimu dhatma kartaham iti manyate. dikhayalkan oleh (tirai maya yaitu) Tri-Guna, sang makhluk hidup berpikir bahwa dirinyalah yang melakukan segala kepadahal kegiatannya itu ter-laksana oleh alam material” (Bhagavad Gita 3.27). Contoh, sifat alam rajas (kenafsuan) yang dominan menyelimuti jasmaninya, menyebabkan seseorang gemar nonton film porno dan kekerasan.
- Manusia menjadi tidak insyaf diri (bodoh) dan sibuk dalam kegiatan pamerih, lalu terikat di dunia fana oleh hasil kegiatannya itu. Dikatakan,”Prakrter guna sammudhah sajjante guna karmasu tan akrtsna vido mandan, dikhayalkan oleh (tirai maya yaitu) Tri-Guna, sang makhluk hidup menjadi tidak insyaf diri (bodoh) dan sibuk dalam berbagai kegiatan material pamerih, dan jadi terikat pada hasil kegiatannya itu” (Bhagavad Gita 3.29). Contoh, sang pengusaha terus bekerja keras meski telah kaya raya. Sifat alam rajas (kenafsuan) menyebabkan dia tak pernah puas ata segala harta yang telah dimilikinya. Sifat alam tamas (kegelapan) menyebabkan dia tidak perduli pada tujuan hidup sebagai manusia. Dan sifat alam sattvam (kebaikan) tiada henti membuai dirinya dengan kenikmatan materi, pujian dan juga sanjungan dari orang-orang materialistik.
- Manusia tidak mengerti bahwa Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dikatakan,”Tribhir gunamayair bhavair ebhih sarvam idam jagat mohitam na bhijanati mam ebhyah param avyayam, digelapkan (tirai maya yaitu) oleh sifat-sifat material (Tri Guna), seluruh dunia tidak mengenal diriKu yang mengatasi ketiga sifat alam material tersebut dan kekal abadi” (Bhagavad Gita 7.13).
- Manusia tidak sadar bahwa dirinya (sebagai jiva rohani-abadi) berpindah dari satu badan jasmani ke badan jasmani lain dan mengalami suka-suka dalam berbagai jenis kehidupan. Dikatakan,”Karanam guna sango’sya sad-asad yoni janmasu, karena dicengkram (oleh tangan-tangan maya nan halus yaitu) Tri-Guna, sang makhluk hidup berpindah-pindah dari satu badan jasmani ke badan jasmani lain dan mengalami suka-duka dalam berbagai jenis kehidupan” (Bhagavad Gita 13.22)
- Manusia mengembangkan jenis keyakinan/kepercayaan tertentu selain kepada Tuhan. Dikatakan,”Yajante sattvika devan yaksa raksamsi rajasah pretan bhuta ganams canye yajante tamasa janah, mereka yang diliputi sifat alam sattvam, menyembah para Dewa. Mereka yang diliputi sifat alam rajas, menyembah para Yaksa dan Raksasa (yang tergolong Asura atau Demon). Sedangkan mereka yang diliputi sifat alam tamas, menyembah hantu dan roh-roh halus”(Bhagavad Gita 17.4).
Beraneka-macam pandangan hidup keliru yang timbul dari cengkraman maya, adalah sebagai berikut:
- Badan jasmani dianggap diri sendiri.
- Alam material dianggap tempat tinggal sejati.
- Kenikmatan indriya semu dan sementara dianggap kebahagiaan tertinggi.
- Memuaskan indriya jasmani dianggap tujuan hidup.
- Cara-cara memuaskan indriya jasmani disebut pengetahuan.
- Pencapaian pangkat/jabatan/kedudukan material dianggap membuat diri ter-hormat.
- Pemilikan gelar-gelar akademik dianggap membuat hidup lebih maju.
- Pemilikan banyak kekayaan material dianggap meniadakan kesengsaraan.
- Kelahiran dianggap kesempatan menikmati.
- Kematian dianggap akhir kehidupan.
- Persenyawaan unsur-unsur materi secara kimiawi dianggap sumber kehidupan.
- Alam material dianggap terwujud secara mekanis.
- Kemajuan teknologi dianggap membuat kehidupan lebih beradab.
- Ceritra-ceritra kitab suci Veda dianggap dongeng.
- Binatang dan makhluk rendah lain dianggap tidak punya jiva (roh).
- Kehidupan beradab dianggap hanya ada di Bhumi.
- Ekonomi dianggap masalah kehidupan paling utama.
- Perbuatan dianggap bermoral jika secara material menyenangkan dan menguntungkan.
- Kebebasan individual dianggap nilai kemanusiaan tertinggi.
- Kehidupan kumpul kebo dianggap pola hidup wajar.
- Demokrasi dianggap sistem pemerintahan terbaik.
- Pendidikan akademik dianggap pendidikan sesungguhnya.
- Hidup sederhana dan bersahaja dianggap kehinaan dan kesesatan.
Dicengkram oleh maya, sang jiva berjasmani manusia menderita sakit. Yaitiu sakit materi yaitu kecanduan/ketagihan/keterikatan/kemelekatan pada kenikmatan indriyawi atau kesenangan material dunia fana. Sakit ma-teri yang dideritanya ditunjukkan oleh kerja keras memuaskan indriya. Dan kerja keras seperti itu hanya menyengsarakan dirinya belaka.
Dikatakan oleh Veda,”Mayam tu prakrtim viddhi mayinam tu mahesvaram, meskipun maya terlihat hebat dalam mewujudkan dunia fana, namun ia dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Svetasvatara Upanisad 4.10).
Sri Krishna berkata,”Mama maya duratyaya mam eva ye prapadyante mayam etan taranti te, tenaga material (maya)-Ku ini sungguh sulit diatasi. Tetapi siapapun yang berserah diri kepada-Ku, mudah mengatasinya” (Bhagavad Gita 7.14).
Selanjutnya Sri Krishna berkata,”Mam ca yo’vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan, siapapun yang tekun dalam pelayanan bhakti kepada-Ku tanpa pernah gagal, seketika mengatasi (cengkraman tangan maya nan halus yaitu) Tri Guna” (Bhagavad Gita 14.26).
Ciri-ciri orang yang bebas dari cengkraman maya adalah sebagai berikut, ”Dia tidak membenci pencerahan rohani, kemelekatan duniawi ataupun khayalan bila hal-hal itu datang padanya. Dia juga tidak menginginkan hal-hal itu bilamana tidak datang kepadanya. Dia tetap tenang karena tidak ter-pengaruh oleh sifat-sifat alam material itu. Dia hidup mantap karena sadar bahwa hanya sifat-sifat alam itu saja yang aktip. Dia merasakan kesusahan dan kesenangan sama saja, dan meliaht tanah, batu dan emas dengan pandangan sama. Dia tidak goyah oleh pujian ataupun cacian, bertindak sama kepada kawan maupun lawan. Dan dia tidak melakukan kegiatan pamerih apapun” (Bhagavad Gita 14.22-26).
Om Swastyastu
Ngara kalau saya boleh usul, kenapa artikel2 yang ada disini tidak dibuat dalam bentuk buku atau paling tidak disusun secara sistematis agar kita2 yang awam ini lebih mudah untuk mempelajarinya. Mungkin dibuatnya secara garis besar saja dulu, mulai dari siapakah manusia itu, mengapa kita lahir di dunia ini, dewa2 itu siapa, Tuhan itu apa dsb, setidaknya itu bisa menjadi panduan awal bagi kita untuk memahami agama hindu.
Menurut saya artikel yang Ngara buat sangat bagus dan bahasa yang ngara pake juga bahasa yang mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun.
Suksma
OSA
Stuju ma usulnya pak putra…ad baiknya artikel2 yg bli ngra tlis ini djdkan sbuah buku bli..buat pmblajrn umat sdharma..
OSSSO
Om Swastiastu
Silahkan bli, kalau bli berminat silahkan kutip dan copy artikel-artikel ini untuk dijadikan buku dan disebarkan ke umat kita. Saya sendiri tidak akan meminta bayaran sepeserpun, saya hanya ingin melaksanakan perintah guru yang disampaikan kepada saya beberapa tahun lalu. Waktu itu beliau meminta saya mengembangkan website varnasrama.org namun saya tidak banyak memberikan sumbangsih pada website tersebut.
Beberapa bulan yang lalu beliau meminta saya menterjemahkan dan menyebarkan ajaran varnashrama lewat internet, sehingga saat ini saya hanya meng-admin website saya sendiri serta membuat dan menterjemahkan beberapa artikel yang saya peroleh. Sebagian artikel yang lain merupakan kutipan dari beberapa sumber.
Jadi kalau bli berminat, saya akan bantu mendraft bukunya dan silahkan dicetak. Jika memang ada profit dari buku itu, silahkan bagian saya disumbangkan untuk perkembangan Hindu, terutama sekali Hindu di luar Bali.
Suksma
Sdr. Ngarayana saya tertarik dengan pendapat anda tentang Atman dengan Paramatman yang berbeda, jika melihat pada isi sloka dari bab 11 Bhagawadgita, kok disana terlihat bahwa seluruh alam semesta ini ada dalam ‘tubuh’ Tuhan, nah jika dalam ‘tubuh’ Tuhan trus apa bedanya dengan Tuhan?????
mungkin bisa dijelaskan, yang jika kita ini hidup diluar dari Tuhan trus dimana arti dari Tuhan Maha Besar?????
Sebetulnya saya setuju dengan pendapat dari Bli Putra dimana Atman adalah Tuhan yang terkena pengaruh maya jadi mungkin bisa diperjelas lagi karena saya masih ‘kacau’ nih dalam memahaminya.
@ari_bcak;
Untuk jawaban pertanyaan anda, kalau mau lengkapnya ada di Brahma samhita.
Namun sederhananya begini saja. Silahkan pikirkan pertanyaan ini.
Virus, bakteri dan cacing usus hidup dalam tubuh anda, apakah itu berarti cacing, virus dan bakteri itu adalah anda? 🙂
Om Swastyastu ngara
Dari diskusi sebelumnya dan dari artikel di atas setidaknya kita sudah sepakat bahwa manusia itu sebenarnya bukan badan material ini tetapi karena pengaruh Maya “Manusia menjadi terkhayalkan sehingga ia menganggap dirinya sendiri (sebagai jiva rohani-abadi) sebagai pelaku atas segala kegiatan yang dilakukannya, padahal kegiatannya itu terlaksana oleh alam material”.
Ngara, kalau badan material ini saja bukan “Kita” apalagi cuman Virus, bakteri dan cacing yang hidup dalam usus kita, pastinya mereka itu bukan Kita. (:
Om Swastiastu
he..he… itu kan cuman analogi bli..
Analogi itu sama halnya dengan aspek Tuhan yang meliputi seluruh ciptaannya.
Tetapi, perumpamaan yang ngara pake tidak sejalan dengan hal yang mau di bahas. Coba kalau ada pernyataan begini, kira2 jawabannya apa?:
Bali itu ada di Indonesia.
Pulau Jawa juga ada di Indonesia
Kalau begitu apakah bali dan jawa itu Indonesia?
Apakah kalau bali dan jawa tidak ada indonesia itu tetap ada?
Kenapa harus ada yang namanya pulau bali dan pulau jawa, kenapa ga Indonesia aja biar kita ga bingung?
Nah, kalau begitu sekarang kita meluncur lagi ke sloka-sloka Brahma Samhita atau Bhagavata Purana Skanda 1 bab 3 bli..
Dalam Bhagavata Purana 1.3.3 disebutkan;
yasyavayava-samsthanaih
kalpito loka-vistarah
tad vai bhagavato rupam
visuddham sattvam urjitam
Artinya;
“Hal ini diyakini bahwa semua sistem planet yang universal ini terletak pada tubuh luas purusa [Garbhodakasayi Visnu], tetapi Ia tidak ada hubungannya dengan bahan ciptaan material. Tubuhnya abadi dalam keberadaan spiritual yang luar biasa”
Disamping dalam Bhagavata Purana, penejelasan tentang penciptaan juga dapat dibaca di Mahabharata, Santi-parva, 339.12-14
Intinya; Tuhan dalam aspek Karanodakasayivisnu menciptakan alam semesta dari pori2 beliau yang disebut Garbhodakasayivisnu (purusa. Dari aspek Garbhodakasayivisnu, muncul bunga padma dari pusar beliau dan merupakan tempat terciptanya Dewa Brahma (mahluk hidup pertama) atas kekuasaan Dewa Brahma menyusun unsul material dan menciptakan badan2 mahluk hidup selanjutnya Tuhan berekspansi kembali sebagai Ksiroda kasayi Visnu (paramatman) yang menyertai setiap Atman (jiva) Dari mana Atman berasal? Dari dunia Rohani dimana atman adalah kekal, tidak tercipta dan juga tidak akan musnah.
Jadi dari uraian singkat ini, memang benar bahwa Tuhan melingkupi segalanya, bahkan beliau berekspansi dan muncul di setiap ciptaannya untuk menemani sang Jiva. Namun demikian tidak berarti kita bisa mengatakan bahwa Jiva adalah Tuhan kan?
Bingung juga memberikan analogi yang tepat ya bli…
Nah begini aja, jika memang bli berpandangan bahwa Atman adalah Tuhan yang diselimuti maya, tolong di tunjukkan sloka-sloka Veda tentang hal itu..
nah begini bisa dimulai lagi diskusi tentang ini,
maaf saya tidak mampu jika diminta untuk memuat sloka ataupun mantram di Veda yang relevan dengan komentar saya tapi saya akan memakai artikel anda saja sdr. Ngara,
anda sebelumnya menyebutkan baik di artikel sebelah ataupun di artikel ini, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dari pori-pori Beliau, nah apakah ini yang mengindikasikan ada dunia diluar dari tubuh Tuhan sendiri?????
sama juga dengan halnya jika cacing dan virus yang anda bilang tapi bisakah mereka disebut cacing atau tubuh cacing jika kita melihat tubuh manusia secara keseluruhan yang sama juga halnya jika kita melihat Tuhan secara ‘pribadi’ (saya melihatnya sebagai ‘yang tergoda’ oleh maya) makanya ada yang namanya Atman sedangkan jika kita melihat secara keseluruhan maka namanya adalah Tuhan yaitu melingkupi seluruh alam semesta.
Ini sama pemahaman saya dengan sloka dari Bhagawadgita yang diajukan oleh Bli Putra di artikel sebelah yang menyatakan bahwa “Kalian semua ada padaKu tapi Aku tidak ada pada kalian”(kurang lebih begitu),
nah ini pemahamannya kan seperti Tuhan yang melingkupi seluruh alam dimana seluruh alam semesta ini ada pada Tuhan sedangkan jika Tuhan sendiri yang dilihat secara keseluruhan maka memang Tuhan tidak akan ‘ada’ (muat) dalam tubuh manusia atau ciptaanNya.
Saya juga tertarik ingin mengetahui sebetulnya kata “lahir dari pori-pori Tuhan” itu apa sih?????
jika telah lahir apa ini berarti sudah keluar dari areal ‘tubuh’ Tuhan????
trus jika begitu dimana donk Maha Besar Beliau dimana ada dunia lain yang diluar dari ‘tubuh’ Beliau????
@Ari_bcak;
Tuhan disebut Visnu karena beliau ada di mana-mana dan meresapi segalanya.
Begini aja, kita setujui dulu satu hal. Anda setuju tidak kalau Tuhan dan Atman itu tidak pernah diciptakan dan dimusnahkan? Setuju kan? Kalau demikian adanya, berarti Tuhan dan Atman itu kekal kan?
Andaikan Atman dan Tuhan kekal, dimana letak Atman dan Tuhan waktu tidak terjadi siklus penciptaan? Padahal saat malam hari brahman (pada saat tidak ada penciptaan) maka yang ada hanya alam rohani, tidak terdapat alam material ini.
Tentunya Tuhan dan Atman ada di alam rohani bukan? Jika anda mengatakan bahwa pada saat itu Atman menjadi Tuhan karena tenaga “Maya” tidak ada, maka premis kita di atas yang mengatakan Tuhan dan Atman kekal (Brahman Atman aikyam)tidak berlaku kan?
Nah jika premis utama itu tidak berlaku, berarti argumen anda salah kan?
Okay, penjelasan singkatnya begini.
Pada saat tidak ada penciptaan alam material, Tuhan dan Atman yang kekal berada di planet rohani. Setelah itu Tuhan mengambil perwujudan (Ekspansi) menjadi Mahavisnu di lautan Antakarana, dari satu pori2 beliau muncul 1 alam semesta (terdiri dari jutaan galaksi) dan setelah itu lewat vision (pandangan rohaninya) beliau mewujudkan dirinya lagi menjadi Garbodakasayi visnu kedalam masing-masing alam semesta yang tidak terhingga jumlahnya. Setalah itu dari pusar garbodakasayi visnu muncul perwujudan seperti teratai dan di atasnya lahir mahluk hidup pertama yang disebut Deva Brahma. (masing-masing alam semesta memiliki dewa Brahma yang berbeda, kebetulan di alam semesta kita Brahma bermuka4, tapi di alam yang lain ada yang bermuka 8, 16…. dan sampai jutaan). Dari Sini Brahma mendapat kewenangan menciptakan kembali dari alam material yang sudah ada, sehingga disebut second creation. Brahma tidak menciptakan bahan-bahan material, tapi hanya meramunya saja dari bahan material yang sudah ada sebelumnya yang diciptakan Tuhan. Brahma akhirnya menciptakan 8.400.000 jenis badan kehidupan dan dalam badan-badan material itu Atman yang berasal dari alam rohani di-injeksi-kan (kalau dalam Al-Qur’an, rohanya ditiupkan). Pada saat yang bersamaan, Tuhan juga masuk kedalam setiap insan sebagai Ksirodakasayi Visnu atau yang disebut sebagai paramatman.
Meski Tuhan berekspansi kedalam banyak perwujudan, namun bukan berarti Tuhan ada banyak, tapi beliau tetap 1. Sebagai contoh, saya suting, direkam dan disiarkan dalam stasiun TV. saya tetap 1, yaitu muncul melalui stasiun TV tersebut, tapi bayangan saya muncul di mana-mana dalam setiap TV.
Begitu kira-kira bro…
Om Swastyastu,
Mengenai Atman/Purusha, saya memulainya dengan mengutip kalimat di artikel tentang Mahluk Hidup, di awal artikel itu ditulis bahwa “Dalam sastra Veda, makhluk hidup disebut sebagai roh, atma, jiva, purusa, ksetrajna, isvara dan juga Brahman”.
Di bawah ini saya kutipkan sloka dalam Bhagavad gita, Veda, Vishnu Sahasra Namam, dan Purusha Suktam yang menjelaskan tentang ksetrajna dan purusa sebagai berikut:
Bhagavad Gita XIII-13
Jneyam yat tat prawaksyami yaj jnatwamrtam asnute,
Anadi mat param brahma na sat tan nasad ucyate.
Bhagavad Gita XIII-14
Sarwatah pani padam tat sarwato ‘ksi siro mukham,
Sarwatah srutimal loke sarwam awrtya tisthati.
Bhagavad Gita XIII-15
Sarwendriya gunabhasam sarwendriya wiwarjitam,
Asaktam sarwa bhrc caiwa nirgunam guna bhoktr ca.
Bhagavad Gita XIII-17
Awibhaktam ca bhutesu wibhaktam iwa ca sthitam,
Bhuta bhartr ca taj jneyam grasisnu prabhawisnu ca.
Bhagavad Gita XIII-20
Prakritim purusam caiwa widdhy anadi ubhaw api,
Wikarams ca gunams caiwa widdhi prakrti-shambawam
Bhagavad Gita XIII-22
Purusah prakriti-stho hi bhunkte prakrti-jan gunan,
Karanam guna-sango ‘sya sad-asad-yoni-janmasu.
Bhagavad Gita XIII-23
Upadrastanumanta ca bharta bhokta maheswarah,
Paramatmenti capy ukto dehe ‘smin purusah parah.
Bhagavad Gita XIII-27
Yawat sanjayate kincit sattwam sthawara-jangamam,
Ksetra-ksetrajna-samyogat tad widdhi bharatarsabha.
Rgveda Book X
HYMN XC. Purusa.
1. A THOUSAND heads hath Purusa, a thousand eyes, a thousand feet.
On every side pervading earth he fills a space ten fingers wide.
2 This Purusa is all that yet hath been and all that is to be;
The Lord of Immortality which waxes greater still by food.
3 So mighty is his greatness; yea, greater than this is Purusa.
All creatures are one-fourth of him, three-fourths eternal life in heaven.
4 With three-fourths Purusa went up: onefourth of him again was here.
Thence he strode out to every side over what cats not and what cats.
5 From him Viraj was born; again Purusa from Viraj was born.
As soon as he was born he spread eastward and westward o’er the earth.
6 When Gods prepared the sacrifice with Purusa as their offering,
Its oil was spring, the holy gift was autumn; summer was the wood.
7 They balmed as victim on the grass Purusa born in earliest time.
With him the Deities and all Sadhyas and Rsis sacrificed.
8 From that great general sacrifice the dripping fat was gathered up.
He formed the creatures of-the air, and animals both wild and tame.
9 From that great general sacrifice Rcas and Sama-hymns were born:
Therefrom were spells and charms produced; the Yajus had its birth from it.
10 From it were horses born, from it all cattle with two rows of teeth:
From it were generated kine, from it the goats and sheep were born.
11 When they divided Purusa how many portions did they make?
What do they call his mouth, his arms? What do they call his thighs and feet?
12 The Brahman was his mouth, of both his arms was the Rajanya made.
His thighs became the Vaisya, from his feet the Sudra was produced.
13 The Moon was gendered from his mind, and from his eye the Sun had birth;
Indra and Agni from his mouth were born, and Vayu from his breath.
14 Forth from his navel came mid-air the sky was fashioned from his head
Earth from his feet, and from his car the regions. Thus they formed the worlds.
15 Seven fencing-sticks had he, thrice seven layers of fuel were prepared,
When the Gods, offering sacrifice, bound, as their victim, Purusa.
16 Gods, sacrificing, sacrificed the victim these were the carliest holy ordinances.
The Mighty Ones attained the height of heaven, there where the Sidhyas, Gods of old, are dwelling.
HYMN CXXIX. Creation.
1. THEN was not non-existent nor existent: there was no realm of air, no sky beyond it.
What covered in, and where? and what gave shelter? Was water there, unfathomed depth of water?
2 Death was not then, nor was there aught immortal: no sign was there, the day’s and night’s divider.
That One Thing, breathless, breathed by its own nature: apart from it was nothing whatsoever.
3 Darkness there was: at first concealed in darknew this All was indiscriminated chaos.
All that existed then was void and form less: by the great power of Warmth was born that Unit.
4 Thereafter rose Desire in the beginning, Desire, the primal seed and germ of Spirit.
Sages who searched with their heart’s thought discovered the existent’s kinship in the non-existent.
5 Transversely was their severing line extended: what was above it then, and what below it?
There were begetters, there were mighty forces, free action here and energy up yonder
6 Who verily knows and who can here declare it, whence it was born and whence comes this creation?
TheGods are later than this world’s production. Who knows then whence it first came into being?
7 He, the first origin of this creation, whether he formed it all or did not form it,
Whose eye controls this world in highest heaven, he verily knows it, or perhaps he knows not.
HYMN CXXX. Creation.
1. THE sacrifice drawn out with threads on every side, stretched by a hundred sacred ministers and one,-
This do these Fathers weave who hitherward are come: they sit beside the warp and cry, Weave forth, weave back.
2 The Man extends it and the Man unbinds it: even to this vault of heaven hath he outspun, it.
These pegs are fastened to the seat of worship: they made the Sama-hymns their weaving shuttles.
3 What were the rule, the order and the model? What were the wooden fender and the butter?
What were the hymn, the chant, the recitation, when to the God all Deities paid worship?
4 Closely was Gayatri conjoined with Agni, and closely Savitar combined with Usnih.
Brilliant with Ukthas, Soma joined Anustup: Brhaspati’s voice by Brhati was aided.
5 Viraj adhered to Varuna and Mitra: here Tristup day by day was Indra’s portion.
Jagati entered all the Gods together: so by this knowledge men were raised to Rsis.
6 So by this knowledge men were raised to Rsis, when ancient sacrifice sprang up, our Fathers.
With the mind’s eye I think that I behold them who first performed this sacrificial worship.
7 They who were versed in ritual and metre, in hymns and rules, were the Seven Godlike Rsis.
Viewing the path of those of old, the sages have taken up the reins like chariot-drivers.
Vishnu Sahasra Namam
Translated By P. R. Ramachander
…..
Yudishtra asked:
In this wide world, Oh Grandpa,
Which is that one God,
Who is the only shelter?
Who is He whom,
Beings worship and pray,
And get salvation great?
Who is He who should oft,
Be worshipped with love?
Which Dharma is so great,
There is none greater?
And which is to be oft chanted,
To get free.
From these bondage of life, cruel?
Bheeshma Replied:
That purusha with endless devotion,
Who chants the thousand names,
Of He who is the lord of the Universe,
Of He who is the God of Gods,
Of He who is limitless,
Would get free,
From these bondage of life, cruel
He who also worships and prays,
Daily without break,
That Purusha who does not change,
That Vishnu who does not end or begin,
That God who is the lord of all worlds,
And Him, who presides over the universe,
Would loose without fail,
All the miseries in this life.
Chanting the praises,
Worshipping and singing,
With devotion great,
Of the lotus eyed one,
Who is partial to the Vedas,
Who is the only one, who knows the dharma,
Who increases the fame,
Of those who live in this world,
Who is the master of the universe,
Who is the truth among all those who has life,
And who decides the life of all living,
Is the dharma that is great.
That which is the greatest light,
That which is the greatest penance,
That which is the greatest brahmam,
Is the greatest shelter that I know.
Please hear from me,
The thousand holy names,
Which wash away all sins,
Of Him who is purest of the pure,
Of That which is holiest of holies,
Of Him who is God among Gods,
Of That father who lives Without death,
Among all that lives in this world,
Of Him whom all the souls,
Were born at the start of the world,
Of Him in whom, all that lives,
Will disappear at the end of the world,
And of that the chief of all this world,
Who bears the burden of this world.
I would teach you without fail,
Of those names with fame.
Which deal of His qualities great,
And which the sages sing,
So that beings of this wide world,
Become happy and great.
……
Purusha Suktam
Translated by P. R. Ramachander
Introduction
Among the great Gods of Vedas is Purusha, which in simple translation means the “male”. But the word actually indicates Lord Vishnu, who is the God among the great trinity in charge of the care of the created beings. He is supposed to live in the ocean of milk and his consort is Lakshmi the goddess of wealth and prosperity.Possibly along with Rudra it is one of the greatest stotras originating from the Vedas. While the devotees of Rudra are afraid of his anger and request Him again and again the devotees of Purusha keep praising him, describing his various facets and request boons from him.Though the original Purusha suktha manthra occurs in Rig Veda , it also occurs in Vajaneya Samhitha of Shukla Yajur Veda, Taiteeriya Samhitha of Krishna Yajurveda and also with slight differences in Sama Veda as well as Atharva Veda.Many great sages have given details of how this great Suthra should be used in Fire Sacrifices and many sages including the great Sayanacharya have written commentaries on Purusha Suktham.
