Oleh: Suryanto, M.Pd
Umat Hindu umumnya telah akrab dengan konsep penyatuan Atman dengan Brahman (Moksa). Juga terhadap konsep “Tat Tvam Asi” Namun, tidak banyak yang tahu bahwa konsep itu diajarkan oleh Adi Sankaracharya, yang diyakini sebagai penjelmaan Dewa Siwa. Shankara, begitu beliau lebih dikenal secara luas, mengemban misi besar untuk mengembalikan ajaran Weda yang seolah tenggelam karena berkembangnya agama Buddha yang diajarkan oleh Buddha Gautama. Benarkah Atman dapat menyatu dan lenyap ke dalam Brahman?
Apa artinya “moksa”? Kalau pertanyaan itu, diajukan pada orang Hindu, sebagian pasti akan menjawab : “Moksa adalah bersatunya Atman dengan Brahman. Moksa adalah keadaan di mana diri kita kembali bersatu dengan Tuhan“ Bersatu dengan Tuhan? Apanya yang bersatu, diri kita? Artinya, suatu saat “diri” kita akan lenyap dan “merger” dengan Tuhan? Jadi, roh akan berhenti mengalami punarbhawa (reinkarnasi) setelah ia “menjadi” Tuhan?
Sepertinya, tidak banyak di antara kita yang pernah mempertanyakan lagi kebenaran konsep moksa yang satu ini. Kita seolah sudah merasa nyaman dan pede memberikan jawaban yang telah baku dan memang populer itu. Apalagi, logika pemahaman moksa dalam artian penyatuan antara atman dan Brahman itu didukung oleh contoh-contoh rasional yang konkret. Atman diibaratkan sebagai air sungai yang mengalir ke laut, sedangkan Brahman diumpamakan sebagai lautan. Ketika air sungai telah berhasil mencapai lautan, maka terjadilah penyatuan keduanya.
Kita tidak akan bisa lagi membedakan, mana yang air sungai dan mana yang air laut. Begitulah, saat mencapai moksa, sang atman tidak akan dapat dibedakan lagi dengan brahman, …..seperti halnya air sungai yang “merger” dengan air laut itu. Roh akan “lenyap” dan “menyatu” dengan Tuhan.
Sekilas, perumpaan air sungai dan air laut itu memang memadai untuk menggambarkan apa yang dialami oleh roh setelah ia moksa. Tetapi, contoh itu hanya tepat bagi seorang awam, yang tidak memahami seluk beluk atom, molekul dan persenyawaan kimia!
Memang benar, secara kasat mata, air sungai dan air laut itu “kehilangan identitasnya” masing-masing setelah mereka bersatu. Namun, orang yang memahami konsep persenyawaan antara berbagai molekul zat akan melihat kenyataan lain. Ia akan tahu, bahwa molekul air sungai terdiri dari atom-atom Hidrogen dan atom-atom Oksigen. Rumus molekul air adalah H2O. Artinya, satu atom oksigen mengikat dua atom hidrogen untuk membentuk satu molekul air. Begitupun air laut memiliki unsur-unsur penyusun yang sama.
Ketika air sungai bertemu air laut, terjadilah reaksi antara atom-atom hidrogen dan oksigen air sungai, dengan atom-atom hidrogen dan oksigen air laut. Mungkin dua atom hidrogen air sungai akan berikatan dengan satu atom oksigen air laut dan membentuk molekul baru. Bisa pula, satu atom oksigen air sungai mengikat dua atom hidrogen air laut. Dan seterusnya, dan seterusnya. Tetapi, jangan lupa bahwa masing-masing atom itu tidak pernah kehilangan “identitasnya”. Kalau kita tandai masing-masing atom itu, akan tampak atom hidrogen air sungai tidak berubah menjadi atom hidrogen air laut. Begitupun sebaliknya. Mereka hanya berikatan satu sama lain, tapi tidak ada pihak yang kehilangan “jati dirinya.” Artinya, jati diri atom-atom air sungai tetap ada, tidak lenyap, meskipun ia “menyatu” dengan atom-atom air laut.
Begitu pula dengan Atman dan Brahman. Kalau memang benar bahwa Atman dapat “menyatu dan lenyap” ke dalam Brahman, hal itu akan bertentangan dengan sifat-sifat sang roh (atman) yang diuraikan dalam kitab-kitab Weda.
Weda menjelaskan bahwa sang roh adalah energi atau daya hidup yang kekal. Penjelasan seperti itu sangat sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi dalam ilmu fisika. Bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, energi hanya dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Dengan demikian, roh tidak bisa musnah, tidak bisa lenyap atau kehilangan sifat individualitasnya. Ia hanya berpindah dari satu badan jasmani ke badan jasmani lainnya, sesuai dengan karmanya.
Dalam Kitab Bhagavad-gita 2.23 dan 2.24 Sri Krishna memperkuat penjelasan di atas, dengan menyatakan sebagai berikut:
nainaà chindanti çasträëi
nainaà dahati pävakaù
na cainaà kledayanty äpo
na çoñayati märutaù
acchedyo ’yam adähyo ’yam
akledyo ’çoñya eva ca
nityaù sarva-gataù sthäëur
acalo ’yaà sanätanaù
“Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian oleh senjata manapun, terbakar oleh api, dibasahi oleh air, atau dikeringkan oleh angin. Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan dan tidak dapat dilarutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya, berada di mana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan tetap ada untuk selamanya.”
Jadi, jelaslah bahwa konsep Atman dapat menyatu dengan Brahman, lalu lenyap seperti yang sering dijelaskan itu sebenarnya kurang tepat. Contoh berikut mungkin akan lebih memperjelas kekeliruan konsep kita tentang moksa. Ada seekor burung yang bulu-bulunya berwarna hijau, lalu hinggap pada sebatang pohon yang daunnya rindang berwarna hijau pula. Sudah tentu, burung itu akan seolah-olah lenyap dan tampak “menyatu” dengan pohon itu. Orang yang kurang cerdas akan mengatakan bahwa burung itu telah mencapai “penyatuan” dan kehilangan jati dirinya. Padahal, bagaimana faktanya? Ya, jelas sekali. Burung berbulu hijau itu tidak pernah berubah menjadi pohon, ia tetap ada di ranting pohon itu, tidak kehilangan individualitasnya. Demikian halnya sang pohon. Keduanya tampak seolah-olah menyatu, hanya karena persamaan sifat, bukan karena yang satu menjadi yang lain.
Begitupula dengan sang roh (Atman), ia akan tetap menjadi percikan-percikan Tuhan yang bersifat kekal, dan tidak akan pernah dapat berubah menjadi Tuhan (Brahman).
Sebagaimana dinyatakan oleh Sri Krishna :” mamaivamso jiva-loke jiva-bhutah sanatanah” Para makhluk hidup di dunia yang terikat ini adalah bagian-bagian percikan yang kekal dari Diriku (Bhagavad-gita 15.7).
Lagi pula, air sungai masih akan ada kemungkinan untuk mengalami penguapan. Cahaya matahari akan membuat air laut menguap menjadi awan, lalu akan jatuh lagi ke daratan. Jadi, menyatunya Atman dengan Brahman, kalau memang hal itu terjadi, tidak akan bersifat kekal. Bukankah kita sendiri mengalami bahwa sifat roh adalah selalu giat? Bagaimana mungkin roh yang bersifat aktif dapat tinggal diam dalam kekosongan tanpa ada kegiatan? Dengan sifat aktif seperti itu, suatu saat roh akan jatuh lagi ke dalam lingkaran kelahiran dan kematian.
Bila kita lacak kembali asal usul ajaran penyatuan Atman dengan Brahman, kita akan temukan nama Adi Sankaracarya, salah seorang guru besar dan filosof yang sangat termasyur di India, dikenal sebagai pencipta filsafat Mayavada itu.
Lalu, mengapa Sankaracharya berbuat demikian? Mengapa beliau mengajarkan konsep yang berbeda dengan ajaran Weda yang sesungguhnya? Jawabannya, Sankaracharya memang mengemban tugas melanjutkan misi yang telah dirintis oleh Buddha Gautama.
Menurut Satsvarupa das Gosvami (1996) dalam Padma Purana terdapat uraian mengenai identitas Sankaracarya yang sebenarnya. Dia adalah penjelmaan Dewa Siwa yang mengemban misi khusus :
“Istriku Parvati, dengarlah penjelasan bagaimana aku menyebarkan kebodohan melalui filsafat Mayavada. Hanya dengan mendengarnya saja, bahkan seorang yang sangat maju sekalipun akan jatuh. Dalam filsafat ini, yang sebenarnya sangat menyesatkan bagi orang awam, Aku akan menafsirkan secara keliru makna sejati ajaran-ajaran Weda, dan menganjurkan seseorang untuk meninggalkan segala jenis kegiatan untuk mencapai pembebasan dari karma. Dalam filsafat mayavada itu, Aku menyatakan bahwa jivatma (sang roh) dan Paramatma (Tuhan) adalah tunggal dan memiliki sifat-sifat yang sama.
Istriku, pada jaman Kaliyuga nanti Aku akan menjelma sebagai seorang brahmana dan mengajarkan filsafat Mayavada itu. Untuk menipu para ateis (orang yang tidak percaya kepada Tuhan), aku menguraikan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sebagai tidak berwujud dan tidak memiliki sifat. Begitu pula, dalam menafsirkan Vedanta, Aku menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud, dan tidak berbentuk.”
Sewajarnya, orang lantas bertanya, mengapa Dewa Siwa berbuat demikian? Dalam Siva Purana, dijelaskan bahwa Dewa Siwa hanya menjalankan perintah. Sebagaimana kita ketahui, Buddha Gautama adalah penjelmaan Sri Wishnu yang telah mengajarkan agama Buddha dan menolak kebenaran kitab-kitab Weda. Para brahmana pada masa itu mengatasnamakan Weda untuk melakukan korban binatang atau mendirikan rumah potong hewan. Mereka juga mulai menyimpangkan ajaran Weda dengan memperkenalkan sistem kasta, yang menganggap bahwa hanya para brahmana yang boleh dan mampu mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena itulah, tidak ada pilihan lain bagi Buddha Gautama, untuk menyelamatkan Weda, untuk sementara beliau menolak kebenaran Weda. Buddha Gautama mengajarkan ahimsa dan menghapuskan sistem kasta.
Buddha Gautama juga mengajarkan bahwa kehidupan di dunia ini adalah penderitaan, bahwa penyebab penderitaan itu adalah keinginan-keinginan duniawi kita, dan dengan menghapuskan seluruh keinginan, kita akan dapat mencapai nirwana, yaitu pembebasan dari kelahiran ke dunia ini. Buddha Gautama menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keberadaan Tuhan, tentang atman (roh), kehidupan setelah pembebasan, dan sebagainya. Ketika ditanya mengenai hal-hal seperti itu, Buddha Gautama akan menjawab “Tathagata (Buddha) bebas dari segala teori.” (Ravindrasvarupa, 1991).
Para pengikut Buddha selanjutnya menyebarkan doktrin sunya atau anätma, yang berarti “roh itu tidak ada”, namun semua itu adalah penafsiran yang bersifat duniawi dari “kebisuan” Buddha Gautama terhadap topik-topik spiritual. Fakta sederhananya adalah bahwa Buddha Gautama menolak kebenaran Weda, namun Beliau tetap setia pada ajaran Weda dengan cara menolak menciptakan “teori-teori” sendiri tentang Tuhan, tentang roh, dan sebagainya yang berbeda dari konsep-konsep Weda. Karena itulah Buddha Gautama “diam seribu bahasa” mengenai hal-hal itu.
Kesadaran masyarakat pada masa itu tercemari akibat makan daging, orang telah menjadi ateis. Namun Sang Buddha yang tidak pernah berbicara sepatah katapun mengenai Tuhan, berhasil memenangkan sikap patuh dan tunduk orang-orang itu kepada Beliau. Demikianlah, Sri Wishnu telah mensiasati dan menipu orang-orang yang ateis pada masa itu untuk memuja Tuhan dalam penjelmaannya sebagai Sang Buddha. Misi Buddha Gautama sukses, sebagian besar masyarakat India mengikuti ajaran Beliau dan memeluk agama Buddha.
Namun keberhasilan itu membawa bahaya tersendiri, yaitu hilangnya rasa hormat terhadap Weda, dan berkembangnya filsafat yang menolak keberadaan Tuhan dan keberadaan roh.
Kemunculan Buddha Gautama merupakan langkah awal untuk proses pelurusan kembali ajaran-ajaran Weda yang telah disimpangkan. Langkah berikutnya adalah dengan mengutus awatara Dewa Siwa untuk melakukan pelurusan lebih lanjut. Awatara itu tidak lain adalah Sripada Sankarãcãrya, yang lahir pada tahun 788 Masehi di wilayah bernama Kaladi, di Propinsi Kerala, India Selatan. Sankara, demikian nama pemberian dari kedua orang tuanya, lahir dari pasangan brahmana bernama Sivaguru dan Aryamba.
Pasangan ini telah lama menikah, namun tidak dikaruniai anak. Lalu mereka mengadakan pemujaan kepada Tuhan agar dikaruniai anak. Dikisahkan bahwa Dewa Siwa muncul dalam mimpi mereka. Dewa Siwa memberikan pilihan, apakah mereka ingin memiliki satu anak laki-laki yang berusia pendek namun akan menjadi ahli filsafat yang sangat termashyur di dunia, ataukah memilih dikaruniai banyak anak, namun mereka akan memiliki kemampuan biasa-biasa saja. Tentu pilihan pertama menjadi lebih menarik bagi pasangan brahmana itu. Nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya adalah Sankara. Adi Sankaracharya, demikian beliau kemudian dikenal secara luas, adalah nama yang diberikan sebagai tanda kehormatan.
Kata “Adi” di depan nama Sankara dalam bahasa Sanskerta adalah sebuah gelar kehormatan yang berarti “yang mulia”.
Sedangkan kata “acharya” adalah sebutan untuk seorang guru kerohanian yang sudah insaf akan dirinya. Telah menjadi sebuah tradisi Hindu bahwa kata gelar yang berada di belakang nama seseorang yang dihormati, biasanya akan ditulis menyatu dengan nama belakang itu. Demikianlah, Sankara mendapat gelar “acharya”, sehingga namanya menjadi “Adi Sankaracharya”
Ayahnya telah meninggal dunia ketika Sankara baru berusia 3 tahun, sehingga ibunya menyelenggarakan upacara upanayana (upacara yang menandai seorang anak mulai belajar Weda) baginya dengan bantuan saudara-saudaranya. Sankara mampu menguasai segala jenis cabang pengetahuan Weda dalam waktu singkat.
Banyak peristiwa atau kejadian ajaib yang dikisahkan sehubungan dengan masa muda Sankara. Sebagai seorang Brahmana muda, suatu hari ia pernah pergi meminta sedekah makanan dari rumah-rumah keluarga-keluarga yang ada di desanya. Seorang wanita yang sangat miskin, namun tidak ingin membiarkan Sankara pergi dari hadapannya dengan tangan hampa, akhirnya memberikan buah amla yang hampir membusuk, satu-satunya benda yang tersisa di rumahnya. Tersentuh oleh sifat kedermawanan dan melihat kemiskinan dari wanita itu, Sankara menyusun doa pujian kepada Dewi Laksmi, dewi kekayaan di depan pintu rumah wanita itu. Sebagai hasil dari doa tersebut, rumah wanita itu dipenuhi dengan emas.
Sejak masa mudanya Sankara telah memiliki keinginan yang kuat untuk memasuki tahap hidup sannyasa (tahap hidup pelepasan ikatan terhadap hal-hal duniawi). Dalam hidupnya Sankara tidak pernah mencita-citakan untuk menikah dan menjalani kehidupan berumah tangga, meskipun ibunya sangat mendambakan hal itu. Suatu hari, ketika sedang mandi di sebuah sungai, seekor buaya menggigit kakinya. Sankara merasa bahwa ia memang telah ditakdirkan untuk meninggal dunia pada saat itu juga, dan kemudian segera memutuskan untuk memasuki tahap hidup sebagai seorang sannyasa. Ibunya menyaksikan peristiwa itu. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Sankara guna memperoleh ijin dari ibunya untuk menjadi seorang sannyasa. Kalau tidak, maka ia akan mati ditelan buaya itu.
Akhirnya dengan terpaksa ibunya memberikan restu, dan melupakan keinginannya agar Sankara menikah. Sankara berjanji kepada ibunya, bahwa walaupun ia seorang sannyas, kelak bila ibunya meninggal dunia, dia sendiri yang akan datang memakamkan jenasahnya.
Setelah dalam pikirannya Sankara memutuskan untuk memasuki tahap kehidupan pelepasan terhadap ikatan duniawi (sannyasa), tiba-tiba buaya tersebut melepaskan gigitan kakinya. Sejak saat itulah, secara tidak resmi Sankara memasuki tahap hidup sebagai sannyasa, dan memutuskan untuk mencari seorang guru yang akan mampu membimbing dan mengarahkannya.
Dalam pengembaraannya mencari seorang guru, Sankara tiba di tepi Sungai Narmada di India Tengah. Di sana, ia tiba disebuah ashram yang dipimpin oleh Govinda Bhagavatpada, murid dari Gaudapada yang termashyur dengan kitab karangannya, Mandukya Karikas. Kitab Mandukya Karikas dianggap sebagai kitab yang mulai memperkenalkan filsafat Advaita Vedanta. Sankara diterima sebagai murid secara rohani oleh Govinda Bhagavadpada, yang menganugerahinya dengan diksa sebagai sebagai sannyasa dalam tingkatan tertinggi, yaitu tahap paramahamsa.
Menyadari kecerdasan luar biasa yang dimiliki oleh muridnya, Govinda memerintahkan Sankara untuk menguraikan secara terperinci filsafat Vedanta dengan menyusun ulasan atau tafsiran terhadap Upanisad-upanisad terpenting, Brahma Sutra, dan Bhagavad-gita. Sankara memohon ijin gurunya untuk pergi melakukan perziarahan ke berbagai tempat suci di India, sambil menyusun ulasan-ulasannya terhadap kitab-kitab Upanisad.
Sangatlah besar sumbangan pemikiran Sankaracharya terhadap filsafat Vedanta dan kebangkitan kembali budaya India secara keseluruhan.
Secara garis besar, karya-karya Sankaracharya dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu
(1) Bhasya (ulasan terhadap prasthana trayi). Sankaracharya menulis ulasan terhadap 10 Upanisad, Brahma Sutra, dan Bhagavad-gita. Ketiga jenis kitab ini disebut sebagai tiga karya terpenting dalam filsafat Vedanta (prasthana trayi). Dewasa ini orang yang mempelajari Upanisad dan Brahma Sutra dianggap belum lengkap pengetahuannya, kalau belum membaca ulasan Sankaracharya. Gaya bahasa yang digunakannya juga begitu mudah dipahami, namun memiliki makna yang teramat luas serta mendalam; (2) Prakarana Grantha (ayat-ayat yang berisi uraian pendahuluan dalam mempelajari sebuah kitab); dan (3) Stotra (kumpulan mantra sebagai doa-doa pujian).
Selama 32 tahun usia hidupnya, Sankaracarya mengabdikan seluruh hidupnya untuk merestorasi dan meluruskan kembali ajaran-ajaran Weda. Sumbangan terbesar Sankaracarya adalah keberhasilannya mengalahkan filsafat agama Buddha yang telah membuat agama Hindu tenggelam pada masa itu. Sankaracarya melakukan debat-debat terbuka dengan para pendeta Buddha , dan berhasil membuktikan kebenaran ajaran Weda. Sankaracarya melakukan perjalanan ke seluruh wilayah India, dan mendirikan ashram-ashram besar di empat penjuru India, yaitu di utara di Badrinath, di selatan di Sringeri, di Barat di Dwaraka, dan di timur di Puri.
Sesuai dengan uraian tujuan Dewa Siwa menjelma sebagai Sankaracarya dalam Padma Purana dan Siwa Purana seperti yang dipaparkan di atas, maka dalam melakukan misinya Sankaracarya membuat berbagai penyesuaian.
Misalnya, untuk mengajak kembali para penganut Buddha agar menerima ajaran Weda, Sankaracarya melakukan kompromi dengan menciptakan penafsiran yang berlawanan dengan makna sesungguhnya ayat-ayat Weda. Buddha mengajarkan bahwa tidak ada Tuhan dan tidak ada atman, sedangkan
Weda jelas-jelas mengajarkan bahwa Tuhan itu ada, memiliki sifat personal. Sama halnya kalau kita ingin bertemu dengan presiden Amerika Serikat, mau tidak mau kita harus bertemu dengan “personal” atau “individu” yang menjabat sebagai presiden saat ini, yaitu George W. Bush. Kitab-kitab Purana dan Upanisad menyatakan bahwa Tuhan memiliki aspek personal dan aspek impersonal. Aspek personal Tuhan berarti bahwa Tuhan memiliki “wujud” atau “bentuk” rohani, yang berada diluar jangakuan nalar dan imajinasi manusia.
Bahkan dalam kitab Injil, Al-Quran, dan Taurat, terdapat ayat-ayat yang membuktikan bahwa Tuhan memang memiliki wujud atau bentuk rohani, meskipun ayat-ayat itu sering hanya memberikan keterangan yang samar-samar. Sebaliknya, dalam kitab-kitab Purana dan Upanisad, jelas-jelas disebutkan bahwa aspek tertinggi Tuhan adalah aspek bhagavan (Tuhan yang bersifat personal). Karena Buddha Gautama mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak ada, maka Sankaracarya menegaskan bahwa Tuhan itu ada, namun tidak bersifat personal, Tuhan tidak memiliki bentuk atau wujud rohani. Konsep Tuhan yang tidak berwujud inilah yang lebih dikenal sebagai Brahman. Jadi Sankaracarya mengambil jalan tengah atau kompromi antara ajaran Buddha dan ajaran ketuhanan Weda, yaitu Tuhan ada, namun tidak berwujud!
Sankaracarya juga menegaskan bahwa atman itu ada, bahwa diri manusia sesungguhnya adalah “daya hidup” yang berada di dalam badan, yang dalam bahasa sehari-hari kita kenal sebagai roh.
Hal ini berlawanan dengan pandangan Buddha yang menyatakan roh itu tidak ada atau anatma. Untuk memperkuat konsep adanya roh itu, Sankaracarya memperkenalkan ajaran “TAT TVAM ASI” yang sering diartikan dengan “Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku”. Lalu konsep itu dikaitkan dengan salah satu ajaran dasar Weda lainnya yang menyatakan “AHAM BRAHMASMI” yang berarti “AKU ADALAH BRAHMAN”. Nah, penggabungan kedua ajaran ini menghasilkan pemahaman bahwa diri manusia sesungguhnya adalah Brahman, karena Sankaracarya menyebut Tuhan juga dengan kata “Brahman”.
Jadilah berkembang filsafat yang menganggap bahwa sesungguhnya manusia ini adalah Tuhan-Tuhan yang sedang tercemari kesadarannya, hingga jatuh ke dalam kehidupan material ini. Penyebab jatuh itu adalah ilusi atau maya. Jadi filsafat itu menyatakan bahwa manusia sesungguhnya adalah Brahman-Brahman yang sedang tertutupi oleh maya. Bila kita berhasil mencapai pembebasan, kita akan kembali menjadi Brahman, atau menyatu dengan Brahman. Itulah konsep moksa yang sering kita pahami. Karena itulah filsafat ini sering disebut filsafat Mayavada atau filsafat Mayavadi. Para pengikut filsafat ini menganggap semua manusia adalah sama, Tat Tvam Asi. Celakanya, mereka menganggap persamaan itu dalam bentuk “Aham Brahmasmi” sehingga mereka sering menyebut satu sama lain dengan sebutan “daridra narayana”. Narayana adalah nama lain dari Krishna atau Wishnu, Tuhan sesungguhnya. Sedangkan “daridra” artinya “kecil” atau “miskin”. Jadi “daridra narayana” artinya “narayana kecil” atau Tuhan yang sedang hilaf, kesadarannya tertutupi oleh maya, sehingga jatuh ke dunia ini. Nanti kalau sudah mencapai moksa, gelar “daridra” itu akan hilang, hingga tinggal gelar Narayana.
Tentu saja, filsafat itu patut dikritisi, karena menggelikan dan berisi unsur penghinaan. Mengapa? Menggelikan, karena menurut mereka Tuhan bisa lupa, tertutupi kesadarannya oleh maya (tenaga yang menghayalkan) sehingga jatuh ke dunia ini. Padahal maya adalah ciptaan Tuhan sendiri. Jadi, Tuhan macam apa yang bisa terjebak oleh tenaga ciptaan-Nya sendiri?? Lucu bukan? Masak Tuhan bisa kalah oleh maya.
Penghinaan pula, karena menganggap Tuhan sejajar dengan atman. Weda jelas-jelas menyebutkan bahwa atman tidak pernah menjadi Brahman. Jadi, perlu kita kaji ulang pengertian moksa sebagai “penyatuan Atman dengan Brahman.”
