Dibali ada berbagai semboyan yang dipakai menyindir atau mengingatkan perilaku seseorang. Beberapa semboyan itu di antaranya sebagai berikut:
“Ngadep carik ngae gelebeg/jineng” (menjual sawah untuk dipakai membuat gudang tempat menyimpan padi)“. Semboyan ini menyindir orang yang menjual sawah untuk dipakai mempercantik rumah, merenovasi merajan atau membeli mobil baru yang bergengsi, atau untuk berupacara yang megah meriah agar dikagumi oleh masyarakat.
“Cara patapan rook, pamuputne lakar telah”, (seperti rokok, pada akhirnya akan habis menjadi abu). Semboyan ini ditujukan kepada orang yang menjual tanah warisan untuk dipakai bersenang-senang seperti berjudi, mabuk-mabukan, selingkuh atau memborong barang-barang mewah yang biaya perawatannya mahal. Orang seperti itu juga dijuluki “ngatik bangbung” yaitu penampilan luarnya memang hebat, tetapi di dalamnya kosong melompong. Mula-mula dia menjual 2 are, jika ada keperluan maka lagi menjual 3 are, 4 are, 7 are dan seterusnya sehingga akhirnya habis terjual untuk membiayai berbagai kesenangan duniawi.
“Cara kuluk medem di arepan bungut jalikane, sayan gudig bulunne” (seperti anjing yang suka tidur di depan tungku dapur mencari kehangatan, akhirnya habislah bulunya terbakar sehingga dijuluki “cicing gudig” yang menjijikkan). Semboyan ini menyindir orang yang malas, tetapi ingin hidup enak. Pada akhirnya dia jatuh miskin sehingga dijauhi oleh masyarakat.
“Cara sendok komoh sing nawang rasan komoh” (seperti sendok, walaupun menyelam di dalam kuah sejenis gulai tradisi bali, tetapi tidak merasakan enaknya kuah). Ini menyindir penduduk lokal yang tinggal di wilayah pusat-pusat perekonomian, tetapi mereka tidak bisa menikmati rejeki yang berlimpah.
“Cara I Godogan bengong di samping bungan tunjunge, tusing nawang di bungan tunjunge ada madu. Nyawane uli joh teka maruyuan ngisep madune ane ada di bungan tunjunge”. (seperti kodong yang bengong ngelamun di samping bunga teratai, dia tidak mengetahui di situ ada madu. Tetapi lebah yang jauh datang berduyun-duyun mengisap madu tersebut). Semboyan ini menyindir penduduk asli (lokal) yang kalah bersaing merebut rejeki melawan kaum pendatang. Seperti pulau Bali, diserbu oleh para pendatang yang menguasai pusat-pusat perekonomian strategis yang bertebaran di Bali. Sedangkan penduduk asli Bali tenang-tenang saja seperti katak yang tidak tahu madu.
Konon di Inggris ada juga semboyan yang mirip dengan katak bodoh di Bali, tetapi disana disebut “katak rebus”. Ceritanya katak itu jika dicemplungkan kedalam panci yang berisi air panas, maka dia spontan meloncat keluar. Tetapi jika dicemplungkan kedalam panci yang berisi air dingin maka dia diam. Kalau air panci itu dipanaskan secara perlahan, kodok itu tetap diam sampai akhirnya dia mati direbus.
Jika anda iseng mengamati kondisi sosial ekonomi umat Hindu di Bali, maka Anda akan melihat kondisi perekonomian mereka seperti nasib “katak rebus”. Secara perlahan mereka direbus oleh panasnya 4 jenis masalah yaitu:
- Kesulitan ekonomi yang semakin mencekik leher.
- Biaya kesehatan yang mahal (sewa kamar, obat dan jasa dokter semuanya mahal).
- Biaya pendidikan mahal.
- Biaya upacara juga mahal.
Kesulitan yang ditimbulkan oleh ke-4 masalah itu memang pelan-pelan, tetapi semakin lama makin sulit. Contohnya harga beras, setahun yang lalu Rp 4.000,-/kg kemudian secara perlahan naik sekarang menjadi 2 X lipat yaitu Rp 8.000,-/kg. Dengan demikian 10 tahun kedepan akan makin banyak umat Hindu yang menjadi “katak rebus”. Terutama mereka yang miskin tinggal di pantai Selatan Pulau Bali. Sebab tanah pertaniannya sudah 35 % digerus oleh ombak dan akan terus digerus. Di suatu Subak yang dulunya luas sawahnya 100 hektar, sekarang yang tertinggal hanya 65 hektar, sisanya 35 hektar sudah menjadi laut. Sedangkan jumlah penduduknya menjadi 3 kali lipat. Populasi yang awalnya 100 KK sekarang menjadi 300 KK. Daya dukung alam menyempit sedangkan jumlah manusia berlipat ganda. Mau meloncat keluar desa tidak bisa karena tidak punya ketrampilan dan tidak ada modal. Kondisi seperti itulah yang disebut seperti “katak rebus”.
Dilain pihak sumber-sumber ekonominya terus diserbu dan dikuasai oleh kaum pendatang. Yang tambah parah lagi adalah upacara agama jor-joran yang mewajibkan umat membayar iuran (urunan) lumayan besar. Disatu pihak pendapatan mereka menurun karena perekonomian dikuasai kaum pendatang, di lain pihak pengeluaran mereka membengkak dengan adanya wajib membayar urunan. Belum lagi biaya sekolah anak-anak yang mahal, biaya berobat juga mahal. Kalau sudah begitu kejadiannya, jika Anda tidak berusaha menyelamatkan keluarga, maka nasib Anda akan menjadi “katak rebus”.
Bersambung…….