Purusha in this Suktham is described as a gigantic personality who is spread everywhere.Brhama the creator is supposed to have his huge body as a sacrifice so that he can creae the world.
First Anuvaaka
Sahsra seerhaa purusha; Sahasraksha saharpath.
Sa bhoomir viswatho vruthwa.Athyathishta ddhasangulam. 1-1
The Purusha has thousand heads,
He has thousand eyes,
He has thousand feet,
He is spread all over the universe,
And is beyond the count with ten fingers.
Purusha eeveda sarvam.Yad bhootam yad bhavyam.
Utha amruthathwasya eesana. Yad annena adhirohathi. 1-2
This Purusha is all the past,
All the future and the present,
He is the lord of deathlessness,
And he rises from hiding,
From this universe of food.
Ethaa vaanasya mahimaa.Atho jyaaya scha purusha.
Padhosya viswa bhoothanee.Tripaadasyamrutham divi. 1-3
This Purusha is much greater,
Than all his greatness in what all we see,
And all that we see in this universe is but his quarter,
And the rest three quarters which is beyond destruction,
Is safely in the worlds beyond.
Tri paddurdhwa udaith prurusha. Padhosye habha vaath puna.
Thatho vishvangvyakramath.Sasanana sane abhi. 1-4
Above this world is three quarters of Purusha,
But the quarter, which is in this world,
Appears again and again,
And from that is born the beings that take food,
And those inanimate ones that don’t take food.
And all these appeared for every one of us to see.
Tasmath virad jayatha. Virajo agni purusha.
Sa jatho athya richyatha. Paschad bhoomi madho pura. 1-5
From that Purusha was born,
The scintillating, ever shining universe,
And from that was born the Purusha called Brahma,
And he spread himself everywhere,
And created the earth and then,
The bodies of all beings.
Yat purushena havishaa. Devaa yagna mathanvath.
Vasantho asyaasee dhajyam. Greeshma idhma saraddhavi. 1-6
The spring was the ghee,
The summer was the holy wooden sticks,
And the winter the sacrificial offering,
Used or the sacrifice conducted by Devas through thought,
In which they also sacrificed the ever-shining Purusha.
Sapthaasyasan paridhaya. Thri saptha samidha Krutha.
Devaa yad yagnam thanvaana. Abhadhnan purusham pasum. 1-7
Seven meters were its boundaries,
Twenty one principles were holy wooden sticks,
And Devas carried out the sacrifice,
And Brahma was made as the sacrificial cow.
Tham yagnam barhisi prokshan. Purusham Jaatham agradha.
Thena deva ayajantha. Saadhya rushayasch ye. 1-8
Sprinkled they the Purusha,
Who was born first,
On that sacrificial fire.
And the sacrifice was conducted further,
By the Devas called Sadyas,
And the sages who were there.
Tasmad yagnath sarva hutha. Sam brutham prushad ajyam.
Pasus tha aschakre vayavyaan. Aaranyaan graamyascha ye. 1-9
From this sacrifice called “All embracing”.
Curd and Ghee came out,
Animals meant for fire sacrifice were born,
Birds that travel in air were born,
Beasts of the forest were born,
And also born were those that live in villages
Tasmad yagnath sarva hutha.Rucha saamanee jagniree.
Chanadaa si jagnire tasmath.Yajus tasmad jaayatha. 1-10
From this sacrifice called “All embracing”’
The chants of Rig Veda were born,
The chants of Sama Veda were born,
And from that the well-known meters were born,
And from that Yajur Veda was born.
Tasmad aswaa ajaayantha. Ye ke chobhaya tha tha.
Gavooha janjire tasmath. Tasmad gnatha ajavaya. 1-11
From that the horses came out,
From that came out animals with one row of teeth,
From that came out cows with two rows of teeth,
And from that that came out sheep and goats.
Yad purusha vyadhadhu.Kathidhaa vyakalpayan.
Mukham kimsya koo bahu. Kaavuruu pada a uchyathe. 1-12
When the Purusha was made
By their thought process by the Devas,
How did they make his limbs?
How was his face made?
Who were made as His hands?
Who were made as his thighs and feet?
Brahmanasya Mukham aseed.Bahu rajanya krutha.
Ooru tadasys yad vaisya.Padbhyo sudro aajayatha. 1-13
His face became Brahmins*,
His hands were made as Kshatriyas*,
His thighs became Vaisyas*,
And from his feet were born the Shudras*.
Chandrama manaso Jatha.Chaksho surya Ajayatha.
Mukhad Indras cha Agnis cha.Pranad Vayua aajayatha. 1-14
From his mind was born the moon,
From his eyes was born the sun,
From his face was born Indra and Agni,
And from his soul was born the air.
Nabhya aseed anthareeksham.seershno dhou samavarthatha.
Padbyam Bhoomi,, disaa srothrath.Tadha lokaa akampayan. 1-15
From his belly button was born the sky,
From his head was born the heavens,
From his feet was born the earth,
From his ears was born the directions,
And thus was made all the worlds,
Just by his holy wish.
Vedahametham purusham mahantham.Adhitya varna thamasathu pare,
Sarvani roopani vichinthya dheera. Namaani kruthwa abhivadan yadasthe. 1-16
I know that heroic Purusha, who is famous,
Who shines like a sun,
And who is beyond darkness,
Who created all forms,
Who named all of them,
And who rules over them.
Dhaatha purasthad yamudhajahara.sacra pravidhaan pradhisascha thathra.
Thamevam vidwaan anu mrutha iha bavathi. Naanya pandha ayanaaya vidhyathe. 1-17
The learned one who knows that Purusha
Whom the creator, considered as one before Him,
And whom the Indra understood in all directions,
Would attain salvation even in this birth,
And there is no need for him to search for any other path.
Yagnena yagnam aya jantha devaa. Thaani dharmani pradhamanyasan.
Theha naakam mahimaana sachanthe.yatra poorvo saadhyaa santhi devaa. 1-18
Thus the devas worshipped the Purusha,
Through this spiritual yagna,
And that yagna became first among dharmas.
Those who observe this Yagna,
Would for sure attain,
The heavens occupied by Saadya devas.
Second Anuvaaka
Adhbhyaa sambhootha pruthvyai rasascha.Viswakarmanas samavarthadhi.
Tasyas twashtaa vidhadh drupamethi.tad purushasya viswa maajanam agre. 2-1
From water and essence of earth was born,
The all pervading universe.
From the great God who is the creator,
Then appeared that Purusha
And the great God, who made this world,
Is spread as that Purusha, in all fourteen worlds.
And also the great form of Purusha,
Came into being before the start of creation.
Vedaham etham purusham mahantham.Aadithyavarna thamasa parasthath.
Thamevam vidwan amrutha iha bhavathi.nanya pandhaa vidhyathe ayanaaya. 2-2
I know that great Purusha,
Who shines like the sun,
And is beyond darkness,
And the one who knows him thus,
Attains salvation even in this birth,
And there is no other method of salvation.
Prajapathis charathi garbhe antha. Aajayamano bahudha vijaayathe.
Tasya dheera parijananthi yonim. Mareechinaam padamicchanthi vedhasa. 2-3
The Lord of the universe,
Lives inside the universe,
And without being born,
Appears in many forms,
And only the wise realize his real form,
And those who know the Vedas,
Like to do the job of,
Savants like Mareechi.
Yo devebhya aathapathi. Yo devaanaam purohitha.
Poorvo yo devebhyo jatha.Namo ruchaaya brahmaye. 2-4
Salutations to ever shining brahmam,
Who gave divine power to devas,
Who is a religious teacher of devas,
And who was born before devas.
Rucha brahmam janayantha.Devaa agne tadha bruvan.
Yasthaiva barahmano vidhyat. Tasya deva asaan vase. 2-5
The devas who teach the taste in Brahmam,
Told in ancient times,
That. He who has interest in Brahmam,
Would have the devas under his control.
Hreescha the lakshmischa patnyou.Ahorathre paarswe.
Nakshatrani roopam.Aswinou vyatham. 2-6
Hree and Lakshmi are your wives,
Day and night are your right and left,
The constellation of stars your body,
And Aswini devas your open mouth..
Ishtam manishaana.Amum manishana.Sarve manishana. 2-7
Give us the knowledge that we want,
Give us the pleasures of this world,
And give us everything of this and other worlds.
Thachamyo ravrunimahe.gathum yagnaya.
Gathum Yagna pathaye.Daivee swasthi –rasthu na.
Swasthir Manushebhya. Urdhwa Jigathu beshajam.
Sam no asthu dwipadhe.Sam chatush pade
Om Shanthi, shanthi, Shanthi.
Request we from you with all enthusiasm,
For the good deeds that are medicine,
For the sadness of the past and future,
Request we for the growth of fire sacrifices,
Request that only good should occur,
To the one who presides over such sacrifices,
Request we for the mercy of gods to man,
Request we for good to the community of men,
Request we that the herbs and plants,
Should grow taller towards the skies.
Request we for good for all two legged beings,
Request we for good to all four legged beings,
Request we for peace, peace and peace.
Sekarang mari kita coba simpulkan apa makna dari sloka di atas, kalau menurut saya pribadi, saya berpendapat makhluk hidup itu terdiri dari purusa sebagai jiwanya dan prakriti sebagai badannya.
Suksma
Text Rgveda, Vishnu Sahasra Namam, Purusha Suktam di ambil dari http://www.vedamu.org, http://www.hinduwebsite.com, dan http://www.shastras.com.
Om Swastyastu,
nah……
udah ada diskusi serius nih…..
maaf saya harus menyimak dan mencerna dulu, maklum otak masih pake pentium I agak lemot…
untuk bli Putra menarik sekali pendapatnya….
@ Bli Putra
Saya juga setuju dengan pernyataan anda, jika Purusa adalah atma sedangkan prakrti adalah badan wadag. Namun saya tidak setuju dengan pernyataan bahwa Atman adalah Tuhan yang sedang diseliputi “maya”.
@sdr. Ngara,
anda nulis:
Pada saat tidak ada penciptaan alam material, Tuhan dan Atman yang kekal berada di planet rohani. Setelah itu Tuhan mengambil perwujudan (Ekspansi) menjadi Mahavisnu di lautan Antakarana, dari satu pori2 beliau muncul 1 alam semesta (terdiri dari jutaan galaksi) dan setelah itu lewat vision (pandangan rohaninya) beliau mewujudkan dirinya lagi menjadi Garbodakasayi visnu kedalam masing-masing alam semesta yang tidak terhingga jumlahnya.
saya:
saya setuju bahwa Tuhan dan Atman itu adalah kekal, trus pertanyaan anda yang menanyakan dimanakah berada Atman ketika tidak terjadi penciptaan, ini menurut saya atman itu masih menyatu dengan Tuhan dalam artian belum mengambil bentuk/pribadi yang berbeda dengan induknya (Tuhan).
Saya tertarik ingin mengetahui dimanakah kita ini hidup jika menurut sdr. Ngara?????
jika kita ini hidup masih di ‘dalam’ Tuhan apa tidak bisa dikatakan bahwa kita ini juga Tuhan, yang terbungkus oleh badan kasar kita yang menyebabkan kita lupa dengan siapa diri kita????
anda juga nulis,
“….Setelah itu Tuhan mengambil perwujudan (Ekspansi) menjadi Mahavisnu di lautan Antakarana….”
nah saya tertarik ingin mengetahui apakah Tuhan ketika mengambil wujud ini ‘mengecilkan’ DiriNya sehingga sama juga dengan halnya Sri Krishna yang turun kedunia ini dimana Mahavisnu ada di lautan Antakarana atau lautan ini ada dalam Mahavisnu sendiri????
di satu artikel saya juga membaca postingan anda bahwa anda memilih melayani Tuhan di Vaikuntala-loka (koreksi jika salah), nah apa ini juga alam yang abadi dimana seharusnya yang abadi itu adalah Tuhan semata dan alam manapun jika nanti saat MahaPralaya juga akan pralaya, trus anda (atman) akan ikut pralaya?????
Pemahaman saya sebetulnya alam semesta ini ada di satu bagian yang sangat kecil dari ‘tubuh’ Tuhan sehingga ketika ada satu atman yang mampu terlepas dari egonya maka atman ini akan keluar dari satu bagian di ‘tubuh’ Tuhan tsb dan kemudian kembali kepada sosok Tuhan yang sebenarnya (lihat secara keseluruhan) dan atman itu terlepas dari sosok pribadi (anggap sebagai cacing, virus, bakteri) dan kembali ke sang induk.
Jadi pemahaman saya yaitu ada satu bagian dari ‘tubuh’ Tuhan yang merupakan tempat/dunia yang disediakan oleh Tuhan dalam mengakomodasi bagi atman (tuhan-tuhan kecil) yang terpengaruh oleh maya akibat atman tsb tergoda dengan alam material sehingga lahirnya nafsu manusia yang juga ini disebutkan dalam Bhagawadgita yang menyebutkan “Atman itu ibaratnya kaca yang tertutupi oleh debu” (saya lupa sloka berapa), nah apa pemahaman saya ini keliru????
tolong dikoreksi……
saya juga masih bingung bahwa jika nanti pralaya trus mau kemana para atman ini??????
pemahaman saya adalah nanti tiba saatnya maka ketika pralaya maka atman-atman ini akan digiring kembali kerumah induknya agar tidak ikut pralaya, jadi apakah atman dan Tuhan itu berbeda?????
Mohon bantuannya……
maklum pengetahuan saya masih dangkal…..
Om Swastiastu
Begini aja bli Ari_bcak;
Untuk mengerti Veda, cobalah untuk mengesampingkan angan-angan filsafat kita sendiri, tapi cobalah mengerti dengan membaca sloka-sloka Veda.
Perlu kita bedakan antara Material dengan Rohani. Atman/Jiva dan Tuhan adalah Rohani. Sedangkan alam ini adalah alam material. Atman yang berada di luar alam materi disebut bebas/moksha, tetapi yang masih terikat dengan hukum-hukum alam material disebut jiva-jiva yang terikat seperti kita ini.
Alam material memang benar tercipta dari Tuhan, tapi alam material sendiri tidak mengikat Tuhan dan berada di luar Tuhan. Kenyataan ini dijelaskan dengan sangat gamblang dalam Bhagavad Gita bab 13.
Dimana letak kita (jiva)? hal ini dijawab dalam Bhagavad Gita 13.16 : “Kebenaran Yang Paling Utama berada di luar dan di dalam semua mahluk hidup, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Oleh karena Beliau bersifat halus, Beliau di luar daya lihat dan daya mengerti indria-indria material. Kendatipun Beliau jauh sekali, Beliau juga dekat kepada semua mahluk hidup“.
Apakah Roh adalah “pecahan” dari Tuhan? yang awalnya satu dan akhirnya pecah dan suatu saat menyatu lagi? Jika anda berpendapat seperti ini, berarti anda sudah menentang pernyataan bahwa “Tuhan dan Atman itu kekal” kan? Karena itu Bhagavad Gita 13.17 memberikan penjelasan; “Walau rupanya Roh Yang Paling Utama dibagi antara semua mahluk hidup, Beliau tidak pernah dibagi. Beliau mantap sebagai Yang Tunggal. Walaupun Beliau memelihara semua mahluk hidup, harus dimengerti bahwa Beliau menelan dan mengembangkan segala-galanya“.
Lebih jauh juga disebutkan dalam Bhagavad Gita 9.4; “Aku berada di mana-mana di seluruh alam semesta dalam bentuk-Ku yang tidak berwujud. Semua mahluk hidup berada di dalam-Ku, tetapi Aku tidak berada di dalam mereka”
Kemana Mahluk hidup waktu alam material ini tidak ada? Hal ini juga di jelaskan dalam Taittiriya Upanisad 3.1; “Yato vā imāni bhūtāni jāyante yena jātāni jīvanti yat prayanty abhisaḿ-viśanti tad brahma tad vijijñāsasva, Setelah diciptakan segala sesuatu bersandar pada kemahakuasaan Beliau, dan setelah peleburan segala sesuatu kembali dan bersandar ke dalam Diri Beliau”.
Jadi dari sloka-sloka ini, kita hidup di alam material, yaitu “Maya” ciptaan Tuhan dan Tuhan selalu menyertai kita dalam aspeknya sebagai “Paramatman” yang jumlahnya tidak terhingga, namun beliau sejatinya tetap tunggal. Dan pada waktu alam material ini dilebur, maka kita semua sebagai “jiva/atman” yang abadi terserap dan bersandar kedalam Tuhan, tetapi Tuhan dan Atman tidak pernah menyatu dan kehilangan identitasnya karena Atman adalah kekal (Brahman Atman Aikyam), kecuali atman mencapai kondisi penyatuan dengan Brahmajyoti/cahaya brahman (aspek Tuhan sebagai Brahman yang tidak berwujud).
Dimana letak Mahavisnu dalam Antakarana? Dikatakan bahwa Mahavisnu berbaring di lautan penyebab (Antakarana), jadi Mahavisnu yang ada dalam lautan Antakarana, bukan sebaliknya….
Bagaimana kondisi alam saat pralaya?
Alam ini terdiri dari 2 jenis. Alam rohani dan alam material. Pada saat pralaya yang musnah hanyalah alam material. Tapi alam rohani tetap kekal selamanya.
Bhagavad Gita 8.16; “Dari planet tertinggi di dunia material sampai planet paling rendah, semuanya tempat-tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan kematian dialami berulang kali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putra Kunti”.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Bhagavad Gita 9.10; “Alam material ini, salah satu di antara tenaga-tenaga-Ku, bekerja di bawah perintah-Ku, dan menghasilkan semua mahluk baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, wahai putra Kunti. Di bawah hukum-hukum alam material, manifestasi ini diciptakan dan dilebur berulang kali”.
Sedangkan mengenai alam rohani dijelaskan dalam Bhagavad Gita 8.20; “Namun ada alam lain yang tidak terwujud, kekal dan melampaui alam ini yang terwujud dan tidak terwujud. Alam itu bersifat utama dan tidak pernah dibinasahkan. Bila seluruh dunia ini dilebur, bagian itu tetap dalam kedudukannya”.
Jadi jika anda mencapai moksha, maka anda akan ada di alam rohani yang tidak pernah hancur ini. Bagaimana jika anda masih di alam material sementara alam material pralaya? Anda akan terserap dan bersandar dalam “badan” Tuhan dan dalam kondisi tanpa kegiatan bagaikan orang tidur. Atman tidak akan pernah hancur atau musnah, tapi dia kekal abadi selamanya sebagaimana di jelaskan dalam Bhagavad Gita bab 2.
Bli, anda tidak akan pernah mampu mengerti Veda atau Bhagavad gita jika di dalam diri anda masih tersimpan rasa egoisme dan rasa yang mengatakan bahwa saya orang pintar, saya sarjana, saya profesor… Tapi Veda hanya bisa dimengerti dengan cara tunduk hati dan tanpa angan-angan filsafat serta dengan rasa Bhakti sebagai penyembah Tuhan sebagaimana dijelaskan dalam Bhagavad Gita 4.3; “Ilmu pengetahuan yang abadi tersebut mengenal hubungan dengan yang Maha Kuasa hari ini Aku sampaikan kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawan-Ku; karena itulah engkau dapat mengerti rahasia rohani ilmu pengetahuan ini”.
Veda juga hanya dapat dimengerti secara murni melalui garis perguruan, bukan dengan gelar kesarjanaan material sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 4.2; “Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja yang suci mengerti ilmu pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu. Tetapi sesudah beberapa waktu, garis perguruan itu terputus; Karena itu, rupanya ilmu pengetahuan yang asli itu sudah hilang”.
Jadi mari bli… kita mencoba menyelami ajaran Veda melalui garis perguruan yang dapat dipercaya…!
Om Swastyastu
Purusa/Atman adalah Tuhan yang diliputi oleh Maya/Prakriti?
Rgveda Book X HYMN CXXIX. Creation.
1. THEN was not non-existent nor existent: there was no realm of air, no sky beyond it.
What covered in, and where? and what gave shelter? Was water there, unfathomed depth of water?
4 Thereafter rose Desire in the beginning, Desire, the primal seed and germ of Spirit.
Sages who searched with their heart’s thought discovered the existent’s kinship in the non-existent.
6 Who verily knows and who can here declare it, whence it was born and whence comes this creation?
TheGods are later than this world’s production. Who knows then whence it first came into being?
7 He, the first origin of this creation, whether he formed it all or did not form it,
Whose eye controls this world in highest heaven, he verily knows it, or perhaps he knows not.
Tentang Purusa
Rgveda Book X HYMN XC. Purusa.
2 This Purusa is all that yet hath been and all that is to be;
The Lord of Immortality which waxes greater still by food.
Bhagavad Gita XIII-27
Yawat sanjayate kincit sattwam sthawara-jangamam,
Ksetra-ksetrajna-samyogat tad widdhi bharatarsabha.
Makhuk apapun yang lahir, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, wahai Bharatarsabha, ketahuilah berasal dari gabungan ksetra dan ksetrajna.
Bhagavad Gita XIII-17
Awibhaktam ca bhutesu wibhaktam iwa ca sthitam,
Bhuta bhartr ca taj jneyam grasisnu prabhawisnu ca.
Ia tak dapat dibagi-bagi namun juga tampaknya terbagi diantara makhluk-makhluk. Ia harus diketahui sebagai penopang makhluk hidup, memusnahkannya dan menciptakannya kembali.
Visnu Sahasra namam
Bheeshma Uvacha:
That purusha with endless devotion,
Who chants the thousand names,
Of He who is the lord of the Universe,
Of He who is the God of Gods,
Of He who is limitless,
Would get free,
From these bondage of life, cruel
He who also worships and prays,
Daily without break,
That Purusha who does not change,
That Vishnu who does not end or begin,
That God who is the lord of all worlds.
Tentang Prakriti
Tenaga material-Mu maya (prakriti red.) akan segera menangkap diriku, sehingga hamba menjadi tidak insyaf diri lagi begitu lahir kedunia fana, begitu ia berkata kepada Tuhan. “Paham ke-AKU-an palsuku akan seketika menyelimuti diriku yang merupakan awal dari siklus kelahiran dan kematian (samsara) yang menjerat diriku”. (Dari artikel “Masuknya Atman kedalam kandungan”).
Maya/Prakrti, tenaga material (material energy) dari Tuhan sendiri. Tenaga material ini terdiri dari tiga unsur sifat alam material yaitu sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan/kebodohan). Ketiga sifat alam material ini disebut triguna. Sri Krishna berkata, “Daivi hy esa guna mayi mama maya duratyaya, tenaga material (maya)-Ku ini yang terdiri dari unsur-unsur triguna, sangat sulit diatasi” (Bhagavad Gita 7.14).
Maya berasal dari dua suku kata yaitu ma = tidak dan ya = itu. Jadi maya berarti “Yang bukan itu”.
Maya secara umum dimengerti sebagai khayalan, seuatu yang tidak nyata, tidak benar atau tidak sejati.
Beberapa istilah untuk menyebutkan istilah maya ini antara lain;
1. Disebut Mohini-Prakrti, sebab maya berhakekat mengkhayalkan.
2. Disebut Avidya-Sakti, sebab maya berhakekat menggelapkan atau menyebabkan kelupaan atau kebodohan.
3……
6. Disebut Acit-Vaibhava, sebab maya merupakan tenaga material Tuhan yang mewujudkan dunia fana yang sementara dan berubah-ubah.
7. Disebut Maha-Maya, sebab maya sungguh sulit diatasi.
(Dari artikel “Prakriti, Tenaga Material Tuhan Yang Maha Esa”).
Kesimpulannya:
Manusia itu terdiri dari gabungan antara purusa dan prakriti / ksetra dan ksetrajna. Purusa sebagai jiwanya dan prakriti sebagai badannya. Mengapa manusia itu tidak tahu kalau dirinya adalah Purusa, jawabannya adalah karena manusia dikhayalkan oleh Prakriti bahwa dia adalah badan jasmaninya.
Pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab adalah apakah Purusa itu adalah Tuhan itu sendiri?
Om Swastiastu
@Bli Putra;
Alur logika yang bagus, hanya saja saya masih menyayangkan kutipan sloka-sloka yang bli gunakan, karena terus terang sangat jauh maknanya dari terjemahan sloka-sloka Bhagavad Gita yang valid dan diakui secara luas di dunia akademik.
Kita ambil contoh Bhagavad Gita 13.27 yang bli kutip;
Sloka aslinya berbunyi;
yāvat sañjāyate kiñcit
sattvaḿ sthāvara-jańgamam
kṣetra-kṣetrajña-saḿyogāt
tad viddhi bharatarṣabha
arti setiap suku katanya;
yāvat — apapun; sañjāyate — terwujud; kiñcit — apapun; sattvam — keberadaannya; sthāvara — tidak bergerak; jańgamam — bergerak; kṣetra — dari badan; kṣetra-jña — dan yang mengetahui badan; saḿyogāt — oleh gabungan antara; tat viddhi — engkau harus mengetahuinya; bharata-ṛṣabha — wahai yang paling utama diantara para Bhārata.
Jadi artinya;
“Wahai yang laing utama di antara para Bhārata, ketahuilah bahwa apapun yang engkau lihat yang sudah diwujudkan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, hanyalah gabungan antara lapangan kegiatan dan yang mengetahui lapangan”.
Coba bandingakan dengan terjemahan yang anda sampaikan, sangat jauh kan?
Sloka ini menjelaskan bahwa alam meterial ini hanya akan aktif jika tejadi penggabungan dengan Atman/Jiva yang berasal dari alam rohani. dimana kṣetra diartikan sebagai “dari badan/atau badan material ini” dan kṣetra-jña diartikan sebagai “dan yang mengetahui badan/Atman/Jiva yang kekal yang sat cit ananda”.
Jadi untuk melanjutkan diskusi ini, kita harus mengacu pada sumber yang sama dulu bli…. kita sepakati dulu, Bhagavad Gita yang mana yang merupakan Bhagavad Gita yang dapat dipercaya dan yang mana tidak… Soalnya kalau kita tetap berdiskusi dengan pijakan yang berbeda, maka kita tidak akan pernah menemukan titik temu. Bukan begitu bli?… 🙂
sdr. Ngara, saya juga menemukan link menarik yang ditulis oleh Pak Titib yang telah mempelajari Veda secara baik dan memperoleh gelar Ph.D dari university Haridvar, Uttar Pradesh India, akan bidang agama dan menurut beliau bahwa jika moksa adalah penyatuan akan atman dengan Paramatman????
coba cek di,
Mokûa adalah tujuan tertinggi agama yang bersatunya Àtmà dengan Paramàtmà. Sumber hidup jagat raya yang disebut dengan berbagai nama. Bersatunya Àtmà dengan Brahman merupakan kebahagiaan yang sejati. Di dalam kitab suci Veda dinyatakan bahwa Mokûa itu dicapai dengan kesadaran dan bhakti, dengan pengekangan, melenyapkan niat dan karma-karma buruk dan lain-lain.
http://www.e-banjar.com/content/view/313/321/lang,en/
ini kok sepertinya sesuai dengan pemahaman saya yang saya posting sebelumnya?????
jika berbeda, mungkin saya harus bertanya kepada pak Titib nih kenapa beliau menulis bahwa Atman bisa bersatu dengan Paramatman……
Mohon dikoreksi……
@ ari_bcak
Sebagaimana sudah saya sampaikan menurut Bhagavad Gita 4.2 dan 4.3, Veda tidak dapat dikuasai dan dimengerti dengan angan-angan filsafat, rasa ego dimana kita menganggap kita adalah orang jenius, orang pinter, sarjana atau seorang profesor. Veda dan juga Bhagavad Gita hanya dapat dimengerti dengan tunduk hati, rasa pengabdian dan cinta bhakti yang murni.