Semua itu adalah filsafat yang diajarkan oleh Adi Sankaracarya, dengan mengingat bahwa latar belakang masyarakat yang harus diajarinya adalah orang-orang Buddha yang memang tidak mengenal Tuhan. Sankaracarya mengemban misi tahap kedua untuk meluruskan ajaran Weda yang disimpangkan. Tahap berikutnya, menjelmalah Ramanujacarya, Madhvacarya, dan Caitanya Mahaprabhu yang akan kami bahas pada newsleter ini edisi mendatang.
Namun Sankaracarya sendiri adalah pemuja Narayana atau Krishna, yang terbukti dalam syairnya yang sangat terkenal berjudul Bhaja Govindam yang ditujukan untuk para pengikutnya sendiri.
bhaja govindam bhaja govindam
govindam bhaja mudha mate
sampraapte sannihite kaale
na hi na hi rakshati dukrinya-karane
“Nyanyikanlah nama Govinda (Krishna), sebut nama Govinda, bodoh! Pengetahuan lain yang kau kejar tak akan membantumu saat ajalmu tiba.”
Govindam adi purusam tam aham bhajami.
saya ingin bertanya sama anda yg nampaknya sangat tahu akan moksa, contoh air laut anda menurut saya kurang tepat yg anda amati adalah wujud fisk air itu andatidak mengamati air itu sendiri apa, kemudian contoh burung jelas yg namanya bertengger burung itu tidak lebur bersama daun tapi burung itu hanya ada disamping daun, anda hanya menggunakan nalar hanya menggunakan pikiran logika saja, sedang telah dikatakan dalam tuhan itu bersifat nirguna, pernahkah anda tidur nyenyak tanpa mimpi? atau pernahkan anda sudah moksa? jgnkan moksa masa lalu anda saja tak mampu diingat, sadarkah anda semakin banyak orang intelektual spiritual malah semakin kacau jadinya …bagi saya andalah yang salah tafsir…kalau anda benar coba tunjukan bukti pada dunia bahwa anda adalah benar bahwa anda lebih tahu dari para rsi jaman dulu, apakah anda lebih tinggi spiritualitasnya dgn para begawan di india? atau hanya anda pinternya membalikkan fakta dgn daya hayal anda di alam maya ini? kalau anda benar tahu kebenaran anda pastilah tahu sia saya ini…Om namah Siwa aum
@ hari kristanto
Om Swastiastu
Sepertinya anda orang yang kurang sabar ya? he..he..
Apa yang saya sampaikan berdasarkan Sastra (sloka-sloka kitab suci), Guru dan Sadhu (pergaulan dengan orang-orang yang mencari spiritual). Jadi bukan atas dasar persepsi saya sendiri.. karena itu dalam setiap argumen saya selalu mengutip sloka-sloka sumbernya.
Mengenai hal ini sudah di perdebatkan dalam beberapa artikel yang lain di web ini, yaitu di bagian; “siapakah Siva”, “maya, tenaga material Tuhan YME”… mohon dibaca dulu ya sobat sebelum kita memulai perdebatan baru lagi…
@ hari kristanto
Om Swastyastu Hari
Hari, disini ini tempatnya kita untuk berdiskusi untuk mengobati kerinduan kita untuk mempunyai pemahaman dan penghayatan yang lebih baik tentang pengetahuan ketuhanan.
Konsep penyatuan Atman dengan Brahman dan konsep Aham Brahmasmin merupakan konsep yang tidak mudah untuk dipahami dan dijelaskan. Menjelaskan konsep ini sama seperti menjelaskan rasa manis dalam gula dimana manisnya gula dapat dijelaskan panjang lebar tetapi bagaimana seseorang yang belum pernah merasakan gula dapat mengerti manisnya.
Perbandingan terdekat dan mungkin paling mudah untuk dipahami mengenai Atman dan Paramatman adalah “listrik dalam sebuah komputer dan listrik dalam seluruh jaringan PLN.” Listrik dalam komputer adalah listrik yang sama yang ada dalam seluruh jaringan perusahaan listrik di seluruh dunia. Karena itu bila kita mengetahui semua tentang listrik dalam komputer, maka kita akan mengetahuai segala sesuatu tentang listrik di seluruh dunia. Tiada seorangpun mengatakan bahwa listrik dalam sebuah lampu dapat melakukan keajaiban, kecuali memberikan kemampuan kepada kawat fijar untuk memberikan cahaya dan panas.
Bola lampu menyala dan menjadi panas karena kehadiran listrik di dalamnya, dan alairan listrik itu adalah replika yang tepat dari listrik dimanapun dalam jaringan PLN. Pada saat yang sama, listrik dalam lampu tidak berdiri sendiri (tidak bebas dari listrik dalam jaringan PLN). Seperti kekuatan yang ada dalam diri kita masing-masing adalah bagian tak terpisahkan dari Tuhan, listrik dalam bola lampu sebenarnya adalah bagian tak terpisahkan dari jaringan listrik PLN. Demikian juga dengan jiwa individu, terperangkap dalam badan, dikondisikan oleh Hukum Karma. Itulah sebabnya kenapa tidak Krishna dan tidak Buddha yang dapat merubah dunia dengan satu perbuatan saja. Semua guru-guru agung telah menunjukkan kepada kita jalan tapi mereka tidak mampu menjelaskan tujuan yang terakhir. Tujuan terakhir ini ada di luar pikiran manusia, diluar kosa kata dari bahasa apapun di atas bumi ini. Manusia hanya dapat menjelaskan sesuatu yang dapat ia perbandingkan. Sebagai demikian, tujuan terakhir tetap merupakan sebuah misteri
Ada satu cerita yang mungkin bersama-sama dapat kita renungkan maknanya:
Pada suatu hari Resi Narada menghadap Tuhan. Tuhan bertanya kepadanya, “Narada, dalam penjelajahanmu di alam ini, apakah engkau menemukan rahasia ciptaan? Mengertikah engkau rahasia yang ada dibalik alam ini? Dari segala ciptaan ini manakah yang paling penting? Ke mana pun engkau memandang, kau lihat lima unsur yang hebat yaitu tanah, air, api, udara dan ether. Menurut pendapatmu, manakah diantaranya yang menduduki tempat utama?” Narada berpikir sejenak kemudian menjawab “Ya Tuhan, unsur yang paling padat, besar, dan paling penting tentunya tanah”. Tuhan menjawab, “Bagaimana mungkin tanah yang paling besar kalau tiga-per-empat bagian tanah bumi ini tertutup air, dan hanya seperempat saja yang merupakan daratan. Tanah sebesar itu ditelan oleh air. Manakah yang lebih besar, yang ditelan atau yang menelannya?” Narada mengatakan bahwa air pastilah lebih besar karena telah menelan tanah bumi.
Tuhan melanjutkan pertanyaan-Nya. Beliau berkata, “Tetapi Narada, cerita kuno mengatakan bahwa ketika setan-setan bersembunyi dalam air, Resi Agasthya datang untuk mencari mereka dan ia menelan seluruh samudra dengan sekali teguk saja. Manakah yang kau anggap lebih besar, Agasthya atau samudra?” Narada setuju bahwa Agasthya pasti lebih besar daripada samudra yang ditelannya. “Tetapi,” kata Tuhan lagi, “Ketika Agasthya meninggalkan raganya, ia menjadi bintang kutub di angkasa. Tokoh seagung Agasthya sekarang hanya tampak sebagai sebuah bintang kecil di langit yang amat luas. Lalu manakah yang lebih besar menurut pendapatmu, Agasthya atau langit?” Narada menjawab, “Swami, tentu langit lebih besar daripada Agasthya.” Kemudian Tuhan bertanya, “Namun, kita tahu bahwa ketika Yang Mahakuasa menjelma sebagai Avatara Vamana, Beliau menginjakkan satu kaki di atas bumi dan langit. Menurut pendapatmu manakah yang lebih besar, kaki Tuhan, atau angkasa?” “Oh, tentu kaki Tuhan lebih besar,” jawab Narada. Lalu Tuhan bertanya kembali, “Bila kaki-Nya saja demikian besar, bagaimana wujud-Nya yang tak terhingga?”
Sekarang Narada merasa bahwa ia sudah sampai pada suatu kesimpulan. “Ya”, katanya dengan riang, “Tuhanlah yang terbesar. Ia Mahabesar tak terhingga. Dalam alam semesta ini tidak ada yang lebih besar daripada Dia”. Tetapi Tuhan masih mempunyai satu pertanyaan lagi. “Bagaimana dengan Bhakta yang dapat ‘mengurung’ Yang Mahabesar itu dalam hatinya. Sekarang katakan kepada-Ku, Narada, siapakah yang lebih besar, bhakta yang ‘mengurung’ Yang Mahakuasa, atau Yang Mahakuasa yang ‘dikurung’ oleh bhakta di dalam hatinya?” Narada harus mengakui bahwa bhakta lebih ‘besar’ daripada Yang Mahakuasa dan karena itu bhakta harus lebih diutamakan dari segala-galanya, bahkan melebihi Yang Mahakuasa.
Kekuatan yang demikian besar, bahkan yang mampu ‘mengikat’ Tuhan, ada dalam jangkauan setiap bhakta. Bagaimana pun hebat dan besarnya suatu kemampuan, betapa pun mulia dan dahsyat, bila dapat diikat oleh kemampuan yang lain, maka yang mengikat itu harus dianggap lebih kuat.
Om Asatoma satgamaya
Tamasoma jyothir gamaya
Mrityorma amritam gamaya
Ya Tuhan, Tuntunlah kami dari yang palsu ke yang sejati
Tuntunlah kami dari yang gelap ke yang terang
Tuntunlah kami dari kematian ke kekekalan.
Om Swastyastu bli Putra,
Ceritanya menarik sekali, saya mohon ijin untuk meng-copy-nya….. 🙂
Suksma,
Om Swastyastu
artikelnya sangat meanrik dan comentnnya juga menarik….kalo gak ada koment yang menarik maka bli putra tidak akan menceritakan ke kita tambahan pengetahuannnya…
smoga dapat membuka hati kita…
suksma
hahahha…baiklah kita ambil contoh listrik PLN, anda perlu ketahui bahwa dia adalah arus bolak balik (AC) dgn gelombang sinus,sekarang PLN secara umum bertegangan 220Volt katakanlah ini Tuhan, atma adalah listrik yg voltasenya diturunkan dgn bantuan teranformator sekaligus listrik menjadi voltase kecil katakanlah 12 volt namun gelombangnya tetap sama gelombang sinis atau dikenal dgn arus AC, kalo yg anda lihat perbedaan kecilnya Voltase atau penurunan dayanya (arus amprenya) menurut saya anda salah tafsir lagi, cobalah lihat bentuk gelombangnya dia akan tetap sama tidak dpt dibedakan, nah kemudian anda bilang guru2 agung saja tidak bisa menjelaskan apa itu tujuan terakhir tetapi kenapa anda seolah mampu menjelaskan moksa dgn versi baru, seolah2 pengertian yg sudah ada perlu dikaji dgn kajian pikiran, dimana pikiran sudah tidak mampu menjelaskan itu, nah bagaimana dgn ungkapan ini” seribu tempayan berisi air jernih dan tenang, kemudian dikatakan bahwa semuanya itu akan memperlihatkan matahari yang sama pada tempayan itu” nah kemudian apakah yg dimaksudkan peleburan diri, penunggalan pada kemurnian, bukankah yg disebut murni itu tidak ada lagi zat apapun yg tersimpan, seperti contoh air laut dan sungai menurut saya yg anda jadikan patokan masih kadar air itu bukan realitas kemurniannya,coba nanti praktekan buatlah air laut itu jadi “murni” dgn cara teknologi termodern dan buat juga air sungai jadi “murni” kemudian kedua kemurnian air itu diselidiki adakah perbedaan? kalau masih terdapat perbedaan berarti ada salah satunya atau keduanya yg belum murni betul, anda mengatakan saya kurang sabar pernahkah anda bertanya pada diri anda..bersabarkah anda menulis artikel ini hanya dgn pengetahuan ini saja?…salam Om namah Siwa
@ hari kristanto
Pernyataan anda menarik bro…
Mengenai arus listrik dan juga air… saya sebagai orang fisika juga sedikit banyak mengerti itu.. makanya dalam banyak postingan saya mengatakan bahwa pengetahuan Para Vidya, yaitu pengetahuan tentang Atman dan Tuhan dan juga alam rohani yang terletak di luar alam material tidak dapat dibayangkan dan dianalogikan dengan hal-hal material seperti air, listrik dan sebagainya. Analogi tetaplah analogi yang tidak akan menggambarkan keadaan sebenarnya. Sama dengan maket/miniatur suatu master plan, untuk beberapa parameter bisa di katakan mewakili, tapi tidak dapat mewakili suatu hal yang sangat komplek.
Andaikan kita bisa membayangkan Tuhan dan mengetahui segala sesuatu di alam ini, mungkin sebenarnya kitalah Tuhan itu… lha wong Tuhan aja masuk dalam semua logika kita… bukankah kita lebih hebat dari Tuhan?
Tapi kenyataannya tidak demikian kan?
Oleh karena itu untuk mengetahui pengetahuan rohani yang diluar jangkauan pikrian kita, kita harus menerima otoritas kitab suci dan disini saya menggunakan kutipan sloka-sloka Veda.
Sekali lagi saya katakn, apa yang saya tuliskan dan saya jadikan patokan adalah dari sumber sloka-sloka tersebut. Kalau mau memperdebatkan dan mempersalahkan, silahkan kita diskusikan dengan menggunakan sloka-sloka yang ada.. atau anda punya sloka yang membenarkan pendapat anda?
Eh maaf, kok penyampaian salam “Om namah Siwa” anda sepertinya ga pas… anda bukan orang Hindu ya? 🙂
Sorry bro… keep smile aja… yuk berdiskusi dengan kepala dingin..
Thanks,-
anda bener, yg saya tahu moksa dikatakan dlm kitab suci itu adalah pembebasan, pemurnian, ataupun peleburan total tanpa sisa lebur dalam kesunyataan telah dikatakan tak akan lahir kembali, nah ulasan diatas menurut pandangan saya sangat meleset jauh penafsiran anda,anda selalu mengatas namakan kitab suci, hanya sebatas pengetahuan itu saja bagi saya ngak cukup haruslah dipraktekan cobalah alami maha samadhi kemudian setelah anda kembali dari maha samadhi saya mungkin akan tidak percaya lagi akan ulasan yang pernah saya ketahui, ada satu kalimat saya ingat(saya bukan ahli tattwa ataupun filasafat)”weda katanya berkata”aku sangat takut dipelajari oleh orang bodoh”…krn weda yg suci murni sangat takut di salah tafsirkan, …dan anehnya semakin banyak org intelektual spiritual yang masing2 mengungkapkan kebenaran penafsiran malah aneh kebahagiaan dan kedamaian semakin menjauh ….Om Sabatai Nama Siwaya…
@Hari kristanto
cuma mengingatkan,mantra yg anda sebutkan msh salah,bkan sabatai,tapi sa(sadyojata)ba(bamadewa)ta(tatpurusa)a(aghora)i(isana),jd yg bener om sa ba ta a i na ma si wa ya..
Anda bener orang hindu??
Mri dskusikan dgn kpala dingin…oke..
Om Ano Badrah Kratawo Yantu Wiswatah..smoga pikiran jernih datang dari segala arah..svaha..
OSA
@Hari kristanto
Saya setuju dengan pendapat anda……….
@Love _Peace & ngarayana
Dari kutipan artikel diatas ;
” Weda menjelaskan bahwa sang roh adalah energi atau daya hidup yang kekal. Penjelasan seperti itu sangat sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi dalam ilmu fisika. Bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, energi hanya dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Dengan demikian, roh tidak bisa musnah, tidak bisa lenyap atau kehilangan sifat individualitasnya. Ia hanya berpindah dari satu badan jasmani ke badan jasmani lainnya, sesuai dengan karmanya.
Dalam Kitab Bhagavad-gita 2.23 dan 2.24 Sri Krishna memperkuat penjelasan di atas, dengan menyatakan sebagai berikut:
nainaà chindanti çasträëi
nainaà dahati pävakaù
na cainaà kledayanty äpo
na çoñayati märutaù
acchedyo ’yam adähyo ’yam
akledyo ’çoñya eva ca
nityaù sarva-gataù sthäëur
acalo ’yaà sanätanaù
“Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian oleh senjata manapun, terbakar oleh api, dibasahi oleh air, atau dikeringkan oleh angin. Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan dan tidak dapat dilarutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya, berada di mana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan tetap ada untuk selamanya.”
Jadi, jelaslah bahwa konsep Atman dapat menyatu dengan Brahman, lalu lenyap seperti yang sering dijelaskan itu sebenarnya kurang tepat “.
Kalau sloka dalma Kitab Bhagavad-gita 2.23 dan 2.24 yang dijadikan acuan saya rasa sangat salah karena dalam sloka tersebut menunjukkan sifa2 Atma.
Satu lagi apakah TUHAN terpengaruh oleh hukum kekekalan energi dan hukum fisika hehehe………..tentu tidak bukan???
Jadi apa yg mustahil dengan pembebasan, pemurnian, ataupun peleburan total tanpa sisa lebur dalam kesunyataan.
Saran saya jangan membuat pemahaman2 baru yang membingungkan masyarakat……….
OSSSO
@NAY SUDAMALA:
Om Swastyastu,
Menurut saya tidaklah ada pemahaman baru yang membingungkan karena dalam ajrana yang termuat dalam Veda itu sangat luas cakupannya, yang diberikan disini oleh Sdr. Ngarayana adalah (mungkin) level advance, nah bagi kita-kita yang pemula ini maka itu akan terlihat membingungkan sedangkan jika ditelaah lebih jauh tidaklah membingungkan.
Hal ini sama yang dikatakan oleh Bli Putra di salah satu artikel (saya lupa yang mana) bahwa jika kita baru mengenal apa itu ‘definisi’ moksha (saya pake moksha aja) maka memang akan terlihat membingungkan tapi jika mulai ‘mencari’ lebih dalam maka akan terlihat sebuah ‘definisi’ yang jelas akan itu…… 🙂
Dalam Hindu (Sanatana Dharma) sendiri terdapat dua filsafat utama yaitu Dvaita dan Advaita yang ‘terlihat’ saling bertolak belakang, nah ‘mungkin’ sdr. Ngarayana ini memakai salah satu dari kedua filsafat tsb sedangkan kita yang masih awam ini ‘terlanjur’ memakai filsafat yang lainnya jadi memang akan ‘terlihat’ bertolak belakang.
Suksma,
@Sudamala
bro,siapa yg anda mksd ‘mmbwt pmahaman baru’,td ap salah sya mluruskan mantram siva yg sbnarnya?!jlz2 saudara hari kristanto keliru dlm pnulisan mantra siwa tsb,dan mngenai moksa,di web ini sdah di jlskan,brdasarkan sloka2 veda..slhkan bc2 diskusinya bli putra dgn saudra ngarayana di ‘maya tnga mterial tuhan yng maha esa’,mari sama2 belajar bro..saya sndri msh awam akan ajaran Hindu yg maha luas..
Anda seorang Hindu??Klo anda Hindu,mari qt hayati dulu bhagavad gita,oke,tanya knapa?krena bhagavad gita mrupkan sbda langsung kpribadian Tuhan YME,dan mrupkan ‘kesimpulan’ atau maksud dari semua veda..oke
Peace bro
keep smile gen =D
OSA
Saya masih menunggu comment teman2 dari pertanyaan saya ” apakah TUHAN terpengaruh oleh hukum kekekalan energi dan hukum fisika hehehe………..tentu tidak bukan??? ”
Karena saya rasa pertanyan ini sudah mematahkan isi dari artikel diatas.
Seperti tiang bilang sloka dalam Kitab Bhagavad-gita 2.23 dan 2.24 yang dijadikan acuan saya rasa sangat salah karena dalam sloka tersebut menunjukkan sifa2 Atma tidak ada yg mendukung artikel ini mengenai Moksha. Kalau ada sloka2 dalam Veda yg mendukung mohon diinformasikan hehehe………..
@Love _Peace : pertanyaan ada “Anda seorang Hindu??” bagaimana kalu pertanyan ini saya tanya balik kepada anda?
Satu saran lagi teman mungkin dalam menanggapi suatu comment mari kita sama2 belajar bertutur kata lebih sopan.
Damai selalu
OSSSO
mantra sang bang tang ang ing nang mang sing wang yang sudah ada si kitab jnana siddhanta , itu ditulis “Sabatai nama siwaya” aksara ini pada siwa lingam, dan dalam kitab lain saja juga menemukan Sa (saiwa) ba(bairawa)ta(tandwa)i (isana)kalo yg anda tulis diatas saya juga sudah tahu itu, apa yg saya tulis harus saya ketahui dgn pasti juga penempatannya didlm tubuh termasuk aksara Bali sampai terleburnya menjadi Omkara …Om Sabatai namah Siwaya
Om Swastiastu buat semuanya……..
Mengenai Moksa, sudah pernah saya sampaikan bahwa ternyata Moksa tidak sesempit yang kita bayangkan dimana Atman dan Tuhan bersatu. Tapi ada banyak jenis moksa.
Dalam Srimad Bhagavatam 3.29.13 disebutkan;
“Seorang penyembah murni tidak ingin menerima moksa jenis apapun, Salokya-tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan. Sarsti-samipya-sarupya atau ekatva, walaupun semua hal tersebut ditawarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa”.
Penyatuan atman dengan Brahman memang dibenarkan, dan juga ada jenis-jenis moksa yang lain yang juga ternyata di benarkan menurut kitab suci.
Singkatnya, jenis-jenis moksa adalah sebagai berikut;
– Salokya, tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan
– Sarsti, menerima kemewahan sama dengan kemewahan Tuhan.
– Samipya, menjadi rekan pribadi Tuhan.
– Sarupya, mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan.
– Jivanmukti, menyatu dengan cahaya Brahman (Brahmajyoti)
Apa yang disampaikan oleh saudara Nay Sudamala ada benarnya… Tuhan ataupun Atman yang adalah sesuatu yang rohani tidak mungkin dapat kita samakan dengan yang material seperti contoh arus listrik dan air… namun kedua hal itu dapat kita gunakan hanya sebagai contoh… dan membantu pemahaman kita secara kasar, tapi bukan pembenaran.
Oh ya… untuk melengkapi topik artikel ini dan untuk menambah wawasan kita bersama saya akan kutipkan artikel dari forum sebelah; mengenai sang Buddha.
OSA
Suksema saudara Ngarayana………..
Dari tanggapan saudara Ngarayana ;
“Penyatuan atman dengan Brahman memang dibenarkan, disamping ada jenis-jenis moksa yang lain yang juga ternyata di benarkan menurut kitab suci seperti :
– Salokya, tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan
– Sarsti, menerima kemewahan sama dengan kemewahan Tuhan.
– Samipya, menjadi rekan pribadi Tuhan.
– Sarupya, mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan.
– Jivanmukti, menyatu dengan cahaya Brahman (Brahmajyoti)
Jadi dapat tiang tarik benang merahnya bahwa penyatuan Atman dengan Brahman memang benar dan diakui dalam kitab suci disamping jenis2 moksa yang lainnya.
Salam damai,
OSSSO
@Nay sudamala
ampure nggh bro,ga ad mksd apa2 kq tyang brtanya bgt,astungkara sampai detik ini dan sampai akhr hayat tyang kan tetep beragama hindu..svaha..
Peace bro…=D
@hari kristanto
kyanya anda paham bener saiwa sidhanta,mohon bmbngan y bro…mklm tyang bru bljar..alngkah baikny pemahaman anda di tuangkan di web ini,bwt d dskusikan,,setuju?!:-)
@ari_bcak
Cerita tersebut saya dapat dari Bhagawan Sri Sathya Sai Baba
Discourses on Bhagavad Gita, buku ini sangat bagus dan saya rekomendasikan untuk dibaca. Kalau Ari mau beli bisa dipesen di http://ssgi-bukusai.blogspot.com/2008/03/intisari-bhagawad-gita.html
Atau kalau Ari mau soft copynya tolong saya dikasi alamat emailnya nanti saya email.
@semuanya
Dalam Srimad Bhagavatam 3.29.13 disebutkan;
“Seorang penyembah murni tidak ingin menerima moksa jenis apapun, Salokya-tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan. Sarsti-samipya-sarupya atau ekatva, walaupun semua hal tersebut ditawarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa”.
Saya ada pertanyaan tentang sloka ini:
1. Di dalam sloka di atas disebutkan bahwa seorang penyembah murni tidak ingin tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan, menerima kemewahan sama dengan kemewahan Tuhan, menjadi rekan pribadi Tuhan, maupun mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan. Kalau semua hal itu bukan tujuan dari seorang penyembah yang murni terus menurut teman-teman apa sebenernya tujuan dari seorang penyembah yang murni tersebut dan apa sebenernya tujuan kita sebagai orang Hindu.
2. Kenapa di dalam sloka di atas yang disebutkan hanya Salokya, Sarsti-samipya-sarupya atau ekatva, dan tidak disebutkan penyatuan atman dengan Brahman?
Mengenai contoh listrik dan air saya setuju dengan Bli Nay Sudamala dan Ngara bahwa contoh arus listrik dan air hanya merupakan analogi yang bisa membantu pemahaman kita tentang Tuhan ataupun Atman.
@NAY SUDAMALA
Di bagian akhir tulisan Bli, Bli mengatakan bahwa apakah TUHAN terpengaruh oleh hukum kekekalan energi dan hukum fisika hehehe………..tentu tidak bukan???
