Dongeng Adam dan Hawa sudah merasuk begitu dalam dan dipercayai oleh sebagian umat manusia sebagai leluhur mereka. Tidak terkecuali di Indonesia. Sejak dari pendidikan di keluarga, TK, SD, sampai SMA kita selalu dicekoki dengan dogma bahwa kakek dan nenek moyang manusia adalah Adam dan Hawa. Bahkan keyakinan bahwa Adam dan Hawa adalah leluhur manusia juga merasuk sampai ke pada mereka yang dikatakan berpendidikan tinggi. Pertanyaannya, seberapa besar probabilitas kebenaran bahwa Adam dan Hawa adalah leluhur manusia?
Keyakinan pada adanya sosok Adam dan Hawa memang sangat erat kaitannya dengan agama-agama yang berakar dari agama Abrahamik. Sebagai sebuah keyakinan, ajaran agama tersebut sudah dipercaya sedemikian rupa bahwa itu adalah benar secara mutlak. Bahkan meskipun Adam dan Hawa digambarkan dengan wajah Kaukasoid yang lebih mendekati penampilan orang Eropa, tetapi masyarakat Indonesia juga tetap mempercayainya sebagai leluhur. Di sisi lain, sebenarnya ada hal yang sangat lucu pada pengakuan ini. Tahukan Anda bahwa manusia sebenarnya memiliki makna tertentu? Kata manusia berasal dari bahasa Sanskerta dari urat kata “manu” dan “sia”. Manu adalah nama tokoh dalam kisah-kisah yang disampaikan dalam kitab-kitab berbahasa Sansekerta dan sia merujuk pada keturunan. Jadi sejatinya kata manusia berarti mereka yang merupakan keturunan manu. Jadi dari kata ini sudah jelas, manusia bukan berarti mereka yang dari keturunan adam. Tetapi kenapa banyak orang yang mengatakan bahwa dirinya sebagai anak cucu adam? Kenapa tidak menyebut diri sebagai Adamsia?
Okay, sekarang kita beralih ke pembahasan yang lebih mendasar. Apakah mungkin leluhur manusia hanya bersumber dari satu pasang manusia, dalam hal ini Adam dan Hawa? Menurut ajaran Abrahamik, pertama-tama Tuhan menciptakan manusia pertama berwujud laki-laki dengan nama Adam. Setelah itu, akhirnya Tuhan mewujudkan pasangan untuk Adam agar memungkinkannya berkembang biak dari tulang rusuk Adam sendiri yang akhirnya berwujud wanita dengan nama Hawa. Dari kisah ini, jika cerita itu adalah kisah nyata yang riil, maka dapat dipastikan genetika Adam dan Hawa adalah identik. Karena Adam diwujudkan dari tulang rusuk yang tersusun dari sel-sel dengan kromosom diploid. Jika memang demikian adanya, harusnya Hawa juga akan menjadi laki-laki, tetapi kenapa bisa menjadi perempuan? Lucu bukan? Okay, sekarang kita abaikan masalah ini dan kita asumsikan bahwa terciptanya Hawa dengan genetika yang 100% berbeda dengan Adam. Maka pertanyaan berikutnya adalah apakah mungkin Adam dan Hawa menjadi satu-satunya nenek moyang seluruh manusia yang ada di Bumi sekarang ini?
Masalah akibat perkawinan sedarah sudah menjadi pengetahuan yang umum diketahui oleh berbagai peradaban di dunia. Bahkan suku-suku tradisional di Indonesia juga sudah banyak yang melarang perkawinan sedarah karena sudah banyak kasus yang memperlihatkan bahwa perkawinan sedarah memiliki potensi besar penyumbang gangguan kesehatan pada keturunannya. Setelah pengetahuan mengenai genetika mulai didengungkan oleh Gregor Mendel pada abad ke-19, akhirnya akar penyebab permasalahan dari hasil perkawinan sedarah mulai dipahami dengan baik. Faktanya, dua orang tua yang memiliki kedekatan genetik yang melakukan perkawinan menyebabkan mutasi resesif pada genom keturunan mereka yang pada akhirnya memunculkan berbagai gejala penyakit dan ketidakmampuan beradaptasi pada keturunannya.
Gejala mutasi resesif dapat diamati dengan semakin baik saat kasus yang pernah terjadi pada abad ke-18 saat angin topan menyapu pulau Pingelap di kepulauan Pasifik. Bencana tersebut mengakibatkan korban jiwa yang tidak terhitung jumlahnya dan hanya menyisakan 20 orang yang masih dapat bertahan hidup. 20 orang yang bertahan tersebutlah yang pada akhirnya menurunkan penduduk Pingelap saat ini. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata saat ini hampir seluruh penduduk Pingelap menderita penyakit buta warna dan juga penyakit-penyakit genetika yang cukup serius. Kasus serupa juga tercatat dari kelahiran yang terjadi pada tahun 1933 – 1970 di Ceko dari orang tua yang memiliki kedekatan kekerabatan. Akibatnya mayoritas dari mereka mengalami cacat fisik dan mental serta banyak di antara mereka mengalami kematian.