Jika dalam sloka Bhagavad Gita 4.2 ini Tuhan mensyaratkan penurunan Veda menurut Parampara, apakah Pak Titib menerima ajaran Bhagavad Gita melalui parampara (garis perguruan rohani)? Atau hanya dengan angan-angan filsafat duniawi semata?
Kutipan-kutipan Bhagavad Gita yang saya gunakan adalah dari terjemahan dan penjelasan Srila Prabhupada, waktu muda beliau seorang Ahli Kimia dan secara rohani beliau murid dari garis perguruan Gaudya Vaisnava dimana silsilah perguruan beliau jelas. Beliau juga seorang sanyasi yang sudah tidak mementingkan hal-hal duniawi. Secara akademik sudah diakui oleh dunia. Sedangkan terjemahan Pak Titip tidak saya utamakan, bukan karena beliau tidak pintar, tetapi dari pandangan saya karena beliau belum mencapai kondisi “sanyasi”, melepas ikatan-ikatan duniawi, sehingga bukannya tidak mungkin kalau beliau menyelipkan angan-angan filsafat atau egoisme pribadi dalam terjemahan beliau. Beliau juga tidak menerima ajaran Bhagavad Gita dari garis perguruan rohani sebagaimana yang dikatakan dalam Bhagavad Gita 4.2.
Atas dasar itulah saya memilih menggunakan Bhagavad Gita dari Srila Prabhupada.
Sebagian review Bhagavad Gita dari Srila Prabhupada dari para tokoh akademik saya coba posting disini. sbb;
“No work in all Indian literature is more quoted, because none is better loved, in the West, than the Bhagavad-gita. Translation of such a work demands not only knowledge of Sanskrit, but an inward sympathy with the theme and a verbal artistry. For the poem is a symphony in which God is seen in all things….The Swami does a real service for students by investing the beloved Indian epic with fresh meaning. Whatever our outlook may be, we should all be grateful for the labor that has lead to this illuminating work.”
Dr. Geddes MacGregor, Emeritus Distinguished Professor of Philosophy
University of Southern California
“The Gita can be seen as the main literary support for the great religious civilization of India, the oldest surviving culture in the world. The present translation and commentary is another manifestation of the permanent living importance of the Gita.”
Thomas Merton,
Theologian
“I am most impressed with A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada’s scholarly and authoritative edition of Bhagavad-gita. It is a most valuable work for the scholar as well as the layman and is of great utility as a reference book as well as a textbook. I promptly recommend this edition to my students. It is a beautifully done book.”
Dr. Samuel D. Atkins
Professor of Sanskrit, Princeton University
“…As a successor in direct line from Caitanya, the author of Bhagavad-gita As It Is is entitled, according to Indian custom, to the majestic title of His Divine Grace A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. The great interest that his reading of the Bhagavad-gita holds for us is that it offers us an authorized interpretation according to the principles of the Caitanya tradition.”
Olivier Lacombe
Professor of Sanskrit and Indology, Sorbonne University, Paris
“I have had the opportunity of examining several volumes published by the Bhaktivedanta Book Trust and have found them to be of excellent quality and of great value for use in college classes on Indian religions. This is particularly true of the BBT edition and translation of the Bhagavad-gita.”
Dr. Frederick B. Underwood
Professor of Religion, Columbia University
“…If truth is what works, as Pierce and the pragmatists insist, there must be a kind of truth in the Bhagavad-gita As It Is, since those who follow its teachings display a joyous serenity usually missing in the bleak and strident lives of contemporary people.”
Dr. Elwin H. Powell
Professor of Sociology
State University of New York, Buffalo
“There is little question that this edition is one of the best books available on the Gita and devotion. Prabhupada’s translation is an ideal blend of literal accuracy and religious insight.”
Dr. Thomas J. Hopkins
Professor of Religion, Franklin and Marshall College
“The Bhagavad-gita, one of the great spiritual texts, is not as yet a common part of our cultural milieu. This is probably less because it is alien per se than because we have lacked just the kind of close interpretative commentary upon it that Swami Bhaktivedanta has here provided, a commentary written from not only a scholar’s but a practitioner’s, a dedicated lifelong devotee’s point of view.”
Denise Levertov,
Poet
“The increasing numbers of Western readers interested in classical Vedic thought have been done a service by Swami Bhaktivedanta. By bringing us a new and living interpretation of a text already known to many, he has increased our understanding manyfold.”
Dr. Edward C Dimock, Jr.
Department of South Asian Languages and Civilization
University of Chicago
“The scholarly world is again indebted to A. C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Although Bhagavad-gita has been translated many times, Prabhupada adds a translation of singular importance with his commentary….”
Dr. J. Stillson Judah,
Professor of the History of Religions and Director of Libraries
Graduate Theological Union, Berkeley, California
“Srila Prabhupada’s edition thus fills a sensitive gap in France, where many hope to become familiar with traditional Indian thought, beyond the commercial East-West hodgepodge that has arisen since the time Europeans first penetrated India.
“Whether the reader be an adept of Indian spiritualism or not, a reading of the Bhagavad-gita As It Is will be extremely profitable. For many this will be the first contact with the true India, the ancient India, the eternal India.”
Francois Chenique, Professor of Religious Sciences
Institute of Political Studies, Paris, France
“As a native of India now living in the West, it has given me much grief to see so many of my fellow countrymen coming to the West in the role of gurus and spiritual leaders. For this reason, I am very excited to see the publication of Bhagavad-gita As It Is by Sri A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. It will help to stop the terrible cheating of false and unauthorized ‘gurus’ and ‘yogis’ and will give an opportunity to all people to understand the actual meaning of Oriental culture.”
Dr. Kailash Vajpeye, Director of Indian Studies
Center for Oriental Studies, The University of Mexico
“…It is a deeply felt, powerfully conceived and beautifully explained work. I don’t know whether to praise more this translation of the Bhagavad-gita, its daring method of explanation, or the endless fertility of its ideas. I have never seen any other work on the Gita with such an important voice and style….It will occupy a significant place in the intellectual and ethical life of modern man for a long time to come.”
Dr. Shaligram Shukla
Professor of Linguistics, Georgetown University
“I can say that in the Bhagavad-gita As It Is I have found explanations and answers to questions I had always posed regarding the interpretations of this sacred work, whose spiritual discipline I greatly admire. If the aesceticism and ideal of the apostles which form the message of the Bhagavad-gita As It Is were more widespread and more respected, the world in which we live would be transformed into a better, more fraternal place.”
Dr. Paul Lesourd, Author
Professeur Honoraire, Catholic University of Paris
Om swastyastu Ngara
Saya setuju kalau kita menyamakan sumber dulu, kita pakai terjemahan Bhagavad Gita dari Srila Prabhupada saja, tolong Ngara kasi saya linknya kalau ada yang terjamahannya bahasa Indonesia.
Kita sudah sepakat dengan arti Sloka Bhagavad Gita 13.27 ini bahwa apapun yang sudah diwujudkan (oleh Tuhan) itu terdiri dari gabungan ksetra dan ksetrajna atau purusa dan prakriti.
Yang tidak kita sepakati itu adalah apakah ksetrajna atau purusa itu adalah Tuhan atau bukan?
Untuk perbandingan silahkan lihat di http://www.hinduwebsite.com/hinduism/concepts/creation.asp dan http://www.hinduwebsite.com/prakriti.asp
Artikel ini tidak saya terjemahkan karena saya takut salah menterjemahkannya. Tolong Ngara atau temen yang lain bisa bantu menterjemahkannya.
Suksma ping banget.
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
saya ucapkan terima kasih atas respons anda pada,
October 19, 2009 at 12:28 pm
sedikit banyak itu telah menjawab pertanyaan saya,
tentang belajar Veda dengan ego…… kayaknya tidak sdr. Ngara karena saya belajar pengetahuan ini agar saya mampu nantinya memberikan pemahaman yang baik pada anak ataupun keluarga saya dan bukannya saya mati pada kata “nak mula keto”, jadi saya belajar ini memang unutk memenuhi pemahaman akan diri saya dan bukannya untuk menunjukkan bahwa diri saya pintar, dll, tapi terlebih agar Hindu itu tidak “kadung” dikenal dengan pemahaman yang ‘keliru’.
saya mau membahas sedikit tentang apa yang anda tulis,
anda nulis:
Jadi jika anda mencapai moksha, maka anda akan ada di alam rohani yang tidak pernah hancur ini. Bagaimana jika anda masih di alam material sementara alam material pralaya? Anda akan terserap dan bersandar dalam “badan” Tuhan dan dalam kondisi tanpa kegiatan bagaikan orang tidur. Atman tidak akan pernah hancur atau musnah, tapi dia kekal abadi selamanya sebagaimana di jelaskan dalam Bhagavad Gita bab 2.
saya:
bagaimana pemahaman akan kata terserap ini????
apakah terserap itu membaur atau terserap itu berbeda dengan “menyatu kembali”????
maaf pemahaman saya masih dangkal dalam hal ini, saya coba pake pengandaian akan irisan dalam matematika dimana,
A=Tuhan
B=alam kehidupan ini baik material maupun rohani,
jadi apakah A bagian dari B, atau B bagian dari A???
saya memiliki bayangan bahwa B itu baik alam material maupun rohani semuanya merupakan bagian dari A jadi ketika dikatakan bahwa Atman dan Paramatma sama-sama kekal apakah ini tidak berarti Atman itu percikan kecil dari Tuhan????
Jika ini berarti Tuhan ada saingan dalam menunjukkan kekekalannya dimana ada ciptaanNya yang sama/menyerupai dengan Beliau padahal dalam Upanishad disebutkan bahwa tidak ada yang menyamai ataupun menyerupai Beliau. Saya melihat kata menyamai ini sebagai sifat yang satupun tidak boleh dimiliki oleh ciptaaanNya, jadi pemahaman saya Atman itu bukanlah ciptaanNya tapi merupakan bagian terkecil dari DiriNya sehingga memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan Beliau.
Mohon diperjelas lagi….
anda nulis,
Dimana letak Mahavisnu dalam Antakarana? Dikatakan bahwa Mahavisnu berbaring di lautan penyebab (Antakarana), jadi Mahavisnu yang ada dalam lautan Antakarana, bukan sebaliknya….
saya:
jadi Mahavisnu itu hanyalah satu dari perwujudan beliau dimana Tuhan yang sebenarnya menurut pemahaman saya akan mencakup Mahavisnu dan lautan Antakarana.
Saya ingin memahami konsep dasar saja dulu……
Suksma,
maaf jika pemahaman saya masih sangat dangkal dan saya berharap tidak dibuat bingung dengan pemahaman ini akan Atman dengan Paramatman yang berbeda…..
Om Swastyastu
Saya ada pertanyaan yang mungkin temen-temen bisa bantu mencarikan jawabannya, “APAKAH AGAMA HINDU MEMBINGUNGKAN DAN, PEMIKIRAN-PEMIKIRAN YANG ADA DALAM HINDU, BERTENTANGAN SATU SAMA LAINNYA?”
Pada satu sisi ada Tuhan Pribadi (Saguna Brahman), pada sisi lain agama Hindu bicara tentang satu Brahman yang tidak memiliki perasaan?
Om Swastiastu,
Trimaksih atas link-nya bli, memang benar bahwasanya penarikan kesimpulan artikel yang anda sampaikan saya rasa berbeda dengan apa yang saya baca dari penjelasan Bhagavad Gita As It Is.
Istilah puruṣaḥ dan prakṛtiḿ secara langsung dapat ditemukan dalam sloka Bhagavad Gita 8.22, 10.12, 13.21, 13.22, 3.33, 4.6, 9.8, 13.1 dan 13.20. Hanya saja harus dicermati bentuk-bentuk kata puruṣaḥ dan prakṛtiḿ disini.
Setelah saya baca secara berurutan sloka-sloka ini, maka saya memahami bahwasanya puruṣaḥ dapat diartika sebagai Tuhan (Bhagavad Gita 8.22 dan 10.12) tetapi juga dapat diartikan sebagai mahluk hidup sebagai jiva/atman (Bhagavad Gita 13.21-22). Namun setelah saya renungkan sampai saat ini saya memahami puruṣaḥ sebagai aspek rohani yang bersifat kekal diluar alam material (prakṛtiḿ). Sedangkan prakṛtiḿ mengacu kepada pengertian Alam, alam material atau sifat-sifat alam material.
Apakah karena puruṣaḥ dapat berarti Tuhan dan Juga Atman/Jiva/mahluk hidup, kita dapat mengatakan Atman sama dengan Tuhan? Hal ini saya coba jelaskan sebagaimana di bawah ini yang juga merupakan jawaban saya atas pertanyaan Ari_bcak.
Untuk saudara Ari_bcak. Maksud “ego” sebagaimana yang saya sampaikan adalah dimana kita membaca dan menyimpulkan Bhagavad Gita dengan berusaha menafsirkannya sesuai dengan angan-angan kita, bukan dengan menerima otorits Bhagavad Gita sebagaimana aslinya.
Contohnya dalam memahami siapa yang bersabda dalam Bhagavad Gita. Meski disana sudah jelas bahwa yang bersabda dalam Bhagavad Gita adalah Bhagavan atau Tuhan, yaitu Krishna sendiri, tetapi para pembaca Bhagavad Gita sering kali tidak mengetahui bahwa Krishna adalah Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga tidaklah salah jika Krishna bersabda dalam Bahagavad Gita 9.11; “Orang bodoh mengejek-Ku jika Aku menurun dalam bentuk seperti manusia. Mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu”.
Dan dalam Bhagavad Gita 15.15 disebutkan; “Vedais ca sarvair aham eva vedyah vedanta krd veda vid eva caham, tujuan seluruh pustaka suci Veda adalah untuk kengetahui diri-Ku, Aku-lah menyusun filsafat Vedanta dan Aku-lah yang mengetahui Veda”, dan dalam Brahma Samhita disebutkan “Isvarah paramah krsnah, Krishna adalah kepribadian Tuhan yang asli”. Sehingga dari sloka ini kita tahu bahwa tujuan dari Veda dan Bhagavad Gita khususnya adalah untuk mengerti bahwa Krishna adalah Tuhan. Jadi, jika seseorang membaca Bhagavad Gita dan tidak mengetahui bahwa Krishna adalah Tuhan, maka pada dasarnya mereka tidak membaca dan berusaha memahami Bhagavad Gita dengan tunduk hati.
Kehebatan Tuhan tidak pernah bisa kita bayangkan, karena itu beliau disebut Acintya. Tuhan juga tidak bisa kita logikan sebagaimana irisan matematika yang anda sampaikan. Sehingga dalam Bhakti-rasämåta-sindhu 1.2.234 disebutkan; “ataù çré-kåñëa-nämädi na bhaved grähyam indriyaiù sevonmukhe hi jihvädau svayam eva sphuraty adaù, Tiada seorangpun yang dapat mengerti tentang sifat rohani, nama, bentuk, sifat dan kegiatan Krishna melalui indria-indrianya yang dicemari secara material. Tetapi Krishna memperlihatkan diri-Nya kepada para penyembah karena Krishna menyayangi mereka atas cinta-bhakti rohani mereka kepada Beliau”.
Jadi, mari berhenti sejenak berspekulasi dan berangan-angan dalam membayangkan akan Tuhan, tetapi terimalah Para Vidya dari otoritas Veda itu sendiri tanpa dicemari oleh angan-angan pikiran kita karena memang Veda yang berkaitan dengan Para Vidya tidak akan pernah bisa kita logikakan secara tepat. Namun jika anda belajar Apara Vidya yang ada dalam Veda, silahkan dibuktikan dan dilogikakan kebenarannya karena Apara Vidya memang pengetahuan material yang dapat dijangkau oleh indria dan pikiran kita.
Namun demikan, untuk memberi gambaran kedudukan Tuhan dan ciptaannya, dalam Bhagavad Gita 7.4 disebutkan; “Tanah, air, api, udara, angkasa, pikiran, kecerdasan dan keakuan yang palsu – secara keseluruhan delapan unsur ini merupakan tenaga-tenaga material yang terpisah dari-Ku. Jadi dari sloka ini kita dapat mengetahui bahwa meskipun alam material itu ciptaan Tuhan, tetapi alam material juga terpisah dari Tuhan.
Terus bagaimana halnya dengan Tuhan yang dikatakan masuk dan meresap kedalam segala sesuatu di alam material? Tidakkah Tuhan menjadi banyak? Bagaimana Tuhan yang menjelma sebagai Avatara yang sangat banyak dan dikatakan bahwa Avatara itu juga kekal selamanya? Apakah Tuhan banyak? Bagaimana kita melogikakan ini? Bahkan dalam sebuah sloka Catur Veda kurang lebih disinggung masalah Tuhan yang saling berkebalikan. Dikatakan Tuhan berlari, tapi diam, Tuhan bergerak, tapi tidak bergerak, Tuhan dalam satu-satuan waktu paling besar, tapi juga paling kecil dan seterusnya. Sungguh sesuatu hal yang diluar logikan kita. Karena itu jangan berharap dapat memasukkan Tuhan kedalam logika kita yang terbatas, tetapi terimalah Tuhan dengan bhakti yang tulus.
Bagaimana dengan kedudukan Tuhan dan Atman?
Dalam Bhagavad Gita 13.23 disebutkan; “Upadrastanumanta ca bhrta bhokta maheswarah, Paramatmeti capy ukto dehe ‘smin purusah parah, Namun di dalam badan ini ada kepribadian lain, kepribadian rohani yang menikmati, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, pemilik segala sesuatu. Beliau berada sebagai pengawas dan yang mengijinkan dan Beliau dikenal sebagai Roh Yang Utama”
Lebih lanjut dalam Bhagavad Gita 13.28; “samaà sarveñu bhüteñu tiñöhantaà parameçvaram vinaçyatsv avinaçyantaà yaù paçyati sa paçyati, Orang yang melihat Roh yang utama (parama-éçvaram) mendampingi roh yang individual (bhüteñu ) di dalam semua badan, dan mengerti bahwa sang roh dan Roh yang paling utama tidak pernah dimusnahkan di dalam badan yang dapat di musnahkan, melihat dengan sebenarnya”.
Jadi dari 2 sloka ini saja jika kita bisa membaca Bhagavad Gita dengan tunduk hati maka kita sudah bisa menerima informasi bahwasanya dalam badan mahluk hidup terdapat 2 hal yang berbeda, yaitu Tuhan sebagai pramatman dan Atman/Jiva yang masing-masing berbeda.
Jadi permasalahannya sekarang adalah; apakah kita mau menerima otoritas Veda, dalam hal ini Bhagavad Gita atau mau mengikuti angan-angan filsafat pikiran kita yang terbatas?
Bagaimana dengan kedudukan Tuhan?
Tuhan ada di alam rohani/vaikuntaloka dalam aspkenya yang tidak berhingga, dan Tuhan juga muncul sebagai dasar alam material (antakaranadakasayi visnu), beliau juga muncul dalam setiap alam semesta yang tidak terhingga jumlahnya sebagai garbhodakasayi visnu dan menjelman lagi kedalam setiap atom / materi sebagai ksirodakasayi visnu.
Mengenai hal ini dijelaskan dalam Sätvata-tantra sebagai berikut;
viñëos tu tréëi rüpäëi
puruñäkhyäny atho viduù
ekaà tu mahataù srañöå
dvitéyaà tv aëòa-saàsthitam
tåtéyaà sarva-bhüta-sthaà
täni jïätvä vimucyate
Artinya;
“Untuk ciptaaan material, penjelmaan yang berkuasa penuh dari Tuhan berwujud sebagai tiga Visnum yang pertama adalah Maha Visnu, menciptakan seluruh tenaga material, yang bernama Mahat-tattva. Yang kedua, Garbodakasayi Visnu, memasuki seluruh alam semesta untuk menciptakan keanekawarnaan dalam tiap-tiap alam semesta itu. Yang ketiga, Ksirodakasayi Visnu, tersebar sebagai roh yang utama yang berada di mana-mana di seluruh alam semesta dan juga bernama Paramatman, beliau ada di mana-mana bahkan di dalam atom-atom sekalipun. Siapapun yang mengenal ketiga Visnu tersebut dapat dibebaskan dari ikatan material”.
Jadi dari sloka ini bisa dimengerti bahwa Tuhan ada di alam rohani dan sekaligus di setiap bagian dalam alam jasmani dalam bentuk ekspansi Beliau.
Kurang lebih begitu bli, susah memang melogikakan Tuhan. Karena itu hal-hal yang diluar jangkauan pikiran kita seperti ini mau tidak mau harus kita terima secara langsung tanpa angan-angan lagi.
Dan yang terakhir buat Bli Putra;
Apakah Hindu membingungkan?
Menurut pendapat saya, jawabannya “Iya”, jika kita membaca kitab-kitab Hindu secara sepenggal-sepenggal dan dengan mengedepankan logika-logika kita tanpa bimbingan guru kerohanian, Veda memang sangat membingungkan. Tetapi kalau kita mempelajarinya dengan kerendahan hati dan dengan bimbingan guru kerohanian sebagaimana petunjuk Bhagavad Gita 4.2 dan 4.3, mengerti Veda tidaklah terlalu sulit, karena tujuan utama Veda sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 15.15 hanyalah untuk mengerti siapa itu Tuhan.
Kurang lebih seperti itu bli, jika ada kesalahan mohon dikoreksi..
Suksma.
Om Swastyastu
Saya setuju dengan semua pendapat ngara, Hindu memang akan membingungkan jika kita membaca kitab-kitab-Nya secara sepenggal-sepenggal, tetapi bila kita belajar dengan sungguh-sungguh atau melakukan penelitian terhadap kitab-kitab suci ini, agama Hindu akan berdiri sebagai satu sosok kebenaran (embodiment of truth).
Kutipan artikel di bawah ini mudah2an dapat menjelaskan kenapa pendapat kita tentang atman berbeda.
DIKUTIP DARI AM I A HINDU (APAKAH SAYA HINDU ?)
Ed. Viswanathan (Diterjemahkan oleh NP Putra)
AYAH, PERNAHKAH SANKARA MENJELASKAN KENAPA BRAHMAN, YANG SEMPURNA DALAM DIRINYA SENDIRI, MENCIPTAKAN DUNIA YANG TIDAK SEMPURNA DAN PENUH MASALAH?
Aku menyesal untuk mengatakan bahwa Adi Sankara tidak pernah penjelaskan pertanyaan ini dalam tulisan-tulisannya. Banyak Vedantis, termasuk istikus Aurobindo (1872-1950), telah menunjukkan masalah ini dengan teori-teori Sankara. Kenapa Brahman, yang sempurna dan lengkap dalam dirinya sendiri, mengembangkan jaring besar Maya atau ilusi dari esensinya sendiri? Bila Dia sempurna mengapa ketidak-sempurnaan datang dari dia? Bila Brahmannya Sankara mengatasi (transcends) semua perasaan-perasaan pribadi (personality feelings), bagaimana Dia membuat satu ciptaan dengan kesadaran? Menurut Aurobindo, Sankara tidak berhasil menjelaskan, atas prinsip-prinsip negativistiknya, mengapa Yang Mutlak harus turun kepada yang terbatas. Baik Mahabagawatam maupun Bhagavad Gita menyebut-nyebut hal ini dengan cara tidak langsung. Keduanya bicara mengenai ciptaan sebagai alat bantu atau perantara (instrumentality of creation). Srimad Mahabagavatam menyatakan bahwa adalah merupakan Leela (permainan suci) bagi Tuhan untuk menciptaan sesuatu. Bhagawad Gita, pada sisi lain menyatakan bahwa adalah bagian dari alam untuk mencipta dan melahirkan (to create dan procreate). Malangnya, tidak ada kitab suci yang dengan jelas menjawab pertanyaan “kenapa dan apa” tentang penciptaan itu. Demikian juga dalam Kitab Kejadian (Genesis) kita melihat penciptaan sebagai alat bantu atau perantara, dimana Elohim berobah menjadi Jehovah (“I am” atau “Aku ada”) dan menciptakan alam semesta dalam enam hari. Dalam Vedanta Sutra kata Leela (Lila, pen) – Permainan Suci digunakan untuk menjelaskan penciptaan sebagai ekspresi tanpa keinginan dari Tuhan (desireless expression of God). Kenapa Tuhan ingin menyatakan (mengekspresikan) dirinya? Aku kira kita tidak akan pernah mendapat jawaban atas pertanyaanmu dari siapapun dengan kemampuan manusia (yang terbatas) di dunia ini.
Sankara sendiri mengatakan bahwa sebuah pertanyaan seperti yang kamu ajukan tidak mempunyai dasar, karena alam semesta materi ini sesungguhnya adalah ilusi atau Maya, hanya kilasan khayalan semata. Kamu dan aku memiliki masalah karena kita tidak mampu mengatasi kerudung besar dari Maya itu. Sankara tidak pernah mengatakan bahwa dunia ini tidak penting. Ia hanya menunjukkan fakta bahwa dunia yang kita lihat bukan dunia yang nyata. Dunia yang kita lihat senantiasa berobah. Duduk dalam mobilmu, satu mil dari sini, air yang kamu lihat di jalan sementara memang nyata, tapi bila kamu datang lebih dekat kepada air itu apa yang kamu lihat menjadi bayangan udara. Perampok dalam mimpi yang menyerang kamu adalah nyata dalam mimpi. Dalam mimpi kamu berkelahi melawannya. Tapi ketika kamu bangun, kamu akan berkata kepada dirimu sendiri, “ini hanya mimpi.” Sankara mengatakan seseorang akan mengatakan hal yang sama mengenai dunia pada saat ia menyadari atau mencapai pengetahuan yang benar. Apapun kritik yang ditujukan terhadap aspek-aspek yang lebih halus dari Advaitanya Sankara, aku pribadi merasa philsafat Advaita akan tetap ada selamanya. Bila besok seorang manusia dibuat di laboratorium, tanpa bantuan sperma dari laki-laki dan ovum dari wanita, hampir semua agama terorganisasi di dunia ini akan runtuh. Tapi philsafat Advaita dari Sankara sendirian akan tegak tinggi pada hari itu. Bila pada saat itu Sankara dapat membangkitkan tubuhnya sendiri, ia akan berteriak, “Tuhan menciptakan ilusi tapi kini manusia sendiri mulai melakukan hal itu!” Pada hari itu hanya philsafat Advaita yang akan bersorak kegirangan, semua yang lainnya akan hancur luluh.