Namun kalimat selanjutnya Bli mengatakan bahwa
Jadi apa yg mustahil dengan pembebasan, pemurnian, ataupun peleburan total tanpa sisa lebur dalam kesunyataan.
Di satu sisi Bli mengatakan bahwa Tuhan itu kekal (dan atman itu juga kekal) tapi di sisi lain bli mengatakan bahwa apa yang mustahil dengan pemurnian (atman), ataupun peleburan total (atman) tanpa sisa lebur dalam kesunyataan, pertanyaan saya:
1. Apakah Tuhan yang kekal itu sama dengan kesunyataan atau bagaimana mohon dijelaskan bli? Dan seandainya Tuhan itu sama dengan kesunyataan, pertanyaan saya apa yang dimaksud dengan kesunyataan?
2. Kalau Tuhan itu kekal dan atman itu juga kekal bagaimana bisa atman itu lebur tanpa sisa dalam kesunyataan?
3. Apa yang dimaksud pembebasan, pemurnian, ataupun peleburan total tanpa sisa lebur dalam kesunyataan dan apa yang dibebaskan (dari apa) dalam kalimat bli tersebut?
Suksma
@ Putra
Om Swastiastu bli…
sedikit tentang sloka Srimad Bhagavatam 3.29.13 yang lengkapnya berbunyi seperti ini;
“sālokya-sārṣṭi-sāmīpya-sārūpyaikatvam apy uta dīyamānaḿ na gṛhṇanti vinā mat-sevanaḿ janāḥ”
Saya coba terjemahkan arti persuku-katanya sebagai berikut;
sālokya – hidup di planet yang sama; sārṣṭi – memiliki kemewahan yang sama; sāmīpya – menjadi rekan pribadi; sārūpya -mendapat ciri badan yang sama; ekatvam – kesatuan; api – juga; uta – bahkan; dīyamānam – yang ditawarkan; na — tidak; gṛhṇanti – jangan menerima; vina – tanpa; tikar – Ku; sevanam – kebaktian pelayanan; Janah – penggemar murni.
Jadi yang setara dengan Moksa Jivanmukti / penyatuan dengan Brahman adalah kata “ekatvam “. Dalam terjemahan dan comment yang saya berikan di atas saya tetap menggunakan kata “jivanmukti” karena istilah “ekatvam ” belum terbiasa di telinga umat Hindu pada umumnya.
Sri Caitanya mengajarkan bagaimana melaksanakan cinta bhakti murni pada Tuhan. Dalam Śikṣāṣṭaka, Dia berdoa kepada Tuhan: “Ya Tuhan, saya tidak ingin peroleh kekayaan apa pun, tidak juga saya ingin punya istri yang cantik, saya juga tidak ingin punya banyak pengikut. Yang saya inginkan dari Anda adalah bahwa dalam kehidupan setelah kehidupan saya mungkin tetap menjadi murni pemuja kaki padma-Mu. ” Ada kesamaan antara doa-doa Sri Caitanya dan pernyataan Srimad-Bhagavatam. Sri Caitanya berdoa, “dalam kehidupan setelah kehidupan,” menunjukkan bahwa pemuja bahkan tidak menginginkan penghentian kelahiran dan kematian. Para yogi dan filsuf empiris ingin penghentian proses kelahiran dan kematian, tetapi para bhakta puas untuk tetap bahkan di dunia materi ini dan menjalankan layanan cinta bhakti.
Itulah sikap bhakti yang murni, tetapi Tuhan tentunya tidak akan “menyiksa” penyembahnya yang murni, karena tanpa di mintapun Tuhan sudah pasti akan mengangkat para penyembah Tuhan sampai pada kedudukan yang seharusnya.
Sikap ini adalah pengejawantahan langsung dari ajaran karma yoga sebagaimana tertuang dalam Bhagavad Gita 2.39: “Sampai sekarang, Aku sudah menguraikan tentang pengetahuan ini kepadamu melalui pelajaran analisis. Sekarang, dengarlah penjelasanku tentang hal ini menurut cara bekerja tanpa mengharapkan hasil atau pahala. Wahai putera prtha, bila engkau bertindak dengan pengetahuan seperti itu engkau dapat membebaskan diri dari ikatan pekerjaan”.
Jadi jangan takut bli, meski kita tidak memintapun kepada Tuhan, pembebasan / moksa akan datang dengan sendirinya asalkan kita sudah memenuhi syarat untuk itu.
Suksma,-
Om Swastyastu bli Putra,
Saya sangat tertarik sekali dengan itu bli, mungkin bli bisa memberikan saya soft copy-nya, maklum klo beli kagak ada duit, mau cari yang gratis aja…. 😀
ini email saya bli,
aricanggu@gmail.com
mungkin kita nanti bisa saling tukar informasi lewat e-mail, saya banyak belajar dari bli…… 🙂
Suksma,
@ Ngara
Om Swastyastu Ngara
Saya setuju dengan pendapat Ngara bahwa seorang bhakta (harus) puas untuk tetap bahkan di dunia materi ini dan menjalankan layanan cinta jika memang landasan yang Ngara pakai adalah ajaran Bhakti Yoga dalam Gita.
Karena menurut saya, Ajaran Bhakti Yoga dalam Gita memang mengajarkan tentang pemujaan/pelayanan kepada Tuhan, baik dengan sifat maupun tanpa sifat, dengan wujud maupun tanpa wujud. Gita membandingkan kedua macam pemujaan ini dan menunjukkan mana yang lebih baik, lebih mudah dan lebih aman bagi seorang bhakta.
Namun demikian, seperti kita ketahui bersama selain Bhakti Yoga dan Karma Yoga ada beberapa cara (yoga) untuk mencapai moksha yaitu Jnana Yoga dan Raja Yoga. Menurut pendapat Ngara apa hubungan antara Jnana Yoga dan Raja Yoga ini dengan Moksha, dan apa perbedaan diantara keempat Yoga tersebut?
Di akhir kalimat Ngara di atas, Ngara mengatakan meski kita tidak memintapun kepada Tuhan, pembebasan / moksa akan datang dengan sendirinya asalkan kita sudah memenuhi syarat untuk itu. Kenapa moksa disini Ngara persamakan dengan pembebasan, dan kalau memang moksa itu adalah pembebasan pertanyaannya adalah pembebasan dari apa, apakah pembebebasan dari siklus kelahiran dan kematian atau pembebasan dari hal lainnya?
@ Putra
Om Swastiastu bli..
Moksa yang saya maksud sudah barang tentu pencapaian atman dalam posisi Sat Cit Ananda yang artinya juga bebas dari ikatan “maya”.
Sebagaimana bentuk-bentuk moksa yang disampaikan dalam sloka sebelumnya, masing-masing moksa akan dicapai sebagaimana “rasa” masing-masing atman dalam memuja Tuhan. Ada yang memuja Tuhan dalam bentuk Brahman yang tanpa wujud, maka dia akan mencapai penyatuan dengan Brahmajyoti. Ada yang memuja dalam aspek seperti bawahan dengan rajanya, ada yang dalam aspek seperti seorang kawan, orang tua dan anak dan seterusnya.. perbedaan rasa inilah yang mengantarkan pada jenis-jenis pembebasan yang berbeda.
Jadi pendapat saya, masing-masing jalan/marga memiliki “rasa” tersendiri, sehingga setiap orang tidak bisa dipaksa masuk kedalam raja yoga, jnana yoga, karma atau bhakti.
Om Swastyastu Ngara
Saya sangat setuju dengan pendapat Ngara ini, menurut saya inilah jawaban dari semua diskusi (perbedaan?) kita selama ini, bahwa masing-masing jalan/marga memiliki “rasa” tersendiri, sehingga setiap orang tidak bisa dipaksa masuk kedalam raja yoga, jnana yoga, karma atau bhakti.
Jadi menurut saya tidak usah berantem dan diperdebatkan mana yang paling baik dan paling utama dari keempat yoga tersebut, tapi mari kita coba telaah, dalami dan diskusikan keempat2nya.
Suksma
@ Love _Peace suksema niki ampura juga kalau tiang salah.
@ Saudara Putra mengenai Pembebasan, pemurnian, ataupun peleburan total tanpa sisa lebur dalam kesunyataan merupakan pernyataan saudara Hari Kristanto yang saya pertegas kembali dalam comment saya. Mungkin tiang sedikit memberi gambaran mengenai pembebasan, pemurnian, ataupun peleburan total tanpa sisa lebur dalam kesunyatan itu ada dalam ajaran Siwa mengenai ke-pandita-an, moksah artini.
Peleburan total = menghilang semuanya dari wujud fisik sampai sang akupun tidak ada lagi . Dalampembebasan total itu kita tidak lagi ada rasa bahagia, sedih,benci kasih..intinya rue bhineda tidak lagi ada termasuk kesadranpun lenyap dalam kehammpaan tertinggi, pikiran dikosongkan, ego dikosongkan, sang akupun dikosongkan tidak lagi berkata “aku adalah Tuhan”tapi “aku Tuhan”.
Pemurnian = pikiran yang dimurnikan, bebas = ego dibebaskan menuju kesunyataan = menuju ke kehampaan tertinggi yg tak terpikirkan lagi kesunyataan = kenyataan = Tuhan jadi hampa=tuhan=hyang coba katakan kata “Hyang” kesan yg muncul luas, meluas, maha besar dsb.
Pertanyaan saudara Putra “Tuhan itu kekal dan atman itu juga kekal bagaimana bisa atman itu lebur tanpa sisa dalam kesunyataan?”
Atman itu berasal dari Tuhan jadi apa yg mustahil dan tidak mungkin dari Tuhan. Tentang bagaimana biasa lebur saya juga kurang tahu dan saya yakin semua juga tidak tahu kecuali Tuhan itu sendiri. Tapi demikin gambaran secara umum yang digambarkan dalam ajaran Siva mengenai Moksah.
Suksema,
om swastiastu sareng sami
tang bersyukur bisa melihat diskisi ini ., tiang sedikit tahu sloka tapi menurut tiang saat ini banyak orang yang mempelihatkan pisangnya kepada orang lain tapi dia sendiri belum pernah mengupas dan mencicipi pisang itu ! takutnya busuk
om santi santi santi om
Om Swastyastu…
@ Bli Sangging. Tyang juga bersyukur makin banyak orang tau soal sloka Veda apalagi yang validitasnya kita akui. Alangkah bagusnya Bli bisa berbagi kepada yang membutuhkan seperti tyang ini yang kalo diibaratkan pisang, mungkin belum mampu untuk membeli apalagi menyentuh kulitnya. Kalo diibaratkan lagi seperti madu di dalam botol, mungkin sudah tau pengertian madu bahwa madu itu manis dan tidak pernah busuk, tapi tetap bersyukur sudah mengetahui pengertian madu yang manis dan bisa melihat dari luar, suatu saat mudah-mudahan dengan apa yang dibimbing di blog ini bisa menyentuh dan (sire uning) mresidayang ngecapin seperseribu dari setetsnya. Mungkin Veda akan sedikit berbeda dengan pisang yang bisa busuk, dengan mengetahui dan memahami saja tyang pikir sudah mempunyai nilai plus, apalagi bisa mengamalkan, memang itulah tujuan kita. Bagaimana bisa mengamalkan kalau untuk mengetahui pengertian pisang saja belum mampu.
Suksma,
Hindu memang dewasa bgt, debat tanpa amarah. Terkadang ya bingung juga thd konsep atman. Apakah atman itu prcikan Hyang Widhi? Atau atman sebuah molekul yang terpisah dari Hyang Widhi? Klo secara logika, Bila Tuhan dan Atman sama2 kekal atau sama2 ada (tidak ada awal), Ngapain atman mau diperbudak sama tuhan? Toh dia kekal juga.
Trs ada presepsi, atman kan aktif, sehingga si atman memohon pada Tuhan untk membuat alam materi agar dia bisa bekerja. Pemahaman itu agak masuk akal… Tapi ini terlihat Tuhan Take n Give, dimana ketika Tuhan membuat alam untuk atman, maka Dia minta dilayani.
Untuk itu saya coba untuk membuat 2 pendekatan secara logika:
1)Ada yg bilang bahwa ada alamnya Tuhan, kira2 alam tuhan itu sept apa sih? Berarti klo begitu, ada 3 yg kekal atau yang abadi, yaitu: Alam Tuhan, Tuhan itu sendiri, dan atman………Nah bulet to? Jangan2 bahan2 panca maha buta, ya bersifat kekal juga. Jadi seolah2 Tuhan itu cuma meramu bahan2 yg kekal itu u/ kepentingan atman saja… Trs Tuhan minta dilayani.
Konsep ini klo dilanjutkan, maka seolah2 bahwa semua ini,sesuatu yang wajar/terus berputar. Tanpa tau siapa yang berkuasa sekali. Sebab ini merupakan sistem yang terus perputar.
Seperti halnya Tubuh kita, dari bagian tubuh kita,kira2 bagian mana yg terpenting? semua pasti akan setuju, klo kepala/otak adalah bagian yg terpenting. Meskipun otak tidaklah yang meciptakan kaki,tangan,Jantung, dll…Tp telihat bahwa semua tunduk pada otak. Ya kan? Itu lah sistem, di sistem sebenarnya, gak ada istilah component yg g penting, semua penting, semua berguna. Jadi Siapakah yang maha dalam sistem? Jawabnya TIDAK ADA… lama2 konsep Budha benar adanya.
2) Ada sloka, yg menyatakan “Cuma ada Aku sebelum adanya apa2”. Klo dengan acuan ini, dimana posisi atman saat itu? Dimana dengan logika… Terlihat Tuhan itu seorang diri… Trs entah Mungkin Beliau merasa kesepian, atau ingin mencapai tujuan yang maha (tak terpikirkan) maka dia membuat fungsi2 kecil u/ mencapai tujuan tersebut. fungsi2 kecil itu antaralain ya atman. Lalu kenapa atman itu terbungkus? Ya supaya bisa kerja… seperti halnya Ban Truk. dimana kita mengakui bahwa udara yg mengangkat truk itu. Tp kalau udara trsbt tidak dibungkus dengan ban, bisa apa gak udara itu mengangkat truk itu. Oleh sebab itu, Tuhan rela terbungkus, Dia tau akibatnya. Tp demi tujuanNya, Dia merelakan hal itu pada diriNya. Dengan konsep ini, kita punya arahan kemana & untuk apa kita bekerja? Dan bisa merasakan kerja kita itu sesungguhnya untuk menyukseskan Tujuan Beliau, karena kita (atman) adalah Tuhan, namun dalam berbentuk fungsi2 kecilNya.
Nah sekarang anda memilih pedekatan yang mana? Tapi saya ingin bertanya pada anda2 semua, ada gak secara detail Tujuan itu kemana? Sebab dikitab manapun kok gak pernah dijelaskan. Jangan2 pendekatan yg pertama, benar adanya. Sebab sampai sekaranng, baik sains maupun agama selalu ujung2 nya itu sdh ada dan tiada peciptanya. Ya kan? Tapi agama selalu bilang itu yg ciptakan Tuhan, Terus Tuhan sapa yg buat? Tentunya Jawabnya Tidak
ada awalnya. Klo begitu klo para sain mengatakan unsur air itu tidak ada awalnya, boleh kan? Kenapa ditentang habis2an oleh kaum agama?
@ adi wira kusuma
Om Swastiastiu bli…
Wah..wah.. sayapun terus terang menjadi bingung kalau selalu mengikuti angan-angan filsafat saja… karena itu saya mencoba mencari jawaban untuk hal-hal yang di luar logika manusia dalam kitab suci. Saya hanya berpikir, andaikan semua hal tentang Tuhan dan Atman/Jiva yang merupakan hal spiritual dapat kita pahami, mungkin kita tidak lagi ada di alam material ini, atau bahkan kita bukanlah mahluk hidup, tetapi Tuhan yang tahu segalanya..
Gimana nih bli? mau berlogika apa pake sloka-sloka kitab suci? soalnya saya juga bingung kalau melogikakan ini… udah di luar nalar saya sebagai manusia.. he.he..
Mengenai hubungan antara mahluk hidup dan Tuhan menurut beberapa sloka Veda ada di artikel ini.
Dalam Bhagavad Gita 8.16 disebutkan; “Dari planet tertinggi di dunia material sampai dengan planet yang paling rendah, semuanya tempat-tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan kematian dialami berulang kali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putera Kunti”.
Bhagavad Gita 15.6: “Tempat tinggal-Ku yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari, bulan, api maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah kembali lagi ke dunia material ini”.
Jadi alam Rohani 180 derajat berbeda dengan alam ini..
Dalam Bhagavad Gita 10.8: “Aku adalah sumber segala dunia rohani dan segala dunia material. Segala sesuatu berasal dari-Ku. Orang bijaksana yang mengetahui kenyataan ini secara sempurna menekuni bhakti kepada-Ku dan menyembah-Ku dengan sepenuh hatinya”. Jadi apapun yang berada di dunia ini adalah bersumber dari Tuhan.
Sang jiva tergolong prakrti yaitu para-prakrti, tenaga marginal Sri Krishna sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gita 7.5, apareyam itas tu anyam prakrtim viddhi me param jiva bhutam, dan selalu berada dibawah pengendalian-Nya (Bhagavad Gita 9.10, mayadhyaksena prakrtih). Tenaga marginal ini disebut pula tatastha-sakti. Dan dalam Visnu Purana 6.7.61 ia disebut ksetrajna.
Sri Krishna dalam Bhagavad Gita 15.7 berkata,”Mamaivamso jiva loke jiva bhuta sana tanah, para jiva yang jatuh dan terbelenggu di dunia fana adalah bagian/percikan/perbanyakan kecil nan kekal yang terpisah dariKu”.
Sang jiva selamanya merupakan pribadi/individu spiritual kekal abadi baik ketika berada di dunia fana maupun ketika berada di dunia rohani (Bhagavad Gita 2.12, na tu evaham jatu nasam …sarve vayam atah param. Bhagavad Gita 2.16, na sato vidya te bhavo na bhavo vidyate satah …).
”Dasa bhuto harer eva nanyaisva kadacana. Jivera svarupa haya krsna nitya dasa (CC Madhya-Lila 20.108). Ekale isvara krsna ara saba bhrtya (CC Adi-Lila 5.142). Artinya Jiva/Atman adalah pelayan Tuhan yang kekal baik di dunia material maupun di dunia Rohani.
Kalau kita mengikuti petunjuk sloka terakhir di atas, berarti Atman adalah kekal sebagai pelayan dan Tuhan adalah kekal sebagai penguasa. 🙂
Dalam Rgveda 10.129 disebutkan: “Tiada yang termanifestasikan atau tak termanifestasikan. Sehingga tiada debu dan tiada langit di luarnya. Apa yang melingkupinya, di mana naungannya? Apa suara yang dalam dan tak-terjelaskan itu?” lalu dimana posisi Atman?
perlu kita garis bawahi bahwa dalam kontek sloka ini adalah kontek alam material. Lalu di mana Atman? Di alam rohani yang juga kekal dan terletak di luar alam material.
Tuhan rela terbungkus dan menjadi “lupa”? kok bisa?
Kalau saya masih berpendapat sesuai dengan diskusi dalam artikel “Maya, tenaga Tuhan Yang Maha Esa”
Menurut bli gimana?
Suksma,-
Wah ini ni yg bkin mnusia brpkir se-enak’y sndiri.
Pmbhasan d ats puanjang bgt,okelah apapun itu. Tp da bbrpa point yg hrus d luruskan:
1.Tuhan itu da dan DIA brwjud. Dan wjud tuhan tu adlah sgla ciptaan alam smesta bsrta isi’nya trmasuk ruang angkasa atw hampa udara.jd teori atom jelas bisa mwakili’y.
2.Tuhan dan mnusia jelas brbda,tdk mgk pencipta=ciptannya. Jika pncipta = ciptannya tu sma dengan cari kbnaran antra tlur dan ayam mana duluan yg d ciptkan.
3.jika tuhan=manusia,lalu bagaimana dg alam smesta? Mampukah manusia mnciptakannya?
4.manusia bukanlah tuhan,bhkan manusia tdk bsa mnolong dirinya sndri.mnusia adalah ciptan tuhan sbagai bukti kbsaran tuhan.manusia d ciptkan dr tdk da mnjdi ad,bgt jg sblik’y dr da jd tdk da. Jka manusia trus br-reinkarnasi maka jumlh populasi manusia akan tetap..
5.sma ulasan di atas,brsumber dr olah pkir manusia lalu siapa yg mnciptkan olah pkir manusia?dialah tuhan yg maha esa.
6.da satu lagi yg mnggelikan,jika bnar filosof2 tu adlah reinkarnasi dr dewa atw tuhan maka bsa d katakan bhw tuhan tdk brdaya mngatur umat’y hingga dia harus brkali2 mrubah ajaran’y. Dlm hal ni tuhan past mrsa krpotan.
7.satu prumpamaan,jika atom tu da dan brwujud mka pst’y ruang angkasa atw hampa udara pst jug da. Lalu siapa yg mnciptkan kdua’y,dialah ALLAH yg mha esa.
8.filosofi adlah ilmu dr olah pikir manusia,dan olah pkir bsa brubah lalu siapakah DIA YG MNCIPTKAN OLAH PKIR MANUSIA? Jd pstilh tuhan yg bsa mnciptkan’y dan tuhan bkan sbtas flosofi.
9.jika ingin d slmatkan drimu brpegang tguhlah pada al-Qur’an dan al-Hadits.
to Adi.
semua ajaran agama didunia ini ada dalam agama hindu. Hindu bagaikan rumah berisi banyak ruangan. dan Islam hanya salah satu ruangan di dalam rumah itu. intinya, ajaran di Islam ada di Hindu, tapi ajaran di Hindu belum tentu ada di islam.
thanks
Sebelum bertanya siapa Tuhan ada baiknya bertanya…. Siapa Saya? Who i am? Apakah saya made? ketut? nyoman?
Buat apa saya dilahirkan? Kemana saya setelah meninggal? Buat apa saya diciptakan?
Jika Tuhan maha sempurna berarti Tuhan punya nama yang asli donk? Jika Tuhan maha sempurna tentu punya wujud asli yang sempurna donk? Jika Tuhan maha sempurna tentu mempunyai kegiatan rohani beliau? Jika tidak berarti Tuhan tidak sempurna.
Hanya orang yang beruntung bisa melihat Tuhan dengan wujud aslinya. Tentu saja bukan dengan mata material tapi dengan kaca mata rohani. 🙂
Dari pertanyaan yang banyak itu kemana sy harus bertanya?
Saya rasa disinilah peran kitab suci, dan guru kerohanian dalam menuntun dan menemukan jawabannya.
Apakah benar jawaban yang diterima? mari kita berdoa semoga paramatma(Tuhan yang ada didalam Hati setiap Mahluk hidup) dapat menuntun kita semua sehingga menemukan jawaban yang tepat. 🙂
Terima kasih.
@Adi
gua lebih mending mah jdi kafir,karena di surganya islam cuman ada amrozy dkk,ga ada einstein,bunda teresa,mhatma gandhi dll,cuih!!!
Munafik!!?sok agama paling sempurna,tpi bom sana sini halal,ha3jtx.
osa
sabar teman jgan emosi …. mengemukakan pendapat itu boleh tapi kita jangan terbawa emosi. teman kita membuat web ini untuk berdiskusi dengan kepala dingin. sekali lagi saya minta maaf karena lancang cuma saling mengingatkan saudaraku.
shanti
@Adi
@adi
1.Tuhan itu da dan DIA brwjud. Dan wjud tuhan tu adlah sgla ciptaan alam smesta bsrta isi’nya trmasuk ruang angkasa atw hampa udara.jd teori atom jelas bisa mwakili’y.
>>Memang betul saudara Adi,Tuhan berwujud, tapi jg tdk berwujud ,inilah konsep Ketuhanan yg lengkap,dan ini terdapat dalam Veda. Kalau saudara Adi mengatakan Alam smesta beserta ciptaanya adalah wujud Tuhan itu benar,tapi itu belum wujud Tuhan yg sesungguhnya.Dan Adi , wajar tdk tahu wujud Tuhan yg sebenarnya karna memang Quran bukan kitab suci yg lengkap dan sempurna,laaa wong wujud Muhamad aja yg katanya pernah hidup di dunia ini gak tahu wujudnya,apalagi Tuhan??????yo ora mungkin to!!!! Kalo mau tahu berpegang teguhlah pada Veda,pasti dapat jawabannya.
2.Tuhan dan mnusia jelas brbda,tdk mgk pencipta=ciptannya. Jika pncipta = ciptannya tu sma dengan cari kbnaran antra tlur dan ayam mana duluan yg d ciptkan.
>>Memang benar, pencipta tdk mungkin sama dg ciptaannya.Tetapi yg saudara Adi perlu tahu,karena manusia diciptakan oleh Tuhan,maka sudah pasti manusia memiliki sifat2 yg ada pada Tuhan,Cuma sifat Tuhan yg dimiliki manusia sangat terbatas.Inilah yg membedakan antara pencipta dg ciptaanya.
3.jika tuhan=manusia,lalu bagaimana dg alam smesta? Mampukah manusia mnciptakannya?