Dr Bruce Robertson, peneliti dari Universitas Otago mengatakan bahwa dengan populasi yang kecil, semua orang akan segera terhubung secara genetika dan menghasilkan penduduk dengan varietas genetik yang terbatas. Jika perkawinan hanya terjadi pada populasi yang terbatas tersebut, maka mutasi resesif yang berakibat fatal tidak dapat dihindari. Perkawinan sedarah juga akan menyebabkan probabilitas pembuahan akan menurun dari kegagalan 10% meningkat menjadi 40% yang artinya akan menyebabkan peningkatan probabilitas pasangan yang mandul.
Para ilmuwan 80-an percaya bahwa dengan populasi perbedaan genetik dari 50-500 orang sudah cukup untuk menghindari terjadinya letal akibat perkawinan sedarah. Namun dengan pemahaman yang lebih baik saat ini, ilmuwan mengatakan bahwa lebih dari 500-5000 populasi dengan keanekaragaman genetik untuk menghindari terjadinya dampak buruk perkawinan sedarah.
Sekarang kembali lagi pada pertanyaan awal, bagaimana probabilitas pasangan Adam dan Hawa menjadi leluhur seluruh umat manusia? Jika berdasarkan pada pemaparan teori genetika, maka jawabannya adalah sangat-sangat kecil dan bahkan tidak mungkin. Jika hanya ada 1 jenis genetik atau katakanlah hanya 2, maka besar kemungkinan sudah sejak dahulu kala manusia akan punah senasib dengan beberapa jenis makhluk lainnya yang telah mendahului akibat kurangnya keanekaragaman genetik yang dimilikinya.
Kalau Adam dan Hawa bukan leluhur manusia, lalu apakah Manu sebagaimana asal kata manusia itu sendiri memiliki probabilitas yang lebih besar sebagai leluhur? Tidak seperti Adam dan Hawa yang merupakan 1 pasang sosok leluhur, menurut ajaran Veda, dikatakan terdapat lebih dari 1 manu. Menurut Visnu Purana, 1 kali siklus penciptaan berlangsung selama sekitar 311 Triliun Tahun manusia. Dari rentang waktu selama itu terdapat 14 manwantara dimana masing-masing manvantara memiliki manu tersendiri. Di sisi lain Bhagavata Purana menyebutkan bahwa dari 8.400.000 jenis kehidupan yang tercipta, 400.000 jenis diantaranya adalah kehidupan humanoid yang berupa manusia di bumi, yaksa, gandharva, picasa, raksasa, para dewa dan mungkin juga kehidupan manusia elien di planet-planet lainnya. Lebih jauh dikatakan bahwa manu dapat menikah dan memiliki keturunan dari mahluk humanoid yang lain. Sehingga tidak jarang kita akan membaca jika manu menikah dengan bidadari atau dewa dan melahirkan keturunan.
Adanya 400.000 jenis kehidupan manusia, 14 manu yang memimpin masing-masing manvantara, kisah manu yang melakukan perkawinan beda jenis memang terdengar “dongeng banget” dan serupa dengan dongeng Adam dan Hawa. Tetapi mari renungkan, di antara kedua “dongeng” tersebut, kisah yang mana yang lebih masuk akal jika dilihat dari pemahaman genetika dan fakta bahwa perkawinan dengan hubungan darah berdekatan akan sangat merugikan kelangsungan hidup umat manusia?
Om tat sat
Atau mungkin normal bagi kita sekarang ini sebagai keturunan Adam dan Hawa, sebenarnya tidak normal bagi keduanya.
Bisa jadi karena kawin antar sesama anak Adam lah yg membuat kita cacat. Pernah kepikir kesitu gak?
Rsi Adama atau disebut Adam dan Dewi Havyavati atau Hawa dikatakan manusia pertama hanya di Zaman Kali Yuga saja menurut beberapa sumber, bukan manusia pertama dari keempat zaman. Sehingga keturunan mereka sangat mudah dipengaruhi oleh Kali Purusha. Karena Rsi Adama dan Dewi Havyavati telah dipengaruhi sejak berada dalam Taman Swarga untuk memakan buah milik Dewa Indra, sehingga mereka diturunkan ke Bumi untuk menebus kesalahannya.
Menarik, tapi maaf, apa ada rujukan slokanya? Atau pernyataan ini hanya karangan belaka?
http://www.sitehindu.web.id/2017/01/bhavisya-purana-bagian-3-adam-dan-hawa.html?m=1
Niki Prabhu referensinya, artikel ini juga mengambil rujukan dari Majalah Hindu Times. Jadi bukan sembarangan juga yang bersangkutan mengatakan hal tersebut. Semoga kiranya bisa menambah wawasan kita semua. Teruslah berkarya Prabhu. Suksma. Haribol!
Sy mau tanya mengenai yesus dalam weda bhawisya purana
Dimana kebesaran dan kekuasaan Tuhan, jika pada akhirnya harus tunduk pada pemahaman akal manusia.
amazing how fully convincing article beated by a single comment
A broad minded and pure intelligent is required to understand the supreme knowledge, then you won’t so easy saying the article is “beated by a single comment”. just because your poor fund of knowledge you can’t understand the science behind. the writer try to bring you to level of critical thinking before you accept something blindly. Jika teori itu memang the supreme truth from The Supreme God, maka tidak akan semudah itu dipatahkan dengan logika manusia biasa. Jika “kebesaran” Tuhan itu bs ditundukan dgn mudah oleh pemahaman akal manusia, Apkah anda tau arti “kebsarasan” dr Tuhan?