APAKAH PHILSAFAT DVAITA?
Philsafat ini adalah philsafat mengenai dualitas yang disebarkan oleh Madhva (1197 AD), yang percaya bahwa bhakti (devotion) kepada Tuhan adalah sangat penting. Menurut dia, dunia ini adalah nyata dan ada satu perbedaan antara manusia dengan Tuhan. Realitas menurut dia ada dua macam, yang bebas dan yang tidak bebas. Tuhan satu-satunya realitas yang bebas. Materi dan jiwa manusia tergantung dan dikendalikan oleh Tuhan. Jiwa itu aktif dan bertanggung jawab untuk kebebasannya sendiri dari kelahiran berulang kali yang tak terhitung melalui bhakti kepada Tuhan.
Ramanuja, rasul pertama dari philsafat Dvaita, lahir kira-kira tahun 1050 AD. Ia adalah pemuja Wishnu. Dia mengambil jalan tengah antara philsafat Advaita dengan Dvaita. Reshi Ramanuja mengatakan bahwa Tuhan bukanlah prinsip yang tidak memiliki sifat-sifat, sebagaimana dikatakan oleh Adi Sankara, tapi adalah satu Tuhan berpribadi (Saguna Brahman) yang dapat dicintai dan dimengerti melalui bhakti. Ia mendebat Adi Sankara yang menolak bhakti kepada Tuhan ini. Tapi pada saat yang sama, Ramanuja percaya pada posisi tradisonal dari Wedanta mengenai kesatuan dengan Tuhan Yang Mahakuasa. Ia percaya pada prinsip Jivatman (jiwa individu) dan Paramatman (jiwa absolut) dan persatuan dari jivatman ke dalam Paramatman untuk mencapai moksha. Baik philsafat Advaita maupun Dvaita masih berjaya di India dalam kedudukan terhormat yang sama bahkan sampai dewasa ini. (Masih ada lanjutannya)
AYAH, AKU BINGUNG. BILA PHILSAFAT ADVAITA DAN DVAITA BERBEDA, YANG MANA YANG BENAR?
Seperti telah kukatakan sebelumnya, adalah normal sekali-sekali untuk dibuat bingung oleh kedua sistem philsafat ini. Sesungguhnya, kedua philsafat ini adalah satu dan sama tapi mereka beda hanya menurut dataran dari mana kita memandang mereka. Bila aku melihat kamu dan sebuah robot sebagai satu bundel elektron dan proton, maka kamu berdua adalah satu dan sama. Tapi bila dilihat dari dataran yang lain mahluk manusia sangat berbeda sekali dengan robot yang tidak bernyawa. Keduanya benar, tapi mereka berbeda dalam dataran persepsi. Wajah seorang model sangat cantik di depan mata telanjang, tapi akan buruk sekali di bawah mikroskop elektron yang sangat kuat. Ketika dataran persepsi itu berobah kebenaran yang dilihatnya juga berobah.
Tengoklah kepada cahaya yang dapat dilihat. Sir Isaac Newton berkata, “Cahaya bergerak dalam garis lurus.” Albert Einstein, dengan quantum teorinya, memproklamirkan kepada dunia, “Cahaya bergerak dalam pola gelombang.” Sekarang kita mempelajari keduanya, teori Newton dan Einstein mengenai cahaya dan menggunakannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pada satu sisi cahaya adalah satu gelombang tetap dalam gerakan, dan pada sisi lain cahaya yang sama itu terbuat dari partikel-partikel independen dalam gerakan. Memeriksanya lebih jauh, cahaya itu adalah satu radiasi elektromagnetik dalam jarak panjang gelombang (range wavelength) termasuk infra merah, cahaya ultraviolet dan cahaya yang dapat dilihat, dengan kecepatan kurang lebih tiga ratus miliar meter per detik bila ia berjalan dalam ruang hampa.
Tanpa persepsi dualitas tindakan tidak mungkin. Kita dapat memahami (perceive) dunia ini hanya karena dia adalah satu seri dari dualitas yang bertentangan (rwa bineda). Manusia hanya dapat bertindak dalam satu lingkungan subyek-obyek. Menurut Taoisme, Satu Yang Mutlak itu (the Absolute One) menjadi dua dalam ciptaan.
I Ching atau Buku tentang Perobahan dari China yang terkenal itu, melihat alam semesta ini sebagai Yin dan Yang atau laki-laki dan wanita. Yin adalah kekuatan phisik dan emosional, dan Yang adalah kekuatan spiritual atau intelektual. Mereka sesungguhnya adalah dua aspek dari satu kekuatan absolut, sama seperti kutub utara dan selatan dari sebuah magnet. Pengikut Tao mencoba untuk memperoleh keseimbangan yang wajar antara Yin dan Yang. Dikatakan bahwa pemuka awal dari sistem pasangan (binary system) yang terkenal itu, Orang Jerman jenius Gottfried Wilhelm Leibniz, dalam tahun 1666 meletakkan dasar dari komputer elektronik modern berdasarkan atas ide-ide yang ia terima dari I Ching mengenai Yin dan Yang. Menurut dia, “satu” mewakili Tuhan, “nol” mewakili kosong (void), dan dari satu ke kosong segala sesuatu datang sama seperti satu dan kosong dapat menjelaskan ide-ide matematika. Jadi dalam sirkit-sirkit yang terintegrasi dari komputer modern, kita dapat melihat sistem Advaita dan Dvaita.
Dengan menjaga tombol mocroscope eletronik pada sebuah komputer modern dalam posisi “on” atau “off”, mewakili satu dan kosong, manusia sesungguhnya telah menciptakan satu dunia impian. Semua masalah-masalah rumit dunia ini oleh sebuah komputer elektronik hanya dilihat sebagai posisi “nol” dan “satu”, sebagai “off” dan “on” dari sejumlah besar nomor tombol. Ini kedengaran mengagetkan pikiran, tapi itulah sesungguhnya kebenarannya. Aku harap dengan contoh-contoh di atas akan sangat mudah untuk memahami mengapa philsafat Advaita dan Dvaita mempunyai posisi penting yang sama bagi orang Hindu.
Dan lagi, tidak ada pemisahan yang ketat antara aliran philsafat. Adi Sankaracharya sendiri menulis beberapa puisi bhakti untuk bentuk-bentuk Tuhan yang berbeda. Sama seperti Taoisme, Adi Sankara tidak menolak dunia materi atau kehidupan yang biasa, tapi meminta para pengikutnya untuk mengunakan dunia materi dan kehidupan biasa itu mengatasi (transcend) dunia materi itu. Doktrin Maya, yang telah banyak sekali ditulis oleh Adi Sankara, tidak menyatakan bahwa dunia ini tidak nyata tapi bahwa persepsi kita mengenai dunia ini salah. Persepsi kita mengenai dunia ini adalah relatif, tergantung atas waktu, ruang dan penyebab (causation). Kata Maya biasanya dijelaskan oleh orang-orang suci Hindu sebagai “peniadaan” (negation) dan “karena itu ayo hentikan semua tindakan.” Penjelasan semacam itu sangat jauh dari kebenaran dan melawan semua ajaran Bhagawad Gita. Kata ilusi berasal dari bahasa Latin yang berarti “memainkan permainan” (to play the game). Jadi kita tidak dapat menghentikan tindakan sampai tindakan secara alamiah berhenti dalam hidup kita atau sampai kita melihat “tidak-bertindak dalam tindakan dan tindakan dalam tidak-bertindak” (inaction in action and action in inaction) seperti dijelaskan dengan panjang lebar oleh Bhawagad Gita.
Kepada sebagian orang philsafat Advaita akan menarik dan kepada sebagian yang lain philsafat Dvaita akan menarik sesuai dengan sifat-sifat individu mereka masing-masing. Secara pribadi, aku merasa kedua philsafat ini merupakan bagian tak terpisahkan dari satu philsafat besar, seperti kutub utara dan kutub selatan dari sebuah magnet. Kedua philsafat ini membantu agama Hindu untuk secara sungguh-sungguh mengeksplorasi wilayah-wilayah tak dikenal dari hidup kita.
APAKAH ANDA MENYIMPULKAN, AYAH, BAHWA ADVAITA MUNGKIN BENAR TAPI BAHWA DVAITA ADALAH SISTEM YANG DAPAT DIPRAKTEKKAN?
Aku kira aku telah menjelaskan hal itu. Anyway, mari kujelaskan sekali lagi. Bila kamu melihat philsafat Advaita dan Dvaita sebagai dua philsafat yang berbeda, maka Advaita adalah Kebenaran Mutlak. Tapi bila kita hidup dalam satu dunia hubungan subyektif – obyektif, kita dipaksa bertindak dibawah prinsip-prinsip Dvaita. Bahkan Sankara sendiri tidak sama sekali menolak prinsip-prinsip Dvaita, seperti ditunjukkan oleh contohnya yang termashur mengenai “tali dan ular” dalam komenternya atas Karika Gaudapada. Seorang manusia yang melihat seutas tali sebagai seekor ular dalam kegelapan dipaksa mengalami stres mental karena harus menghadapi seekor ular. Kemudian, ketika ia menemukan bahwa ular itu sesungguhnya hanya seutas tali, ia mungkin akan berpikir betapa bodohnya dirinya. Tapi tak seorangpun dapat menyalahkan orang itu karena melihat tali sebagai ular dalam kegelapan.
Seseorang mengalami mimpi melihat seekor harimau mengejarnya. Dalam mimpinya ia mencoba lari dari harimau itu. Tanpa bergerak seincipun dari tempat tidurnya, ia merasa lari bermil-mil jauhnya melalui hutan onak-duri, tapi ketika ia tiba-tiba terbangun ia berkata kepada dirinya sendiri, “ini hanya mimpi.” Pengalaman menyedihkan yang ia alami dalam mimpi tiba-tiba hanya menjadi suatu kebodohan ketika ia bangun. Menurut Adi Sankara, kita akan merasakan hal sama mengenai dunia materialistik ini ketika kita bangun dari mimpi materialistik ini.
Pada saat yang sama, semua dari kita harus berjuang di dunia dualitas ini sepanjang kita melihat dunia ini sebagai dualistik dalam sifatnya. Berteriak-teriak mengenai Advaita tidak akan membuat kita menyadari kesatuan kita dengan alam semesta ini. Tapi, bersama Sankara, banyak sekali guru-guru telah menyatakan kemampuan mereka untuk melihat dunia ini sebagai Advaita – satu kesatuan (one entity). Para santo sufi adalah contoh sempurna. Bila kamu mencari, akhirnya kamu akan mencapai keadaan dari para Sufi itu dan Adi Sankara.
APAPAH BRAHMAN YANG RAHASIA (MISTERIUS) INI?
Tiada yang lebih rahasia dalam agama Hindu dari Brahman. Brahman artinya “yang satu tiada duanya” (the one without a second). Dari semua nama yang diberikan kepada Tuhan dalam kitab suci, Brahman adalah yang paling rahasia. Dalam Upanishad-Upanishad, Brahman adalah Yang Mutlak, yang membuat segala sesuatu diketahui. Menurut philsafat Advaita, hanya Brahman yang nyata, dan semua yang lain adalah tidak nyata dan illusi atau Maya. Mencoba untuk memahami Brahman dengan pikiran manusia adalah seperti melihat kepada mata dengan mana kita melihat segala sesuatu. Untuk mengetahui Brahman, seseorang harus mengalami kesatuan dirinya dengan Brahman melalui salah satu cara pengejawantahan Tuhan. Dalam Upanishad, ‘Neti-Neti’ (bukan ini-bukan ini) adalah cara dengan mana Brahman dijelaskan.
AYAH, APAKAH BRAHMAN DAN ATMAN ITU SATU DAN SAMA?
Mereka sebenarnya adalah satu dan sama. Jiwa individu dalam badan dikenal sebagai Sang Diri (Self) atau Atman. Ia juga dikenal sebagai Jiwatman. Jiwa yang terikat oleh Karma disebut Atman. Ketika jiwa itu terbebas dari ikatan karma-karmanya, ketika itu ia memperoleh keselamatan dan menjadi satu dengan Brahman atau Paramatman. Untuk memberikan kamu contoh yang mendekati, aku akan mengatakan bahwa bila listrik yang ada dalam komputermu dapat disebut Atman, maka seluruh energi listrik dalam jaringan PLN adalah Brahman. Seperti telah kukatakan kepadamu sebelumnya, dengan cara apapun kamu tidak akan mampu memahami kata-kata ini dengan pikiranmu sebab kita bicara mengenai hal-hal yang jauh berada di luar pikiran.
Artikel yang lengkap tentang AM I A HINDU (APAKAH SAYA HINDU ?)
Ed. Viswanathan (Diterjemahkan oleh NP Putra) dapat ditemukan disini http://www.network54.com/Forum/176162/
Om Swastyastu,
Saya setuju sekali dengan bli Putra dimana pemahaman saya dan banyak buku yang saya baca ataupun dari link-link yang terkait menyatakan hal yang demikian yaitu Atman dan Paramatman itu sebenarnya adalah sama, dengan contoh yang dikutip oleh bli Putra yaitu listrik untuk menyalakan komputer dengan listrik induknya yaitu di jaringan PLN.
Maaf sdr. Ngara saya mungkin berbeda pendapat dengan anda dalam hal ini yang ini juga saya baca dan menurut saya memiliki pemahaman sama dengan saya yaitu disebutkan,
Advaitin’s Response:The above portion appears in the Brahmasutra bhashya of Shankara (I.2.20). The Bhashya reads://This mention of the distinction between the embodied soul (jivatman) and the internal Ruler (paramatman) is based on the limiting adjunct of body and senses, conjured up by ignorance but this is not so in the absolute sense. For the indwelling Self can be but one, and not two. The same one, however, is mentioned as two owing to conditioning factors, as for instance it is said, ‘the pot-space’ and ‘the cosmic-space’ (with reference to one indivisible space alone).
[Thus, here Shankara gives the reasoning that there cannot be two selves indwelling in a person. In view of this one has to conclude, per force, that one self that is spoken of as the indwelt is the avidya-conditioned one and the other the Indweller, the unconditioned one.]
saya kutip dari,
http://www.adi-shankara.org/2009/06/atman-is-one.html
@bli Putra,
terima kasih atas linknya bli menarik sekali….
Suksema,
Om Swastiastu Bli Putra dan ari_bcak
He..he..he.., dengan alur pemikiran yang berbeda memang benar pada akhirnya kita akan menemukan kesimpulan yang berbeda dalam pemahaman antara Atman dan Paramatman.
Saya sendiri tidak melakukan analogi atau spekulasi tafsir terhadap sloka-sloka yang saya kutipkan. Namun saya menerima apa yang disampaikan oleh sloka-sloka Veda yang berkenaan dengan Para Vidya sebagai kebenaran.
Apa yang disampaikan dalam artikel yang dikutip bli putra sangat bagus, hanya saja dasar-dasar sloka-sloka pembenarannya masih minim, sehingga terus terang saya meragukannya. Kalau saya gunakan mindset saya saat saya baru menerima pelajaran agama Hindu mulai dari SD sampai SMA dan 2 SKS waktu kuliah, memang benar saya memiliki kesimpulan yang sama dengan bli putra dan juga ari_bcak. Namun saya ingin mengetahui sumber-sumber/sloka-sloka otentik Veda yang menyatakan bahwa Atman itu adalah Tuhan. Kalau bli berkenan, mohon sekiranya memposting sloka-sloka tersebut.
Dan saya juga minta tanggapan Bli Putra dan ari_bcak mengenai maksud dari sloka Bhagavad Gita 13.23 dan 13.28. Kenapa dalam sloka ini antara Atman dan Paramatman dibedakan sebagai Tuhan dan Jiva yang masing-masing abadi?
Suksema bli…
Om Swastyasty Ngara
Mungkin contoh kecil ini bisa memberikan sedikit gambaran tentang aspek ketuhanan :
Ketika kita ingin mengajarkan kata “kursi” kepada anak kecil. Jika kita hanya mengucapkan kata “kursi”, anak itu tidak akan mempunyai gambaran yang jelas tentang bentuk kursi itu. Tetapi kita dapat menunjukkan kepadanya sebuah kursi dan menyuruhnya memperhatikan benda itu baik-baik. Pada waktu ia sedang melakukan hal ini, kemudian kita ulangi dan tekankan lagi kata “kursi”. Kelak, jika ia melihat kursi, ia akan ingat pada kata yang berkaitan dengan bentuk yang telah kita tunjukkan kepadanya dan ia akan berkata dalam hati, “kursi”. Bentuk kursi tertentu yang kita gunakan untuk mengajarnya mungkin tidak permanen. Kursi itu akan berubah, tetapi kata “kursi” dan jenis benda yang memberikan pengertian kursi tidak berubah. Jika ia tidak melihat bentuk kursi yang tidak permanen itu, ia tidak akan memahami kata “kursi” yang permanen. Unsur yang tetap dapat dimengerti melalui unsur yang tidak tetap. Karena itu, meskipun Tuhan itu tidak berwujud, kita harus menghubungkan-Nya dengan suatu wujud tertentu agar kita dapat memahaminya.
Siapakah aku, Siapakah Tuhan? Jawaban pertanyaan inilah yang harus kita cari karena itulah tujuan hidup kita sebagai manusia Hindu. Jawaban pertanyaan ini tidak akan kita temukan secara eksplisit dalam Gita atau dalam Weda. Jawabannya tergantung tingkat pengetahuan atau pemahaman kita tentang konsep ketuhanan itu sendiri. Jawabannya mungkin adalah daasoham, soham atau aham.
Om Swastyastu,
unutk “melihat” Atman dan Paramatman, saya menemukan hal ini dikaji secara etimologi katanya yaitu,
* param परम् is highest , supreme , chief ; far , distant , beyond , extreme ; also means ‘an excessive hundred , a hundred with a surplus’, but for now we can leave this 100 concept for another post.
* ātman आत्मन् is a beautiful word as it is derived from an = to breathe ; at = to move ; vā = to blow hence the breath. We are familiar with it to mean the soul , the principle of life and sensation. Yet I gravitate to this meaning of essence. The essence of being.
http://www.hindudharmaforums.com/showthread.php?p=34208#post34208
tapi lagi-lagi saya tidak melihat hal ini secara berbeda dalam artian bahwa Atman dan Paramatman yang berbeda dalam “esensinya”, dimana dilanjutkan ditulis,
Hence this combination ( a class of words that are called tatpuruṣa-s) gives us the Supreme essence, the Supreme soul. The Supreme that breathes life or being (bhūta existence, becoming) in to all.
I also would apply param परम् highest , supreme to the other words you have offered. Yet for me and IMHO I do not see it as ‘beyond’ e.g. śiva or śakti from the standpoint of being beyond them.
Jadi tetap saja Atman dan Paramatman adalah “sesuatu” yang “sama” dimana Atman adalah bagian dari Paramatman.
mungkin pemahamannya seperti apa yang dikatakan oleh bli Putra bahwa sebagai orang Hindu maka saya harus mencari lagi siapa Aku (Atman) dan juga siapa Tuhan (Paramatman).
Sdr. Ngarayana tampilan linknya semakin menarik, semakin cepat ketika diakses ngak berat tapi awalnya buat saya bingung…he..he..he….
salut…..
Suksma,
@ari_bcak
Om Swastiastu bli.. Thanks infonya..
Kalau saya sih memahaminya sebagaimana yang disampaikan sastra, guru dan sadhu (kitab suci, guru kerohanian/orang suci dan juga dari pergaulan dengan para senior) karena itu saat ini saya memahami bahwasanya Atman dan Paratman adalah berbeda. Karena itu saya mengharapkan sanggahan dari sloka-sloka Veda juga, biar tidak terjadi salah pemahaman akibat angan-angan filsafat orang-perorang.
Mengenai tampilan dan fitur-fitur dalam web ini mohon masukannya ya bli.. semoga bisa lebih user friendly…
Suksema
Om Swastyastu
Ngara : Bhagavad Gita 13.23 dan 13.28. Kenapa dalam sloka ini antara Atman dan Paramatman dibedakan sebagai Tuhan dan Jiva yang masing-masing abadi?
Saya: Kesimpulan yang kita dapat dari sloka2 ini cuma jiwa dan Tuhan itu masing2 abadi. Dari sloka ini kita tidak bisa menyimpulkan bahwa Jiwa itu berbeda dengan Tuhan atau sebaliknya Jiwa itu adalah Tuhan itu sendiri. Sama seperti contoh air di lautan dan air lautan yang kita ambil dengan gelas, apakah kita bisa menyimpulkan bahwa air di dalam gelas itu adalah lautan ataukah kita bisa menyimpulkan bahwa air di dalam gelas itu bukan lautan? Kalau dia adalah lautan kenapa dia tidak memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dimiliki oleh lautan atau kalau dia bukan lautan kenapa dia memiliki sifat2 yang sama dengan lautan itu sendiri?
Atau apakah Ngara menemukan sloka2 dalam kitab suci kita yang mengatakan bahwa atman itu adalah bukan Tuhan itu sendiri?
Suksema Ping Banget
@ Putra;
Om Swastiastu bli
Coba kita gunakan premis ini dulu;
1. “Brahman Atman Aikyam, Tuhan dan Jiva/Atman adalah kekal”. Kenyataan ini sudah pasti bli setuju kan?
Lalu jika bli mengatakan bahwa
2. “Atman dapat menyatu dengan Tuhan dan akhirnya Atman menjadi Tuhan”
Dengan demikian bisakah kita membenarkan premis pertama? Bukankah jika Atman menjadi Tuhan itu berarti Atman itu tidak “aikyam” (kekal)?
Dalam Mundaka Upanishad 3.1.1 disebutkan; “Seperti dua burung berbulu emas, sahabat tak terpisahkan, Atman dan paramatman yang pribadi dan abadi yang bertengger di dahan-dahan pohon yang sama. Burung pertama (Sang jiva/atman) mencicipi manis dan pahitnya buah dari pohon itu dan yang kedua (paramatman) dengan tenang hanya mengamatinya.
Shvetashvatara Upanishad 4.7; “Mereka adalah dua burung, teman dekat, menggenggam pohon yang sama. Dari keduanya, satu makan buah manis, yang lain terlihat tidak makan apa-apa. (Sang Jiva) yang memakan buah tenggelam dan berduka dalam perbudakan, menipu, tetapi paramatman (Tuhan) yang selalu bahagia dan besar, bebas dari kesedihan hanya mengamati.
(Brihadaranyaka Upanishad 1.4.8; “Yang Maha Kuasa yang bersemayam dalam hati kita adalah sesuatu yang paling berharga, jauh lebih berharga dibandingkan anak-anak kita, kekayaan dan sesuatu yang lain.
Jadi disamping Bhagavad Gita 13.23 dan 13.28, sloka inipun menjelaskan bahwa di dalam badan kita ini terdapat 2 hal yang berbeda, yaitu Atman dan Paramatman.
Dan jika kita cermati sloka Brihadaranyaka Upanishad 1.4.8 di atas, disebutkan ada kata “kita”, siapakah “kita” itu? Badan ini ataukah “Atman”? Tentunya atman kan? Jika demikian yang bersemayam di dalam hati kita (hati yang dimiliki oleh atman) yang disebutkan sebagai Yang Maha Kuasa tentunya berbeda dari Atman itu sendiri kan?
Menenai perumpamaan yang bli katakan, cukup menarik, tapi dasar pembenaran menurut kitab sucinya dari sloka mana bli? Tentunya jika kita mengaku sebagai Hindu, kita akan menggunakan Veda sebagai tuntunan kan? Nah, karena itu tolong bli postingkan sloka pembenarannya.
Suksema bli putra…
Om Swastyastu Ngara
Premis pertama saya setuju, tapi premis kedua menurut saya tidak tepat, premis kedua itu seharusnya Atman dapat menyatu kembali dengan Tuhan.
Shvetashvatara Upanishad 4.7; “Mereka adalah dua burung, teman dekat, menggenggam pohon yang sama. Dari keduanya, satu makan buah manis, yang lain terlihat tidak makan apa-apa. (Sang Jiva) yang memakan buah tenggelam dan berduka dalam perbudakan, menipu, tetapi paramatman (Tuhan) yang selalu bahagia dan besar, bebas dari kesedihan hanya mengamati.
Mundaka Upanishad 3.1.1
dvā suparṇā sayujā sakhāyā samānaṁ vṛkṣam pariṣasvajāte
tayor anyaḥ pippalaṁ svādv attyanaśnann anyo’bhicakaśīti.
Two birds living together, each the friend of the other, perch upon the same tree. Of these two, one eats the sweet fruit of the tree, but the other simply looks on without eating.
Disini dijelaskan ada Atman dan Paramatman, tapi disini juga disebutkan (kalau kita artikan mentah2) bahwa atman menikmati buah dari pohon itu (prakriti/badan).
Apakah benar atman menikmati hasil perbuatan dari badan ataukah itu cuma anggapan kita saja? Bukankah di dalam gita Krishna berkata kepada Arjuna, “Ingat, sebenarnya engkau adalah sang penghuni, dehi, dan bukan badan, deha. Engkaulah yang memakai baju, engkau bukan baju itu. Engkau penghuni rumah, bukan rumah. Engkau yang mengetahui lapangan, kshetrajna, tetapi engkau menganggap dirimu medan itu, kshetra.
Kalau benar atman itu menikmati hasil perbuatan dari badan untuk apa di dalam Gita dibedakan antara kshetra dan kshetrajna? Dan kalau yang berbuat adalah badan mengapa atman yang menikmati hasilnya?
Bahasa Inggris saya tidak bagus, mohon ngara artikan sloka2 di bawah ini:
3.1.2
samāne vṛkṣe puruṣo nimagno’nīśayā śocati muhyamānaḥ,
juṣṭam yadā paśyaty anyam īśam asya mahimānam iti, vīta-śokah.
In the self-same tree the individual (bird) is drowned in grief because of delusion and impotency. When it beholds the other (bird), viz., the adorable Lord, it realises its own glory and gets freed from sorrow.
Karena khayalan dan ketidaktahuanlah maka atman menganggap dialah yang menikmati hasil dari perbuatan yang dilakukan oleh badan, hal inilah yang mengakibatkan kesedihan. Tetapi ketika Atman itu menyadari bahwa dia itu sesungguhnya adalah Ketuhanan itu sendiri maka dia terbebas dari rasa sedih.
3.1.3
yadā paśyaḥ paśyate rukma-varṇaṁ kartāram īśam puruṣam brahma-yonim,
tadā vidvān puṇya-pāpe vidhūya nirañjanaḥ paramaṁ sāmyam upaiti.
When the knowing individual has the vision of the intelligent creator, the Lord, the Purusha, the Brahman which is the source of all, then it shakes off both merit and demerit, and having become taintless, attains to supreme equality with the Lord.
3.1.4
prāṇo hy eṣa yaḥ sarva-bhūtair vibhāti vijānan vidvān bhavate nātivādī,
ātma-krīḍa ātma-ratiḥ kriyāvān eṣa brahma-vidāṁ viriṣṭhah.