>>Tuhan tidak sama dgn manusia,itu jelas.Apa dalam Quran sama???
4.manusia bukanlah tuhan,bhkan manusia tdk bsa mnolong dirinya sndri.mnusia adalah ciptan tuhan sbagai bukti kbsaran tuhan.manusia d ciptkan dr tdk da mnjdi ad,bgt jg sblik’y dr da jd tdk da.
>> Saya setuju
Jka manusia trus br-reinkarnasi maka jumlh populasi manusia akan tetap..
>>Populasi manusia tdk akan tetap walaupun terjadi reinkarnasi,karna yg ber reinkarnasi itu tdk hanya manusia,tapi jg binatang dan mahkluk hidup yg lain. Manusia bisa berinkarnasi jd binatang dan sebaliknya,kalo Adi mau tahu coba baca2 Veda,jgn Quran karna dlm Quran reinkarnasi tdk ADA.
5.sma ulasan di atas,brsumber dr olah pkir manusia lalu siapa yg mnciptkan olah pkir manusia?dialah tuhan yg maha esa.
>>Pendapat Anda benar.
6.da satu lagi yg mnggelikan,jika bnar filosof2 tu adlah reinkarnasi dr dewa atw tuhan maka bsa d katakan bhw tuhan tdk brdaya mngatur umat’y hingga dia harus brkali2 mrubah ajaran’y. Dlm hal ni tuhan past mrsa krpotan.
>> wah kasihann Tuhan anda, kalo harus ngatur umatnya,jd wajar kalo Tuhan anda ,kerepotan he..he..he. Tuhan tdk pernah merubah ajarannya,tapi mengurangi ajarannya karna kalo tdk begitu umatnya tdk mampu menerima semuanya.Makanya wajar dalam Quran tdk ada ajaran reinkarnasi, Moksa dll,karna kalo ini ada orang2 arab tdk bisa menerimanya,termasuk ANDA.
>> Jika saudara Adi, tdk hanya ingin diselamatkan,tapi jg ingin mendapatkan kebahagiaan dan kesempurnaan hidup,maka pelajari dan dalamilah Veda,dan anda pasti akan mendapatkan semuanya.
salam.
salam
terimakasih tentang ulasan dan perdebatan yang dilakukan,untuk jadi masukan dalam budhi saya. bukan pikiran saya, mungkin ada hal yang mengusik pikiran saya,saya bingung selama ini yang di bahas cuma atman dari satu mahluk saja yaitu manusia,sampai tercipta pola pikir atman yangada pada manusia adalah tuhan yang diliputi maya,lantas maya itu apa? siapa yang menciptakan maya untuk apa maya itu ada? lantas sampai sekarang pun kita belum menemukan jawaban sampai batas mana alam semesta ini serta kehidupan apa saja yang telah ada di alam semesta ini? mungkin itulah agama dalam kitab suci yang di buat penuh dengan penafsiran zaman. kita ingat dua hal yang berbeda itu selalu ada baik buruk,susah senang,sedih bahagia danyanglainnya yang mana salah satu diantara itu tidak dapat dihilangkan. karena keduanya akan memberikan ukuran satu sama lain.begitulah ajaran agama pada diri kita jika kita benar menafsirkan tujuannya serta menjalankannya maka kebahagiaan dan ketenanganlah yang kita dapat begitu juga sebaliknya, ya saya ambil kesimpulan untuk saya sendiri ya… moksa itu adalah kebahagiaan dan ketenangan jiwa agama bagaikan lapu untuk kita saat berjalan menuju kedamaian hati. jadi saya tidak perlu untuk menanyakan lapu apa yang orang lain pakai, tentang tuhan dan atman saya yakin itu ada dan benar karena secanggih apapun perkembangan zaman ini tidak ada yang bisa melihat atman dan memperlihatkan keorang lain.karena itulah tuhan sangat sulit untuk di terangkan bumi ini adalah ciptaan yang bisa di bilang yang terkecil, masalah penjelmaantuhan kebumi bukan karena tuhan kerepotan, melainkan penjelmaan tuhan membawakan lampu yang lebih terang lagi karena lampu yang dahulu tidak dapat bekerja secara optimal karena lapu yang dulu diberikan kepada penerusnya mungkin belum mengerti cara menjaganya atau ada yang kurang jelas cara menjaganya sehinga setiap generasi menimbulkan pertanyaan tentang fungsi lampu itu untuk apa.untuk itulah penjelmaan tuhan terlahir.
ya itu pendapat saya terus terang jika di tanya weda dan sloka yang mana menyebutkan seperti itu, terus terang saya tidak tahu, karena setiap cerita perjalanan sang awatara, purana, mahabarata, ramayana, semuanya di mulai dari kekalutan hati dan berakhir dengan ketenangan itu inti yang dapat saya tangkap.
terimakasih
puja dewi gayatri
@Puspajana
Pendapat anda sangat bagus untuk anda yang mungkin sudah mengenal kesadaran budhi…tetapi dengan adanya ajaran agama kita akan lebih mengenal tujuan akhir kita. ibaratnya akan lebih cepat nyampenya dan kalo kita tidak mempelajarinnya bagaimana kita bercerita sama anak cucu kita serta jangan sampai membuat dogma “nak mulo keto” / “memang sudah begitu”. apalagi seperti anda yang mempunyai kesadaran budhi mempelajari weda sangan bagus sekali. karena mempelajari weda harus dengan kerendahan hati menerima semua pendapat teman semua dan memilah dan memilih sekirannya mana yang baik (rwa bineda) untuk kita.
maaf saya hannya memberikan padangan berbeda. karena saya juga tidak banyak mempelajari weda tetapi saya akan mencobanya.. senang berkenalan dengan anda
shanti
Om swasti shanti semuanya
kalo saya ga salah cermati….rasanya kok ini semua “permainan”Tuhan……kan Beliau sendiri yang memerintahkan begitu….mulai dari setiap misi avatara…..lantas apakah kita ini hanya sebagai “boneka/robot”yang ga punya pilihan selain tunduk?
@prema
Permainan Tuhan? nggak deh kayaknya. Kalau saya pengen mati sekarang, saya tinggal ambil pisau dan minum racun buat bunuh diri. Saya bisa mengambil tindakan baik dan buruk sesuka saya, saya bebas, tetapi terbatas.
Saya rasa kita memang harus tunduk pada hukum Tuhan yang digariskan sesuai dengan hukum karma kita, tetapi dalam keterbatasan itu kita memiliki kebebasan bertindak. Saya mengerti kalau saya terlahir sebagai manusia dan ditakdirkan hidup di daratan, tetapi saya juga bebas untuk berusaha hidup di dasar lautan. Saya berusaha menggunakan alat-alat menyelam atau menggunakan wahana bawah air dan saya bisa. Tetapi ada juga yang mencoba hidup tampa alat dan akhirnya dia terbunuh. So, artinya? Bebas tapi terbatas.
Bener ora kang mas?
nuwun
thanks ya bro.
yang masih ga jelas bagi saya tuhhhh ‘karma awal”hingga kita bisa terlahir ke dunia……
@ prema
Om Swastiastu bli
Kalau dari pemahaman saya, kenapa sang jiva harus turun ke dunia material? Hal ini karena jiva memiliki kebebasan dan turunnya jiva adalah karena kehendaknya sendiri, jadi bukan karena “dipaksa” oleh Tuhan untuk turun ke dunia.
Karena itu Bhagavad Gita 7.27 mengatakan, “iccha dvesa samutthena dvandva mohena bharata … sarge yanti parantapa”. Sang jiva ingin mencapai iccha (ingin menikmati sendiri tanpa bergantung kepada Tuhan). Ia dvesa (tidak suka melayani Tuhan di dunia rohani). Sehingga ia sarge yanti (di tempatkan di dunia material) agar bisa merealisir cita-citanya untuk menikmati dan berbahagia sendiri, meskipun sebenarnya secara palsu.
Bhagavata Purana 11.5.3 lebih jauh juga menyebutkan bahwa Ia “na bhajante”, tidak mau mengabdi kepada Tuhan dan “avajananti”, tidak senang kepada-Nya, dan ingin hidup terpisah dari-Nya. Maka “sthanad bhrastah patanti adhah”, ia jatuh dari ke dudukannya sebagai pelayan Tuhan di dunia Rohani dan terus masuk ke dunia material.
Jadi karena Tuhan sangat maha pengasih, beliu memberikan kebebasan pada setiap jiva untuk mencapai “kenikmatan” baik itu di alam material maupun di alam rohani. Namun Tuhan sudah berkali-kali mengingatkan bahwa di alam material ini yang ada hanyalah kebahagiaan semu.
Salam,-
@ngarayana
thanks bli masukannya,itu penjelasan yang rasioanal,yang selama ini rasanya tak terpahami,sering menjadi pemikiran saya,kenapa ada ciptaan ini,mengapa terdapat begitu bnyak ketidak sempurnaan,sedangkan semua ini tercipta dari yang sempurna..mengapa begitu banyak kekacauan?memebaca ulang artikel dan comment2 diatas…kalau boleh saya katakan “ego”bagaimanapun bentuk dan rupanya,bahkan dalam bentuknya yang paling haluspun…tetaplah “ego” yang menghalangi kemajuan kita……
suksme
membaca ulang tulisan ini:
Sri Caitanya mengajarkan bagaimana melaksanakan cinta bhakti murni pada Tuhan. Dalam Śikṣāṣṭaka, Dia berdoa kepada Tuhan: “Ya Tuhan, saya tidak ingin peroleh kekayaan apa pun, tidak juga saya ingin punya istri yang cantik, saya juga tidak ingin punya banyak pengikut. Yang saya inginkan dari Anda adalah bahwa dalam kehidupan setelah kehidupan saya mungkin tetap menjadi murni pemuja kaki padma-Mu. ” Ada kesamaan antara doa-doa Sri Caitanya dan pernyataan Srimad-Bhagavatam. Sri Caitanya berdoa, “dalam kehidupan setelah kehidupan,” menunjukkan bahwa pemuja bahkan tidak menginginkan penghentian kelahiran dan kematian. Para yogi dan filsuf empiris ingin penghentian proses kelahiran dan kematian, tetapi para bhakta puas untuk tetap bahkan di dunia materi ini dan menjalankan layanan cinta bhakti.
mungkin rasanya inilah kebebasan yang sejati …dimana semua keinginan bahkan memperoleh moksa sekalipun itu masih bersifat materi dalam hubungannya dengan badan……….
Om swastyastu saudara ngara,memikirkan lagi :
Bhagavata Purana 11.5.3 lebih jauh juga menyebutkan bahwa Ia “na bhajante”, tidak mau mengabdi kepada Tuhan dan “avajananti”, tidak senang kepada-Nya, dan ingin hidup terpisah dari-Nya. Maka “sthanad bhrastah patanti adhah”, ia jatuh dari ke dudukannya sebagai pelayan Tuhan di dunia Rohani dan terus masuk ke dunia material.
Jadi karena Tuhan sangat maha pengasih, beliu memberikan kebebasan pada setiap jiva untuk mencapai “kenikmatan” baik itu di alam material maupun di alam rohani. Namun Tuhan sudah berkali-kali mengingatkan bahwa di alam material ini yang ada hanyalah kebahagiaan semu.
menjadi pertanyaan saya,apakah memang posisi kita sebagai “abdi”….?bukankah itu sebuah ikatan juga?
tapii rasanya susah sekali…bagaimana caranya mengabdi pada sesuatu yang tidak pernah kita “temui”…untuk mengabdi pada orang tua saja sussahnya minta ampun…..kedengarannya nyaris mustahil…..menurut saya lebih gampang untuk menerima konsep “menyatu”dengan Tuhan….
suksme bli
@ Prema
Hare Krishna
Vanakam
Om Swastiastu bli..
Atman dan Paramatman memiliki sifat dasar sebagaimana sifat-sifat dasar (Dharma) yang dimiliki oleh suatu entitas. Api memiliki sifat dasar panas dan membakar. Air memiliki sifat dasar cair, membasahi dan mengalir ke tempat yang lebih rendah. atom-atom memiliki karakter dasar mencapai kestabilan. Jika kita coba memandang atom dan lebih khususnya lagi elektron. Maka elektron yang tidak berada pada kondisi dasarnya (dalam kondisi tereksitasi), maka elektron akan selalu berusaha mencapai sifat dasarnya (ground state) baik dengan dia menyerap energi maupun melepaskan sejumlah energi, karena dengan kedudukan dasar inilah elektron akan mencapai kesatabilan.
Demikian juga halnya dengan atman, atman akan mencapai kebahagiaan jika dia sukses mencapai karakter dasarnya, yaitu sebagai pelayan abadi dalam pengabdian cinta kasih bhakti kepada Tuhan.
Apakah sifat dasar dari Jiva adalah penyatuan dengan Tuhan? Perlu kita kaji lagi pernyataan “Brahman atman aikyam, Brahman (Tuhan) dan Atman adalah kekal”. Kalau memang Atman adalah kekal, apakah mungkin dia mengalami anhilasi dan hilang terserap menyatu dan menjadi Tuhan? Kalau memang Atman tidak kekal, maka pernyataan Atman bisa menyatu dan lebur dengan Tuhan itu benar, namun apakah Veda menyatakan demikian?
Menurut bli bagaimana? sepertinya diskusi yang sangat menarik karena ini merupakan pemahan dasar kita sebagai umat Hindu.
Salam,-
Om swastyastu
@ ngarayana
menarik sekali ulasannya, ok langsung aja saya ingin tanya, klo memang atma bisa kita setarakan dengan ilmu fisika yg anda paparkan, sehingga konsep moksa yg selama ini kita ketahui anda anggap sebagai `mayavada`, lalu, menurut anda, sekarang tujuan agama hindu yg benar itu apa ?
om shanti shanti shanti om
Om Swastiastu bli Kidz
Alam Rohani tidaklah bisa disamakan dengan ilmu fisika, hanya saja saya mencoba menjelaskannya berdasarkan analogi. Sama halnya dengan penjualan properti oleh developer. Di kantor pemasaran kita hanya menyaksikan maket (miniatur) dari komplek perumahan yang ditawarkan. Miniatur ini tidak sama dengan rumah aslinya, namun menggambarkan kondisi aslinya. Demikian juga dengan menggambarkan hal-hal spiritual kita coba dengan pendekatan material sebagaimana yang saya sampaikan sebelumnya.
Apa tujuan akhir Agama Hindu yang benar?
Sudah barang tentu mencapai Mukti, kembalinya sang jiva/ruh/atman ke alam rohani dan mencapai “dharma”-nya yang sejati. ”Anta kale camam eva smaran muktva kalevaram yah prayati sa mad bhavam yati nasty atra samsayah, siapapun yang pada saat ajal meninggalkan badan jasmaninya dengan hanya ingat kepada- Ku saja, pasti dia mencapai alam rohani tempat tinggal-Ku. Tidak ada keraguan tentang hal ini” (Bg.8.5 dan lihat pula Bg.7.1, 8.7-8, 8.10, 8.13-14, 9.22, 9.34, 12. 8,14 dan 18.65).
Dikatakan bahwa Jiva tergolong prakrti yaitu para praktri, tenaga marginal Tuhan (apareyam itas tu anyam prakåtim viddhi me param jéva bhutam – Bg. 7.5) , dan selalu berada dibawah pengendalian-Nya (mäyädhyaksena prakåtih – Bg. 9.10). Tenaga marginal ini disebut pula tatastha sakti. Dan dalam Visnu Purana 6.7.61 ia disebut ksetrajna. Selanjutnya Veda mengatakan ”Mamaivamso jéva loke jéva bhuta sana tanah, para jéva yang jatuh dan terbelenggu di dunia fana adalah percikan kecil nan kekal yang terpisah dari-Ku” (Bg. 15.7).
Veda selalu mengingatkan bahwa kita adalah jiva yang kekal, bukan badan jasmani yang pasti akan rusak ini,”Aham brahmasmi, diriku adalah sang roh (brahman) spiritual abadi” (Båhad-äraëyaka Upaniñad 1.4.10). Dan ingatkan setiap orang,“Tat tvam asi, anda adalah jiva rohani abadi” (Chandogya Upaniñad 5.8.7). Bila sekarang tidak tahu, tidak sadar atau tidak ingat bahwa dirinya sejati adalah jéva rohani kekal-abadi, maka menurut Veda, dia adalah manusia bodoh. Tidak perduli bagaimana tingginya pendidikan material yang telah dicapainya berupa beraneka macam gelar akademik.
Bagaimana cara mencapai pembabasan dan kembali ke alam rohani?
Veda mengatakan bahwa hanya dengan berserah diri kepada Tuhan, sang jiva mampu mengatasi maya dan lepas dari jerat tri-guna-nya (daivi hy esa gunamayi mama mäyä duratyaya mam eva ye prapadyante mäyäm etam taranti te – Bg.7.14). Dan hanya dengan melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan, sang jiva mampu mengatasi dan membebaskan diri dari jerat maya yaitu tri-guna dan mencapai kedudukan rohani brahma-abhuta (mam ca yo’vyabhicarena bhakti yogena sevate sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate – Bg.14.26).
Hanya dengan bebas dari ikatan tri-guna, sang jiva bisa mengerti siapa itu Tuhan, bebas dari derita material dunia fana dan selalu riang hati dalam hubungan bhakti dengan Beliau pada tingkat spiritual brahma bhuta (nayam gunebhyah kartaram … gune-bhyah ca param vetti mad bhavam so’ digacchati – Bg.14.19. gunan etan atitya trin … Janma måtyu jarä duhkhair vimukto’ mrtam asnute – Bg. 14.20. brahma-bhutah prasannatma … mad bhakim labhate param – Bg.18.54).
Mengenai jenis pembebasan, ada beberapa jenis. Coba perhatikan Srimad Bhagavatam (Bhagavata Purana) 3.29.13 yang berbunyi: “Seorang penyembah murni tidak ingin menerima moksa jenis apapun, Salokya-tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan. Sarsti-samipya-sarupya atau ekatva, walaupun semua hal tersebut ditawarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa”
Jadi, jenis-jenis moksa adalah;
– Salokya, tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan
– Sarsti, menerima kemewahan sama dengan kemewahan Tuhan.
– Samipya, menjadi rekan pribadi Tuhan.
– Sarupya, mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan.
– Jivanmukti, menyatu dengan cahaya Brahman (Brahmajyoti)
Yang anda mengerti saat ini hanyalah Jivanmukti (ekatva), yaitu penyatuan sang jiva/atman dengan cahaya rohani Tuhan (Brahmajyoti), jadi bukan dengan Tuhan.
Veda mengatakan Mahluk hidup yang disebut ätman atau jéva memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yaitu; tak termusnahkan (avinasi), abadi (avyayam), kekal (nityam), tak terhancurkan (ana-sinah), tak terukur secara material (aprameyam), tak terlahirkan (ajah) permanen (sasvatah), ada sejak dahulu kala (puranah), tak terlukai senjata apapun (na cindanti sastrani), tak terbakar oleh api (na dahati pavakah), tak terbasahi oleh air (na kledayanti apah), tak terkeringkan oleh angin (na sosayati marutah), tidak bisa dipotong-potong/dipecah-pecah (acedyah), tidak bisa dibakar (adahyah), tidak larut kedalam air (akledyah), tidak terkeringkan (asosyah), bisa berada dimana (sarva-gatah), tidak pernah berobah (sthanuh), tak tergerakkan (acalah), selamanya sama (sanatanah),tak berwujud material (avyaktah) tak terpahami secara material (acintyah), tidak pernah berubah (avikaryah) dan tak bisa dibunuh (avadyah) (Bg. 2.17-25).
Bisa tolong kutipkan sloka Veda-nya bli? 🙂
Diskusi yang sangat menarik, meski sebelumnya sudah beberapa kali di diskusikan tetapi sepertinya masih sangat hangat, karena memang seperti inilah umat Hindu di Indonesia diajarkan melalui buku-buku agama yang berdasarkan pemahaman empiris induktif dan tidak berdasarkan sastra Veda.
Untuk mendapat pemahaman akan jalan pikiran saya yang lengkap, mohon baca artikel-artikel ini secara berurutan ya bli;
1. Pustaka Suci Veda
2. Penciptaan alam material
3. Peleburan alam material
4. Maya, tenaga material Tuhan YME
5. Mahluk hidup
6. Filsafat Mayavada
Salam,-
Ketika air sungai bertemu air laut, terjadilah reaksi antara atom-atom hidrogen dan oksigen air sungai, dengan atom-atom hidrogen dan oksigen air laut. Mungkin dua atom hidrogen air sungai akan berikatan dengan satu atom oksigen air laut dan membentuk molekul baru. Bisa pula, satu atom oksigen air sungai mengikat dua atom hidrogen air laut. Dan seterusnya, dan seterusnya. Tetapi, jangan lupa bahwa masing-masing atom itu tidak pernah kehilangan “identitasnya”. Kalau kita tandai masing-masing atom itu, akan tampak atom hidrogen air sungai tidak berubah menjadi atom hidrogen air laut. Begitupun sebaliknya. Mereka hanya berikatan satu sama lain, tapi tidak ada pihak yang kehilangan “jati dirinya.” Artinya, jati diri atom-atom air sungai tetap ada, tidak lenyap, meskipun ia “menyatu” dengan atom-atom air laut.
yang anda katakan sebagai `jatidiri` atman yg tidak pernah hilang itu yg bagaimana ??
ketika atman yg masih terikat dengan `jatidiri` memang tidak akan bisa menyatu dengan brahman. bagaimana cara kita melepaskan `jatidiri` tersebut. atau bagaimana unsur air sungai menghilangkan keterikatan unsur nya dan mampu menyatu dengan unsur air laut, sehingga mereka menjadi sama yang memang padd awalnya mereka memang dari satu unsur yg sama, seperti petika sloka yg anda sisipkan :
Sebagaimana dinyatakan oleh Sri Krishna :” mamaivamso jiva-loke jiva-bhutah sanatanah” Para makhluk hidup di dunia yang terikat ini adalah bagian-bagian percikan yang kekal dari Diriku (Bhagavad-gita 15.7).
bagaimana proses air laut menjadi hujan dan menjadi air sungai ? akan ada perubahan unsur molekul yg terjadi, dan keterikatan unsur. Ketika unsur tersebut `mampu` melepaskan semua perubahan unsur/keterikatan yg dialami dan kembali menjadi air laut, itulah kebebasan.
atman = percikan kecil brahman, brahman = kekal abadi dan tidak pernah berubah. meski berupa percikan, sejatinya atman dan brahman adalah sama, yg membedakan, brahman tidak terikat `unsur` dan atman masih terikat `unsur`. pekerjaan kita skrng adalah menyamakan keduanya. dan ilmu fisika adalah bagian terkecil dari sebuah ilmu yg maha besar.
atman dan brahman berada jauh diluar ilmu itu.
salam
kidz
Om swastyastu saudara saudaraku……
rasanya ga kan pernah ada kata bulat mengenai hal ini bli..tapi tiang rasa dua duanya saling melengkapi atau bahkan tidak berbeda sama sekali,ibarat dua sisi koin bli…..
ternyata selama ini kita khususnya di bali tidak paham betul apa arti moksa sementara kita dengan gamblang bisa menyebutkan apa tujuan agama kita……(anak sd pun bisa mengatakan mokshatam jagadhita ya ca iti dharma),mungkin benar..”dia yang mengatakan tak pernah mengetahui dia yang mengetahui tak pernah mengatakan”
pengalaman pribadi ni…..
di Bali..saya merasa benar ebnar beragama….karena rasanya kita di bali identik dengan mebanten…..
trus…saat ni saya jauh dari bali..rasanya..kaya ga beragama saja bli….janagn kata untuk bisa ngaturang canang untuk ngenjit dupa aja ga bisa.. safety reason,dalam situasi kaya ini rasanya kita kehilangan identitas keagamaan saya
gimana bli menyikapi masalah ini…..rasanya kita sangat kekuranagn filsafat bli..
konsep “moksa”dalam hubungannya dengan “mebakti”mebanten” di bali….bagaimana ni bli
om swastyastu
@prema
beragama, tergantung dari diri kita memandangnya. ada tiga bagian berbeda dalam beragama yang saling terkait satu sama lain. Tatwa(filsafat), Susila(etika), Upacara.
kalau kita berbicara agama pada level Tatwa, hindu = universal, tidak akan ada hindu bali, hindu india, dll.
nampaknya permasalahan yang bli sampaikan ada pada level upacara, yg dikatakan hanya tinggal di bali, bisa merasa beragama, diindikasikan dengan kegiatan `mebanten`, selain itu merasa kehilangan sesuatu.
coba kaji lebih jauh, apa bli lupa dengan dengan salah satu sloka(tatwa) yg kurang lebih isinya : `meskipun hanya dengan setetes air, sepucuk bunga, setangkai daun persembahan dengan rasa yg suci dan tulus iklas, Ku terima sembahmu`.
Hindu = universal. dimana kita berpijak, disitu langit dijunjung, kemana pun kita bawa, hindu akan selalu hindu.
jadi tidak alasan buat kita merasa `kehilangan` agama. kita bersyukur hidup beragama hindu di bali, dimana agama `dihias` dengan kebudayaan (upacara) yg sedemikian rupa, yg membuat kita menjadi spesial dan semangat untuk memuja NYA, tanpa mengurangi makna Susila dan Tatwa itu sendiri.
namun, ketika kita berada pada kebudayaan berbeda, kita kembalikan lagi pada level Tatwa.
mungkin itu yg bs saya share, klo ada yg salah dimaafkan, mungkin teman2 yg lain bs menambahkan.