In all beings this one supreme life manifests itself. Knowing this, the wise one does not speak of anything else. Having his sport in the Self, bliss in the Self, and action in the Self, he is the best among the knowers of Brahman.
Dia yang mengetahui bahwa Tuhanlah yang bermanifestasi di dalam mahluk hidup (dalam wujud atman) is the best among the knowers of Brahman.
3.1.5
satyena labhyas tapasā hy eṣa ātmā samyag-jñānena brahmacharyeṇa nityam,
antaḥ-śarīre jyotir-mayo hi śubhro yam paśyanti yatayaḥ kṣīṇadoṣāḥ.
The Atman is attained through truth, penance, correct knowledge and Brahmacharya (self-control), observed continuously without break. The Atman is beheld within in the form of light and purity by the austere ones who are freed from all kinds of sins.
Atman itu bebas dari segala dosa, kalau dia menikmati hasil dari perbuatan apakah bisa dikatakan bahwa atman itu bebas dari segala dosa?
Brihadaranyaka Upanishad 1.4.8; “Yang Maha Kuasa yang bersemayam dalam hati kita adalah sesuatu yang paling berharga, jauh lebih berharga dibandingkan anak-anak kita, kekayaan dan sesuatu yang lain.
Menurut saya arti sloka ini, kita itu bukan badan ini melainkan Tuhan yang bersemayam dalam diri kita.
Suksma
Om Swastiastu bli Putra
Jika seandainya Atman menyatu dengan Tuhan, dalam artian Atman mengalami anhilasi (seperti halnya partikel dan anti-partikel bertemu) maka dapat dikatakan bahwa Atman tidak kekal kan bli?
Begini bli. Yang pertama kita sepakati dulu, siapakah kita? Atman, bukan badan kan? Jadi segala tindakan yang badan ini lakukan adalah karena Atman (kita) kan? Dengan demikian, jika badan itu diasumsikan sebagai pohon dan 2 burung itu adalah Atman dan Paramatman. Paramatman selalu bertindak netral, meski beliau penuntun Atman, namun beliau lebih bertindak sebagai saksi atas apa yang dilakukan oleh Atman. Atman-lah yang aktif melakukan berbagai kegiatan material dengan menggunakan badan material ini. Segala hal yang terjadi dengan badan, panas, dingin, suka dan duka akan dirasakan oleh penghuni badan itu, yaitu Atman, namun Atman bukanlah badan itu. Sama halnya seperti kita mengendalikan server secara remote (jarak jauh), segala task/kegiatan terjadi di komputer server yang nan jauh disana yang terpisah dari kita, namun segala hal yang terjadi dengan server yang kita kendalikan dapat kita rasakan. Server mengalami trouble, maka kitapun yang meremote jarak jauh juga merasakan dan “menikmati” trouble itu kan? Sama halnya dengan Badan dan Atman. Badan bertindak atas “perintah” Atman, jika badan mengalami masalah, suka dan duka, maka Atman juga merasakannya, meskipun pada dasarnya atman tidak mengalami dan terpengaruh secara material. Karena itulah kita harus belajar mengendalikan badan dan mengatasi “sinyal-sinyal” suka dan duka dari badan itu. Jadi tidak ada yang bertentangan antara sloka upanisad dan bhagavad gita yang bli kutip kan?
wah kalau bahasa inggris bli tidak bagus, berarti bahasa inggris saya kacau dunk bli…. he..he…mari kita koreksi bareng-bareng…
Menurut saya terjemahan bli keliru pada penggalan yang terakhir, yaitu dimulai dari kata viz. yang artinya yaitu atau yakni. Jadi kata “adorable Lord” disini mengacu kepada kalimat di depannya, yaitu “the other (bird)” = Tuhan, sehingga terjemahannya kurang lebih menjadi sbb;
“Pada pohon yang sama, sang diri (burung) ditenggelamkan dalam dukacita karena khayalan dan ketidakberdayaan.Ketika melihat (burung) yang lain (Paramatman/Tuhan), yaitu Tuhan yang menawan hati/sangat menarik, akhirnya dia menyadari kemulyaannya sendiri dan memperoleh pembebasan dari duka cita.”
“Ketika sang jiva (individu) yang mengetahui memiliki pandangan atas pencipta yang cerdas, Tuhan, Purusa, Brahman yang merupakan sumber dari segala sumber, lalu ia menghentikan getaran (lepas dari ikatan) kebaikan dan keburukan, dan menjadi tidak bercacat, mencapai persamaan dengan Tuhan”
Kata “attains to supreme equality with the Lord” tidak dapat diartikan menyatu dengan Tuhan, tetapi mahluk hidup mencapai kesadaran mengenai sifat-sifat-nya yang sejatinya serupa dengan Tuhan sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 2.17-25 Atman/Jiva memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yaitu; Ia tak termusnahkan (avinasi), abadi (avyayam), kekal (nityam), tak terhancurkan (ana-sinah), tak terukur secara material (aprameyam), tak terlahirkan (ajah) permanen (sasvatah), ada sejak dahulu kala (puranah), tak terlukai senjata apapun (na cindanti sastrani), tak terbakar oleh api (na dahati pavakah), tak terbasahi oleh air ( na kledayanti apah), tak terkeringkan oleh angin (na sosayati ma- rutah), tidak bisa dipotong-potong/dipecah-pecah (acedyah), tidak bisa dibakar (adahyah), tidak larut kedalam air (akledyah), tidak terkeringkan (asosyah), bisa berada dimana saja (sarva-gatah), tidak pernah berobah (sthanuh), tak tergerakkan (acalah), selamanya sama (sanatanah),tak berwujud material (avyaktah) tak terpahami secara material (acintyah), tidak pernah berubah (avikaryah) dan tak bisa dibunuh (avadyah)
Terjemahan menurut saya;
“Di dalam setiap mahluk hidup menjelma mahluk tertinggi (Tuhan). Mengetahui hal ini, orang bijaksana tidak berbicara tentang hal lain, memperoleh (sport/kegiatan?), kebahagiaan, tindakan dalam dirinya sendiri, dia adalah yang terbaik diantara yang mengetahui Brahman.
Terjemahan menurut saya adalah;
“Atman dicapai melalui kebenaran, penebusan dosa, pengetahuan yang benar dan Brahmacharya (pengendalian-diri/membujang?), pengamatan secara terus-menerus tanpa putus. Atman dipandang didalam wujud cahaya dan kemurnian oleh mereka yang cermat yang dibebaskan dari segala macam dosa.”
Pernyataan bli yang menuliskan “kita itu bukan badan ini melainkan Tuhan yang bersemayam dalam diri kita”, sepertinya ambigu bli…. apakah maksudnya adalah (1) Tuhan bersemayam di dalam badan setiap mahluk hidup, atau (2) kita adalah Tuhan (“kita bukan badan, melainkan Tuhan”)
Tapi sepertinya yang lebih tepat adalah pernyataan (1) kan? karena pernyataannya adalah “Tuhan yang bersemayam dalam diri kita”, “kita” itu siapa? Atman/jiva kan? Bukan badan dan bukan Tuhan kan? Karena sudah sangat jelas dalam kalimat ini terdapat perbedaan Tuhan dan kita.
wah…. hampir semua teerjemahan kita saling bertolak belakang bli… siapa yang benar dan salah nih? Kayaknya perlu bantuan seorang sastra inggris nih buat memvalidasinya.
Teman-teman yang lain ada yang bisa bantu memvalidasi terjemahan ini nggak? 🙂
Jadi kalau dipandang dari pemahaman terjemahan bli putra, tentu pernyataan bli putra dapat di terima, tapi kalau dipandang dari hasil terjemahan yang saya buat, maka disini sudah sangat jelas bahwa ada 2 entitas berbeda, yaitu Jiva dan Tuhan dan tidak ada pernyataan bahwa Jiva dapat menjadi Tuhan atau menyatu dengan Tuhan.
Mengenai konsep moksha yang menyatakan Atman menyatu dengan Brahman (Tuhan) sepertinya perlu kita pertanyakan lagi. Karena konsep moksha tidak berarti penyatuan, tapi pembebasan. मोक्ष/mokṣa juga disebut Mukti/मुक्ति yaitu dari kata muc yang berarti pergi/bebas, yaitu kebebasan dari Samsara (kelahiran kembali)
Dalam Srimad Bhagavatam 3.29.13 disebutkan;
“Seorang penyembah murni tidak ingin menerima moksa jenis apapun, Salokya-tinggal diplanet yang sama denganTuhan. Sarsti-samipya-sarupya atau ekatva, walaupun semua hal tersebut ditawarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa”.
Jenis moksha tidak hanya ada satu sebagaimana sloka di atas dan sudah sering saya tuliskan sebelumnya;
– Salokya, tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan
– Sarsti, menerima kemewahan sama dengan kemewahan Tuhan.
– Samipya, menjadi rekan pribadi Tuhan.
– Sarupya, mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan.
– Jivanmukti, menyatu dengan cahaya Brahman (Brahmajyoti)
Konsep moksha yang berarti penyatuan sebagaimana yang bli maksud adalah penyatuan Atman kedalam cahaya Brahman (Bahmajyoti) sebagaimana disebutkan dalam Hari-vaàça yang menyatakan bahwa Brahmajyoti adalah ekspansi dari energi spiritual Tuhan dan merupakan cahaya “badan” Tuhan. Penyatuan Atman dengan Brahmajyoti adalah sebagai karunia bagi para Jiva/mahluk hidup yang tidak percaya pada Tuhan yang tidak berwujud/ mereka yang memuja Tuhan dalam kekosongan.
Begitu kira-kira bli..
Suksma
Om Swastyastu Ngara:
1. Atman badan atau bukan? Jawabannya adalah kita (manusia) bukan badan ini melainkan atman yang bersemayam di dalam badan kasar ini.
2. Segala tindakan yang badan ini lakukan adalah karena Atman (kita) kan?
Menurut saya perbedaan pendapat kita dimulai dari sini. Jawabannya saya tidak, tapi semua tindakan kita dilakukan oleh badan namun kita “atman” menganggap bahwa kitalah yang melakukannya.
Kita harus memulai lagi diskusi ini dari Bab II Bhagawad Gita dan untuk lebih afdolnya kita pakai terjemahan Gita yang menjadi rujukan Ngara saja.
3. Paramatman selalu bertindak netral. Saya setuju dengan pendapat Ngara ini.
4. Atman-lah yang aktif melakukan berbagai kegiatan material dengan menggunakan badan material ini. Segala hal yang terjadi dengan badan, panas, dingin, suka dan duka akan dirasakan oleh penghuni badan itu, yaitu Atman, namun Atman bukanlah badan itu.
Jawaban saya sama seperti jawaban yang nomor 2 di atas.
5. Sama halnya dengan Badan dan Atman. Badan bertindak atas “perintah” Atman, jika badan mengalami masalah, suka dan duka, maka Atman juga merasakannya, meskipun pada dasarnya atman tidak mengalami dan terpengaruh secara material. Karena itulah kita harus belajar mengendalikan badan dan mengatasi “sinyal-sinyal” duka dan duka dari badan itu.
Jawaban saya sama seperti jawaban yang nomor 2 di atas.
6. Kita pakai terjemahan Ngara dalam diskusi ini
Pada pohon yang sama, sang diri (burung) ditenggelamkan dalam duka cita karena khayalan dan ketidakberdayaan. Ketika melihat (burung) yang lain (Paramatman/Tuhan), yaitu Tuhan yang menawan hati/sangat menarik, akhirnya dia menyadari kemulyaannya sendiri dan memperoleh pembebasan dari duka cita.”
“Ketika sang jiva (individu) yang mengetahui memiliki pandangan atas pencipta yang cerdas, Tuhan, Purusa, Brahman yang merupakan sumber dari segala sumber, lalu ia menghentikan getaran (lepas dari ikatan) kebaikan dan keburukan, dan menjadi tidak bercacat, mencapai persamaan dengan Tuhan”.
Pertanyaan saya:
a. Kemuliaan yang bagaimana yang disadari oleh atman sebagaimana dimaksud dalam sloka 3.1.2 ? Apakah Cuma karena melihat Tuhan dan Tuhan itu menarik maka atman akan dapat menyadari kemuliaannya atau bagaimana?
b. Pembebasan dari duka cita yang bagaimana yang dimaksud dalam sloka 3.1.2 di atas kalau Ngara berpendapat bahwa Atman juga mengalami suka dan duka akibat dari pengaruh kegiatan badan?
c. Menurut pendapat Ngara apa maksud “ Lepas dari ikatan kebaikan dan keburukan yang bagaimana yang dimaksud dalam sloka ini sloka 3.1.3?
7. Apa maksud menjelma dalam sloka 3.1.4, apakah Tuhan itu menjelma menjadi Atman ataukah menjelma menjadi Paramatman. Menurut saya Tuhan itu menjelma menjadi Atman bukan menjadi paramatman, karena paramatman itu adalah Tuhan yang ada dalam setiap mahluk jadi seharusnya kata yang dipakai itu bukan menjelma namun bisa kata ada, tinggal, diam dsb.
8. Ngara : Pernyataan bli yang menuliskan “kita itu bukan badan ini melainkan Tuhan yang bersemayam dalam diri kita”, sepertinya ambigu bli…. apakah maksudnya adalah (1) Tuhan bersemayam di dalam badan setiap mahluk hidup, atau (2) kita adalah Tuhan (”kita bukan badan, melainkan Tuhan”)
Tapi sepertinya yang lebih tepat adalah pernyataan (1) kan? karena pernyataannya adalah “Tuhan yang bersemayam dalam diri kita”, “kita” itu siapa? Atman/jiva kan? Bukan badan dan bukan Tuhan kan? Karena sudah sangat jelas dalam kalimat ini terdapat perbedaan Tuhan dan kita.
Jawaban saya: dua2nya pendapat itu bener. Logikanya seperti air di lautan dan air lautan yang kita ambil dan kita taruh dalam botol. Air yang ada di laut kita ambil dan kita taruh dalam botol kemudian botol itu kita tutup rapat2, dan kemudian botol itu kita taruh lagi di lautan.
Bisakah saya mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya ada dua entitas disini yaitu air laut dan air laut dalam botol? Dan apakah saya juga bisa mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya hanya ada satu entitas yaitu air laut?
9. Moksha itu terdiri dari 2 kata yaitu Moha adalah keterikatan Ksaya adalah pembebasan.
Pertanyaannya : Keterikatan yang bagaimana yang harus kita bebaskan agar dapat mencapai Moksha?
Senang berdiskusi dengan Ngara
Suksma
Om Swastastu Bli Putra
Saya juga sangat senang dapat berdiskusi dengan anda. Mudah-mudahan diskusi ke depannya lebih mengarah pada pembenaran yang didasarkan atas sastra Veda, bukan dari angan-angan dan logika kita yang terbatas. Tuhan yang maha tidak terbatas, tidak akan dapat kita masukkan dalam logika kita yang terbatas bukan? Karena itulah kitab suci diturunkan dan kita melakukan kegiatan spiritual dengan tuntunan kitab suci.
Untuk menjadi dokter, kita harus belajar dari lembaga yang benar/fakultas kedokteran, guru/dosen yang terakreditasi dan dari buku-buku yang dapat dipercaya. Mempelajari buku-buku kedokteran sendiri tanpa masuk fakultas kedokteran dan tanpa bimbingan dosen/dokter karena menganggap diri sudah cerdas, adalah tindakan keliru. Sampai kapanpun kita tidak akan pernah diakui sebagai dokter dengan jalan seperti itu.
Demikian juga untuk expert dalam bidang rohani, kita harus mengerti dari 3 pilar utama, Guru, Sastra dan Sadhu. Mempelajari sastra tanpa bimbingan guru juga tidak tepat, apa lagi memahami sesuatu tanpa salah satu dari pilar tersebut, sungguh sangat berisiko bukan?
Okay, mari kita lanjutkan lagi bli.
Jadi kita sudah sepakat bahwa kita adalah Atman. Semua mahluk di alam material ini sejatinya adalah Atman.
Okay, berikut kutipan penting dari bhagavad gita tentang atman.
Didalam badan jasmani sang jiva hanya tinggal merasakan kesenangan dan kesusahan yang timbul dari kegiatan badan jasmani yang dihuninya (Bhagavad Gita 13.21, karya karanam kartrtve hetuh prakrtir ucyate purusah sukha duhkhanam).
Jadi dari sloka ini, pendapat bli yang mengatakan “semua tindakan kita dilakukan oleh badan namun kita “atman” menganggap bahwa kitalah yang melakukannya” benar.
Namun dari sloka berikut kita dapat mengetahui bahwa Jiva/atman aktif bertindak dan menikmati alam material.
Didalam badan jasmani sang jiva hanya tinggal merasakan kesenangan dan kesusahan yang timbul dari kegiatan badan jasmani yang dihuninya (Bhagavad Gita 13.21, karya karanam kartrtve hetuh prakrtir ucyate purusah sukha duhkhanam).
Dikhayalkan oleh maya dengan tirai trigunanya, sang jiva berpikir bahwa badan jasmani yang dihuninya adalah dirinya sendiri dan ia merasa bebas berbuat agar hidup bahagia di dunia fana (Bhagavad Gita 3.27, prakrteh kriyamanani gunaih karmani sarvasah ahankara vimudhatma kartaham iti manyate.(Lihat pula Bhagavad Gita 16.13-15).
Tapi memang benar bahwa semua tindakan kita juga harus melewati koridor yang sudah ditentukan oleh hukum alam (Tuhan) lewat karma kita.
Didalam hati badan jasmani, sang jiva duduk sebagai pemudi kedaraan badan jasmani yang bergerak dibawah kendali Tuhan sesuai dengan reaksi (phala) perbuatan (karma) yang dilakukannya dalam masa penjelmaan sebelumnya dan sekarang (Bhagavad Gita 13.23, upadrastanumanta … paramatmeti capy uktah. Bhagavad Gita 18.61, hrd dese’rjuna tisthati bramayam sarva bhutani yantra rudhani mayaya).
Meskipun demikian bukankah yang memegang kendali segala tindakan, terlepas tindakan itu akhirnya sukses atau gagal adalah Atman sendiri kan? Contohnya jika saat ini kita ingin jalan-jalan dengan kendaraan. Di jalan raya yang lebar kita bisa berjalan di haluan kiri, tengah atau kanan, namun kita sudah tahu “aturan” jika kita harus berjalan di sebelah kiri atau nyalip di sebelah kanan untuk bisa selamat, namun jika kita keluar “aturan” dengan berjalan keluar jalan/jalur, atau melawan arus maka kita akan celaka. Jadi kita punya free will, tapi free will yang terbatas oleh aturan hukum Tuhan.
Okay, clear…
Jika bli belum sepaham, mungkin kutipan sloka-sloka tentang atman dapat dibaca di sini. Jadi diskusinya bisa lebih spesifik lagi mungkin ya..
Tentunya kemuliaan yang dimaksud adalah menyadari bahwa diri-nya sendiri sesungguhnya bukan badan jasmani ini sehingga dengan demikian dia tidak terpengaruh pada ikatan tri guna dan menyadari sifat-sifatnya yang serupa dengan Tuhan sebagaimana disampaikan dalam Bhagavad Gita 2.17-25
Perhatikan kutipan berikut;
“Dikhayalkan oleh maya dengan tirai trigunanya, sang jiva berpikir bahwa badan jasmani yang dihuninya adalah dirinya sendiri dan ia merasa bebas berbuat agar hidup bahagia di dunia fana (Bhagavad Gita 3.27, prakrteh kriyamanani gunaih karmani sarvasah ahankara vimudhatma kartaham iti manyate.(Lihat pula Bhagavad Gita 16.13-15).
Dikhayalkan oleh maya dengan tirai trigunanya, sang jiva tidak tahu bahwa Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavad Gita 7.13, tribhir gunamayair bhavair …mohitam nabhijanati mam ebhyah param avyayam).”
Sang jiva mengembara di alam material dengan berganti-ganti badan jasmani sesuai dengan kadar unsur-unsur Tri Guna yang menyelimuti dirinya dan merasakan suka-duka kehidupan material (Bhagavad Gita 13.22, purusah prakrti-stho hibhun ktr prakrti-jan gunan karanam guna sango’sya asad-asad yoni janmasu).
Sang jiva yang jatuh dan terbelenggu didunia fana disebut jiva-bhuta. Ia karsati, bekerja keras di dunia fana dengan keenam indriya termasuk pikiran. Bekerja keras yayedam dharyate jagat, meng-exploitir alam material untuk kesenangan hidupnya (Bhagavad Gita 7.5 dan 15.7). Oleh karena bekerja menyimpang dari petunjuk kitab suci Veda, maka sang jiva hanya menderita belaka (Bhagavad Gita 4.40, yah sastra vidhim utsrjya … na sukham na param gatim.
Bagaimana cara menyadari kemuliaan sang atman? Tentunya lepas dari ikatan maya/tri guna
Lepas dari duka cita apa? Gelombang kehidupan material yang diselimuti oleh maya / tri guna.
Lepas dari ikatan kebaikan dan keburukan yang saya maksud juga adalah lepas dari semua pengaruh alam material yang maya ini.
Hanya dengan berserah diri kepada Tuhan, sang jiva mampu mengatasi maya dan lepas dari jerat Tri Gunanya (Bhagavad Gita 7.14, daivi hy esa gunamayi mama maya duratyaya mam eva ye prapadyante mayam etam taranti te).
Hanya dengan tekun dalam pelayanan bhakti kepada Tuhan dan dengan demikian mengatasi Tri Guna (yaitu jerat maya nan halus), disebut brahma-bhuta (Bhagavad Gita 14.26, mam ca yo’ vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate).
Hanya dengan berserah diri kepada Tuhan, sang jiva mampu mengatasi maya dan lepas dari jerat Tri Gunanya (Bhagavad Gita 7.14, daivi hy esa gunamayi mama maya duratyaya mam eva ye prapadyante mayam etam taranti te).
Hanya dengan melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan, sang jiva mampu mengatasi dan membebaskan diri dari jerat maya yaitu Tri Guna dan mencapai kedudukan rohani brahma-abhuta (Bhagavad Gita 14.26, mam ca yo’vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate)
Hanya dengan bebas dari ikatan Tri Guna, sang jiva bisa mengerti siapa Sri Krishna, bebas dari derita material dunia fana dan selalu riang hati dalam hubungan bhakti dengan Beliau pada tingkat spiritual brahma-bhuta (Bhagavad Gita 14.19, nayam gunebhyah kartaram … gune-bhyah ca param vetti mad bhavam so’ digacchati. Bhagavad Gita 14.20, gunan etan atitya trin … Janma mrtyu jara duhkhair vimukto’ mrtam asnute. Bhagavad Gita 18.54, brahma-bhutah prasannatma … mad bhakim labhate param).
Kalau Tuhan/Paramatman menjelma menjadi Atman dan Atman itu adalah “kita” berarti kita adalah Tuhan?
Jika, A = Atman, P = Paramatman/Tuhan dan A = K (kita/mahluk hidup), dengan demikian jika P ==> A, apakah K ==> P ? Dengan kata lain kita adalah Tuhan atau menjadi Tuhan?
Jadi menurut bli, dalam diri mahluk hidup terdapat 2 entitas Tuhan? 1. Paramatman dan 2. Atman (Tuhan yang diseliputi oleh maya) ?
Kesamaan si makhluk hidup (jiva) dengan Tuhan (Brahman) berdasarkan logika air laut di lautan dengan air laut di dalam gelas atau udara di dalam kendi dan udara di luar kendi, dan makna mukti adalah lebur dan bersatunya jiva dengan Brahman berdasarkan logika air sungai bersatu dengan samudra; bukanlah argumen dan analogi tepat untuk menggambarkan kedudukan dan hakekat sang makhluk hidup dan Tuhan yang berkesadaran dan bersifat spiritual.
Menurut Veda, sang makhluk hidup (jiva) dan Tuhan (Brahman) adalah pribadi-pribadi spiritual yang sadar (abhijnah) dan memiliki kebebasan (svarat) dan kekal abadi (sanatanah). Mereka tidak bisa disamakan dengan unsur-unsur materi alam fana yaitu udara dan air yang tidak sadar dan tidak hidup. Perhatikan Bhagavad Gita 2.12, “na tu evaham jatu nasam na tvam neme janadhipah … “, dan Bhagavad Gita 2.16, “na sato vidyate bhavo na bhavo vidyate satah”,
Tentunya bebas dari ikatan material (maya) bli. Caranya bagaimana? Dengan menyerahkan diri kepada Tuhan sebagaimana sloka-sloka yang saya kutip pada artikel “Mahluk Hidup”
Mohon maaf bli, sepertinya filsafat yang bli sampaikan lebih mengarah pada filsafat mayavada sebagaimana artikel saya di “filsafat mayavada”.
Karena itu mari kita hayati lagi Bhajan Govinda yang disampaikan Sankaryacharya setelah menjelang akhir lilanya.
bhaja govindam bhaja govindam
govindam bhaja mudha mate
sampraapte sannihite kaale
na hi na hi rakshati dukrinya-karane
“Nyanyikanlah nama Govinda, sebut nama Govinda, bodoh! Pengetahuan lain yang kau kejar tak akan membantumu saat ajalmu tiba”
Kirang langkung-ampura bli…
Suksma
Om Swastyastu Ngara
Saya mau tanggapi kalimat pembuka sama penutup dari Ngara dulu:.
Menurut Ngara Untuk menjadi dokter, kita harus belajar dari lembaga yang benar/fakultas kedokteran, guru/dosen yang terakreditasi dan dari buku-buku yang dapat dipercaya. Mempelajari buku-buku kedokteran sendiri tanpa masuk fakultas kedokteran dan tanpa bimbingan dosen/dokter karena menganggap diri sudah cerdas, adalah tindakan keliru. Sampai kapanpun kita tidak akan pernah diakui sebagai dokter dengan jalan seperti itu.
Menurut saya tujuan seseorang untuk menjadi dokter itu adalah untuk bisa mengobati orang sakit. Untuk mengobati orang sakit kita harus belajar ilmu kedokteran (bukan hanya dengan menjadi dokter) dan untuk belajar ilmu kedokteran kita tidak harus masuk universitas namun bisa melalui buku dan bertanya kepada orang yang mengerti ilmu kedokteran itu sendiri. Pendapat saya akan menjadi salah kalau tujuannya adalah pengakuan sebagai dokter dan bukan untuk mengobati orang sakit.
Saya sependapat bahwa pengetahuan utama yang harus kita hayati adalah pengetahuan tentang Tuhan (kalau ada yang utama pasti ada yang tidak utama yaitu pengetahuan duniawi). Saya juga sependapat bahwa kita harus selalu merenungkan ketuhanan, mungkin salah satunya dengan melafalkan Bhaj Govindam seperti yang Ngara contohkan. Masalahnya diskusi kita itu adalah apakah atman itu adalah Tuhan atau bukan dan bukan diskusi tentang Tuhan itu ada atau tidak atau Krisna itu Tuhan satu2nya atau tidak.
Selanjutnya pendapat ngara bahwa sloka berikut kita dapat mengetahui bahwa Jiva/atman aktif bertindak dan menikmati alam material.
Didalam badan jasmani sang jiva hanya tinggal merasakan kesenangan dan kesusahan yang timbul dari kegiatan badan jasmani yang dihuninya (Bhagavad Gita 13.21, karya karanam kartrtve hetuh prakrtir ucyate purusah sukha duhkhanam).
Dikhayalkan oleh maya dengan tirai trigunanya, sang jiva berpikir bahwa badan jasmani yang dihuninya adalah dirinya sendiri dan ia merasa bebas berbuat agar hidup bahagia di dunia fana (Bhagavad Gita 3.27, prakrteh kriyamanani gunaih karmani sarvasah ahankara vimudhatma kartaham iti manyate.(Lihat pula Bhagavad Gita 16.13-15).
Menurut pendapat saya dari sloka2 ini atman justru tidak bertindak atau pasif dan yang aktif adalah badan.
Tapi memang benar bahwa semua tindakan kita juga harus melewati koridor yang sudah ditentukan oleh hukum alam (Tuhan) lewat karma kita.
Didalam hati badan jasmani, sang jiva duduk sebagai pemudi kedaraan badan jasmani yang bergerak dibawah kendali Tuhan sesuai dengan reaksi (phala) perbuatan (karma) yang dilakukannya dalam masa penjelmaan sebelumnya dan sekarang (Bhagavad Gita 13.23, upadrastanumanta … paramatmeti capy uktah. Bhagavad Gita 18.61, hrd dese’rjuna tisthati bramayam sarva bhutani yantra rudhani mayaya).
Pendapat saya:
Terus terang saya bingung dengan arti sloka ini: sang jiva duduk sebagai pemudi kedaraan badan jasmani yang bergerak dibawah kendali Tuhan sesuai dengan reaksi (phala) perbuatan (karma) yang dilakukannya dalam masa penjelmaan sebelumnya dan sekarang..(ini pendapat pribadi Ngara atau terjemahan sloka dari Gita?)
Disini yang jadi pengemudinya atman atau Tuhan seperti contoh Ngara, kalau bener seperti pendapat ngara bahwa sang jiwa duduk sebagai pengemudi kendaraan jasmani yang bergerak di bawah kendali Tuhan artinya bukannya Tuhan ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh badan jasmani. Kalau bener Tuhan ikut terlibat mengapa Tuhan harus turun kedunia sebagai Krisna, arahkan saja atman untuk melakukan hal2 yang bener selesai masalahnya sehingga tidak akan ada lagi korawa yang adharma. Apakah contohnya seperti ketika kita belajar stir mobil di tempat kursus mengemudi. Pada waktu kita diajari menyetir mobil, orang yang mengajari kita ikut terlibat untuk menentukan dan membimbing arah dan gerak mobil kita (kita disini adalah atman, pengajar adalah Tuhan), kalau kita terlalu kenceng jalannya dia akan mengerem.
1. Paramatman selalu bertindak netral. Saya setuju dengan pendapat Ngara ini.
Pendapat ini jadi ambigu dengan pendapat nomor 2.
Sloka2 di atas tidak menjawab pertanyaan apakah atman itu tuhan atau bukan.
Pendapat Ngara:
Bagaimana cara menyadari kemuliaan sang atman? Tentunya lepas dari ikatan maya/tri guna.
Lepas dari duka cita apa? Gelombang kehidupan material yang diselimuti oleh maya / tri guna.
Lepas dari ikatan kebaikan dan keburukan yang saya maksud juga adalah lepas dari semua pengaruh alam material yang maya ini.
Sampai disini, saya setuju dengan pendapat Ngara, namun masih pertanyaan apakah atman itu adalah Tuhan Tidak terjawab.
Pendapat Ngara:
Hanya dengan bebas dari ikatan Tri Guna, sang jiva bisa mengerti siapa Sri Krishna, bebas dari derita material dunia fana dan selalu riang hati dalam hubungan bhakti dengan Beliau pada tingkat spiritual brahma-bhuta (Bhagavad Gita 14.19, nayam gunebhyah kartaram … gune-bhyah ca param vetti mad bhavam so’ digacchati. Bhagavad Gita 14.20, gunan etan atitya trin … Janma mrtyu jara duhkhair vimukto’ mrtam asnute. Bhagavad Gita 18.54, brahma-bhutah prasannatma … mad bhakim labhate param).
Saya sependapat dengan Ngara bahwa Hanya dengan bebas dari ikatan Tri Guna, sang jiva bisa mengerti siapa Sri Krishna/Tuhan YME. Tetapi tetep tidak ada jawaban tentang apakah atman itu tuhan atau bukan.
Pertanyaan Ngara;
Jadi menurut bli, dalam diri mahluk hidup terdapat 2 entitas Tuhan? 1. Paramatman dan 2. Atman (Tuhan yang diseliputi oleh maya) ?
jawaban saya ia, di dalam diri manusia itu ada 2 entitas (bukan dua entitas Tuhan), yaitu atman dan paramatman dimana atman itu adalah paramatman itu sendiri.
Logika pertanyaan ini mungkin bisa dijawab dengan logika bahwa Tuhan itu bersemayam dalam hati semua mahluk. Kalau Tuhan itu bersemayam dalam hati semua mahluk apakah artinya bahwa Tuhan itu banyak?
Pendapat Ngara:
Kesamaan si makhluk hidup (jiva) dengan Tuhan (Brahman) berdasarkan logika air laut di lautan dengan air laut di dalam gelas atau udara di dalam kendi dan udara di luar kendi, dan makna mukti adalah lebur dan bersatunya jiva dengan Brahman berdasarkan logika air sungai bersatu dengan samudra; bukanlah argumen dan analogi tepat untuk menggambarkan kedudukan dan hakekat sang makhluk hidup dan Tuhan yang berkesadaran dan bersifat spiritual.
Menurut Veda, sang makhluk hidup (jiva) dan Tuhan (Brahman) adalah pribadi-pribadi spiritual yang sadar (abhijnah) dan memiliki kebebasan (svarat) dan kekal abadi (sanatanah). Mereka tidak bisa disamakan dengan unsur-unsur materi alam fana yaitu udara dan air yang tidak sadar dan tidak hidup. Perhatikan Bhagavad Gita 2.12, “na tu evaham jatu nasam na tvam neme janadhipah … “, dan Bhagavad Gita 2.16, “na sato vidyate bhavo na bhavo vidyate satah”,
Pendapat saya:
Saya sependapat bahwa menurut Veda, sang makhluk hidup (jiva) dan Tuhan (Brahman) adalah pribadi-pribadi spiritual yang sadar (abhijnah) dan memiliki kebebasan (svarat) dan kekal abadi (sanatanah). Mereka tidak bisa disamakan dengan unsur-unsur materi alam fana yaitu udara dan air yang tidak sadar dan tidak hidup.
Tapi tetep saja pertanyaan apakah Atman itu adalah Tuhan tidak terjawab.
Kalau kita artikan sloka weda diatas bahwa sang makhluk hidup (jiva) dan Tuhan (Brahman) adalah pribadi-pribadi spiritual yang sadar (abhijnah) dan memiliki kebebasan (svarat) dan kekal abadi (sanatanah), apakah artinya Tuhan dan Atman itu memiliki kesamaan2 sifat namun secara entitas adalah berbeda?
Pendapat Ngara:
Mohon maaf bli, sepertinya filsafat yang bli sampaikan lebih mengarah pada filsafat mayavada sebagaimana artikel saya di “filsafat mayavada”.
Menurut saya:
Bukankah kita juga sudah berdiskusi ttg artikel tersebut dan kesimpulannya adalah bahwa kita harus menyatukan pendapat dan pandangan kita tentang apa yang disebut maya (artikel tentang maya sudah ngara buat).
Kesimpulannya menurut saya:
Belum ada kesimpulan, tidak ada sloka yang mengatakan bahwa atman itu bukan Tuhan.
Suksma
@ Putra
Om Swastiastu bli…
Mengenai analogi yang saya gunakan hanya untuk mengingatkan bahwa jangan sampai kita berdiskusi lepas dari koridor bli. Karena kita membicarakan Atman dan Tuhan yang bersifat spiritual. Dan bercermin dari kualifikasi kita saat ini, maka sangatlah mustahil kita dapat membuktikan kebenaran Atman dan Tuhan melalui pengalaman spiritual sebagaimana yang dialami para Maha Rsi penerima Veda. Apa lagi dengan analogi-analogi akibat angan-angan filsafat kita sendiri yang cenderung salah. Karena itu kita harus mengetahui Atman dan Tuhan ini dari mereka yang telah memahami dan menginsyafinya, yaitu para Rsi dan guru-guru kerohanian yang suci dan juga melalui kitab suci Veda, yang merupakan wahyu Tuhan itu sendiri.
Jadi saya harapkan diskusi kita tidak pernah lepas dari kutipan-kutipan sloka-sloka Veda ya bli… 🙂
Karena bli mengatakan bahwa Atman adalah Tuhan yang diselimuti Maya, maka mau tidak mau kita harus menyinggung masalah Tuhan kan bli? Saya terpancing menyampaikan filsafat Mayavadi karena (maaf) pemahaman bli saat ini sama dengan apa yang saya sampaikan dalam artikel “Filsafat Mayavadi”. Tapi okay, kita lupakan dulu masalah ini dan juga Bhajan Govinda.
Dasar saya mengatakan bahwa Jiva adalah yang aktif mengerakkan badan adalah atas dasar sloka Bhagavad Gita 13.23, Bhagavad Gita 18.61 dan upanisad-upanisad yang sudah kita kutip sebelumnya. Dalam upanisad-upanisad itu sudah dijelaskan bahwa burung (Jiva/Atman) aktif memakan dan menikmati buah dalam pohon itu, tetapi burung yang satunya (Paramatman) hanya sebagai saksi dan bersikap netral.
Karena itulah sebelumnya saya memberikan bli contoh prihal komputer Server yang dikendalikan jarak jauh (remove) dari personal komputer yang lainnya. Semua kegiatan utama, baik mengolah data, penyedia layanan dan penyimpan data terjadi pada komputer server, tetapi semua itu dirasakan pada PC yang digunakan untuk meremote server tersebut. Komputer server melakukan segala tindakan atas perintah PC yang kita kendalikan. Jika dengan kesalahan perintah server tersebut mati atau meledak, PC tidak akan ikut mati/meledak, tapi dapat “dirasakan” oleh PC yang kita gunakan untuk mengendalikannya.
Jadi memang benar bahwasanya badan material inilah yang bergerak aktif melakukan berbagai aktifitas material, namun jika tanpa dikendalikan oleh Atman, maka badan ini tidak akan melakukan kegiatan apa-apa.
He..he.. itu saya kutip sepotong-sepotong bli… maklum saya tidak punya banyak waktu buat nulis secara lengkap.
Sekarang akan saya kutipkan secara utuh;
Bhagavad Gita 13.23
upadrañöänumantä ca
bhartä bhoktä maheçvaraù
paramätmeti cäpy ukto
dehe ‘smin puruñaù paraù
Artinya;
Namun di dalam badan ini ada kepribadian lain, kepribadian rohani yang menikmati, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Pemilik segala sesuatu. Beliau berada sebagai Pengawas dan Yang Mengijinkan dan Beliau dikenal sebagai Roh Yang Utama .
Bhagavad Gita 18.61
Isvarah sarva-bhütäni
håd-deçe ‘rjuna tiñöhati
bhrämayan sarva-bhütäni
yanträrüòhäni mäyayä
Artinya;
Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua orang wahai Arjuna, dan Beliau mengarahkan pengembaraan semua mahluk hidup yang duduk seolah-olah pada mesin terbuat dari tenaga material.
Coba bli perhatikan sloka 18.61 ini, ada kata “Isvarah” yang berarti Tuhan dan kata “sarva bhutani” yang berarti mahluk hidup dan kata “mayaya” yang berarti alam material. Jadi dalam sloka ini sudah sangat jelas dibedakan antara Tuhan, Jiva/Mahluk hidup/Atman dan alam material/badan material ini.
Tuhan disini terlibat sebatas menjaga “hukum alam”, hukum sebab akibat sehingga mahluk hidup tidak mampu keluar dari koridor yang ada. Seperti halnya dalam permainan catur. Raja dan pion hanya bisa jalan 1 langkah, kuda jalan dengan bentuk huruf L, mentri bisa jalan lurus atau menyamping dan sebagainya. Wasit bertindak sebagai saksi permainan dan menjaga aturan-aturan catur tidak dilanggar, tetapi wasik tidak ikut menekan pemain catur agar mengarahkan anak caturnya ke suatu posisi.
Tuhan juga demikian, Tuhan menyerta Atman sebagai saksi dan juga sebagai penuntun agar tidak lepas dari koridor/hukum alam yang ada.
Oh ya… saya baru inget istilah yang sering bli sampaikan yaitu ksetrajna. Istilah ini juga terdapat dalam Visnu Purana 6.7.61 dan artinya sama dengan Atman/Jiva, dan disebut juga para-prakritih atau tatastha-sakti.
Kenapa Tuhan tidak menyelamatkan atau mengendalikan semua mahluk agar bisa menjadi baik dan mencapai moksa? Jawabannya karena Tuhan maha pemurah, Beliau memberikan free will pada semua mahluk, tetapi tentunya dibatasi oleh koridor hukum alam.
Sang jiva yang jatuh dan terbelenggu didunia fana disebut jiva-bhuta. Ia karsati, bekerja keras di dunia fana dengan keenam indriya termasuk pikiran. Bekerja keras yayedam dharyate jagat, meng-exploitir alam material untuk kesenangan hidupnya (Bhagavad Gita 7.5 dan 15.7). Oleh karena bekerja menyimpang dari petunjuk kitab suci Veda, maka sang jiva hanya menderita belaka (Bhagavad Gita 4.40, yah sastra vidhim utsrjya … na sukham na param gatim.
Sebabnya adalah karena dalam masa hidupnya sekarang ia hanya sibuk bekerja memuaskan indriya jasmaninya. Begitulah, dengan selalu memikirkan obyek-obyek indriya, ia menjadi melekat pada obyek-obyek indriya itu. Dari kemelekatannya timbul nafsu, dan dari nafsu lahir kemarahan. Dari kemarahan timbul khayalan dan dari khayalan terjadi kebingungan.Ketika kebingungan menyelimuti ingatannya, kecerdasannya jadi lumpuh, sehingga sang jiva lahir lagi di dunia fana dengan menghuni badan material baru tertentu (Bhagavad Gita 2.62-63).
Sang jiva tidak mau berbhakti kepada Tuhan di dunia fana karena pikiranya amat melekat pada kenikmatan indriawi, kedudukan dan kekayaan material dan dikhayalkan oleh hal-hal itu (Bhagavad Gita 2.44, bhogaisvarya prasaktanam tayapahrta cetasam.. . buddhih samadhau na vidyate).
Sang jiva lupa pada semua kegiatan yang pernah dilakukan dalam masa-masa penjelmaan sebelumnya, tetapi Sri Krishna ingat pada segala kegiatan yang Beliau lakukan pada setiap saat dimasa lampau dalam beraneka-macam inkarnasi-Nya (Bhagavad Gita 4.5, bahune me vyatitani … tani aham veda sarvani na tvam vetta parantapa).
Sang jiva yang jatuh ke dunia fana dan berjuang keras dengan berbagai cara material agar hidup bahagia, disebut jiva-bhuta (Bhagavad Gita 7.5, jiva-bhuta mahabaho yayedam dharyate jagat. Bhagavad Gita 15.7, jiva-bhuta sanatanah manah sasthanindriyani prakrti-sthani karsati).
Saya memang tidak menemukan satu slokapun yang secara nyata mengatakan “Atman bukan Tuhan”, demikian juga sloka yang berkata “Atman adalah Tuhan yang diseliputi Maya”. Namun dari membaca sloka-sloka yang sudah kita kutip dan dari penjelasan guru kerohanian saya mengerti bahwa Atman berbeda dengan Tuhan.
Sri Krishna dalam Bhagavad Gita 15.7 berkata,”Mamaivamso jiva loke jiva bhuta sana tanah, para jiva yang jatuh dan terbelenggu di dunia fana adalah bagian/percikan/perbanyakan kecil nan kekal yang terpisah dariKu”. Lebih lanjut dikatakan bahwa Sang jiva selamanya merupakan pribadi/individu spiritual kekal abadi baik ketika berada di dunia fana maupun ketika berada di dunia rohani (Bhagavad Gita 2.12, na tu evaham jatu nasam …sarve vayam atah param. Bhagavad Gita 2.16, na sato vidya te bhavo na bhavo vidyate satah …).
Kalau demikian halnya, bukankah ini juga indikasi bahwa Jiva/Atman berbeda dengan Tuhan? Atman dan Tuhan tidak akan pernah sama, atau Atman tidak akan pernah menjadi Tuhan karena Atman adalah kekal. Bukan begitu bli?
Sloka yang mengatakan “Atman adalah Tuhan” juga tidak ada kan bli? He..he..he.. Tapi bagaimana dengan sloka-sloka yang saya berikan di atas? Apakah lebih condong mengatakan Atman adalah Tuhan atau Atman dan Tuhan berbeda?
Karena itulah, dengan kemampuan kita yang terbatas, yang tidak mungkin dapat membaca semua Veda pada hidup kita yang singkat ini, kita memerlukan guru-guru kerohanian dan belajar dari mereka berdasarkan prampara/garis perguruan sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 4.2 dan 4.3. Dan mengerti esensi antara atman dan Tuhan dari penjelasan beliau juga.
Jika Atman = Paramatman, jadi dengan demikian dalam diri manusia hanya ada 1 entitas dong bli? Kenapa harus repot-repot membedakan Atman dan paramatman?
Nah pernyataan bli yang mengatakan “Tuhan itu bersemayam dalam hati semua mahluk”, bukankah itu mengindikasikan bahwa Tuhan dan Mahluk hidup itu berbeda?
Apakah Tuhan banyak dengan beliau meresapi segala-galanya (Visnuh)? Tidak, beliau tetap satu, sebagaimana listrik yang berasal dari 1 generator dan masuk ke dalam setiap peralatan listrik yang berbeda-beda.
Terus sloka pembenaran yang menyatakan Atman adalah Tuhan ada tidak bli?
Kalau bli setuju Atman dan Tuhan itu adalah kekal, dan dengan pemahaman bli yang mengatakan bahwa jika mencapai moksa, Atman akan menjadi Tuhan, bukankah itu berarti Atman tidak kekal?
Bayangkan jika semua Atman berhasil mencapai moksa, berarti semua Atman akan menjadi Tuhan kan? Dengan demikian populasi Atman habis kan? Nah, kekekalan yang disampaikan disini menjadi tidak benar kan?
Memang iya, kesamaan sifatnya sudah sangat jelas disampaikan dalam Bhagavad Gita 2.17-25. Dan selanjutnya disebutkan; ”Mamaivamso jiva loke jiva bhuta sana tanah, para jiva yang jatuh dan terbelenggu di dunia fana adalah bagian/percikan/perbanyakan kecil nan kekal yang terpisah dariKu” (Bg.15.7).
Apa bli punya terjemahan yang lain yang lebih valid?
Oh ya..ya.. sumber perdebatan di artikel ini dari sana ya bli… maaf saya lupa.. he..he.. maklum dah pikun…he..he..
Kalau menurut pemahaman saya, sloka-sloka di atas telah mengindikasikan bahwa Atman dan Tuhan berbeda, meski tidak secara lettered, malahan sepertinya tidak ada satu slokapun yang bli kutip mengarah pada pernyataan Atman sama dengan Tuhan, apa lagi sloka-sloka yang secara jelas menyatakan itu kan?
Jika kita mengatakan bahwa Atman adalah Tuhan, kenapa Atman harus melayani Tuhan sebagaimana disebutkan dalam CC Madhya-Lila 20.108; ,”Dasa bhuto harer eva nanyaisva kadacana. Jivera svarupa haya krsna nitya dasa” dan CC Adi-Lila 5.142; “Ekale isvara krsna ara saba bhrtya”. Pelayanan kepada Tuhan adalah dharma sang Atman sehingga ia disebut makhluk hidup (living entity), seperti halnya rasa manis adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut gula. Atau rasa asin adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut garam.
Lebih lanjut dalam Bhagavata Purana 11.5.3 disebutkan; Ia ”na bhajante”, tidak mau mengabdi kepada Tuhan dan “avajananti”, tidak senang kepada-Nya, dan ingin hidup terpisah dari-Nya. Maka “sthanad bhrastah patanti adhah”, ia jatuh dari ke dudukannya sebagai pelayan Tuhan di dunia Rohani dan terus masuk ke dunia material.
Tetapi sang Atman yang tekun dalam pelayanan bhakti kepada Tuhan dan dengan demikian mengatasi Tri Guna (yaitu jerat maya nan halus), disebut brahma-bhuta (Bhagavad Gita 14.26, mam ca yo’ vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate).
Hanya dengan melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan, sang Atman mampu mengatasi dan membebaskan diri dari jerat maya yaitu Tri Guna dan mencapai kedudukan rohani brahma-abhuta (Bhagavad Gita 14.26, mam ca yo’vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate)
Nah, sloka-sloka terakhir ini adalah sloka pemungkas bli… he..he.. kalau saya sendiri sudah bisa membedakan antara Tuhan dan Atman dari membaca bahwa Atman dapat lepas dari “Maya” dengan melakukan bhakti dan penyerahan diri kepada Tuhan. Dengan demikian sudah sangat jelas kan bahwa Tuhan dan Atman itu berbeda?
Kalau memang bli belum puas, bagaimana kalau bli yang mengutip sloka-sloka yang menyatakan bahwa Atman sama dengan Tuhan? Dan mari kita pandang dari sudut pandang bli, sehingga dengan sudut pandang yang berbeda mungkin akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula.
Suksma
Om Swastyastu sdr. Ngara,
saya akan mencoba pake dasar dari Veda, saya pake adalah,
“Naasadaasiinn sadasiittadaanim,
naasiid raajo no vyomaa paro yat,
kim avariivah kuha kasya sarma,
nnambhah kimasiid gahanam gabhiiram.”
“Na mrtyuraasiid amrtam na tarhi,
na ritlya ahnagsit praketap,
anid avaatam svadhayaa tadekam,
tasmaaddhaanyaana parah kimca.”
(Rig Veda : 10 : 129 : 1-2)
arti yang saya dapat,
“Pada saat itu tidak ada yang nyata, (hanya) ketidaknyataan. Tidak ada udara, tidak ada langit. Apakah yang melingkupi dan dimanakan itu? Adakah perlindungan disana? Adalah air yang sangat dalam dan tidak terbatas (yang ada disana).”
“Kematian belum ada disana, demikian pula kehidupan. Tiada tanda-tanda adanya siang dan malam. KEBERADAAN TUNGGAL hidup tanpa nafas. DIA menjadikan diri-Nya sendiri. Sebagian dari diri-Nya tidaklah diketahui apa sebenarnya.”
nah dari Rig Veda : 10 : 129 : 1-2 ini kok mengindikasikan bahwa hanya ada Tuhan dan tidak ada apapun selain Tuhan, jadi jika atman itu adalah bagian yang berbeda trus apa itu atman diciptakan????
jika tidak trus bagaimana dengan atman (ada dimana) ini yang dikatakan tidak diciptakan????
sdr. Ngara juga menyatakan di “siapakah Siwa”,
1. Rg.Veda X. 129.6 “Setelah diciptakan alam semesta dijadikanlah Dewa-dewa itu“
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dewa-dewa diciptakan setelah alam semesta material tercipta, berarti dewa adalah ciptaan Tuhan dan berbeda dengan Tuhan kan?
apakah Dewa itu benar diciptakan atau hanya dijadikan????
jika diciptakan, ini berarti Dewa kalah dengan atman dimana atman itu kekal dan tidak diciptakan, sedangkan jika dijadikan maka pengertiannya akan sama dengan atman yaitu “pecahan” dari Tuhan.
Saya berpendapat sama dengan bli Putra dimana jika kita memandang Atman dan Paramatman sebagai dua “hal” yang berbeda maka iya, jika dipandang sebagai satu juga iya karena sesuai dengan dasr yang saya pake diatas.
Suksma,
@ ari_bcak
Om Swastiastu bli ari_bcak
Sloka yang bli kutipkan Rig Veda : 10 : 129 : 1-2 cukup menarik, tapi juga masih abu-abu. Karena sloka itu hanya menceritakan tentang Tuhan dan alam material ciptaan. Sebelum alam material di ciptakan, sudah barang tentu tidak ada apa-apa selalin “aspek” rohani. Masalahnya Atman adalah aspek rohani yang disebutkan kekal dan abadi, tidak diciptakan dan tidak dimusnahkan.
Kita perlu mengatahui bahwa Dewa-dewa adalah mahluk hidup sebagaimana manusia dan mahluk lainnya. Hanya saja mereka hidup di alam berbeda dan punya tugas dan tanggungjawab yang lebih superior dari pada manusia. Jika manusia hanya bisa mengurus bumi, maka dewa-dewa berkuasa atas suatu aspek di alam semesta ini. Suatu saat dewa juga mati, sebagaimana halnya mahluk yang lain. Namun perlu kita sadari bahwa Atman yang berada dalam manusia, hewan, tumbuhan dan dewa adalah atman yang identik, tetapi badan material merekalah yang berbeda sehingga memiliki ability yang berbeda juga. Badan material ini diciptakan, baik itu badan material para dewa, manusia, hewan, tumbuhan maupun mahluk halus, namun yang menghidupi badan, yaitu Atman tidak pernah diciptakan.
Sebagaimana disampaikan dalam Bhagavad Gita 2.9, memang benar bahwasanya Atman adalah sesuatu yang sangat sulit dipahami dengan kacamata material kita, karena Atman adalah rohani. Jadi, mari kita berusaha memahami dan berdiskusi pelan-pelan aja..
Bhagavad Gita 15.7 menyebutkan ,”Mamaivamso jiva loke jiva bhuta sana tanah, para jiva/atman yang jatuh dan terbelenggu di dunia fana adalah bagian/percikan/perbanyakan kecil nan kekal yang terpisah dariKu”.
Sang jiva/atman selamanya merupakan pribadi/individu spiritual kekal abadi baik ketika berada di dunia fana maupun ketika berada di dunia rohani (Bhagavad Gita 2.12, na tu evaham jatu nasam …sarve vayam atah param. Bhagavad Gita 2.16, na sato vidya te bhavo na bhavo vidyate satah …).
Jika Atman adalah kekal dan selamanya terpisah dari Tuhan, bagaimana Atman dapat dikatakan sebagai Tuhan?
Dengan analogi yang disampaikan oleh bli Putra mengenai air lautan dan air laut yang dimasukkan ke dalam gelas, dapat dijelaskan seperti ini; Air laut dan air laut di dalam gelas memang benar memiliki sifat-sifat yang sama, dan sekaligus berbeda sebagaimana sifat Atman dan Tuhan yang sama. Bhagavad Gita 2.17-25 membenarkan kesamaan sifat dari Atman dan Tuhan ini. Namun, secara kuantitas dan ability, Atman dan Tuhan sangat berbeda. Tuhan maha kuasa dan Atman tidak. Tuhan maha mengetahui dan Atman tidak dan demikian seterusnya…..