Om shanti shanti shanti om
to all..
thank’s atas smua infrmasinya,
ini sangat brarti untuk saya, karena saya sedang ingin memplajari agama, stelah saya sadar bahwa hidup ini berawal darinya dan tujuan akhir untuk menuju kepada dirinya,,
Saya sedang mencari cerita pendek dalam bagawat gita dan pengajarannya. Boleh tolong saya e-mailkan web sitenya jika ada. Cerita ini untuk anak saya – bisa belajar moral.
Terima kasih.
pernah ada yang bertanya pada buddha,apakah enagkau seorang penjeelmaaan dari makhluk2 lainya..??yakha,deva,gandhabbha..??
aku bukanlah penjel maan dari apapun kata sang buddha,
saya rasa buddha bukanlah avatara vishnu..
buddha,tdk diam pada saat di tanya tentang alam semesta,tuhan dll…
tapi buddha tdk menjelaskanya pada si penanya,karena si penanya tdk akan mengerti…
dan buddha menjelaskanya pada ananda..
dan sutta itu di sebut sutta udana…
Saudara – saudaraku yang mulia dan suci,
Perkenankanlah sebelumnya saya mengucapkan:
Om Swastyastu,
Yth para umat sedharma,sungguh berbahagia saya membaca semua tulisan saudara-saudara, penuh pencerahan dan cinta kasih kepada Tuhan Yg Maha Esa.
Sekarang perkenankanlah saya memberikan pendapat dalam ruang diskusi yang mulia ini.
Perkenankanlah saya memberikan pendapat ttg moksa.
Tulisan :
“Benarkah Atman dapat menyatu dan lenyap ke dalam Brahman?”
“Jadi, jelaslah bahwa konsep Atman dapat menyatu dengan Brahman, lalu lenyap seperti yang sering dijelaskan itu sebenarnya kurang tepat.”
Yang menarik dr tulisan ini adalah, diawali oleh penafsiran yg keliru dengan menafsirkan “atman akan lenyap” lalu diakui sendiri penafsiran itu keliru dengan tulisan “…sebenarnya kurang tepat” tetapi menariknya kemudian tetap dijadikan acuan dalam pembahasan selanjutnya.
Moksa dari filsafat advaita Vedanta dipandang dari sudut pandang dvaita/dualisme, yg terjadi tentu saja ketidaksesuain pemahaman.
Sesuatu dipandang dari sudut pandang yg berbeda, tentu akan menghasilkan pandangan yg berbeda.
Atman tidaklah akan pernah lenyap, karena Weda baik sruti maupun smreti telah menyatakan ia kekal. Hanya mereka yg kurang cerdas akan menafsirkan bahwa saat Atman “menyatu” dalam Brahman akan lenyap. Mereka yg telah merealisasikan lewat meditasinya akan memahami ini, tp bagi mereka yg menafsirkan melalui angan-angan tak kan memahaminya.
Kecerdasan yg blm terlatih dalam jnana yoga, pikiran yg blm terkendalikan dalam raja yoga, ego yg belum diletakan dikaki Tuhan dlm bhakti yoga dan hati yg belum termurnikan dalam karma yoga tak kan memahami ajaran yg agung ini.
Mereka yg telah suci pikirannya, tenang hatinya dan kecerdasan yg telah terlatih akan mampu memahami advaita Vedanta yg agung.
Seperti Sri Rama yg meletakan egonya dikaki gurunya rsi Vasista, ataupun rsi Sukha putra dari rsi Vedawyasa meletakan egonya dikaki raja Janaka untuk memahaminya ajaran moksa barulah akhirnya mencapai moksa yg nondual. Ini bukanlah ajaran yg dapat dipahami melalui filsafat angan-angan semata. Ini adalah hasil kematangan spiritual.
Bila seperti tafsiran mereka “atman akan lenyap” maka, Rsi Wyasa akan lenyap,Raja Janaka akan lenyap, para Acarya Agung spt Rsi Vasista,Rsi Visvamitra,Sankara,Sri Ramakrisna akan lenyap. Karena mereka mencapai tahap moksa semasa hidup namun kenyataannya mereka tetap ada pada jamannya meskipun telah menyatu dalam Brahman sbg Jiwan Mukti.
Penafsiran Atman lenyap adalah ceroboh dan kurang cerdas.
Penafsiran tanpa berdasarkan sruti dan penalaran adalah awidya, begitulah para Rsi menyatakannya. Karena hanya penalaran dan srutilah yg diterima Vedanta demikianlah salah satu isi sloka karika Mandukya Upanisad.
Moksa yang dinyatakan oleh filsafat advaita Vedanta ini dipandang dengan pandangan dualism/dvaitin tentulah tidak akan dipahami.
Bila pikiran telah tersucikan dan termurnikan maka pengetahuan ttg yg mutlak akan dipahami dan moksa akan dicapai.
“Atman lenyap” adalah kekeliruan tafsir dan bertentangan dgn Sruti.
Atman tak kan pernah lenyap karena ia kekal.
Sesuatu yg tak berawal tentu tak kan berakhir…ia abadi.
“Aku atman” itulah yg harus disadari, bukan “aku tubuh…”
Bila kesadaran tentang tubuh dan segala material hilang atau “lenyapnya kesadaran material” itulah mukti.
Saat kesadaran material lenyap tentu “Atman akan tetap ada” karena ia bukan material.
Saat kesadaran itu muncul maka tahap kesatuan dengan Brahman kan disadari.
Ibarat ombak-ombak adalah Atman dan lautan adalah Brahman.
Saat ombak-ombak menyadari dirinya tiada beda dengan lautan.
Dimana kesadaran ombak bahwa “aku ombak” berakhir, dan menyadari “aku juga adalah air” seperti lautan yg luas adalah air.
Saat ombak menyadari dirinya air, bagian dari air dan air itu sendiri, ia lepas dari kesadaran kecil (ego) “aku ombak” ia mencapai kebebasan dari belenggu keterbatasannya. Ia menyadari kesatuan dirinya dengan air lautan yg maha luas.
Personalitas Ombak tak lenyap, ia tetap ada…yg lenyap adalah kesadaran kecilnya “aku ombak”.
Mereka yg telah mencapai tahap moksa dalam hidupnya disebut jiwan mukti, Rsi Vedawyasa merupakan salah satu jiwan mukta sementara putranya rsi Sukha justru meraih wideha mukta (moksa dgn melepaskan badannya) setelah mendapat pengetahuan advaita Vedanta dari raja Janaka. Moksa tidaklah diraih harus sesudah mati, sebab sejarah Hindu yg agung telah mencatat orang-orang agung jaman dahulu spt Wyasa,Vasista (guru Sri Rama), Sri Rama,Visvamitra, raja Janaka (ayah dewi sita;yg keagungannya dinyatakan Sri Krisna dalam salah satu sloka Bhagavadgita) dll semuanya mencapai moksa meskipun masih hidup didunia,mereka adalah jivan mukta.
(Kisah Rsi Sukha dan Sri Rama memperoleh ajaran advaita Vedanta dari raja Janaka dan Maharsi Vasista, dapat dibaca dalam buku Sri Yoga Vasista)
(Kisah raja Janaka memeperoleh ajaran advaita Vedanta dari gurunya Rsi Astavakra dapat dibaca dalam buku Sarva Gita Sarah)
Jadi sebenarnya dari sejarah agama Hindu tsb kita telah mendapatkan teladan dari manusia-manusia agung bahwa konsep moksa bersatunya Atman dan Brahman memang benar adanya, bukan konsep yg dikira salah bagi penafsir yg keliru.
Ini adalah ajaran agung Weda yg diwariskan leluhur kita kepada anak cucunya.
Seorang Acharya Agung Sri Chandrasekharendra S. dalam buku “The Vedas” menyatakan ttg jiwan mukti:
“mukti ialah bebas dari segala keterikatan. Jadi,jiwa/atman yg bebas (jiwanmukti) adalah jiwa yg selama didunia ini telah kehilangan kesadaranya terhadap tubuh dan menemukan kebahagiaan dalam dirinya terlepas dari keberadaan tubuh (Aatmaram) tanpa harus beralih ke obyek kenikmatan luar. Tujuan tertinggi veda dan Vedanta adalah kebebasan jiwa manusia. Krishna menyatakan dalam Bhagavadgita: sebelum hidup terputus dari tubuh (Praak Sareera Vimokshanat), saat hidup didunia (ihaiva), ia yg mengendalikan kekuatan hasrat dan amarah dan kuat berada dalam keadaan yoga (menyatu dengan paramaatman ) menikmati kebahagiaan abadi.”
Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada dalam kata pengantar Bhagavadgita menurut aslinya-nya memberikan batasan mukti atau pembebasan berarti bebas dari kesadaran material.
Kalaupun ada yg meyakini moksa diraih setelah badan mati yakni bersatu dengan Tuhan yg Maha Esa yg berkepribadian diplanetnya itupun dibenarkan dalam Weda. Ataupun keyakinan hidup didunia material dengan bhakti yg murni (ini semacam jiwan mukti dari sudut pandang jnani ), kedua keyakian ini merupakan keyakinan kaum dualis/dvaitin. Dan inipun diterima oleh keagungan filsafat Advaita Vedanta, karena dalam kemahakuasaan Brahman apapun mungkin adanya.
Saat itu seorang murid spiritual akan menyadari bahwa dirinya Atman identik dengan Brahman, mereka akan mencapai tahap Sat Cit Ananda, sifat sejati mereka dan kita semua.
Lalu apakah personalitas mereka yg mencapai moksa semasa hidup akan lenyap sebagaimana tafsiran mereka yg kurang cerdas, jawabnya: Tidak.
Personalitas mereka akan tetap ada, yg berubah adalah kesadaran mereka yg selalu menyatu dengan Brahman.
Dalam tahap mukti:
Dalam keadaan semedi yg lenyap adalah kesadaran kecil “aku tubuh” (lepas dari keterikatan material) dan muncul kesadaran lebih tinggi “aku Atman”,
lalu berpedoman pada Mahawakya Sruti, maka kesadaran “ tat twam asi= Aku (Atman) adalah Dia (Brahman)” atau “aayamatma brahman= Atman adalah Brahman, akan disadari,
dan selanjutnya sampai pada kesadaran “ aham Brahman Asmi”, karena semuanya adalah Brahman itu sendiri (prajnanam brahman).
Lalu siapakah yg moksa saat hidup dan moksa saat mati?
Dalam kitab Brahma Sutra dijelaskan bahwa :
“Setelah mati yg memuja Saguna Brahman akan mencapai planet-planet Saguna Brahman yg dipujanya”, ini adalah salah satu jenis moksa yg dinyatakan dalam upanisad dan diperjelas dalam Brahma Sutra.
Sementara yg bermeditasi kepada Nirguna Brahman akan mencapai kesatuan dengan Brahman saat hidup atau moksa saat hidup (jiwan mukti) dan bila mereka mencapai kesatuan dengan melepaskan tubuhnya itu disebut Videha mukta. Konsep moksa bersatunya Brahman dan Atman ini menjadi tujuan bagi mereka yg bermeditasi kpd Nirguna Brahman.
Ada pendapat yg menyatakan bahwa mereka yg meraih moksa dengan bermeditasi pada Nirguna Brahman akan mencapai moksa sebagian, benarkah pendapat tersebut? Ini tidak benar. Silahkan dibaca beberapa sloka dibawah ini ttg moksa (utk lengkapnya sidang pembaca dapat melihatnya di Brahma sutra karya Rsi Wyasa maupun di Bhagavadgita).
Inilah sedikit kutipan sloka dalam Weda Sruti dan Smreti yg berhubungan dengan konsep moksa bersatunya Atman dan Brahman:
•“Dia yg mengetahui Brahman tertinggi, sesungguhnya menjadi Brahman (Mundaka Upanisad.3.2..9)”
•“Kamu adalah Itu (Brahman) (Chandogya Upanisad. Bab 6)”
•“Atman harus direalisasikan (brh 2.4.5)”
•“Semuanya ini sesungguhnya adalah Brahman. Atman ini adalah Brahman. … (Mandukya sloka 2)”
Sloka – sloka dalam Weda Sruti ini telah menunjukan bahwa Atman dan Brahman itu satu, jadi kewajiban kita menyadari kesatuan itu melalui realisasi Sang Diri.
Selanjutnya dalam Weda Smreti:
•“orang yg pikirannya telah mantap dalam persamaan dan kemerataan sifat, telah mengalahkan keadaan kelahiran dan kematian. Bagaikan Brahman mereka bebas dari kelemahan, dan karena itu mereka sudah mantap dalam Brahman (BhagavadGita, 5.19)
•“dengan menutup indria terhadap segala obyek indria dari luar, menjaga mata dan penglihatan dipusatkan antara kedua alis mata….Orang yg selalu berada dalam keadaan demikian pasti mencapai pembebasan (mukta/moksa) (BhagavadGita 5.27-28).
Dalam 2 sloka yg saya kutip dari BhagavadGita ini maka Tuhan menyatakan biarpun seseorang mencapai moksa;kesadarannya menyatu dalam brahman,namun orangnya tetap ada, personalitas tetap ada. Ini adalah moksa bagi yg memuja Nirguna Brahman.
Dari sloka-sloka ini kita mendapatkan ajaran dan perintah bahwa Atman dan Brahman itu satu, jadi perlu disadari kesatuannya dengan konsep moksa bersatunya Atman dan Brahman.
•“ sesudah seseorang mantap dalam latihan yoga dan mengucapkan kata suci Om…dan meninggalkan badannya, pasti akan mencapai planet-planet rohani (BhagavadGita 8.13)”
Ini adalah sloka yg menyatakan moksa bagi yg memuja Saguna Brahman, yakni pergi ke planet Tuhan Berkepribadian.
Jadi. Moksa bisa diraih semasa hidup maupun sesudah mati, ini adalah pernyataan sruti dan smreti.
Moksa yg diajarkan kepada kita dari SD sampai sekarang, yakni bersatunya Brahman dan Atman itu sudah cukup untuk mendefinisikan yg tak terdefinisikan. Brahman dan Atman melampui pikiran dan kata-kata karena mereka adalah acintya…maka bersatunya “merekapun” sesungguhnya tak ada kata-kata yg mampu mendefinisikannya, keadaan itu adalah pengalaman, hanya dengan mengalami moksa maka moksa kan diketahui, seperti rasa manis pada madu, hanya dapat dipahami melalui pengalaman merasakannya.
Bila ada yg mempertanyakan kebenaran ajaran ini, maka itu sangat bagus sekali, karena seorang spiritualis untuk memahami kebenaran akan mengawalinya dengan pertanyaan-pertanyaan, sampai kelak kan tidak ada pertanyaan lagi, karena mereka telah menyatu dengan pengetahuan itu sendiri. Dan bila pertanyaan, dijawab dengan tafsir yg keliru itupun merupakan kemajuan, setidaknya seorang murid sudah mulai belajar memahami, meskipun tafsir yg keliru akan membingungkan pada awalnya. Tapi kelak kebingungan itu akan lenyap ketika pengetahuan sejati muncul, dan itu datangnya atas anugerah Tuhan kepada mereka yg telah siap menerimanya.
Dan kepada para umat sedharma yg ingin memasuki lebih mendalam keagungan Weda untuk mencapai Yg Tertinggi, maka sesuai perjanjian kitab suci ada 3 kitab yg diakui sebagai yg paling memiliki otoritas untuk memahami yg Maha Tertinggi yakni : Bhagavadgita, Brahma Sutra, dan upanisad-upanisad, ini disebut Prasthanatrayi atau teks Hindu Ortodoks ttg Tatwajnana-metafisika.
Bhagavadgita adalah salah satu kitab Weda Smreti yg paling popular dan terlengkap karena semacam kapita selekta/ringkasan Weda,
Upanisad-upanisad adalah bagian akhir (kesimpulan) dari Weda Sruti, yg penuh ajaran filsafat mendalam ttg Brahman. Maka dari pada itu Upanisad disebut juga Vedanta (Veda; Anta=akhir )
Brahma Sutra atau Vedanta Sutra, adalah kitab suci yg disusun Sri Vedawyasa, dalam kita ini beliau disebut Badarayana, dipanggil demikian karena Beliau hidup beberapa waktu dibawah pohon Badari. Vedanta sutra disusun untuk menjelaskan sloka-sloka dalam upanisad yg seakan-akan bertentangan untuk disatukan dalam kesatuan kebenaran mutlak.
Tentang Sripada Sankaracharya, perkenankanlah saya sedikit menambahkan ttg diri beliau dan ajarannya, apa yg sy tulis berdasarkan pada sruti (caturweda), smreti (bhagavadgita), biografi hidup beliau, ajaran-ajarannya dan berdasarkan komentar acharya penerus ajaran beliau.
1.Tulisan “Umat Hindu …konsep penyatuan Atman dengan Brahman (Moksa). …konsep “Tat Tvam Asi” Namun, tidak banyak yang tahu bahwa konsep itu diajarkan oleh Adi Sankaracharya “, kalau maksudnya ajaran ini pertama kali diajarkan oleh beliau maka perlu diluruskan, karena ajaran2 ini telah ada dlm weda terutama upanisad2 (weda akhir) dan Bhagavadgita. Seperti yg kita ketahui upanisad dan Bhagavadgita ada jauh sebelum beliau lahir. Beliau hanya mengutip dan mengingatkan kembali ajaran weda ini.
Ada 4 mahawakya utama dalam Weda ,dan itu terdapat dalam 4 upanisad:
•Rig weda dalam aitreya upanisad ; “prajnanam brahman”: semua pengetahuan yg meliputi ini adalah brahman.
•Yayur weda dlm brhadaaraanyaka ; “aham brahman asmi” :aku adalah brahman”
•Sama weda dlm Chandogya upanisad; “tat twam asi”; aku (Atman) adalah dia/itu (Brahman)
•Atharva weda dlm mandukya upanisad; “aayamatma brahman”; Atman adalah Brahman
Keempat Pernyataan yg sering dikutip ini dianggap naskah agung (Mahawakya). Mahawakya merupakan pernyataan kitab suci yg telah mendapatkan kekayaan makna yg tak habis-habisnya, terhadap mana lebih banyak seorang pencari bermeditasi, lebih banyak lagi ia akan menemukan bahan bakar segar untuk berkelana dalam perenungan atau kontemplasi. Akhirnya kita akan mencapai suatu titik dari mana tak ada lagi ajaran yg dapat muncul: semua pemikiran akan menghilang kedalam keheningan atau kebahagiaan realisasi Diri (penjelasan Mandukya Upanisad).
Mereka yg belum matang dalam kehidupan spiritual akan sangat sulit memahami mahawakya ini. Mereka sering salah pemahaman dan mencela maksud agung mahawakya ini. Dan ini biasanya dialami anak-anak dalam kehidupan spiritual. Yg mencela tak kan mendapatkan apapun, karena kebenaran tak kan menampakan wujudnya pada kebodohan. Maka sebagai murid spiritual hendaknya kita menghindarkan diri dari mencela ajaran atau naskah agung.
Jadi ajaran tat twam asi dikutip oleh Sripada Sankaracharya dari Chandogya upanisad yg terdapat dalam Sama Weda.
Tulisan “Bila kita lacak kembali asal usul ajaran penyatuan Atman dengan Brahman, kita akan temukan nama Adi Sankaracarya, salah seorang guru besar dan filosof yang sangat termasyur di India, dikenal sebagai pencipta filsafat Mayavada itu…”.
Ini perlu diluruskan, ajaran bersatunya Atman dan Brahman adalah ajaran yang ada dlm Weda, yg tentu saja sabda Tuhan itu sendiri. Dan filsafat maya bukanlah ciptaan Sri Sankara tetapi dipopulerkan / diingatkan lagi oleh beliau karena ajaran ini telah ada dalam weda. Dan beliau mengingatkan filsafat agung ini karena dilupakan pada jamannya. Filsafat maya ada dalam upanisad dan Bhagavadgita.
Ajaran maya secara jelas disampaikan dalam naskah Bhagavadgita berikut (saya akan mengutip singkat saja, sidang pembaca dapat melihat keseluruhan dalam Bhagavadgita):
•…mahluk yg membadan dibingungkan krn kebodohan yg menutupi Pengetahuan mereka yg sejati , (5.15)
•Dunia ini tidak mengenal-Ku karena disesatkan oleh perubahan guna. Sesungguhnya, maya iilahi-ku sulit untuk dilampui…dirintangi dalam kemampuannya memilah-milah oleh maya, mereka mengikuti jalan asura (7.13-7.16)
•Aku tak berwujud untuk orang yg bodoh dan kurang cerdas, karena ditutupi oleh yogamaya-Ku (7.25)
•Yang Kuasa bersemayam dalam hati semua mahluk, yg menyebabkan mereka berputar oleh maya.Nya (18.61)
2.Tulisan “Lalu, mengapa Sankaracharya berbuat demikian? Mengapa beliau mengajarkan konsep yang berbeda dengan ajaran Weda yang sesungguhnya? Jawabannya, Sankaracharya …”. Ini perlu diluruskan, ajaran-ajaran beliau sesuai Vedanta yg berpedoman pada Bhagavadgita, upanisad dan Brahmasutra yg telah beliau buat ulasannya, bahkan pandangan Sankara diakui acharya-acharya agung mk dari itulah beliau diberi gelat Jagad Guru Adi Sankara atau guru utama di jagad ini, Guru dari segala guru itulah Sripada Sankaracharya. Karena keagungan ajarannya makanya mereka yg belajar ketiga kitab itu tak lengkap tanpa ulasan Sankara. Dan sedikit sloka-sloka yg saya kutip dari caturweda dan Bhagavadgita diatas tentu sudah menjelaskan kalau beliau mengajarkan Advaita Vedanta berdasarkan Weda.
3.Tulisan:”…Menurut Satsvarupa das Gosvami (1996) s/d …Begitu pula, dalam menafsirkan Vedanta, Aku menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud, dan tidak berbentuk.” Seorang spiritualis hendaknya tidak melihat sebuah sloka apa adanya. Bila purana menyatakan seperti itu maka harus dipahami, karena purana merupakan bagian-bagian dari Weda, ia ajaran awal. Kalau hal ini disampaikan maka pastilah dengan tujuan untuk mencegah seorang murid yg belum siap mempelajari ajaran advaita Vedanta yg begitu tinggi dan sulit. Sebab bila ini dipelajari orang awam yg hatinya belum murni oleh kematangan spiritual, bisa menyimpang dari maksud ajaran Advaita Vedanta yg sesungguhnya, begitu juga bagi murid yg sudah maju tapi belum insaf sepenuhnya dalam kesadaran Tuhan bisa jatuh karena filsafat ini begitu sulit dipahami tanpa kesiapan hati dan pikiran yg suci.
Sankara tidak pernah keliru menafsirkan maksud Veda dan Vedanta, bagaimana mungkin kebodohan dihapus kebodohan, kegelapan dilawan kegelapan, kekeliruan dilawan kekeliruan akan memunculkan cahaya terang kebenaran. Justru kekeliruan tafsir ini adalah dilihat oleh mereka yg tidak memahami keagungan filsafatnya.
Sankara juga tidak pernah menafsirkan Tuhan sebagai yg tak berwujud, karena ajaran itu telah ada dalam Weda, sesuatu yg telah jelas ada mengapa harus ditafsirkan lagi. Tetapi maksud Brahman yg sesungguhnya itulah yg diuraikan lebih mendalam. Penekanan memang diberikan kepada Nirguna Brahman tapi Sankara juga memberikan tempat pada Saguna Brahman dalam pemujaan Ista Dewata. Jadi Sankara mengajarkan Brahman;Tuhan dilihat dari segala sudut pandang, bukan hanya dari sudut Nirguna atau Saguna. Beliau memandang Tuhan secara keseluruhan maka dari itulah Beliau disebut Jagad Guru Adi Sankara, gurunya para guru di Jagad ini.
Beliau terkenal akan syair indahnya ini:
Sebagai tubuh, aku adalah pemuja dan Engkau (Tuhan) adalah yg dipuja.
Sebagai jiwa, aku adalah bagian DariMU (Tuhan)
Sebagai sang diri, aku dan Engkau adalah satu
Dua syair pertama adalah memandang Tuhan dari sudut dvaita/dualism
Syair terakhir Tuhan dipandang dari sudut advaita Vedanta/non dual.
Tuduhan bahwa Beliau mengajarkan ajaran menghina Tuhan, kebodohan, keliru adalah tuduhan orang-orang yg berpikiran sempit. Hanya orang yg terliputi awidyalah yg menghina ajaran seorang Brahmana. Mereka yg telah tercerahi dan mencapai kematangan spiritual sejati akan memahami keagungan ajaran Beliau maupun Acharya-acharya agung lainnya sebagai kebenaran yg satu.
4.Tulisan”…Tuhan tidak memiliki bentuk atau wujud rohani. Konsep Tuhan yang tidak berwujud inilah yang lebih dikenal sebagai Brahman…” perlu diluruskan, Tuhan dalam Weda terutama upanisad lebih sering disebut Brahman. Maka dari itulah ada istilah Nirguna Brahman dan Saguna Brahman atau Tuhan tanpa atribut dan sifat dan Tuhan dengan atribut atau sifat.