Bagaimana jika air laut dalam gelas dibuang lagi ke laut dan menyatu dengan lautan? Nah… inilah dasar logika yang keliru, karena bertentangan dengan Bhagavad Gita 2.12, 2.16 dan 15.7 yang menyatakan bahwa Atman adalah entitas pribadi yang kekal.
Kalau atman itu kekal, terus bagaimana dia bisa lenyap dan menjadi Tuhan?
Apakah mungkin Tuhan diselimuti dan dikhayalkan oleh “Maya” ciptaan-Nya sendiri sehingga jatuh menjadi mahluk hidup (Atman)?
Suksma bli,..
Om Swastyasty Ngara
1. Saya sependapat dengan Ngara bahwa untuk mencari pengetahuan agama dan menjadi orang terpelajar adalah melalui Guru, Sastra dan Sadhu.
2. Menurut saya dari pendapat2 Ngara ada hal-hal yang harus diluruskan terlebih dulu dalam diskusi ini. Pendapat Ngara atau bantahan Ngara lebih kepada perbedaan atman dengan Tuhan dilihat dari kesaktian atau kemahakuasaannya. Kalau dilihat dari sudut pandang ini saya juga setuju bahwa Atman itu tidak mempunyai kesaktian/kemahakuasaan sama dengan yang Tuhan miliki (klarifikasi ini juga pernah saya sampaikan di artikel2 lain yang ada disini). Diskusi kita lebih kepada “Siapakah kita sebenarnya”, dan ini sudah ada jawabannya bahwa kita ini bukan badan material ini melainkan atman yang ada didalam badan ini.
Kemudian diskusi selanjutnya adalah siapakah Atman itu, Analogi yang sering kita pake dalam diskusi ini adalah analogi mengenai air lautan dan air laut yang dimasukkan ke dalam gelas. Kalau dilihat dari kesaktian atau kekuatannya sudah jelas bahwa air yang ada di dalam gelas itu tidak akan pernah mempunyai kekuatan yang sama dengan air yang ada di dalam lautan jikalau air tersebut tetap berada di dalam gelas, namun apabila air yang di dalam gelas tersebut dituangkan kembali ke lautan dia akan mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dimiliki oleh lautan.
Saya pribadi menganggap dan menggunakan analogi tersebut adalah untuk menggambarkan bahwa sebenarnya Atman dan Tuhan itu adalah sama (karena semua yang ada di dunia ini memang bersumber dari Tuhan, kalau pendapat ini saya yakin Ngara setuju) namun juga berbeda. Berbeda kalau dilihat dari sisi kemahakuasaannya tetapi akan sama kalau dilihat dari sifat-sifatnya.
Menurut saya tujuan dari diskusi tentang atman dan Tuhan ini adalah untuk menyadarkan diri kita bahwa kita ini sebenarnya bukan badan kasar ini melainkan atman yang ada di dalam diri ini, sehingga pada akhirnya kita tidak terjebak pada kesenangan duniawi dan dibingungkan oleh indera kita.
Usul : Bagaimana kalau seandainya setiap hari dikutip satu atau dua sloka dari kitab suci dan dikasi artinya dan kalau bisa ada analisa dari dari sloka tersebut.
Suksma Ngara.
OSA..
Saya mo menanggapi sedikit ttg apakah Atma sama dengan Tuhan serta pembebasan dr sang atma setelah mncp MOKSA…boleh kan………..??? he2 jawaban Ngarayana tentang semua pertayaan dari teman skalin mengutip dari kitab suci weda sagatlah tepat karena untuk memperoleh kebenaran yang sejati kita hrs mengacu pd 3 hal yaitu Sadhu,Guru n sastra(weda).
Sang Atma/Jiwa memiliki persamaan kualitas dg Tuhan n brbda dl kuantitas..sy sgt stuju dg hal ini.kita sbagai atma bersifat sgt kecil(anu atma dmn ukuran sang atma dinyatakan sperspuluhribu ujung rambut “anor vibinamsam”)sedangkan Tuhan adlh Wibhu atma bliau yang maha besar n sang atma merupakan bagian percikan terkecil dari Tuhan,lihat Bhagawad gita bab 15.7..”para mahluk hidup didunia material ini adalah bagian2 percikan yag kekal dri diriQ……” . adapun identitas dari sang jiva/atma dinyatakan dlm kitab Caitanya caritamrta..” Jivera svarup haya krisnera nitya dasa” yg artinya kedudukan dasar para mahluk hidup adalah sbagai pelayan2 Krishna(Tuhan) yang kekal.
apkah sang atma akan bersatu dg Tuhan……?? jwbn’a bgni..dlm weda dinyatakn ad 4 jns pembebasan (MOKSA) yaitu; 1)salokya = tinggal dialam rohani yg sama dg Tuhan 2)Samipya = tinggal dekat TYME 3)Sarupya = mendpt bntuk yg sama dg TYME dan 4)Sayujya = bersatu dg sinar yg tdk bersifat pribadi/Brahmajyoti dr Tuhan dari 4 jns pmbbsan ini ‘sayuja’dianggap sebagai kemenunggalan atma dg Tuhan,tetapi yg terjd adlh sang Atma haya masuk kedalam Sinar dari badan Tuhan/brahmajyoti n tidak menjadi satu badan dg Tuhan..!!!oleh karena orang yang berpaham kemanunggalan dg Tuhan tdk percaya jk Tuhan mpy bntuk pribadi maka setelah mencapai moksa mreka terserap dl cahaya brahmajyoti dr Tuhan n mereka melupakan identitasnya yang sejati sebagai pelayan Tuhan Yg Kekal…oleh krn sang roh brsift aktif dia tidak tahan berlama-lama tinggal dlm sinar yg sangat menyilaukan dari Tuhan tanpa melakukan aktifits apapun akhirnya diapun terpaksa turun lg ke alam material ini tuk mnjalani khidupan material lg……(penjelasan dari Acharya Srila Prabhupada dlm Bhagawad Gita mnurut aslinya)!! berbeda dg 3 jns pembbsan yg lainnya tdak akan turun lg kedunia material ini krn mereka menyadari jati dirinya yg kekal n telah berada di alam yg sama dg Tuhan dlm pergaulan dg Bliau….sgtu dlu y wktunya udh habis ne…Kesimpulannya atma Bukan Tuhan tetapi sinar suci dari Tuhan yg mpunyai wujud pribadi tersendiri n kedudukannya adlh sebagai pelayan Tuhan yg kekal n tidak akan pernah bersatu dg tuhan!!! thanks…
OSSSO
Om Swastyastu sdr. Ngara,
Dasar yang saya pake diatas yaitu Rig Veda : 10 : 129 : 1-2 adalah untuk menjelaskan bahwa Tuhan Yang Tunggal dan seperti yang anda bilang selanjutnya bahwa atman itu tidak pernah diciptakan, trus ketika awalnya penciptaan ada dimana atman itu????
Ini yang jadi pertanyaan saya, mungkin anda bisa menjelaskan secara detail karena bagaimana bisa atau ada dimana atman itu padahal dalam Rig Veda : 10 : 129 : 1-2 disebutkan hanya ada Tuhan dan tidak ada yang lain….
Penjelasn anda ini mungkin akan menjawab bahwa Atman dan Paramatman (Tuhan) itu berbeda dan benar-benar berbeda.
Saya juga setuju dengan usul bli Putra dimana jika memungkinkan sdr. Ngarayana mengutip beberapa sloka setiap hari dan dengan penjelasannya, karena dari artikel “sains-dalam-veda” saya kok mendapatkan teks yang berbeda dari,
“This Indra is our gracious Friend. He sends us in a full broad stream
Riches in horses, kine, and corn.”
(Atharve-veda, 20:7:3)
http://www.sacred-texts.com/hin/av/av20007.htm
sedangkan arti di artikel tsb adalah,
“Bahwa daya listrik bisa menjadi sahabat aman kita, menyediakan tenaga-kuda untuk menjalankan mesin-mesin kita, cahaya untuk menerangi rumah kita, dan tenaga untuk bercocok tanam di ladang. Marilah kita pakai untuk kemakmuran dan kemudahan bagi kita melalui aliran sejumlah arus (listrik)”. (Atharve-veda, Buku 20, Hymne 7, ayat 3)
ini ada lagi,
“Energi Atom pembelahan sembilan puluh sembilan elemen, lintasannya diselimuti oleh elektron-elektron yang bergerak sangat aktif tanpa henti atau rintangan…. ”. (Atharva-veda, 20.41. 1-3)
jika merujuk pada,
http://www.sacred-texts.com/hin/av/av20041.htm
kok beda???
Suksma,
Om Swastyastu
@Sarva Bavana
Saya ada beberapa pertanyaan buat bli:
1. Apa maksud dari pernyataan bli bahwa Sang Atma/Jiwa memiliki persamaan kualitas dg Tuhan n brbda dl kuantitas. Apakah artinya secara kuantitas Atman itu banyak dan Tuhan itu satu, namun secara kualitas Atman dan Tuhan itu memiliki kesamaan?
2. Bli mengatakan bahwa Tuhan itu maha besar dan Atman itu sangat kecil,pertanyaan saya mengapa di kitab suci kita dikatakan bahwa Tuhan itu ada dalam hati seluruh mahluk hidup?
3. Bli mengatakan secara kualitas Atman dan Tuhan itu adalah sama, kalau Atman dan Tuhan itu secara kualitas sama mengapa Atman harus menjadi pelayan Tuhan?
4. Bli mengatakan bahwa Sayuja Moksa itu adalah sang Atma masuk kedalam Sinar dari badan Tuhan/brahmajyoti dan tidak menjadi satu badan dg Tuhan, oleh krn sang roh brsift aktif dia tidak tahan berlama-lama tinggal dlm sinar yg sangat menyilaukan dari Tuhan tanpa melakukan aktifits apapun akhirnya diapun terpaksa turun lg ke alam material ini tuk mnjalani khidupan material lagi. Pertanyaan saya kalau alasannya Atman tidak bisa mencapai Sayuja moksa karena Atman itu bersifat aktif, mengapa Atman tahan untuk berlama-lama menjadi pelayan Tuhan (salokya moksa), apakah atman disana diberikan pekerjaan sehingga atman seneng karena ada kerjaan dan ga diem2 ja?
5. Bli mengatakan bahwa… Atman itu lupa akan tugasnya sebagai pelayan Tuhan…, tetapi disisi lain bli mengatakan bahwa Tuhan itu secara kualitas Atman itu sama dengan Tuhan. Jadi kalau begitu apakah kesimpulannya adalah Tuhan bisa lupa juga, mungkin lupa ngasi tau atman kalau nanti atman itu sayuja moksa untuk siap2 mikirin aktifitas apa yang akan dilakukan karena kalau atman sayuja moksa ga akan ada aktifitas.
6. kalau bener sayuja moksa itu sepeti yang bli katakan, seharusnya hanya ada 3 jenis moksa bukan 4. karena kalau dalam weda dikatakan moksa itu ada 4,sedangkan dari 4 itu hanya 3 yang tepat untuk menjadi tujuan hidup kita berarti Weda menipu donk bli?
Suksma bli maaf terlalu banyak bertanya
@ari_bcak
Om Swastyastu
Bli Ari, kan sudah saya katakan sebelumnya dengan berdasarkan beberapa sloka Bhagavad Gita dalam comment sebelumnya diatas, bahwa dikatakan bahwa terdapat 2 alam yang berbeda, yaitu alam Material dan Alam Rohani. Alam rohani tidak pernah tercipta dan tidak akan pernah musnah karena sifatnya yang “anadi ananta”. Penciptaan hanya terjadi untuk alam Material ini sebagaimana proses yang disampaikan dalam Brahma Samhita. Adapun proses berlangsungnya penciptaan juga sudah saya jelaskan dimana Tuhan menjelma kedalam “Karanakaranam” sebagai Mahavisnu dan memang benar bahwasanya di alam material itu sebagaimana dikatakan dalam Rig Veda : 10 : 129 : 1-2 hanya ada Tuhan dan berikutnya menciptakan sangat banyak alam semesta dari setiap pori-pori beliau. Lalu dimana Atman pada waktu awal penciptaan atau sebelum penciptaan? Atman ada di alam rohani dimana alam itu kekal dan diluar dan terpisah dari alam material ini. Alam itulah yang disebut Moksa, Vaikuntaloka, Golokavrindavana dan sebagainya.. Bagaimana seandainya pada saat pralaya/kiamat, Atman di dunia material ini belum mencapai moksa? Kemanakah atman itu? Atman akan ikut terserap kedalam pori-pori mahavisnu dan dalam keadaan seperti tertidur panjang sampai periode penciptaan berikutnya dimana dia akan mendapatkan badan material yang baru lagi. Apakah dengan kondisi terserap ini Atman dapat dikatakan bersatu dengan Tuhan? Jika seandainya suatu partikel masuk ke dalam pori-pori badan kita, apakah dapat kita sebutkan partikel asing itu akan menjadi bagian dari badan kita?
Kekekalan Atman dan Tuhan ini ditegaskan juga dalam sloka Bhagavad Gita 2.12 yang berbunyi;
na tv evähaà jätu näsaà
na tvaà neme janädhipäù
na caiva na bhaviñyämaù
sarve vayam ataù param
Artinya;
Pada masa lampau tidak pernah ada suatu saatpun Aku, Engkau maupun semua raja ini tidak pernah ada; dan pada masa yang akan datang, tidak satupun di antara kita semua akan lenyap
Jadi, kalau kita mau dengan terbuka menerima otorits Veda, maka sudah sangat jelas bahwa tidak ada keraguan lagi bahwasanya kita (Atman/jiva/mahluk hidup) adalah sesuatu yang terpisah dari Tuhan dan bersifat abadi. Tapi…. kalau kita masih mengikuti angan-angan filsafat kita dan meragukan kebenaran sloka-sloka Veda, maka sudah pasti kita akan terombang-ambing dalam angan-angan filsafat kita sendiri. Karena itu, pahamilah Veda apa adanya tanpa dikotori oleh angan-angan dan egosime kita pribadi.
Saya hanya berusaha menjawab berdasarkan sloka-sloka yang terdapat dalam sastra Veda dan saya tidak berani berspekulasi begini dan begitu karena Atman dan Tuhan di luar logika kita, jadi silahkan bli memahami sloka-sloka Veda yang sudah saya sampaikan, apakah Atman itu sama dengan Tuhan apa tidak. Dan mari berargumen dengan sloka-sloka Veda.
Bli ari, saya sudah sempat conference dengan beberapa teman yang juga mungkin merupakan pengunjung home page ini dimana kita punya rencana untuk membuat Veda Base Online berbahasa Indonesia dan kita harapkan semua umat Hindu yang mengerti bahasa Inggris dapat membantu menterjemahkan dan menulis sloka-sloka Veda setidaknya 1 sloka per hari, sehingga dalam kurun waktu 2-3 tahun mungkin kita dapat memiliki sebuah sistem Veda Base berbahasa Indonesia yang cukup lengkap. Dengan dukungan dan partisipasi bli dan teman-teman semua, mudah-mudahan ide ini bisa terwujud.
Terus terang karena harus kerja, saya sendiri tidak punya banyak waktu, jadi mohon maaf jika usul menuliskan sloka-sloka Veda dalam web ini belum bisa saya lakukan dengan segera, tetapi beberapa waktu ke depan akan saya coba menulis 1 sloka demi satu sloka dalam page tersendiri dalam home page ini dengan harapan jika sistem Veda base bahasa indonesia telah rampung dan siap, sloka-sloka itu bisa di copy-paste-kan ke dalam website veda base bahasa indonesia tersebut.
@ Putra
Saya akan mencoba membantu mengomentari pertanyaan bli untuk Sarva Bavana, mengingat dia juga teman saya waktu di Narayana Smrti Ashram di Yogyakarta dan pelajaran filsafat yang kami terima adalah dari sumber dan guru yang sama, jadi saya rasa pemahaman saya dan Sarva tidak jauh berbeda. Tapi sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak akan berkomentar “menurut saya”, tapi saya akan merujuk sloka-sloka terkait tentang itu.
Sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 2.17-25 bahwasanya Tuhan dan Atman memiliki sifat-sifat yang sama, yaitu; tak termusnahkan (avinasi), abadi (avyayam), kekal (nityam), tak terhancurkan (ana-sinah), tak terukur secara material (aprameyam), tak terlahirkan (ajah) permanen (sasvatah), ada sejak dahulu kala (puranah), tak terlukai senjata apapun (na cindanti sastrani), tak terbakar oleh api (na dahati pavakah), tak terbasahi oleh air ( na kledayanti apah), tak terkeringkan oleh angin (na sosayati ma- rutah), tidak bisa dipotong-potong/dipecah-pecah (acedyah), tidak bisa dibakar (adahyah), tidak larut kedalam air (akledyah), tidak terkeringkan (asosyah), bisa berada dimana saja (sarva-gatah), tidak pernah berobah (sthanuh), tak tergerakkan (acalah), selamanya sama (sanatanah),tak berwujud material (avyaktah) tak terpahami secara material (acintyah), tidak pernah berubah (avikaryah) dan tak bisa dibunuh (avadyah). Namun Atman tidak memiliki sifat-sifat Tuhan yang lain sebagaimana disebutkan dalam Padma Purana dan juga Mahabharata Anushāsanaparva 149 1000 nama suci Tuhan dan sifat-sifatnya. Disana diungkapkan kemahakuasaan Tuhan yang tidak terbatas, namun Atman tidak memiliki itu semua.
Kebesaran Tuhan disini bukan hanya untuk menyebutkan “ukuran/size”, tapi juga kehebatan. contohnya istilah “mahatma” atau berjiwa besar, apakah itu artinya jiva/atman orang tersebut lebih besar dari orang lain? Tidak, tetapi itu ditujukan pada sifat dan karakternya yang lebih baik dari orang lain. Jadi, maksud Sarva disini adalah prihal kemahakuasaan. Tuhan bisa menjadi besar sebesar-besarnya (mahima) dan dapat menjadi kecil sekecil-kecilnya (anima) bahkan bisa lebih kecil dari Atman itu sendiri. Tuhan dapat muncul sebagai yang tunggal, tapi juga dapat mewujudkan diri dalam jumlah yang tidak terhingga, dan bahkan jauh lebih banyak dari jumlah atman yang ada di alam semesta ini. Itulah Tuhan yang acintya, yang tidak terpikirkan kemahakuasaan dan kehebatannya.
Untuk suatu jenis dapat sama, tapi tidak semuanya sebagaimana sudah saya sampaikan di atas. Karena pikiran seperti inilah Atman harus ada di dunia material ini.
Pelayanan kepada Tuhan adalah dharma sang jiva sehingga ia disebut makhluk hidup (living entity), seperti halnya rasa manis adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut gula. Atau rasa asin adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut garam. Karena itu dikatakan,”Dasa bhuto harer eva nanyaisva kadacana. Jivera svarupa haya krsna nitya dasa (CC Madhya-Lila 20.108). Ekale isvara krsna ara saba bhrtya (CC Adi-Lila 5.142).
Sang jiva jatuh ke dunia fana karena salah menggunakan kebebasan kecil/sedikit yang ada padanya. Kebebasan dimaksud adalah kebebasan memilih yaitu melayani Tuhan atau tidak melayani Beliau.
Ia iccha, ingin menikmati sendiri tanpa bergantung kepada Tuhan. Ia dvesa, tidak suka melayani Tuhan di dunia rohani. Maka ia sarge yanti, di tempatkan di dunia material agar bisa (secara palsu) merealisir cita-citanya menikmati dan berbahagia sendiri (Bhagavad Gita 7.27, iccha dvesa samutthena dvandva mohena bharata … sarge yanti parantapa).
Untuk hal ini sudah dijelaskan dalam CC Madhya-Lila 20.108 dan CC Adi-Lila 5.142 yang sudah saya kutipkan di atas.
Nah, kalau masalah ini kita kembalikan ke pengertian kualitas antara atman dan Tuhan sebagaimana sloka-sloka di atas. jadi yang dimaksud bukanlah kualitas dalam artian kemampuan Atman = kemampuan Tuhan.
Bli tahu Jivan Mukti kan? Yaitu dikatakan Moksa yang diperoleh semasih hidup melalui meditasi dimana saat mencapai jivan mukti orang yang melakukan meditasi merasa sangat bahagia sekali dan dia melepaskan segala keduniawian. Namun setelah selesai meditasi, orang tersebut kembali beraktivitas di dunia material ini. Jadi mari kita resapi dulu jenis-jenis moksa, dan harus kita tahu bahwa jenis moksa dan sifat-sifatnya tidak hanya satu.
Mungkin demikian bli, mohon maaf jika ada yang salah dan untuk Sarva mohon maaf menyabotase quota pertanyaannya. Bukan untuk menambahkan apa yang sarva ketahui dan mengatakan saya lebih tahu, sama sekali tidak, tapi sebagai penjabaran dari sudut pandang yang berbeda saja.
Suksma,-
Om Swastyastu sdr. Ngara,
Terima kasih jika mau membuatkan Veda Base Online tsb karena itu sangat membantu sekali terutama bagi saya…. 🙂
unutk komentar anda tentang Atman dan Paramatman, saya akan memahaminya dahulu dan nanti akan saya perkuat argumen saya dengan dasar lainnya.
Suksma,
bli ngarayana artikelnya bagus2 boleh tidak beberapa artikel tsb saya copy ke website saya untuk disebarkan ke umat
@ putu sutisna
Om Swastiastu
Silahkan.. semua content yang ada di web ini boleh disebarkan secara bebas asal bukan untuk tujuan komersial…
@ari bcak
saya tertarik dengan postingan anda mengenai ayat yang anda sebutkan ternyata berbeda pengertiannya,,tapi menurut interpretasi saya,,bukankah indra identik dengan halilintar atau vajra,,jadi bila kata indra ditafsirkan menjadi arus listrik,boleh jadi kan??
@dhr,
coba lihat lagi sloka tsb secara keseluruhan,
“This Indra is our gracious Friend. He sends us in a full broad stream
Riches in horses, kine, and corn”.
arti secara bebasnya:
Indra ini sungguh sangat murah hati sebagai teman kita. Dia (Indra) memberikan kepada kita sungai yang lebar, penuh dan dalam.
Kekayaan pada kuda, lembu, dan jagung.
nah akan berbeda jika memakai kata arus listrik, jadi itu perlu pemahaman tambahan dalam arti itu bisa dipahami jika diterjemahkan secara baik langsung dari kata aslinya dan bukannya mengambil dari yang sudah diterjemahan dalam bhs Inggris.
nah jika anda sendiri menterjemahkan dari yang bhs. Inggris apa bisa ketemu arti diatas???
jangan menambahkan kata baru lho….. 🙂
Om Swastyastu Ngara
Menurut saya, ada persamaan pendapat diantara kita mengenai Atman dan Tuhan yaitu Atman itu adalah percikan dari Tuhan, namun demikian kita masih berbeda pendapat tentang Moksha/pembebasan dimana menurut saya Atman itu akan bisa bersatu kembali dengan Tuhan sedangkan menurut Ngara Atman itu tidak akan bisa menyatu dengan Tuhan. Menurut Ngara Pelayanan kepada Tuhan adalah dharma sang jiva sehingga ia disebut makhluk hidup (living entity), seperti halnya rasa manis adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut gula. Atau rasa asin adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut garam. Karena itu dikatakan,”Dasa bhuto harer eva nanyaisva kadacana. Jivera svarupa haya krsna nitya dasa (CC Madhya-Lila 20.108). Ekale isvara krsna ara saba bhrtya (CC Adi-Lila 5.142).
Ia iccha, ingin menikmati sendiri tanpa bergantung kepada Tuhan. Ia dvesa, tidak suka melayani Tuhan di dunia rohani. Maka ia sarge yanti, di tempatkan di dunia material agar bisa (secara palsu) merealisir cita-citanya menikmati dan berbahagia sendiri (Bhagavad Gita 7.27, iccha dvesa samutthena dvandva mohena bharata … sarge yanti parantapa).
Ada satu hal yang menarik yang mau saya tanyakan tentang pendapat Ngara akan kewajiban kita sebagai manusia ini, apabila benar pendapat Ngara tentang sloka dan contohnya di atas bagaimana bisa manusia lupa akan dharmanya sebagai pelayan Tuhan. Seperti yang Ngara contohkan rasa manis adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut gula atau rasa asin adalah dharma suatu benda sehingga ia disebut garam.
Atau seperti contoh saya, seekor harimau misalnya bagaimanapun laparnya, tidak akan makan nasi dan sayur. Karena dharmanya adalah makan daging. Ia tidak akan minum teh dan makan kue. Bagaimanapun keras usahanya untuk mengubah kebiasaannya, ia tidak akan berhasil.
Hubungan pertanyaan saya dengan contoh saya adalah bagaimana bisa manusia lupa akan kewajibannya sedangkan harimau bagaimanapun keras usahanya tidak akan bisa lupa bahwa dharmanya adalah makan daging?
Suksma Ngara
Om Swastyastu sdr. Ngara,
saya menemukan dasar lagi nih,….. 🙂
Atma Upanishad menyebutkan:
II-19-20. By fate is the body borne into contexts of experiences at appropriate times. (On the contrary) he who, giving up all migrations, both knowledge and unknowable, stays as the pure unqualified Self, is himself the manifest Shiva . He is the best of all Brahman-Knowers. In life itself the foremost Brahman-Knower is the ever free, he has accomplished his End.
II-21. All adjuncts having perished, being Brahman he is assimilated to the non-dual Brahman, like a man who, with (appropriate) apparels, is an actor and without them (resumes his natural state),
II-22(a). In the same way the best of Brahman-Knowers is always Brahman alone and none else.
II-22(b)-23. Just as space becomes space itself when the (enclosing) pot perishes, so, when particular cognitions are dissolved, the Brahman-Knower himself becomes nothing but Brahman, as milk poured into milk, oil into oil, and water into water become (milk, oil and water).
II-24(a). Just as, combined, they become one, so does the Atman-knowing sage in the Atman.
II-24(b). Thus disembodied liberation is the infinite status of Being.
II-25. Having won the status of Brahman, no longer is the Yogin reborn, for his ignorance-born bodies have all been consumed by the experimental knowledge of Being as the Self.
II-26-27(a). Because that Yogin has become Brahman, how can Brahman be reborn ? Bondage and liberation, set up by Maya, are not real in themselves in relation to the Self, just as the appearance and disappearance of the snake are not in relation to the stirless rope.
II-27(b). Bondage and liberation may be described as real and unreal and as due to the nescience (concealment of truth).
II-28-29. Brahman suffers from no concealment whatsoever. It is uncovered, there being nothing other than It (to cover It). The ideas, ‘it is’ and ‘it is not’, as regards Reality, are only ideas in the intellect. They do not pertain to the eternal Reality. So bondage and liberation are set up by Maya and do not pertain to the Self.
nah english saya masih kacau dan jika keliru (yang saya bold) mungkin bisa dikoreksi…. 😀
disebutkan juga manifest dari Siva (II-19-20), nah Siva sendiri disebutkan,
Śiva Mahāpurāṇa, the Ruda Saṁhitā (sṛṣṭi khaṇḍa) Chapter 4,
What ever has happened is because of Śiva’s will. You (Nārada) should surely understand it. He (Śiva) is Supreme Brahman, the supreme soul, blissful and the supreme knowledge. He is Absolute, without any blemish and is free from the 3 guna-s.
chapter 9,
Siva say: In spite of my being with form and formless I create the universe, preserve and destroy it. I am unblemished and Supreme Brahman with blissful symbol.
He continues as he is addressing Viṣṇu, and says, O’Viṣṇu I because of creation, maintenance and destruction am known by the names Brahmā , Viṣṇu and Śiva. O Hari (Viṣṇu) I am complete ( full, pūrṇatā) in all respects.
nah tolong di terjemahkan ke bhs. Indonesia, klo saya terjemahkan mungkin bisa keliru…. D:
pemahaman saya ketika membaca itu adalah atman dalam tubuh manusia merupakan manifest Shiva (II-19-20), sedangkan Shiva adalah Brahman iya, Vishnu juga iya, me”refers” dari Siva Purana jadi ini adalah Paramatman.
Suksma,
@ Putra
Om Swastiastu bli…
maaf baru sempat bales, maklum kemarin saya baru sampai kantor siang karena habis dinas ke luar kota dan setelah itu saya sibuk otak-atik modem yang baru saya beli… eh ga connect2 juga ke internet… ya udah jadinya ga bisa bales…
Mengenai apa yang saya sampaikan semua itu tersurat dalam Bhagavad Gita dan kitab-kitab suci sebagaimana yang saya kutip, jadi bukan pendapat saya lho bli… yang bisa kita debatkan dari sana adalah; (1). apakah arti dari sloka itu seperti itu? ataukah (2) apakah kita mau nerima sloka-sloka Veda apa adanya ataukah harus kita filter dengan angan-angan kita?
Mengenai penyatuan Atman dengan Brahman (Brahmajyoti) memang benar-benar ada dan disebutkan dalam sloka Veda sebagaimana yang sudah saya kutip sebelumnya mengenai jenis-jenis Moksa. Karena itulah saya tidak menampik kebenaran akan banyak jenis moksa tersebut.
Namun saudara Sarva Bavana menjelaskan bahwa moksa yang berupa penyatuan dengan Brahman adalah tidak kekal. Jujur, saya belum menemukan sloka ini secara langsung, tetapi seorang guru kerohanian, Srila Prabhupada menjelaskan prihal ini dalam ulasan Bhagavad Gita menurut aslinya. Jadi benar atau salahnya pernyataan yang disampaikan oleh Sarva Bavana masih abu-abu bli… karena itu mari kita cari dasar sloka-nya bareng-bareng ya bli…
@ari_bcak
Om Swastiastu bli ari…
Thanks atas kutipan slokanya.. saya juga sudah mencoba mencari sloka dalam bahasa aslinya tapi belum ketemu, boleh minta tolong postingkan sloka-sloka aslinya?
Yang membuat saya tertarik adalah kutipan sloka II-26-27(a). Apakah sloka ini memang mengatakan Atma (dalam hal ini seorang Yogin) menjadi Brahman ataukah akan mencapai “Brahmajyoti”.
Terus terang saya belum berani menyimpulkan maksud sloka-sloka ini, saya sudah coba cerna, tapi saya berhenti pada sloka II-26-27(a). Kalau memang benar dinyatakan bahwa Atman menjadi Brahman, maka mungkin kita harus mempertanyakan “apa Brahman itu?” apakah Brahma ==> Brahman, karena “Atma” menjadi “Atman” sebagaimana yang pernah diperdebatkan dalam sebuah milis tetangga.
Wah pusing juga nih… permasalahnya menjadi luas ya bli… tapi mari kita pecahkan bersama bli..
Oh ya… mungkin kita harus berhati-hati dengan istilah Shivah dan Siva karena mengacu pada objek yang berbeda. Agar tidak rancu antara “Beliau yang selalu suci” dengan Deva Siva.
Buat bli Putra, silahkan copy aja dan sebarkan…. semuanya free kok di home page ini..
Suksema,-
Om Swastyastu Ngara
Saya Mohon ijin untuk mengcopy beberapa artikel disini untuk disebarluaskan.
Suksma
Om Swastyastu sdr. Ngara,
saya cuma copas aja 😀
dari sini,
http://www.yogausa.com/atma.php
nah saya juga belum ketemu sama sloka aslinya,…. 🙁
Suksma,
note:jika lain waktu ketemu akan saya copas disini… 🙂
Om Swastyastu sdr. Ngara,
tentang Atma Upanishad, saya menemukan sloka aslinya tapi masih dalam teks asli yaitu bhs. Sansekerta,
cek di,
http://www.dharmicscriptures.org/Atma%20Upanishad.pdf
semoga bisa diterjemahkan, dan akan sangat bermanfaat,
Suksma,
Om Swastiastu bli ari…
wah kok pake tulisan devanagari? ga ada yang pake tulisan latin tapi berbahasa sansekerta ya bro? aku ga sanggup membacanya… he…he..he..
Om Swastyastu sdr. Ngara,
😀
maaf, saya juga tidak bisa, ini sekarang baru belajar secara otodidak jadi masih jauh dari “baik”.
saya belum ketemu yang huruf latin…. 🙂
ntar saya akan coba cari-cari lagi…
Suksma,
Om Swastyastu sdr. Ngara,
saya menemukan lagi sumber lain bahwa atman dan Paramatman adalah sama,
Chandogya Upanisad III. 14. 3 yang menyebutkan:
esa ma atma antar hrdaye,
Brahman adalah atman dalam diri kita,
sumber,
http://www.babadbali.com/canangsari/upanisad-ajaran.htm
suksma,
Om Swastyastu
Ngara, saya minta pendapat Ngara akan arti dan makna kata jnatum, drastum, dan prawestum dalam Bhagavadgita Bab 11 sloka 54. Di terjemahan Gita yang ada di web ini Gita bab 11 sloka 54 itu diartikan sebagai berikut:
Arjuna yang baik hati, hanya melalui bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan kegiatan yang lain Aku dapat dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, yang sedang berdiri di hadapanmu, dan dengan demikian Aku dapat dilihat secara langsung. Hanya dengan cara inilah engkau dapat masuk ke dalam rahasia pengertian-Ku.
Tapi dari sumber lain yang saya dapat : Jnatum artinya mengetahui bahwa Tuhan ada di sini. Drashtum artinya melihat Dia secara langsung. Dan praweshtum = artinya manunggal dengan Dia.
@ Ari
Saya tadi mencoba mencari terjemahan dari Chandogya Upanishad tapi saya hanya dapat yang versi bahasa Inggrisnya, terjemahannya adalah sbb:
III-xiv-2-3: He, who is permeating the mind, who has Prana for his body, whose nature is consciousness, whose resolve is infallible, whose own form is like Akasa, whose creation is all that exists, whose are all the pure desires, who possesses all the agreeable odours and all the pleasant tastes, who exists pervading all this, who is without speech (and other senses), who is free from agitation and eagerness – this my Atman, residing in (the lotus of) the heart – is smaller than a grain of paddy, than a barley corn, than a mustard seed, than a grain of millet or than the kernel of a grain of millet. This my Atman residing in (the lotus of) the heart is greater than the earth, greater than the sky, greater than heaven, greater than all these worlds.
III-xiv-4: He, whose creation is all that exists, whose are all the pure desires, who possesses all the agreeable odours and all the pleasant tastes, who exists pervading all this, who is without speech (and other senses), who is free from agitation and eagerness, He is my Atman residing in (the lotus of) the heart; He is Brahman. On departing hence I shall attain to His being. He alone who possesses this faith and has no doubt about it (will obtain the result). Thus declared Sandilya – yea, Sandilya.
Kira2 artinya apa ya dari sloka2 di atas?
Sumber :http://www.shastras.com/108upanishads/chandogya.html?page=3
@ari_bcak;
Om Swastiastu bli…
Chandogya Upanisad merupakan salah satu upanisad tertua dan masuk golongan mukya upanisad yang berhubungan dengan Sama Veda. Chandogya Upanisad terdiri dari 8 prapataka. Prapataka ke-3 skanda 14 yang terdiri dari 4 sloka membicarakan tentang brahman.
sloka pertama dari skanda ini membicarakan bahwa semuanya bersumber dari brahman dan karena itu marilah bermeditasi kepada brahman yang utama.
Sloka kedua membicarakan prihal kecerdasan yang semuanya bersumber dari Brahman
sloka ketiga membicarakan bahwa dia (brahman) adalah yang berada paling kecil dari yang terkecil yang berada di dalam hati dan juga dapat sangat besar dari yang terbesar
dan sloka keempat dan juga yang terakhir mengatakan bahwa semuanya bisa bekerja dan berjalan adalah karena Dia (brahman)..
Tapi sayangnya saya lagi-lagi tidak memiliki versi dengan bahasa aslinya, jadi tidak bisa saya compare. namun dari petikan sloka yang bli sampaikan, sepertinya hanyalah penggalan sebagian karena dalam terjemahannya cukup panjang.
Melihat sloka yang bli sampaikan yang berkata;
“esa ma atma antar hrdaye”… kata Brahman berasal dari mana ya? padahal dari terjemahan kata perkata yang saya cari di kamus sansekerta adalah sebagai berikut;
(esa) = eshhaa = ini
hridaya = hati
antara = Sub-period dalam Dasha (sepuluh)
aatma = Jiva
maa = Jangan/bukan
Mohon koreksinya.
Suksma,-
Om Swastiastu
Menurut terjamahan Prabhupada adalah sebagai berikut;
Bhagavad-gītā 11.54
bhaktyā tv ananyayā śakya
aham evaḿ-vidho ‘rjuna
jñātuḿ draṣṭuḿ ca tattvena
praveṣṭuḿ ca parantapa
Arti perkatanya;
bhaktyā — dengan penyerahan diri; tu — tetapi; ananyayā — tanpa dicampur oleh hasil kegiatan (pahala) dan angan-
angan filsafat; śakyaḥ — mungkin; aham — Aku; evam-vidhaḥ — seperti ini; arjuna — Wahai Arjuna; jñātum —
mengetahui; draṣṭum — melihat; ca — dan; tattvena — pada kenyataan; praveṣṭum — masuk ke dalam; ca — juga; parantapa
— wahai yang berlengan perkasa.
jadi terjemahannya;
Arjuna yang baik hati, hanya melalui bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan kegiatan yang lain, Aku dapat
dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, yang sedang berdiri di hadapanmu, dan dengan demikian Aku dapat
dilihat secara langsung. Hanya dengan cara inilah engkau dapat masuk ke dalam rahasia pengertian-Ku.
Dari kamus sansekerta-english arti dari jñātum = mengetahui atau mengerti… sebagaimana tertuang dalam Bhagavata Purana 1.14.1, 1.14.6, 6.4.1-2, 8.24.29 dan juga 10.13.43.
draṣṭum dapat berarti melihat, hanya melihat, yang dilihat, yang ingin di lihat sebagaimana juga terdapat dalam Bhagavad Gita 11.3, 11.4, 11.7 dan seterusnya..
Wah, ternyata terjemahan Chandogya Upanisad juga ga ada yang sama yah… 🙂
Om Swastyastu Bli Putra dan sdr. Ngarayana,
😀
memang yang saya temukan hanya potongan sedangkan bhs aslinya agak sulit dicari, tapi akhirnya saya temukan juga,….. 🙂
coba cek di,
http://www.dharmicscriptures.org/Chhandogya%20Upanishad.pdf
ini untuk tulisan devanagari,
http://www.dharmicscriptures.org/Chandogya_withEnglish(Krishnananda).pdf
ini sudah dalam teks latin dengan penjelsan dalam bhs. Inggris.
kata yang saya post sebelumnya termuat dalam APPENDIX I, SANDILYA-VIDYA, yang menyebutkan:
1. “Sarvam khalvidam brahma, tajjalaniti santa upasita, atha khalu
kratumayah puruso yatha-kratur-asmin-loke puruso bhavati tathetah
pretya bhavati, sa kratum kurvita.”
yang saya bold kemudian dijelaskan,
“Sarvam khalvidam brahma,—all this verily is the Supreme Absolute Brahman.” How do you contemplate Brahman? The whole universe—you can imagine what the universe could be—has come from That. It has not come from That as something different from That. The very substance of this creation is the substance of the Absolute. That is one aspect of the matter. The other aspect is that there is no disconnection between the effect and the cause. So you can imagine how hard it is to entertain this thought. Everything is That because of the effect being non-disassociated from the cause. It is connected with the cause. It is sustained, even now at the time of the apparent creation, in That only and it will go back to That. So there is no place for anything to exist except That. Also, there is nothing other than That.
kemudian ada sloka selanjutnya,
3. “Esa ma atmantar-hrdaye‘niyan vriher-va, yavad-va, sarsapad-va,
syamakad-va, syamaka-tandulad-va, esa ma atmantar-hrdaye jyayan
prthivyah, jyayan antarikasajjayan divah, jyayan ebhyo lokebhyah.”
yang kemudian dijelaskan,
This great Being, the Supreme Brahman is in one’s own heart as fine and
subtle as one can conceive of. It is the subtlest. It is most subtle even among those that we regard as very subtle in this world. Subtler than a grain of rice or paddy, subtler than a grain of millet, subtler than the kernel of this grain, so small, subtler than a mustard seed is this great Being who is seated in one’s heart. But does it mean it is as small as a mustard seed? No, it is at the same time as vast as the whole of creation.
ini sepertinya memiliki pemahaman yang sama dengan yang Bli Putra kutip, III-xiv-2-3 dan pada III-xiv-4 disebutkan pada bagian akhir adalah “Thus declared Sandilya – yea, Sandilya.”
mungkin yang saya kutip ini adalah penjelasannya,
maaf bli Putra bhs. Inggris saya masih kacau jadi saya tidak berani menterjemahkan apa yang bli posting, ntar terjemahan saya kacau jadi malu sendiri….. 😀
Nah sdr Ngara, bagaimana dengan ini, tolong dikoreksi….
Suksma,
Om Swastiastu bli, akan saya coba terjemahkan, tapi kalau keliru mohon dikoreksi ya..
Terjemahan bebasnya;
Sarvam khalvidam brahma,-semua ini sesungguhnya adalah Brahman Mutlak Tertinggi. “Bagaimana Anda merenungkan Brahman? Seluruh alam semesta- Yang dapat Anda bayangkan tentang alam semesta yang munculdari Brahman. Yang tidak datang dari itu sebagai sesuatu yang berbeda dari itu. Yang merupakan substansi dasar dari penciptaan ini adalah substansi dari yang Mutlak. Itu merupakan salah satu aspek dari materi. Aspek lainnya adalah bahwa tidak ada hubungan antara efek dan penyebab. Jadi Anda bisa membayangkan betapa sulitnya untuk menghibur pikiran ini. Semuanya itu karena pengaruh yang tidak terpisahkan dari penyebabnya. Hal ini berhubungan dengan penyebabnya. Hal ini berkelanjutan, bahkan sekarang pada saat penciptaan yang tampak jelas, dalam hal Itu hanya dan akan kembali ke Itu. Jadi tidak ada tempat untuk segala sesuatu ada kecuali Itu. Juga, tidak ada yang lain selain itu.
Terjemahan bebasnya;
Ini merupakan sesuatu/perwujudan yang sangat besar, Brahman yang paling berkuasa berada di dalam hati setiap insan dengan baik dan halus yang dapat dipahami oleh seseorang. Ini adalah halus. Hal ini paling halus bahkan di antara yang kita anggap paling halus di dunia ini. Lebih halus daripada sebutir beras atau padi, yang lebih halus daripada sebutir millet, lebih halus dari pada inti biji-bijian ini, begitu kecil, lebih halus dari biji sawi. adalah yang Menjadi besar yang yang bersemayam di hati seseorang. Tapi apakah itu berarti itu adalah sekecil biji sawi? Tidak, itu adalah pada waktu yang sama seluas seluruh ciptaan.
Sekarang kita perhatikan sloka asli terjemahan pertama;
“Sarvam khalvidam brahma, tajjalaniti santa upasita, atha khalu
kratumayah puruso yatha-kratur-asmin-loke puruso bhavati tathetah
pretya bhavati, sa kratum kurvita.”
nah dalam sloka ini ada pertikan kata “brahma”, kenapa dalam terjemahannya menjadi Brahman ya? Apa tidak membicarakan “brahma”/dewa Brahma yang menciptakan alam material?
Mari kita cermati lagi bli…
suksma,-
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
anda dulu pernah megatakan,
Oh ya… mungkin kita harus berhati-hati dengan istilah Shivah dan Siva karena mengacu pada objek yang berbeda. Agar tidak rancu antara “Beliau yang selalu suci” dengan Deva Siva.
Posted November 6, 2009 at 12:59 PM
tapi dari Skanda Upanishad saya menemukan “berbeda”
1-5. (Skanda says): Great god ! Owing to an iota of your compassion I am the lapseless being (not lapsing from the identity). I am a mass of knowledge ! I am also the Good – what more (can I need) ?
Owing to the waxing of the Internal organ, what is not spiritual appears as such; by its warning, this is nothing but pure knowledge or Hari. I am knowledge alone, unborn – what more ? All that is other (than) It is inert and perishes like a dream.
He who discerns the consciousness as distinct from the inert is the unswerving mass of knowledge. Only he is Shiva, Hari, luminary of luminaries, the supreme god, the Brahman – I am that Brahman surely.
6-7. Jiva is Shiva and Shiva is Jiva; when bound by husk it is paddy, unbound of is rice. Thus the bound one is Jiva, released from karma he is eternal Shiva. Bound by ropes, he is Jiva, unbound, Shiva.
8-9. (I bow) to Shiva of the form of Vishnu and Vishnu who is Shiva; Vishnu is Shiva’s heart and Shiva, Vishnu’s. Just as Vishnu is full of Shiva, so is Shiva full of Vishnu. As I see no difference, I am well all my life.
10-15. The body is said to be the temple, the deity Shiva is Jiva; one should throw away the flowers after worship and worship with the sense of identity. Perception of non-difference is knowledge, meditation the objectless mind. The bath is removal of mental impurity; cleanliness is control of the senses. One should drink the nectar of Brahma, take alms for sustenance, live by oneself devoid of duality. Such a person of wisdom will get liberation.
I bow to the supreme, sacred seat of power, to secure well-being and long life. They know themselves to be Brahman, Brahma, Vishnu, Shiva, beyond thought, unmanifest, endless, undecaying, by your grace, Nrisimha.
That high place of Vishnu the wise ones always behold like an eye extended in heaven. The sages, praising and awake exalt that supreme status of Vishnu.
nah ini mengisyaratkan apa???
sloka aslinya saya dapat (hanya yang di bold saja),
“Yatha Sivamayo vishnuh Evam vishumayah sivah”,
teks secara keseluruhan saya tidak dapat hanya dapat dalam sankrit (devanagari) saja,
http://sanskritdocuments.org/doc_1_index.html
http://www.dharmicscriptures.org/Skanda%20Upanishad.pdf
mungkin sdr. Ngarayana bisa memperjelas ini karena di beberapa artikel sdr. Ngarayana menyebutkan bahwa Shiva tidaklah “sama” dengan Vishnu,…
sama juga dengan komentar dari sdr. Ngarayana yang terakhir,
nah dalam sloka ini ada pertikan kata “brahma”, kenapa dalam terjemahannya menjadi Brahman ya? Apa tidak membicarakan “brahma”/dewa Brahma yang menciptakan alam material?
Mungkin ini karna cara pandang kita yang berbeda dimana sdr. Ngarayana memakai filosofi Dvaita sedangkan saya pake Advaita???
Wah……
saya “mulai” bingung nih….. 😀
Suksma,
Om Swastiastu bli Ari…
Semakin menarik juga sloka-sloka yang anda sampaikan bli ari… 🙂
Okay, sebelumnya saya coba terjemahkan dulu sloka-sloka dalam Skanda Upanisad ya.. tapi mohon maaf kalau terjemahannya kacau, maklum bahasa filsafat sangat berbeda dengan bahasa sains yang saya bidangi, jadi mungkin akan banyak misconception..
Terjemahan bebasnya;
1-5.
(Skanda berkata): Tuhan Yang Agung! Karena secercah kasih sayang-Mu, hamba adalah orang yang sedang kehilangan (tidak kehilangan identitas). Hamba mengumpulkan pengetahuan! juga kebaikan – apa lagi (yang saya butuhkan)?
Disebabkan oleh bertambahbesarnya organ internal, apa yang tidak muncul secara rohani seperti; oleh peringatan, ini tidak lain hanyalah pengetahuan murni atau “Hari”. Hamba pengetahuan saja, tidak terlahirkan – apa lagi? Semua yang lain (dari) Ini adalah lembam dan binasa seperti mimpi.
Dia yang melihat kesadaran ini sebagai yang berbeda dari kelembaman adalah yang teguh dan penuh pengetahuan.
Hanya Shiva, Hari, yang termasyur, Tuhan Yang Maha Kuasa, Brahman.
6-7.
Jiva adalah Shiva dan Shiva adalah jiva; ketika terikat oleh sekam itu adalah padi, yang tidak terikat adalah beras. Jadi yang terikat adalah jiva, terbebas dari karma ia adalah Shiva yang kekal. Terikat oleh tali, ia adalah jiva, tidak terikat, Shiva.
8-9.
(Hamba sujud) pada Shiva dari bentuk Vishnu dan Vishnu yang merupakan Shiva; Vishnu adalah hatinya Shiva dan Shiva adalah Vishnu. Hanya sebagai Vishnu adalah Shiva yang penuh, jadi Shiva adalah Vishnu yang penuh. Seperti yang saya lihat tanpa perbedaan, hamba baik sepanjang hidup hamba.
10-15.
badan dikatakan sebagai temple, Shiva adalah jiva; orang harus membuang bunga setelah
menyembah dan beribadah dengan rasa dari identitas. Persepsi dari ketidakbedaan adalah pengetahuan, meditasi tanpa obejk pikiran. Mandi adalah penghapusan pengotor mental; kebersihan adalah control indria. Seseorang harus meminum nektar dari Brahma, mengambil sedekah untuk bertahan hidup, hidup dengan diri sendiri tanpa dualitas. Orang kebijaksana seperti ini akan mencapai pembebasan.
Hamba sujud kepada Yang Maha Agung, tahta kekuasaan yang suci, untuk menjamin kesejahteraan dan umur panjang. Mereka mengetahui untuk mencapai Brahman, Brahma, Vishnu, Shiva, di luar pikir, yang tidak termanifestasi, tanpa akhir, tanpa peluruhan, oleh berkat, Nrisimha.
Tempat yang tinggi dari Vishnu, seseorang yang bijaksana selalu memandang sepertiperluasan penglihatan di surga. Orang-orang suci, berjapa memuji dan memuliakan kedudukan yang teragung dari Vishnu.
Maaf kalau seandainya terdapat banyak bias dalam terjemahannya bli… maklum kita menterjemahkan sloka yang juga merupakan hasil terjemahan, jadi mungkin terdapat dua kali kesalahan makna, yaitu waktu terjemahan dari Sanskrit ke English dan berikutnya adalah mungkin kekeliruan terjemahan saya ini. Jadi tolong dikoreksi kembali dan syukur-syukur kita menemukan sloka sanskritnya sehingga bisa kita terjemahkan langsung dengan kamus sansekerta.
Sebagaimana sudah saya singgung dalam artikel “brahma, visnu dan siva” saya mencoba memaparkan bahwa Brahma, Visnu dan Siva adalah expansi dari Tuhan. Brahma, Visnu dan Siva adalah perwujudan Tuhan, tetapi juga berbeda dengan sumbernya sendiri.
Jika kita cermati sloka-sloka dalam Catur Veda, maka disana disamping penyebutan nama-nama dewa yang sangat banyak jumlahnya, maka juga kita temukan mantram-mantram yang mengagung-agungkan Sri Hari atau Narayana. Nah, yang disebut Hari atau Narayana itulah Tuhan.
Demikian juga jika kita cermati sloka dalam Skanda Upanisad di atas, kita juga menemukan kata “Hari” pada sloka 1-5. Dan juga berkat dari “Nrsimha” pada sloka 10-15.
Apakah brahma, visnu dan siva adalah sama?
Dalam Bhagavata Purana 1.2.23 menyebutkan, “Sattvam rajah tamah eti …. sthity-adaya hari virinci samjnah, Sri Hari yang spiritual tidak langsung berhubungan dengan sifat-sifat alam material sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan). Untuk keperluan proses penciptaan, pemeliharaan dan peleburan alam material, Beliau mengambil perwujudan ketiga sifat alam tersebut sebagai Brahma, Visnu dan Siva”. Brahma adalah pengendali sifat alam rajas (kenafsuan). Visnu adalah pengendali sifat alam sattvam (kebaikan). Dan Siva adalah pengendali sifat alam tamas (kegelapan).
Tetapi Brahma dan Siva hanya bisa berbuat sesuai fungsinya masing-masing atas perkenan Visnu. Fakta ini diakui oleh Brahma sesuai dengan Bhagavata Purana 2.6.32; “Srjami tan niyukto’ ham haro hareti tad vasah visvam purusa rupena paripati tri sakti drk”, atas kehendak-Nya, saya mencipta dan Hara (Siva) melebur. Sedangkan Beliau (Visnu) sendiri adalah pengendali mahaperkasa atas segala tenaga mencipta, memelihara dan melebur alam material”.
Beberapa orang suci mengatakan bahwa Brahma memiliki 60% kemahakuasaan Sri Hari, dan Siva adalah pribadi yang paling agung di alam raya ini yang memiliki sampai 80% kehebatan Sri Hari.
Lebih lengkapnya tentang bukti-bukti sloka-sloka Veda yang memaparkan hal ini mari kita cermati lebih jauh artikel brahma, visnu dan siva sebelumnya.
Mengenai filsafat Dvaita dan Advaita saya kurang tahu kedalam golongan manakah ajaran yang saya ikuti, yaitu garis perguruan gaudya Vaisnava dimasukkan, apakah filsafat Advaita yang monotheisme/ non-duality ataukah Dvaita. Tetapi yang pasti saya selalu menghindari menafsirkan sloka-sloka Veda dengan angan-angan pikiran saya yang sangat dangkal dan saya lebih memilih membaca dan mengerti sloka-sloka Veda apa adanya dan tentunya dengan bantuan penjelasan guru kerohanian.
Apalagi setelah saya mengetahui bahwa bahasa Veda, yaitu sansekerta adalah satu-satunya bahasa di muka bumi ini yang dapat diterapkan langsung dalam kecerdasarn buatan (Artificial Intelligent) mesin/computer karena bahasa sansekerta tidak memerlukan interpreter prihal intonasi, tanda baca dan sebagainya sehingga maksudnya dapat dimengerti secara gamblang tanpa penafsiran macam-macam.
Suksma,-