Dalam srimadbhagavatam, skanda 1, bab 2, sloka 11:
vadanti tattattvavidastattvam yajjnanamadvayam
brahmeti paramatmeti bhagavaniti sabdyate
(para rohaniwan yg mengetahui Kebenaran Mutlak menyebut substansi yg tunggal ini dengan Brahman (yang absolute tanpa atribut), Paramatma (roh utama yg bersemayam didalam hati), dan Bhagavan (kepribadian TYME)
Dalam sloka ini Brahman memang diterjemahkan sebagai Tuhan yg tanpa atribut, seakan-akan terpisah-pisah atau berbeda-beda dengan paramatma dan Bhagavan. Maka dibalik sloka yg indah ini, seorang murid harusnya mencari makna mendalam dari maksud sloka. Jangan diterjemahkan seadanya. Ketiga hal tersebut adalah sebutan untuk satu yg tunggal (…Kebenaran Mutlak menyebut substansi yg TUNGGAL). Murid yg cerdas dan maju pasti menemukan kesatuan absolute dalam yg seakan-akan terpisah ini.
Rsi Vedavyasa menyatakan dalam Vedanta Sutra:
“berbagai macam nama dan rupa itu sejatinya adalah Brahman yg tunggal namun ia disebut dan digambarkan dengan banyak rupa dan nama demi tujuan upasana (pemujaan). Sebab bila tidak ada perbedaan itu maka upasana menjadi tidak mungkin” (sloka-slokanya/sutra dapat dibaca dalam kitab Brahma sutra)
Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada, penerus perguruan dari ajaran dualisme murni memberikan komentar yg indah dalam ulasannya tentang seorang murid spiritual yg telah mencapai keinsafan kesadaran Krishna sepenuhnya:
“kalau kita menyatakan seseorang berada dalam semedi itu berarti dia sudah menginsafi kesadaran Krishna sepenuhnya : yaitu orang dalam semedi sepenuhnya sudah menginsafi brahman, paramatma dan bhagavan”
Indah bukan, seorang Acharya agung menyembunyikan pengetahuan rahasianya dalam filsafat yg mendalam, dan itu hanya dipahami murid-murid yg maju.
Dan dalam mempelajari Weda, satu sloka sebaiknya jangan dilepaskan dari sloka lainnya,karena bisa terjadi pemahaman yg tak lengkap, ia harus dilihat secara keseluruhan.
Sekarang marilah kita simak Brahman dalam Weda sruti terutama upanisad.
Dalam Chandogya upanisad:
“Sarvam khalv idam brahma “= semuanya adalah Brahman.
Bila semuanya Brahman, maka yg berwujud maupun yg tak berwujud adalah Brahman itu sendiri.
Bahkan bila ada yg masih bersikeras bahwa Brahman pengertiannya hanya Tuhan tak berwujud. Maka sesuatu yg tak berwujud pastilah tak terbatas, bila ada yg membatasi, maka Ia akan memiliki wujud. Dan seperti pernyataan agung sruti : sesuatu yg terbatas adalah tak kekal! maka:
Brahman: Tuhan tak terbatas,
Ia berwujud juga tak berwujud, Ia Saguna dan Nirguna.
Semuanya adalah Brahman.
Jadi akan lebih tepat bila Brahman adalah istilah Tuhan dalam Weda.
Dan dalam ajaran Advaita Vedanta Tuhan diakui sebagai Nirguna Brahman dan Saguna Brahman. Bukan Nirguna Brahman saja.
5.Tulisan “Celakanya, mereka menganggap persamaan itu dalam bentuk “Aham Brahmasmi” sehingga mereka sering menyebut satu sama lain dengan sebutan “daridra narayana”. Narayana adalah nama lain dari Krishna atau Wishnu, Tuhan sesungguhnya. Sedangkan “daridra” artinya “kecil” atau “miskin”. Jadi “daridra narayana” artinya “narayana kecil” atau Tuhan yang sedang hilaf, kesadarannya tertutupi oleh maya, sehingga jatuh ke dunia ini. Nanti kalau sudah mencapai moksa, gelar “daridra” itu akan hilang, hingga tinggal gelar Narayana.”
Bila kita membaca buku Berjalan Bersama Paramaharsi Dihimalaya oleh Swami Rama kita akan mengetahui Para Rsi – Rsi Agung di Himalaya menggunakan salam “darindra narayana” setiap mereka berjumpa sesama mereka untuk mengingatkan sifat ketuhanan dalam diri mereka, untuk mengingatkan Tuhan sbg paramatma yg bersemayam dalam hati mereka. Ini istilah yg tidak hanya dipakai bagi mereka yg menganut filsafat advaita Vedanta tetapi ini juga biasa dipakai oleh mereka yg berasal dari kaum dvaita/dualism. Acharya agung dari garis perguruan dualisme murni Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada menggunakan istilah ini dalam kata pengantar Bhagavadgita menurut aslinya sbg berikut:
“ Begitu pula kita para mahluk hidup, sebagai bagian-bagian dari Tuhan yg Maha Kuasa, Isvara atau Bhagavan, Sri Krishna yg mempunyai sifat yg sama seperti beliau, semua mempunyai sifat-sifat TYME dalam jumlah yg kecil sekali. Ini karena kita Isvara-Isvara kecil, atau Isvara-Isvara yg takluk”
Jadi sebutan “Narayana-narayana kecil” “Isvara-Isvara kecil” “Tuhan-Tuhan kecil” adalah biasa dipakai oleh sebagian besar pengikut Weda.
Bila Swami Prabhupada juga menggunakan istilah ini, apakah Beliau dan pengikutnya juga celaka seperti pengikut Sankara? (seperti penafsiran membabi buta penulis).
Tidak bukan, karena ini istilah yg mulia dan sarat makna untuk mencapai kesadaran Tuhan. Bukankah ini tehnik cerdas yg diajarkan para Rsi agung untuk mengingatkan sifat ketuhanan dalam diri kita masing-masing, sehingga konsep “aku tubuh” bisa dilenyapkan sehingga akhirnya kesadaran Tuhan bisa diraih.
Hanya orang bodoh yg memiliki kesadaran aku tubuh. Dan kebodohan hanya bisa dilenyapkan pengetahuan. Dengan saling mengucapkan salam “ Tuhan kecil” kita kan menyadari bahwa kita adalah Atman, percikan terkecil dari Tuhan. Bukankah percikan – percikan air samudra yg maha luas disebut tetesan-tetesan air atau air-air kecil. Bukankah tujuan Weda adalah membebaskan diri kita dari kesadaran material menuju kesadaran Rohani “aku Atman” . Weda adalah pengetahuan yg akan mengantar kita mencapai Sat Cit Ananda, sifat dari Atman itu sendiri.
“Kita bukanlah mahluk yg lemah !
Kita bukanlah pendosa !
Kita adalah mahluk yg kuat/kekuatan !
Kita adalah atman yg suci dan murni!”
,begitulah pesan berulang – ulang Sri Swami Vivekananda, seorang Yogi Agung abad 20 yg menghentak Amerika Serikat dalam forum agama-agama sedunia dan menunjukan kepada dunia keagungan Hindu dalam ajaran Vedantanya, untuk membangkitkan kesadaran ketuhanan yg terlupakan dalam diri kita karena selubung kebodohan.
Tulisan “Celakanya, mereka menganggap persamaan itu dalam bentuk “Aham Brahmasmi”… percayalah yg memahami makna mendalam maksud dari mahawakya ini bukan celaka tetapi tercerahi. Mahatma seperti Janaka, Vyasa, Sukha, Rama, Vasista, Visvamitra, dll yg memahami mahawakya ini adalah teladan bagi pengikut Weda.
Apakah mungkin sesuatu yg dianggap naskah agung dalam Weda Sruti, yg merupakan kata-kata Tuhan itu sendiri bisa membikin celaka. Mahawakya “Aham Brahmasmi” ini adalah kekekalan, kesucian dan pengetahuan itu sendiri, yg akan membebaskan kita dari keterikatan material.
Yg membikin celaka adalah kebodohan dan pikiran sempit/fanatisme.
6.Tulisan:”…Tentu saja, filsafat itu patut dikritisi, karena menggelikan dan berisi unsur penghinaan. Mengapa? Menggelikan, karena menurut mereka Tuhan bisa lupa, tertutupi kesadarannya oleh maya (tenaga yang menghayalkan) sehingga jatuh ke dunia ini. Padahal maya adalah ciptaan Tuhan sendiri. Jadi, Tuhan macam apa yang bisa terjebak oleh tenaga ciptaan-Nya sendiri?? Lucu bukan? Masak Tuhan bisa kalah oleh maya.
Penghinaan pula, karena menganggap Tuhan sejajar dengan atman. Weda jelas-jelas menyebutkan bahwa atman tidak pernah menjadi Brahman…”
Tulisan yg agung ini secara keseluruhan runtuh oleh tulisan ini. Kata-kata “unsur penghinaan”, “menggelikan”,”lucu bukan” (seakan-akan menertawakan), dalam tulisan ini yg dimaksudkan kpd ajaran Avaita Vedanta yg salah satunya diajarkan Sripada Sankara, membuat ego si penulis muncul menutupi kebenaran, maya menaungi penulis dalam kritikan menyudutkan ini sehingga kebenaran tak memperlihatkan wajahnya kpd penulis.
Menuduh sebuah ajaran menghina Tuhan itu adalah dari sudut pandang tafsiran penulis, bukan ajaran sebenarnya dari advaita Vedanta, itu tidaklah adil.
Membuat apa yg dinyatakan dalam padma purana menemui kebenarannya. Kekeliruan tafsir membuat sipenafsir diliputi kebodohan, bahkan bilapun sudah maju akan jatuh. Menyebut seorang ajaran Brahmana menghina Tuhan, sama dengan menghina Brahmana itu sendiri, ini adalah kejatuhan spiritual bagi seseorang yg menghina Brahmana.
Sudah menjadi nasehat bijak para Rsi, seorang murid hendaknya tak menuduh suatu ajaran sembarangan tanpa mendalami ajaran tersebut terlebih dahulu.Karena bila tidak didalami dahulu maka kekeliruanlah yg didapat bukan kebenaran.
Maya adalah istilah umum yg dipakai pengikut Weda, meskipun ini lebih sering dipakai Sripada Sankara, tetapi dari kaum dualis seperti Sri Prabhupada juga menggunakan istilah ini dalam komentar-komentar Bhagavadgita menurut aslinya. Karena istilah ini telah ada dalam Sruti dan smreti. Bahkan leluhur bangsa Indonesiapun memahami ajaran Maya ini, buktinya para leluhur sering menyebut dunia dengan “mayapada”.
Filsafat Maya hendaknya dipelajari lebih mendalam oleh seorang spiritualis sejati dengan hati yg murni dan thulus, sehingga makna sesungguhnya diketahui sehingga kebenaran kan terwujud menampakkan wajahnya yg indah kepada sang pencari.
Sehingga kita tak kan menuduh bahwa ada ajaran menyesatkan berdasarkan tafsir keliru kita.
Karena dalam Hindu memang tidak ada ajaran yang menyesatkan, yg ada adalah pikiran yg tersesat. Karena keanekaragaman ajaran agung inilah menjadikan Hindu Dharma menjadi penuh keindahan dan kekal sehingga ajaran Weda dikenal dengan Sanatana Dharma.
Pernyataan bahwa Atman dan Brahman adalah sejajar disebutkan dalam Weda. Salah satunya dalam Mahawakya “aayamatma brahman”; atman adalah brahman yang ada dlm mandukya upanisad sloka 2 (Atharva weda),
Yg slokanya berbunyi:
“Semuanya ini sesungguhnya adalah Brahman. Atman ini adalah Brahman. … “
begitu juga dalam Mahawakya “tat twam asi” = aku (atman) adalah Dia (Brahman) dan banyak lagi hampir disetiap upanisad terpenting,
dan dalam Vedanta sutra (4.1.3) Rsi Wyasa menyatakan :
“Tetapi naskah sruti mengakui Brahman sabagai Sang Diri (Atman) dari pelaksana meditasi dan juga mengajar yg lain untuk merealisasikan-Nya itu”
Pernyataan Atman akan menjadi Brahman juga dapat kita temukan dalam sloka
“Dia (Atman) yg mengetahui Brahman tertinggi, sesungguhnya menjadi Brahman (mundaka upanisad.3.2..9).
Jadi pernyataan Brahman sejajar Atman dan Atman menjadi Brahman jelas ada dalam Weda, karena tujun Weda ialah Brahman atau Atman itu sendiri. Kalau penulis menyebut itu tidak ada di Weda, mungkin kita secara bersama dapat menyimaknya dalam Makdukya upanisad, Brahma Sutra maupun Weda lainnya. Sehingga kita tidak akan menyampaikan informasi yg salah kepada umat sedharma. Apalagi dengan ceroboh menyebut itu “penghinaan”.
Mengenai tuduhan bahwa Sankara dilahirkan untuk meneruskan misi Buddha, mungkin benar sedikit, tetapi misi sesungguhnya Beliau adalah menyatukan semua aliran-aliran di India yg saat itu saling berlawanan, yg saling menyebut bahwa ajarannyalah yg paling benar. Agar adil dan memperoleh informasi yg benar, maka akan lebih baik kita mengetahui misi Sankara dari penerus perguruan Beliau sendiri, seperti nasihat bijak : bukankah yg paling mengetahui bagaimana sebenarnya seseorang tsb adalah orang terdekatnya. Jadi, saya akan mengutip pernyataan dari penerus garis perguruan Sri Sankara sendiri yakni Sri Chandrasekharendra Saraswati, Sankaracharya ke 68 dari garis pewarisan Sankara. Dalam buku “The Vedas” inilah komentar Beliau:
“Banyak pihak mengatakan bahwa Buddhisme terusir keluar dari India karena ajaran tsb dikritik oleh Adi Sankaracharya. Ini salah. Beliau lebih peduli dengan meluruskan kesalahan-kesalahan dalam sankhya dan mimaamsa yg menolak arti penting Isvara. Lalu kenapa Buddhisme hilang dari India? Tentunya seseorang bertanggung jawab akan hal ini, jawabannya adalah penganut mimaamsa dan tarka (aliran logika). Udyanacharya yg adlah Tarkika (ahli logika) dan Kumarila Bhatta yg adlh mimaamsaka telah menyerang Buddhisme dengan keras. Sehingga perkembahan Buddhisme terhambat di India. Sankara yg hidup setelah mereka kemudian tidak perlu membahas aspek negative dari Buddhisme secara mendalam. Ia membatasi diri hanya pada pengungkapan kesalahan-kesalahan yg juga ditemukan dalam kepercayaan Buddhisme. Saya menyatakan semua ini hanya untuk meluruskan informasi yg salah yg disebarkan bahwa Sankaracharya adalah musuh Buddhisme.”
Demikianlah sedikit komentar sang penerus terhadap misi Jagad Guru Sri Sankaracharya, semoga ini menjadi pelurusan akan pernyataan-pernyataan yg keliru ttg Beliau.
Ada sebuah legenda menarik dari perjalanan spiritual Adi Sankaracharya di Harihara, Negara bagian Mysore. Harihara merupakan pusat Waiswanawa yg kuat pada saat itu. Ketika Sankara ingin mendapatkan darsana Tuhan di candi tsb, orang-orang yg bertugas di candi tersebut tidak mengijinkannya, karena melihat Sankara adalah seorang sanyasin dan mengenakan atribut Siva dan vibhuti dan rudraksha. Sankara menjelaskan tidak ada perbedaan antara Wisnu dan Siwa dan karena arca didalam candi tersebut menggambarkan realitas tertinggi. Yakin akan penjelasan yg terperinci dari Sankara seluruh pintu gerbang candi tersebut seketika terbuka sehingga beliau bisa masuk kedalam. Para pengikut Waiswanawa terperanjat menyadari arca di candi tersebut berubah menjadi setengah Siwa (Hara) dan setengah Wisnu (Hari), yg disebut Hari-Hara.
Cerita ini memberikan kita pencerahan bahwa Brahma Wisnu Siwa adalah Satu sejatinya. Ketiganya adalah aspek-aspek Brahman yg Maha Tertinggi, yang berbeda nama dan rupa, ketiganya adalah swaropa Brahman itu sendiri. Karena Avatara Siwa dalam wujud Sri Sankaracharya yg menyatakan kebenaran itu.
Adi Sankaracharya selain menekankan ajaran Nirguna Brahma juga mengajarkan pemujaan kepada Saguna Brahman,beliau menyatukan enam aliran kepercayaan Hindu yg utama yg beliau sebut shanmata sthapakacharya (penegak enam kepercayaan, yaitu: Saiwa, Waiswanawa, Sakta, Saura, Ganapatya dan Kaumara). Salah satu cara konkrit Sankara untuk memperkenalkan semangat harmonis di antara aliran kepercayaan adalah dengan memasyarakatkan bentuk pemujaan Panchayatana, yakni lima dewa yaitu Aditya, Ambika, Wisnu, Ganantha dan Maheswara/Siwa dipuja secara bersama-sama, tempat duduk utama dipersembahkan kpd ista dewata. Murid-murid Sri Sankara penganut Advaita Vedanta melakukan pemujaan Panchayatana.
Jadi tuduhan bahwa Sankara hanya mengajarkan ajaran Tuhan tak berwujud adalah keliru. Semoga diskusi ini mengajarkan kita bersama bahwa di Hindu tidak ada ajaran yg menghina Tuhan, dan semoga kelak tak ada murid spiritual yg menyudutkan siapapun Rsi/Acharya dalam Hindu, karena hanya kebodohan yg didapat dan bukan kebenaran. Murid spiritual pada tahap awal hendaknya memurnikan hatinya dan pikirannya dengan menghindari perdebatan yg menghabiskan energy sia-sia, akan lebih bijak energy tersebut digunakan untuk merenungi dan melayani Tuhan lebih mendalam. Sehingga bila pikiran telah suci dan hati murni maka Wajah Keemasan Kebenaran kan tersingkap tuk memperlihatkan keindahn-Nya kepada kita semua.
Semoga kita belajar bersama bahwa apapun ajaran itu layak dihormati, dan bila ingin memberikan kritik akan lebih baik dengan mengajukan kritik kepada mereka yg mendalami dan memahami ajaran tersebut, sehingga kebenaran ajaran tersebut kan diketahui. Sebab bila kritikan dilempar begitu saja tanpa jelas kepada siapa, yg ada adalah meracuni pikiran orang lain dengan tafsir negatifnya. Selayaknya orang-orang suci dihormati, salah satunya dengan menghormati ajarannya pada tempat yg semestinya. Hindarilah menertawakan ajaran seorang guru dengan kata-kata (misal: menggelikan,lucu bukan?), itu sikap yg tidak menghormati ajaran tersebut. Apakah kita senang bila ada yg menyebut ajaran Hindu lucu,atau menghina Tuhan? Tidak bukan. Apalagi justru seorang Hindu menyebut salah satu ajaran Acharya Agungnya lucu, menghina Tuhan, tidak ada di Weda. Layakkah kita sebagai murid spiritual bersikap seperti itu? Itu tergantung kepada hati nurani kita masing-masing, kalau saya pribadi berharap semoga ini tidak terjadi lagi bagi sadhaka lainnya.
Seperti yg dinyatakan oleh Swami Sivananda seorang yogi agung dan acharya agung dalam bukunya yg terkenal “ Japa Yoga”, ada 10 perbuatan berdosa yg harus dihindari seorang sadhaka, salah satunya adalah tidak menaruh hormat pada orang-orang suci dan bhakta.
Sepengetahuan saya, memang ada beberapa tulisan maupun ajaran yg menentang ajaran Sankaracharya ini, biasanya dengan menafsirkan ajarannya secara tidak lengkap. Bahkan ini bisa disampaikan seorang acharya agung, lalu apakah tujuan acarya/guru spiritual tersebut melakukan itu? Apakah memang bertujuan memusuhi Sankara? Atau menjelek-jelekan ajaran Sankara?
Kalau pendapat saya secara pribadi: Saya percaya bahwa setiap acarya agung dalam Hindu tidak akan memusuhi ajaran lainnya, bagaimana mungkin seorang acarya yg suci hatinya bisa dimasuki noda kebencian dengan memusuhi acarya lainnya, tidak mungkin bukan, kalau iya, berarti ia bukan seorang acarya.
Lalu apa tujuan acarya tersebut mengajarkan bahwa ajaran advaita Vedanta tidak boleh dipelajari. Jawabannya, karena ajaran ini memang sulit dan penuh filsafat mendalam, bila seorang sadhaka belum siap maka bisa jatuh kedalam kekeliruan tafsir dan jatuh dalam dunia spiritual. Seorang sadhaka selain harus matang dalam kehidupan spiritual, juga harus terbuka pikirannya dan siap melepaskan semua atribut – atribut ajaran yg telah dipelajarinya. Ini adalah ajaran akhir, karena memang mengajarkan Weda akhir atau Vedanta. Segala kesimpulan Weda dan tujuan Weda akan dibahas dan diajarkan disini, kitab-kitabnya disebut Prasthanatrayi atau teks Hindu Ortodoks ttg Tatwajnana-metafisika.
Kalau diibaratkan, sama halnya, seorang anak dilarang berenang dikolam dewasa yg dalam oleh ayahnya, dengan cara menakut-nakuti si anak bahwa kolam itu berbahaya, bisa menenggelamkan, bisa membunuh dll. Kolam itu kenyataannya, tidak berbahaya karena orang-orang yg bisa berenang memeperoleh kebaikan dari kolam tersebut, tetapi si ayah menakut-nakuti si anak, karena memang dia belum siap berenang dikolam yg dalam. Kelak kalau seandainya si anak siap berenang maka dengan sendirinya si anak akan berenang di kolam tersebut, dan ia pasti memahami mengapa dahulu ayahnya melarangnya berenang disana, karena ia belum siap.
Demikianlah halnya bila beberapa guru spiritual melarang muridnya mempelajari Advaita Vedanta, bukan karena ajarannya tidak sesuai Weda, tetapi karena tingkat rohani si murid yg belum sesuai untuk ajaran tsb.
Maka dari itulah kitab upanisad, yg sebagian besar menekankan ajaran Avaita Vedanta/non dual sering diterjemahkan “duduk di dekat Guru”. Karena memang ajaran ini membutuhkan Guru didalam memahami ajarannya yg sulit dan mendalam.
Semoga beberapa pendapat saya ini bisa memberikan sedikit masukan kpd umat sedharma yg lain, mohon maaf yg sebesar-besarnya bila ada tulisan saya yg tidak berkenan di hati.
Berbahagialah selalu, bebas dari segala keterikatan dan damailah…karena itulah sifat sejati kita. Om tat sat.
Dirangkum dari daftar pustaka berikut:
•Adi Shankaracharya oleh TMP Mahadevan, Paramita Surabaya.
•Aatma Boddha oleh Anand Krishna, Gramedia.
•Bhagavadgita Menurut Aslinya oleh Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada
•Japa Yoga oleh Swami Sivananda, Paramita Surabaya.
•Brahma Sutra oleh Swami Viresvarananda, penerbit Paramita Surabaya.
•Berjalan Bersama Paramaharsi Dihimalaya oleh Swami Rama, Paramita Surabaya.
•Mandukya Upanisad editor I Wayan Maswinara, terbitan Paramita Surabaya.
•Peta Jalan Weda “ The Vedas” oleh Sri Chandrasekharendra Saraswati, Media Hindu 2009.
•Sri Yoga Vasistha karya Rsi Walmiki editor M.S Mohan, Pustaka Manikgeni.
•Sarva Gita Sarah( Intisari Semua Gita ) oleh Swami Sivananda, Paramita Surabaya.
•Vedanta dan Sains, kehidupan dan asal mula jagat raya oleh TD singh, Ph. D, PT Cintya-Denpasar Bali.
•Vedanta oleh Swami Vivekananda, Paramita Surabaya.
OM TAT SAT!
SURYA
Wah komentar Anda memecahkan rekor terpanjang. Jauh lebih panjang dari artikel di atas. Salam kenal saudara Surya…
Saya ingin mengomentari rangkuman Anda:
Anda katakan: Ibarat ombak-ombak adalah Atman dan lautan adalah Brahman. Saat ombak-ombak menyadari dirinya tiada beda dengan lautan. Dimana kesadaran ombak bahwa “aku ombak” berakhir, dan menyadari “aku juga adalah air” seperti lautan yg luas adalah air.
Saat ombak menyadari dirinya air, bagian dari air dan air itu sendiri, ia lepas dari kesadaran kecil (ego) “aku ombak” ia mencapai kebebasan dari belenggu keterbatasannya. Ia menyadari kesatuan dirinya dengan air lautan yg maha luas. Personalitas Ombak tak lenyap, ia tetap ada…yg lenyap adalah kesadaran kecilnya “aku ombak”.
SAYA: Analogi Anda tampak masuk akal. Apakah menyatunya air kecil (air ombak) ke air besar (air samudra yang maha luas)masih bisa dikenali mana ombak dan mana lautannya? Ini sedah menyatu secara homogen. Dengan kata lain ombak itu sudah menjadi lautan. Maka Atman sudah menjadi Tuhan. Begitukah? Kalau benar seperti itu, maka wajar saja kalau ada yang merasa sudah menjadi calon Tuhan, atau minimal bakal calon Tuhan.
Anda katakan: Rama mencapai moksa…
SAYA: Tuhan Sri Rama adalah tujuan semua pendakian spiritual. Beliau pemilik semua planet. Harap membedakan antara Tuhan dan Rsi dalam hubungannya dengan pencapaian moksa.
Anda katakan: Sukadeva Gosvami moksa versi advaida (menyatu dengan Brahman). Wow benarkah? Ajaran Sukadeva adalah personalis. Coba baca Simad Bhagavatam. Beliau mengagungkan Personalitas Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna.
Anda katakan: Secara keseluruhan saya simpulkan bahwa pemahaman Anda tentang moksa adalah: Atman bersatu dengan Brahman.
SAYA: Aspek Ketuhanan yang paling lengkap dan tepat adalah seperti ini: Brahman, Paramatman, dan Bhagavan. Brahman ini adalah aspek impersonal Tuhan (cahaya badan Rohani Tuhan), Paramatman (sumber Atman) yang berada di setiap atom ciptaanNya, dan Bhagavan (personalitas TYME) adalah aspek paling lengkap dan sempurna dari TYME. Jadi, Bhagavan inilah Tuhan yang ada di tempat tinggalNya yang bernama Goloka Vrindavan. Tuhann personal inilah yang tertinggi….
Anda juga banyak benarnya, terutama komentar mengenai etika dalam praktik spiritual. Salam
SURYA
Brahma adalah Deva yang diciptakan oleh Tuhan (dari bungan padma yang keluar dari pusar Garbhodakasayi Vishnu).
Lalu siapakah Siva? Antara Siva dengan Tuhan ibarat Susu dengan susu asam. Susu adalah Tuhan, sedangkan susu asam adalah Siva. Silakan baca tulisan di link ini: http://sekar-33.web.ugm.ac.id/2009/12/30/siapakah-siva
om swastiastu… om awignamastu namah sidam
mohon maaf klo boleh saya urun rembug^_^
kita yang senang mempelajari sastra sering menemukan pertentangan yang membuat kita bingung,. pengetahuan saya hanya sedikit,, tapi pernah saya temukan salah satunya yaitu pertentangan tentang konsep penciptan dalam brahma purana, wisnu purana dan siwa purana.semua saling mengunggulkan satu dengan lainnya,. ini masih dalam tingkat purana apalagi kalo sudah tingkat upanisad pasti makin membingungkan,klo tanpa pembimbing(guru)! yah klo menurut pendapat saya semuanya sih benar adanya tergantung mana yang cocok dengan kita.. dan setau saya semuanya dapat mengantarkan kita pada pencerahan klo kita dapat belajar bukan hanya dari buku tapi yang paling penting dari guru sejati yaitu “pengalaman langsung”^_^ tapi klo boleh saya berbagi sedikit pengalaman sebelum belajar satu sastra suci kita harus bersihkan diri dari musuh utama yaitu “EGO”,. jngan sampai setelah kita membaca sastra suci bukannya kita menjadi orang yang lebih paham tapi menjadi orang mabuk dan linglung.. sehingga menganggap ajaran lain itu salah atau mungkin mencari kesalahan-kesalahan dalam ajaran lain,.. kalo dicari pasti ada saja kelemahannya^_^ karena tidak ada yang sempurna didunia ini selain TUHAN YME itu sendiri,.. mohon maaf klo komen saya ada yang menyinggung perasaan,semoga bermanfaat untuk kebaikan kita bersama^_^
om shanti… shanti… shanti… om
wow komentar dari @Surya panjang sekali sampai keblinger bacanya, tapi sangat menarik dan berisi, yg intinya menganjurkan kita untuk menghormati suatu ajaran dan bagaimana kita menghormati guru.
@Indra juga mengomentari tentang “Ego” artikel ini jg membahas tentang “Ego”…. bagaimana kalau mohon pengertian definisi ego pada teman2 agar jelas saya mengetahui yg mana sesungguhnya menunjukkan ego @Surya atau Author penulis artikel ini.
Salam,-
@Surya
wow!ini komentar yg paling menarik,padat,berisi dan mampu memberi perbandingan yg obyektif terhadap artikel diatas,
komentar anda enak dibaca dan ga jelimet,
dasar-dasar logika yg mudah dimengerti,
apalagi didasarkan pd kitab suci Weda,
sy baru tau kl ada Brahma Sutra, Sarva Gita Sarah dll,
bahkan komentar anda lebih valid krn berdasarkan Sruti,
setau sy,sruti lebih tinggi dari smreti.
thanks saudara Surya atas pengetahuan yg dibagi,
terus berikan komentar-komentar anda agar kmi punya perbandingan dalam membaca suatu artikel…
@Putratridharma
Bli Putra,mohon bimbingannya lagi,
tapi menurut sy Bli, sy lebih setuju dgn saudara Surya bila Brahman itu sebutan Tuhan dalam Weda, yg bersifat personal dan impersonal.
seperti sloka BG 13.12 yg menyatakan Brahman itu SAT (berwujud) dan ASAT (tidak berwujud)
sy yakin anda lebih tau ttg BG dibanding sy…
mohon bimbingannya lagi bli Putratridharma, yg komennya keren-keren jg,
slam kenal bli.
@Indra
komentar anda singkat tapi tenang dan cerdas!
salam saudara Indra.
@Kidz
salam kenal…
Pertengkaran bodoh ini tidak akan terjadi bila Tuhan mau dan mampu untuk hadir secara langsung, serta memberikan penjelasan yg mudah dan benar atas ajaran kitab-kitab suci yang begitu sulit dipahami. Heran juga, padahal Dia menurunkan kitab suci untuk manusia, tapi kok ajaran yg terkandung begitu sulit dipahami manusia. Aku malah curiga kalau tujuan sebenarnya Ia menurunkan ajaran-ajaran semacam itu agar terjadi konflik antar-manusia,, hehe.. (^_^)v
Om Swastyastu,
TAT TWAM ASI
Bli Surya,
Komentar Bli lebih layak jadi artikel. Sangat berisi dan menarik…
Berulangkali saya membacanya, berulangkali saya mendapat banyak pengetahuan,
kalo boleh tahu Bli, dimana sy bisa mendapatkan buku-buku yg Bli sampaikan??
Izinkan juga saya meng-copi komentar Bli,
tuliskan lg komentar-komentar menariknya Bli,
mohon berbagi pengetahuan…
Akhirnya ada juga komentar yg menumbangkan “KETIDAKSEIMBANGAN” artikel diatas,
Bli Indra,
tampaknya Bli uda maju banget spiritualnya dari komen bli, bagi-bagi bli pengalamannya…
Bli Kidz,
saya rasa dengan pengetahuan Bli yg saya baca dari sekian banyak komentar Bli,saya yakin Bli sudah tau mana yg lebih EGO…
Jelas komentar Bli Surya lebih adil dan seimbang,
tidak menyudutkan salah satu ajaran,tidak pula memihak.
komentar Bli Surya jg berdasarkan Catur Weda,jd jelas lebih terpercaya dan meyakinkan,
Tp jujur Bli Kidz,komen bli keren-keren dan menarik, filsafat bli rasional-rasional…saya kagum dengan tingkat pengetahuan Bli,
salam kenal Bli.
Bli Putratridhrma,
Maaf Bli…saya rasa bli terlalu fanatik…
komen-komen bli yg saya baca terlalu berat sebelah dan sering menyudutkan…terlalu emosional utk murid spiritual;)
dasar komen Bli kitabnya itu-itu aja,dari aliran itu-itu aja,
ga adil dan seimbang,
coba bli kasi dasar dari Sruti,
kami pasti lebih percaya dan yakin.
komen bli ttg adat bali jg terlalu menyudutkan, seakan-akan bli paling tau ttg adat bali…padahal banyak orang bali yg saya kenal fine-fine aja menjalani adatnya, bahkan banyak yg bangga dengan adat dan budayanya,tidak terbebani…mungkin bli sendiri yg terbebani dgn itu jd nuduh orang lain,
contoh beberapa orang yg terbebani adat,hanya sebagian kecil bli…jangan dijadikan contoh dan pembenaran atas sudut pandang bli…
di bali Hindu dan adat adalah kesatuan…krn Hindulah budaya lokal dan tradisi bali memberikan orang bali banyak kebaikan, buktinya lihatlah bali…
baiklah kl ada kekurangan,tp hampir semua hal ada kekurangaanya…
tp setidaknya itu tidak membuat bli seenaknya menyudutkan,
makanya bli,sebelum memberikan komentar pelajari dulu budaya bali itu dan Hindu Bali itu,sehingga bli ga sembarangan menyudutkan budaya orang bali dan Hindu Balinya…
dan yg terpenting bli…Orang bali TIDAK FANATIK sehingga slalu berpikiran terbuka…yg membuat banyak orang Hindu Bali yg saya kenal begitu maju dan toleran dalam beragama.
jd tolong berkomentar lebih adil dan lebih memiliki dasar bli.
maaf Bli…jangan marah,itu menurut saya.
Bli Herwits,
Bli lucu komennya…bli ga mabuk kan waktu nulis ini…
ga ada yg tengkar bli disini…ini tempat anak muda adu argumen krn cintanya kepada Tuhan, daripada ngelakuin kegiatan lain yg ga berguna, mending adu argumen yg cerdas ttg agama dan Tuhan…
memang buat bingung tapi buat tahu juga…
TAT TWAM ASI.
@Kurniananda
Salam kenal dan terima kasih atas kritikannya untuk saya.
===Maaf Bli…saya rasa bli terlalu fanatik…
Saya: Wah saya kok malah bangga disebut fanatik he he he…
===komen-komen bli yg saya baca terlalu berat sebelah dan sering menyudutkan…terlalu emosional utk murid spiritual;)
dasar komen Bli kitabnya itu-itu aja,dari aliran itu-itu aja,
ga adil dan seimbang,
Saya: Berat sebelah gimana? Dalam perdebatan tentu saya mempertahankan apa yang saya sampaikan. Saya berusaha untuk memberikan argumen berdasarkan apa yang saya pahami. Karakter saya memang seperti itu. Kalau saya tidak setuju dengan argumen teman debat saya, maka saya katakan tidak setuju. Saya tidak mungkin untuk “menyamarkan” ketidak setujuan saya hanya untuk menyenangkan teman debat saya, karena sikap abu-abu saya akan menyesatkan. Btw, saya akui referensi yang saya baca terbatas. Terima kasih, semoga saya bisa belajar lebih banyak.
===coba bli kasi dasar dari Sruti, kami pasti lebih percaya dan yakin.
Saya: Kesimpulan semua Veda sudah ada dalam bentuk Veda Sidhanta (Bhg. Gita). Mengenai Sruti, terutama Catur Veda, tujuannya adalah hidup bahagia di dunia material. Ujung-ujungnya adalah Surga. Bagi saya, Bhagavad Gita dan Srimad Bhagavatam sudah cukup. Bahkan, satu bab saja dari Bhg. Gita sudah cukup.
===komen bli ttg adat bali jg terlalu menyudutkan, seakan-akan bli paling tau ttg adat bali…padahal banyak orang bali yg saya kenal fine-fine aja menjalani adatnya, bahkan banyak yg bangga dengan adat dan budayanya,tidak terbebani…mungkin bli sendiri yg terbebani dgn itu jd nuduh orang lain, contoh beberapa orang yg terbebani adat,hanya sebagian kecil bli…jangan dijadikan contoh dan pembenaran atas sudut pandang bli…
Saya: Dalam berargumen, saya kadang ketus. Tapi seingat saya, tidak pernah kok menyalahkan adat Bali yang luhur. Coba deh periksa ulang dan perlahan komentar saya. Kalau membacanya dengan emosi melompat, memang komentar saya tampak menyalahkan adat Bali. Tapi jika perlahan-lahan bacanya, saya yakin anda keliru menuduh saya anti adat Bali. Atau Anda bisa kutipkan pernyataan saya yang menyalahkan adat Bali? Kalau benar ada, maka saya akan ralat dan minta maaf untuk itu.
===di bali Hindu dan adat adalah kesatuan…krn Hindulah budaya lokal dan tradisi bali memberikan orang bali banyak kebaikan, buktinya lihatlah bali… baiklah kl ada kekurangan,tp hampir semua hal ada kekurangaanya… tp setidaknya itu tidak membuat bli seenaknya menyudutkan,
Saya: Jika fundasi dan acuannya jelas, seberapa kuatpun saya berusaha menyudutkan tentu tidak akan tersudut. Tapi jika tersudut berarti ada yang lemah dan harus segera diperbaiki. Saran saya: jangan terlalu terlena dengan kenyamanan semu yang ada di Bali. Tiang-tiang penyangga Bali sudah keropos. Berdirinya pun di atas pasir. Sedikit saja guncangan, maka ambruklah semuanya. Jika anda belum setuju, maka cobalah pikir hanya dengan sebutir Bom saja Bali sudah klepek-klepek, megap-megap. Perlu waktu lama untuk pulih.
===makanya bli,sebelum memberikan komentar pelajari dulu budaya bali itu dan Hindu Bali itu,sehingga bli ga sembarangan menyudutkan budaya orang bali dan Hindu Balinya… dan yg terpenting bli…Orang bali TIDAK FANATIK sehingga slalu berpikiran terbuka…yg membuat banyak orang Hindu Bali yg saya kenal begitu maju dan toleran dalam beragama.
Saya: Karena saking tolerannya sehingga dengan mudahnya gereja dan mesjid didirikan di Bali. Svami Tantradeva yang pernah berkunjung ke Bali bilang: toleransi yang kebablasan.
===jd tolong berkomentar lebih adil dan lebih memiliki dasar bli.
maaf Bli…jangan marah,itu menurut saya.
Saya: Terima kasih, saya akan belajar lebih adil lagi. Ah nggak marah kok. Anda kan mengungkapkan komentar dengan santun. Saya biasa mendapat kritik yang kasar. Namanya debat, kadang melanggar prinsip koperatif dan prinsip sopan santun wajar saja. Terima kasih pelajarannya. Salam…
@Caitanya
===Bli Putra,mohon bimbingannya lagi,
tapi menurut sy Bli, sy lebih setuju dgn saudara Surya bila Brahman itu sebutan Tuhan dalam Weda, yg bersifat personal dan impersonal.
seperti sloka BG 13.12 yg menyatakan Brahman itu SAT (berwujud) dan ASAT (tidak berwujud) sy yakin anda lebih tau ttg BG dibanding sy…
mohon bimbingannya lagi bli Putratridharma, yg komennya keren-keren jg,
slam kenal bli.
Komentar: Salam kenal juga Caitanya… Maaf kalau komentar saya mungkin ada yang keliru. Jujur, saya juga baru belajar sedikit-sedikit. Oh iya, mengenai Brahman, saya kutipkan dari tulisan saudara Ngarayana: Upanisad menyatakan bahwa Kebenaran Mutlak (Tuhan) berhakekat non material alias spiritual dan disebut Brahman. Dikatakan, “Brahman tidak terpahami, karena Ia tidak bisa dimengerti” (Br-had-Aranyaka Upanisad 3.9.26). Dikatakan demikian karena Ia (Brahman) tidak berwujud, tidak bersifat atau berciri material. Meskipun Upanisad mengajarkan meditasi kepada Brahman impersonal, ia tidak menolak bahwa Tuhan memiliki wujud pribadi atau kepribadian spiritual. Dengan demikian, pernyataan Upanisad tidak berlawanan dari Veda-Siddhanta (kesimpulan Veda) yaitu Bhagavad-Gita bahwa aspek Tuhan tertinggi adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa spiritual dan disebut Sri Bhagavan.
Nah, untuk otorisasi pernyataan di atas silakan buka Bhg. Gita Sloka 14.27… Silakan baca penjelasan Srila Prabhupada tentang Brahman tersebut. Terimakasih, dan maafkan kekurangan saya. Dandavat….
Salam,
Wah ternyata ada ulasan mengenai filsafat advaita…..luar biasa…..suksma Bli Surya…..
sungguh indah jika filsafat dvaita dan advaita berdampingan untuk mengisi kekeliruan dan kebodohan manusia saat ini…..
Suksma Bli putra…akhirnya kita ketemu juga..ha.ha. saya blm bisa dandavat…berharap karunia di hati ini sehingga mampu menjalankan dandavat…
komentarnya bli herwitz lucu juga…..tapi sy inget sebuah kisah. Turunnya Avatar bukan semata karena untuk menegakkan dharma spt yg tertuang dalam sloka BG. Tujuan yang lebih daripada itu adalah untuk memuaskan Para PenyembahNya….maksudnya??? maksudnya adalah ada request dari Penyembah Murni agar Beliau dapat berlila…..
so kenapa Tuhan g turun juga padahal banyak yg sembahyg, sholat,dsb. karena memang susah untuk menjadi Penyembah Murni…..
marilah kita tingkatkan sradha dan bhakti kita……
saya g banyak komen tentang filsafat advaita dan penjelasan Bli Surya. sy lebih nyaman, bahagia dan bersemangat dengan filsafat dvaita (bukan berarti dulunya g bahagia/nyaman). Apa yg Bli Surya katakan tentang filsafat advaita dapat terserap dan terlengkapi kembali dengan filsafat dvaita (so, bukan berarti filsafat advaita buruk ato jelek. namun terlengkapi). sy juga g akan memaksa Bli untuk paham filsafat dvaita……semoga semua menemukan kebahagiaan dalam Lautan Veda……
mengenai smerti dan sruti sy punya pendapat sendiri nih…..jika kita ingin mendalami sruti yg berisi mantra-mantra tentang pemujaan atau nyanyian pujian, tanpa pendekatan smerti terlebih dahulu akan bingung. Dalam sruti misalnya ketika kita membaca mantra pemujaan kepada Agni, Varuna atau Indra tanpa pendekatan smerti maka akan bingung, banyak sekali yang dipuja….
dengan smerti kita melandasi diri dulu tentang siapa kita, semesta dan Realitas Tertinggi. Setelah mantap barulah kita bertindak based sruti seperti seorang Pendeta Vaisnava yg telah mantap kemudian melakukan Agni Hotra atau yadnya g akan bermasalah dengan upacara tersebut(maksudnya tidak akan bingung atau mempermasalahkan realitas lagi), karena dia yakin bahwa semua itu adalah untu Yajnaswara (Pemilik tertinggi atas segala Yadnya/penerima yadnya)……mohon dikoreksi ya bli/mbok.
memang akan terasa rumit dan kompleks…namun pasti ada kesederhanaan/ke-simple-an dalam bertindak
Semoga semua berbahagia
Salam
@Surya
Anda meletakkan sesuatu yang “berharga” menurut Anda, dan luar biasa panjang di sini, masak sih tidak ingin melihatnya sekejap saja?
===Saat ombak menyadari dirinya air, bagian dari air dan air itu sendiri, ia lepas dari kesadaran kecil (ego) “aku ombak” ia mencapai kebebasan dari belenggu keterbatasannya. Ia menyadari kesatuan dirinya dengan air lautan yg maha luas.
Personalitas Ombak tak lenyap, ia tetap ada…yg lenyap adalah kesadaran kecilnya “aku ombak”.
Saya sedikit komentari: Yang dapat saya pahami dari tulisan Anda adalah adanya paradoks. Anda mengatakan Atman akan menyatu dengan Tuhan, sementara itu Anda katakan bahwa individu Atman adalah tetap he he he… sudah menyatu ya menyatu. Gimana bisa lagi dikenali antara air ombak dan lautan? Mungkin Anda terlalu malu atau takut untuk menyatakan diri sebagai calon Tuhan karena nanti setelah menyatu akan menjadi Tuhan….
Kalau Anda baca artikelnya Pak Suryanto dengan perlahan-lahan, tidak ada yang mengejek atau menghina Sripada Sankaracharya karena Beliau itu sejatinya adalah Deva Siva. Dalam ajaran Vaishnava, Deva Siva itu diakui sebagai Vaishnava paling agung. bukan tidak menghormati. Bedanya adalah: para Vaishnava mengetahui misi atau tujuan ajaran Beliau, sedangkan yang bukan Vaishnava tidak.
Anda benar, semua sudah ada dalam Veda, Sankaracharya hanya memperkenalkan plus memberi penafsiran yang bertujuan untuk kompromi.
Anda mesti sadari bahawa ketika menyebut Sruti: maka sebagian pembaca akan berpikir atau membayangkan tentang Veda. Walaupun Upanishad adalah Sruti juga, tetapi orang-orang jarang langsung membayangkan itu dibenaknya. Dan mereka yang bodoh tetapi pura-pura pintar mengatakan atau menyebut-nyebut Sruti (Catur Veda) dan Smrti itu dalam relasi: tinggi dan rendah… besar dan kecil…. primer dan skunder…. Dengan pikiran seperti itu mengatakan bahwa apa yang dijadikan acuan dari ajaran Vaishnava hanyalah kitab-kitab skunder yang ternyata hanya mitologi (dongeng).
Saran saya: karena pemahaman Anda luas, maka sebaiknya langsung saja menyebut kitabnya kalau memberi rujukan. Anda masih banyak hanya mengatakan menurut Sruti….
Ngomong-ngomong mengenai Sruti yang beberapa kali anda tulis secara umum itu, Sruti yang baru (disabdakan ulang 5000 tahun yang lalu) sebenarnya adalah Bhagavad Gita. Dan Sruti yang “paling baru” adalah Ajaran Sri Caitanya Mahaprabhu, baru 550 tahun yang lalu.
(Kesimpulan semua Veda ada dalam Veda Sidhanta, yaitu Bhagavad Gita).
Terakhir, silakan cermati kembali apa yang diperintahkan Sripada Sankaracharya menjelang berpulangnya Beliau.
bhaja govindam bhaja govindam
govindam bhaja mudha mate
sampraapte sannihite kaale
na hi na hi rakshati dukrinya-karane
“Nyanyikanlah nama Govinda (Krishna), sebut nama Govinda, bodoh! Pengetahuan lain yang kau kejar tak akan membantumu saat ajalmu tiba.”
@ Dino
Prabhu, saya kelelahan karena acara semalam di Ancol, mungkin karena polusi asap kembang api he he he…. Semoga nanti ada acara bhajan dengan perangkat (sound system) dan menghadirkan devotee yang lebih banyak. Sembah sujud….
ralat:
Anda mesti sadari bahawa ketika menyebut Sruti: maka sebagian pembaca akan berpikir atau membayangkan tentang Veda.
Maksud saya adalah: tentang Catur Veda
@Putratridharma
Calon Tuhan?
Anda mengatakannya seolah itu sangat riskan. tetapi anda tidak mampu menunjukkan dimana letak kesalahan pemahaman itu(atman menyatu dengan tuhan). Lalu bagaimana pemahaman anda sendiri tentang moksa?
sori nimbrung
@Sutha
Terima kasih…
Mukti berarti kembalinya Sang Jiva pada kedudukan dasarnya sebagai abdi Tuhan di dunia Rohani (Srimad Bhagavatam 2.10.6).
Jiva tetap individual. Jika Atman lebur bersatu dengan Tuhan berarti individualitasnya hilang. Sukadeva Gosvami, Suta Gosvami, dan semua penyembah-penyembah murni contohnya.
Mungkin Anda punya pendapat lain? Silakan dikemukakan.
Sutha
Ralat
Jiva tetap individual. Tidak akan pernah lebur bersatu dengan Tuhan.
Sebab jika Atman lebur bersatu dengan Tuhan berarti individualitasnya hilang dong? Sukadeva Gosvami, Suta Gosvami, dan semua penyembah-penyembah murni contohnya. Mereka tetap individual.
@Putratridharma
Ingin saya jelaskan, tetapi saya yakin saya belum paham kecuali garis besarnya. Jadi mungkin nanti2 aja ya…
Magsud saya hanya bertanya.
Saudara putra udah jarang berkunjung ke blog saya nih..
Ini bli saya haturkan tulisan terbaru saya mohon sudi sekedar menengoknya.
http://hanjayas.blogspot.com/2011/01/profil-sri-jaya-sakti.html
Menyebutkan juga tentang Hare Krishna di bali, Gus Nuril (Muslim) dan Vasudaiva Kutumbakam Meditation festival
Terima kasih Bli Putra atas jawabannya,
Justru setelah sy membaca penjelasan Bli, dan sy baca juga di BG dan Brahma Sutra (yg baru sy beli…), juga di buku yg luar biasa “upanisad-upanisad utama karya Sri Radhakrishnan”(baru beli juga ^_^) sy semakin meyakini bahwa Brahman adalah berwujud juga tidak berwujud…
Thanks bli Surya dan bli Putra, berkat bli-bli sekalian sy banyak menemukan pengetahuan baru…krn ikut nimbrung disinilah sy semakin tertarik Hindu,syukurnya bli Surya menulis coment yg menarik+daftar pustakanya, itu menimbulkan gairah yg luar biasa,sy jg tertarik dgn buku-buku yg beli referensikan….setelah sy cari ditoko-toko buku sy menemukan buku-buku Hindu yg bli referensikan dan sungguh luar biasa menariknya buku-buku itu…Sy terharu membaca sloka-sloka agung upanisad,
Sy tersucikan dengan sabda Tuhan yg Berkepribadian;Krishna dalam nyayian suci BG,
Semoga Brahman membimbing kita semua,cerahilah kami ya Brahman…yg kami sebut Hyang Widhi Wasa yg Acintya.
Semoga dalam sifat saguna-Mu, dengan wujud Kepribadian Tuhan yg Maha Esa,baik sebagai Siwa, Sakti, Krishna dan berbagai swarupamu…Smg Engkau membimbing kmi sebagai Maha Guru yg menganugerahkan kesadaran akan sifat sejati kami.
Jaya HINDU DHARMA!!!
Bli Surya…thanks…tapi ko ga pernah coment lagi ya?? Uda moksa kali ya ^_^
Bli Putra…tetap kritis dan semangat! Thanks bli atas inspirasinya.
@bli Kurnia…buku-buku dlm coment bli Surya sebagian sy lihat ada ditoko buku, kl bli dibali…
Bli bisa langsung ketoko buku/penerbit PARAMITA di Jl. Letda Made Putra,Denpasar.
@Bli Sutha…blognya TOP bli!!! uttara kanda artikelnya menarik banget…sy SETUJU dgn artikel bli…Sri Rama ga mungkin buang Sita…ga mungkin…makasi bli…salam kenal.
Om Shanti,Shanti,Shanti Om.
Caitanya
Om Namo Bhagavate Vasudeva ya…
Anda sangat bersemangat. Saya suka dengan generasi muda seperti Anda. Kalau boleh saya sarankan, carilah kebenaran tentang ini:
1. Dalam setiap mahluk bukan hanya Atman yang bersemayam di dalamnya, tetapi ada juga Paramatman.
2. Ada 3 aspek Ketuhanan: Brahman (Tuhan dalam aspek impersonal), Paramatman (Tuhan yang berada di setiap mahluk/benda ciptaanNya), dan Bhagavan (Personalitas Tuhan Yang Maha Esa), Tuhan dalam aspek yang lengkap dan merupakan sumber segala ekspansi Ketuhanan.
3. Hubungkanlah ketiga aspek itu dengan istilah Sat – Cit – Ananda.
4. Carilah pengertian dan perbedaan antara Deva dengan Tuhan (Ini sangat penting).
5. Selamat belajar… saya tunggu komentarnya.
@all
Hanya ingin mengucapkan selamat merenungkan malam Sivaratri bagi yg merayakan. Semoga Siva yang Agung memberkati memberikan anugrahNYA dan semoga kita dilepaskan dari segala bentuk keterikatan material, semoga kita terlepas dari kelahiran berulang2.
Om tryambhakam yajamahe
Sughandim pusti vardhanam
Urva rukam iva bhandhanam
Mrityor muksya maamritat
Om Namo Siva Ya
Deva Siva senantiasa khusuk bermeditasi pada Lord Sankarsana… Segala pujian dan doa-doa kita panjatkan kepada Deva Siva yang sangat murah hati. Tidak ada Deva yang lebih agung dari Deva Siva.
Dear all,
Selamat ber-Sivaratri bagi yang merayakan, semoga malam perayaan ini menjadi renungan yang sangat membantu kita untuk mengingat kembali ajaran2 suci sehingga lebih mantap dalam berpikir, berkata dan bertindak ke depannya
Salam
oh iya saya lupa klo putratridharma sedang genjar-genjarnya promosi kalau Siva adalah Deva dan Tuhan umat Hindu adalah Krishna, yaah…..teman……. saya sudah tidak tertarik dengan hal itu. Bagi saya Tuhan itu adalah Siva (terserah tanggapan kalian semua), disaat anda bangga menjadi fanaticsm, mungkin andapun mengerti apa yg kami rasa, dan saya pun sangat bangga anda sebut calon tuhan. ok terus perjuangkan kebenaran anda, semoga kita semua diberkatiNYA.
Salam,-
Silakan saudara Kidz…
Sayapun tidak berminat untuk balik lagi ke masalah di awal perdebatan. Walaupun pemahaman saya berseberangan dengan Anda tentang siapa Deva Siva, satu yang pasti adalah pengakuan bahwa Deva Siva begitu agung. Salam
TAT TWAM ASI
Bli Putratridharma,
Bliputra ,bli bangga jd orang fanatic ya,
Kalo begitu tak ada gunanya sy berdiskusi dgn bli,
Lebih baik sy belajar dari orang bodoh daripada orang fanatic,
Krn setidaknya sy mungkin bisa belajar kerendahan hati dr orang bodoh, dibanding berhadapan dgn orang fanatic,krn sy ga kan dpt apa-apa.
Spt yg pernah sy baca dari komentar Vivekananda “lebih baik menjadi atheis daripada fanatic”
Krn fanatic=pikiran sempit,
Spt katak dalam tempurung, merasa pengetahuannya sudah “paling”
Padahal pikirannya terkurung,tertutup;ga bisa terbuka.
Maaf lo bli,sy bilang begini,krn bli bangga jd orang fanatic.
Orang atheis mungkin jd theis-tp orang fanatic ga akan berkembang.
Padahal setau sy tujuan agama adalah membuat pikiran terbuka dan murni bukan sebaliknya. Orang Hindu Bali mungkin terlalu banyak ritual, kering filsafat. Tapi itu lebih baik dari orang yg pintar berbicara saja ttg agama, tp hati masih sombong dan pikiran sempit. Otak saja dipenuhi filsafat tapi hati kering.
Kata-kata “Bedanya adalah: para Vaishnava mengetahui misi atau tujuan ajaran Beliau, sedangkan yang bukan Vaishnava tidak”
menunjukan betapa sempitnya cara berpikir bli. Inilah yg justru akan menimbulkan antipasti bukannya bersimpati kpd ajaran tsb. Sama halnya ada sebuah oknum pemeluk agama tertentu yg mengklaim hanya agamanya sajalah yg bisa menghantarkan ke surga, bukannya kita bersimpati tapi justru antipati.
Keyakinan bli bahwa Krishna adalah Kepribadian Tuhan yg Maha Esa sy terima,
Tetapi menyatakan Siwa lebih rendah dari Krishna itu yg tak dapat sy terima,
Bagi sampradaya HK,Krishna adalah Kepribadian Tuhan, tapi bagi pemuja Siwa, Siwa adalah Kepribadian Tuhan yg Maha Esa…seharusnya bli menghormati keyakinan mereka itu.
Kalau bli yakin moksa pergi ke goloka, pemuja Siwa juga yakin moksa ke kailasa.
Semoga ada dlm komentar nanti yg membuktikan bahwa ada sloka dalam Weda yg menyatakan kesejajaran Tri Murti.
Apakah bli senang bila Krishna ditempatkan lebih rendah dari Siwa, makanya bli jangan berpikiran sempit, akhirnya pengetahuan ga berkembang-kembang.
Bli Caitanya ,
terima kasih banyak infonya, Kok sama ya,sy juga semakin tertarik belajar Hindu setelah baca komentar bli Surya, kayaknya ada kekuatan luar biasa dibaliknya, membuat sy ingin tau lagi dan lagi. Terutama komentar ttg MAHAWAKYA, ternyata apa yg sering sy sebut TAT TWAM ASI jg mahawakya ya,sy tertarik sekali ttg komentar itu. Jg analogi ombak dan air laut, mudah banget jdnya ngerti ttg moksa yg sulit dijelaskan itu. Analoginya praktis,mudah dipahami,membantu banget waktu meditasi. Sy jg sependapat dgn bli ttg blog bli Sutha,Memang berisi artikel-artikel yg menarik dan membuka wawasan baru,bagi umat sedarma, sy rekomendasikan baca blog beliau. Salut bli Sutha.
Bli Surya,
Bli, apakah ada dalam Weda Sruti yg menyatakan Brahma-Wisnu-Siwa sebagai yg tunggal dan sejajar, krn dalam purana-purana kisahnya beda-beda, Kadang Brahma yg paling tinggi,kadang Wisnu,kadang Siwa…sy jd bingung? Apalagi beberapa sekte saling mengagungkan yg satu dan menempatkan yg lain lebih rendah. Tp Sy percaya memang Tri Murti itu tunggal dan sejajar,tp belum yakin sekali kalau belum baca slokanya,mungkin bli bisa bantu,trims bli. TAT TWAM ASI.
TAT TWAM ASI
setuju dengan bli Kidz…
Siwa yg Agung tidaklah lebih rendah dari Sri Krishna yg Agung.
Hanya orang fanatik yg mengagungkan Saguna Brahman yg satu dan merendahkan yg lain.
Sy yakin Sri Krisna pun sebagai Kepribadian Tuhan yg Maha Esa tidak suka salah satu swarupa-NYA ditempatkan lebih rendah dari yg lain.
Semoga ada kebenaran yg akan menerangi kita bersama.
selamat Siwaratri.
TAT TWAM ASI
@Kurniananda
Terimalah salam hormat dari saya. Dari Anda saya bisa belajar….
Fanatik bagi saya adalah keteguhan dalam memegang keyakinan. Keteguhan dalam menjalankan disiplin kerohanian. Tidak toleran terhadap penyelewengan atau pendistorsian filsafat. Tidak toleran terhadap segala sesuatu yang melemahkan bhakti kepada Tuhan. Fanatik juga berarti tidak menganggap semua agama itu sama.
Saya belum seperti itu… jadi saya belum menjadi fanatik he he he. Terutama saya belum bisa menjalankan disiplin kerohanian dengan baik. Itu fanatik dalam pengertian yang positif.
Fanatik akan menjadi negatif jika kata itu ditambah “buta” = fanaik buta, atau ditambah “sempit” = fanatik sempit, atau ditambah “konyol” menjadi fanatik konyol he he he….Jadi apa yang diucapkan oleh Svami Vivekananda itu harus dimaknai dengan benar.
Kenapa saya harus mengatakan bahwa Siva adalah Deva? Kenapa saya mengatakan kalau Siva itu bermeditasi kepada Tuhan? Ya karena itulah yang ada dalam Veda. Itu menurut Veda. Jika saya tidak percaya dengan otoritas (veda), lalu kepada siapa saya harus percaya?
Tentang Kailasa tempat kediaman Sivaji, itu sudah di atas Brahmajyoti, jadi memang sudah di atas wilayah kebahagiaan impersonal yang maha luas, jadi sudah di wilayah Rohani. Jika anda mencapai itu sungguh suatu keberuntungan. Lihat poster alam semesta: posisi planet-planet termasuk tempat Sivaji di sini: https://narayanasmrti.com/2009/07/poster-alam-semesta-yang-didasarkan-pada-filsafat-vedanta/ Anda bisa download dan zoom sepuasnya supaya jelas posisi Deva2 dan Tuhan.
Yah, memang saya tidak bisa memberi karunia apa-apa kepada Anda. jadi kalau anda merasa rugi untuk berdiskusi dengan saya, wajarlah. Saya juga baru belajar. Justru sayalah yang mendapat karunia dari Anda saudara Kurniananda. Salam hormat…
Om Swastyastu.
maaf saya ikut berceloteh,,hehe..saya hindu dari bali,biarpun saya belum pernah mendalami tentang weda,namun dari debat2 online inilah saya lebih gampang belajar..
maaf sebelumnya,yang saya tahu,ada 3 jenis ajaran dalam weda,yaitu ajaran satwamik,rajasik dan tamasik.dan antara tuhan krishna dan dewa siwa diibaratkan susu dan susu asam,dimana susu bisa berubah menjadi susu asam,namun susu asam tak bisa berubah kembali menjadi susu,namun dalam keadaan yang sama,keduanya merupakan sama-sama susu karena dewa siwa adalah perbanyakan(swamsa) dari tuhan Krishna..yg saya tahu,memang tuhan Krishna/Wisnu memang adalah Bhagavan,sedangkan brahman adalah sinar yang terpancar dari pribadi beliau,,sedangkan pancaran sinar yang melingkup ke seluruh ciptaan Beliau merupakan Paramaatman.okelah,disini kita jangan bahas antara salah atau benar tentang filsafat mayapada,saya yakin tidak mungkin ada kesalahan walau sekecilpun pada Weda,dan weda tidak perlu di revisi lagi.saya yakin itu,,tapi yang pasti adalah,,manusia yang menafsirkan berbeda-beda,makanya Weda menjadi benar “hanya dalam tingkat penafsirannya” .namun berbeda dengan penafsiran Dewa siwa,semua yang dilakukan dewa Siwa dalam inkarnasinya menjadi seorang brahmana dan ahli filsafat adalah untuk salah satunya mengembalikan kepercayaan orang2 kembali terhadap weda secara pelan2..dan tujuan lainnya adalah,,dengan melihat keadaan di jaman kaliyuga dimana manusia jiwanya begitu terperosot ke lembah dosa sehingga sangat begitu sulit untuk melakukan ritual2 keagamaan yang ketat,,untuk itulah,secara pelan-pelan,dewa Siwa mengajarkan tentang filsafat palsu ini(palsu disini maksdnya adalah : tuhan tidak berwujud dan tidak bersifat),,agar jiwa manusia berangsur-angsur terangkat ke dalam kehidupan yang lebih suci,lebih suci dan lebih suci lagi(contohnya seperti di bali : dengan beryadnya/korban suci)…dan ajaran inilah juga dikenal dengan ajaran tamasik dalam weda atau siwa sidanta,,
untuk lebih jelasnya silahkan download :
https://narayanasmrti.com/downloads/Dialog%20tentang%20Bhagavan.pdf
(bacalah mulai dari halaman 60 sampai anda benar2 mengetahui kebenarannya)
maaf saya ga pinter merangrangkai kata2,,kiranya penjelasan dalam artikel di rekomended download ini bisa menjelaskan lebih bagus…
yakini apa yang menurut anda bisa membawa anda pada kebahagiaan kekal nan abadi..
Om Santih,santih,santih Om.
Orang Bodoh
Anda sangat rendah hati.
Mohon terimalah sujud dari saya…
putratridharma
TAT TWAM ASI
orang bodoh
Anda bukan orang bali…
itu buka filsafat orang bali,
gaya bahasa anda gaya khas yg biasa muncul disini,
anda pasti duplikat si fanatik.
jangan bodoh-bodohin orang bodoh bli fanatik buta.
TAT TWAM ASI
Om Swastyastu,,suksma antuk komentar nyane,,tityang wawu 23 tahun bli,,tityang nongos ring bongkol gunung,..
@putratridharma : suksma prabu…
@kurniananda says :
adaseberapa mengerti anda dengan ulasan dari saya?? dimana letak kefanatikan saya? dimana letak penyerangan2 yg berujung kpada tudingan kefanatikan anda? dan seberapa mengerti anda tentang begitu majemuknya manusia dalam hal berpikir?
mohon dicermati bro,,jngn mengkambing hitamkan orang lain,,saya baru saja bergabung disini,,terbukti tulisan saya setelah saya cek ternyata banyk salah ketik..maaf,,
ohy,,dari ulasan saya diatas dan setelah anda membaca di artikel download tadi,,ada kira2 yg tidak jelas? mohon sharingnya,,ntr mngkin juga saya bisa tanya2 ama yg lebih berkompeten..
hormat saya,,,
Om Santih,santih,santih Om.
Om Swastyastu
Maaf ya coba ikut nimbrung diskusi:
Mungkin bisa sedikit menjawab pertanyaan Saudara putratridharma kepada Saudara Surya:
Mundaka Upanishad
II-ii-1: (It is) effulgent, near at hand, and well known as moving in the heart, and (It is) the great goal. On It are fixed all these that move, breathe, and wink or do not wink. Know this One which comprises the gross and the subtle, which is beyond the ordinary knowledge of creatures, and which is the most desirable and the highest of all.
II-ii-2: That which is bright and is subtler than the subtle, and that on which are fixed all the worlds as well as the dwellers of the worlds, is this immutable Brahman; It is this vital force; It, again, is speech and mind. This Entity, that is such, is true. It is immortal. It is to be penetrated, O good-looking one, shoot (at It).
II-ii-3: Taking hold of the bow, the great weapon familiar in the Upanishads, one should fix on it an arrow sharpened with meditation. Drawing the string, O good-looking one, hit that very target that is the Imperishable, with the mind absorbed in Its thought.
II-ii-4: Om is the bow; the soul is the arrow; and Brahman is called its target. It is to be hit by an unerring man. One should become one with It just like an arrow.
III-i-1: Two birds that are ever associated and have similar names, cling to the same tree. Of these, one eats the fruit of divergent tastes, and the other looks on without eating.
III-i-2: On the same tree, the individual soul remains drowned (i.e. stuck), as it were; and so it moans, being worried by its impotence. When it sees thus the other, the adored Lord, and His glory, then it becomes liberated from sorrow.
III-i-3: When the seer sees the Purusha – the golden-hued, creator, lord, and the source of the inferior Brahman – then the illumined one completely shakes off both merit and demerit, becomes taintless, and attains absolute equality.
III-ii-8: As rivers, flowing down, become indistinguishable on reaching the sea by giving up their names and forms, so also the illumined soul, having become freed from name and form, reaches the self-effulgent Purusha that is higher than the higher (Maya).
@kurniananda
Atharvasikha Upanishad
Om!
The sages Pippalada, Aangiras and Sanath Kumara approached the great God like sage, Atharva Maharshi and asked him, “Oh, God like sage, what is the chief aspect of meditation? What is the mantra (holy syllable) on which to meditate? Who can meditate? Who is the God of meditation?” 1.1
The sage Atharva replied to them,” Mainly meditation has to be done on the single letter Om. It itself is the mantra for meditation. The four legs of that mantra are the four devas and the four Vedas. The letter has to be recognized as the Para Brahman (Ultimate reality) and meditated upon. 1.2
The first syllable Aa, indicates earth, the Rig Veda along with its holy chants, Brahma the creator, Ashta Vasus among devas, “Gayathry” among meters, and Garhapthya (the fire of the household) among fires. 1.3
The second syllable Uu denotes the ether, the Yajur Veda, Rudra who is the God of destruction, the eleven Rudras among devas, “Trishgup” among meters and dakshinagni (fire of the south – funeral pyre) among the fires. 1.4
The third syllable Ma indicates the heavens, Sama Veda with its musical sounds of Sama, Vishnu who looks after the worlds, the twelve Adithyas (suns) among devas, “jagathichanda” among meters and Ahavagni (the fire used in fire sacrifice) among the fires. 1.5
That half fourth syllable which is the hidden Ma, is the magical chants of Atharva Veda, Samvarthaka (the fire of exchange) fire among fires, marud Ganas among devas. It is the self glittering Brahman which shines alone and sees everything. 1.6
The first is the red Brahma (creative aspect) , the second the holy white Rudra (destructive aspect), the third the black Lord Vishnu (the administrative aspect) and the fourth which is like lightning is the multi coloured Purushothama (best among males). 1.7
Brahma, Vishnu, Rudra and Indra are creating all beings, all organs and all karanas. They are also capable of controlling them. But Lord Shiva exists in between them like sky and is permanently stable. 2.2
It is advised that the five gods Brahma, Vishnu, Rudra, Ishwara and Shiva should be worshipped in the form of pranava [Aa+Uu+Ma+sound+Bindu(full stop)]. 2.3
Sumber : http://WWW.YOGAUSA.COM
@all
pertanyaan :
1.apakah dalam beragama HARUS berdasarkan sastra dan kitab suci ?? disaat semua sastra tidak saling mendukung satu sama lain. bagaimana agar membijaksanai pandangan kita mengenai sumber/acuan beragama ini??
2.asumsi jawaban point 1 adalah = YES/YA/HARUS ini pertanyaan saya selanjutnya, maaf kalau menjadi terkesan imajinatif, tetapi resapi untuk pembelajaran, seandainya pralaya agung dan seluruh kitab/sastra agama hancur (terbakar,lenyap,rusak,tidak bisa digunakan,dll) apakah generasi umat manusia akan menjadi tidak beragama ?? apakah kita bisa pastikan Tuhan akan turun dan menyusun kitab suci yg baru untuk umatnya ?
mohon jawaban dari pikiran yang se-objectif mungkin dengan tujuan tidak ada menunjukkan keterpihakan dari sisi manapun.
Salam,-
Kidz
Ada tiga jenis Pralaya:
1. KALPA Pralaya: peleburan planet dari Svarga Loka ke bawah sampai Patala Loka. Hanya mahluk di atas planet Surga saja yang masih hidup. Banyaknya peleburan ini jika dibandingkan dengan umur Deva Brahma adalah sama dengan jumlah malam dalam 100 tahun Brahma. Jadi setiap malam bagi Brahma adalah KALPA pralaya. Dan umur Brahma adalah 100 tahun. Setelah malam Brahma berlalu, bergantilah menjadi siang hari. Nah, pada saat siang hari ini ciptaan kembali diwujudkan oleh Brahma. Tentu saja Veda digunakan sebagai panduan kehidupan. Tuhan menyabdakan Veda berulang-ulang.
2. VIKALPA Pralaya: peleburan dari planet Brahma Loka:tempat Brahma ke bawah sampai Patala Loka. Ini terjadi menjelang wafatnya Brahma.
3. MAHA KALPA Pralaya: ini peleburan total. Susunan alam semesta di Samudra Karana dilebur.
Saudara Kidz, itu semua bersiklus. Mungkin perlu dipahami dulu tentang siklus Yuga ini. Lalu coba deh hubungkan dengan konsep Manvantara.
TAT TWAM ASI
Bli Putra,
terima kasih banyak jawabannya…akhirnya keyakinan saya mendapat sumber yg jelas dari otoritas tertinggi yakni Sruti.
semoga ini bisa menjadi pengetahuan dan perbandingan bagi kita semuanya,sehingga kedudukan sang Tri Murti adalah sejajar dan sejatinya perwujudan dari yg Tunggal, tanpa yg kedua yakni Brahman.
TAT TWAM ASI
Sekilas tentang tat-tvam-asi
Dikutip dari Tulisan Haladhara Prabhu
Om….
Maha-vakya adalah kata/mantra utama yang menunjukkan/melambangkan Tuhan. Menurut Veda, kata yang dimaksud adalah Om (pranava omkara). Dengan demikian kata Om adalah wujud Tuhan berupa huruf/getaran suara. “Pranavah sarva vedesu: Aku adalah suku kata Om dalam semua mantra Veda(Bhg.Gita 9.17). Begitu Tuhan Krishna menjelaskan.
Akan tetapi, tanpa alasan yang jelas, Sankaracharya menyatakan ada banyak maha vakya, dan yang paling utama adalah tat-tvam-asi. Di sini kata tat dimengerti sebagai Brahman (Tuhan), sehingga tat-tvam-asi berarti Anda adalah Tuhan (Brahman). Dengan pengertian ini, para filsuf mayavadi memaknai ungkapan tat-tvam-asi sebagai salah satu bukti tentang kebenaran filsafatnya.
Sesungguhnya, tat-tvam-asi bukan maha vakya. Ia adalah pernyataan (ungkapan Veda) yang memperingatkan setiap orang bahwa dirinya sejati adalah jiva (spiriton) yang kekal abadi, bukan badan jasmani (material) dan sementara. Begitulah, tat-tvam-asi berarti Anda adalah Jiva, dan bukan Anda adalah Tuhan.
Om Swastyastu,
@Page Paradev.
Makasi atas sarannya, saya telah menemukannya jawabannya berkat bimbingan MahaGuru Dewa Siva dan Brahman yg Maha tertinggi.
memang berbeda dengan filsafat HK, namun saya meyakininya, karena menemukannya langsung dari Sruti n BG.
@Putratridharma,
mohon maaf prabu…setau saya dari Chandogya Upanisad, yakni darimana mantra agung TAT TWAM ASI diambil, yg berasal dari perbincangan antara Rsi Svateketu dan ayahnya, saya rasa tafsiran anda jauh menyimpang. Coba prabu baca sendiri sloka-slokanya, sehingga tidak membuat kekeliruan tafsir yg besar. Krn dapat menyesatkan umat yg membacanya.
Mahawakya saya kira bukan pernyataan Sankara,
karena dalam kisahnya yg saya baca Sankara tak pernah mengeluarkan ide ttg MAhawakya, dari yg pernah saya baca itu memang kesepakatan bersama para maharsi dari tradisi yg sangat lama…saya kira dari komen2 prabu kayaknya anti dgn Sankara…mungkin karena Prabu fanatik,hehe
@ Surya
ko ga pernah komen lagi ya…bener2 moksa bli ini.
Masih inget film the matrix temen2???
saya baru nyadar bila film itu mirip ajaran Hindu, begitu juga kata2 didalam film itu,banyak diambil dari upanisad.
bahkan soundtracknya pun saat the matrix revolutions keren abis…
liriknya diambil dari upanisad.
temen2 bisa liat videonya disini
diawali dari mantra termasyur Brhadaranyaka Upanisad:
Om asato ma sadgamaya
tamaso ma jyotirgamaya
mrtyor mamrtamgamaya
http://www.youtube.com/watch?v=kex6JNjtKfQ
http://www.youtube.com/watch?v=Hk3KGHlCD1g
rasanya Tuhan menyelimuti kita kalo denger musicnya….
liat juga :
the Om di
http://www.youtube.com/watch?v=H7ofPdEgsoQ
Om Shanti,Shanti, Shanti OM
inilah paham yang sebenarnya menyesatkan dari Purana