Oleh: Jero Mangku Wayan Swena
Jatma Bali mangkin sampun ngerasayang.
Jatma Bali mangkin sampun ngerasayang.
Setuju… mental orang2 bali lemah… terlalu menilai sesuatu dr materi…
Mengaku jagoan tapi tak mampu berkuasa di tanah sendiri. Hobine mesiat ajak nyamane pedidi
Autokritik yang sangat bagus
Untuk koreksi dan motivasi
Umat kita harus sering diberi pencerahan dan penguatan dari sisi ketahanan ekonomi agar bisa memenangkan persaingan global.
Om swastyastu.salam kenaldari jember jatim untk ikt urug rembug
Sebagai orang yg dijajah oleh ekonomi, tidak ada jalan lain kita harus
ikut bersaing dengan mereka, harus rajin bekerja dan mencari sumber dana lain, kerja keras, kalau tidak akan pergi sendiri tanpa diusir oleh warga pendatang.
Orang bali
1. Sulit berubah
2. Susah mendengar
3. Koh ngomong
4. Gengsi gede gedean
5. Iri ……… dst.
Ya begitulah faktanya,,,,adat yang kaku juga membatasi umat untuk bisa bekerja optimal,,,,,mulai dari mana untuk mereformasinya???? Semua menjadi bingung,,,
Dari pimpinannya ( pemimpin agama, adat,pemerintahan,dll) yang harus berubah jangan menjerumuskan masyarakat dengan upacara yang mahal, ribet, banyak membuang waktu dan mengungkung wawasan Orang Bali.
saya lahir dan besar diluar bali dan banyak melihat keberhasilan orang2 bali dirantau,mereka begitu rukun dan ulet luarbisa,pertanyaanya kenapa bisa demikian ? Mungkin jawabannya adalah mereka merantau shg hrs berjuang dg gigih sedangkan di bali orang2nya dimanjakan dg lingkungan dan keadaan,tdk ada/kurangnya tantangan kehidupan shg mereka menjadi malas/santai,shg mungkin mereka2 itu perlu melihat dunia diluar bali,melihat orang2 bali yg hidup diluar pulau bali yg hidupnya sukses ( sekedar urun pendapat) suksme
Selama Kita dilahirkan dan diciptakan menjadi MANUSIA, semua sifat itu ada, tidak hanya pada orang bali sendiri..setiap manusia yang terlahir memiliki Indera, apakah sodara2 kita diluar sana tidak seperti itu?
uli ugane maca artikel ne mule ngae uled basang gen.. ttidak semua orang bali seperti itu,, tergantung individu yg begitu… kalau masih mau berusaha tidak akan seperti itu,, desa kala patra adane.. cb jani ada nak matiangne,,sing tes mecaru?? nak kel luung gumi bali e?? bisa bisa grubug gumi ee.. mangku ling dije niki? dueg sajan nyelek2 krama bali.
Pemimpin banyakan gengsi dan ego
Masyarakaat koh ngomong
Jadinya ya katak rebus
Dimana2 perantau maju..pasti mengalahkan pribumi..dimanapun..juga jika orang bali merantau hasilnya sama
Kuuk…..tiba saatnya saya pulang dan merubah karakter orang bali untuk jd lebih baik mulai dari diri saya sendiri istri, anak2 saya, dan keturunan2 saya berikutnya…..
Yang merantau tdk terikat adat merainan, odalan, suka duka, mebanjar ngoopin, ngayah. Jd pengluarannya tdk sebanyak yg di bali. siapa bilang yg dibali tdk ulet bekerja? Kami bahkan bekerja lebih dr skdr mencari nafkah taukah anda?
ne be adane pecut, jelek dingeh , tapi nak mule seken keto, cari jani di bali, nyama bali ne mileh uber ngae kipem, banjar diep ajak memusuh, nyama selam dauh pangkung sayangin.. wkwkwkw , nganti ngadep tanah meli bakso, nyama selam ngadep bakso meli tanah.. mule beneh care keto jani ruuu..petilesang ragane
Diatas ada yg bertanya harus dimulai darimanakah untuk reformasi ini semua?
Saya menjawab mulailah dari diri sendiri, mulailah kurangi rasa ego, iri dan sifat lainya. Memang benar tetangga kita jual bakso bisa beli tanah, tpi yg membuat itu bisa terjadi siapa? Ya kita sendiri yg dengan setia lebih memilih menjadi pelangganya dibanding dengan warung2 krama bali. Kita baru lihat sodara bali kita jualan bakso kita malah sirik dan malah belanja di warung tetangga..
Mulailah belajar dan kurangi rasa sirik tersebut dan mari pererat hub antar sodara bali..
Kedua masalah ritual yg memberatkan, agama hindu sudah sangat fleksibel sekali buat masalah ini sperti ada nista, madia dan banyak upakara yg sekarang bisa dilakukan secara masal, cuma karena gengsi saja yg membuat org yg pas2an harus sampe2 berhutang untuk buat upacara besar2.. cobalah tmen2 kembali lg ke prinsip keTuhanan, buat apa melakukan upacara besar2n tpi perilaku kita masih tetep sma tidak pernah menolong sesama, Kalo bisa dengan seperti itu orang2 kaya dengan hasil korupsi yg memiliki uang banyak, pahalanya sudah sangat besar sekali dong, karena dengan mudahnya bisa membuat upacara besar2n bahkan setiap hari..
Yang ketiga, ayolah sodara2 bali, pererat hub antara sesama krma Bali, cukup jual2 tanah bali warisan leluhur kita, walaupun dikasi harga tinggi. Mulailah dari diri sendiri, dan kalo diri sendiri sudah sadar, sadarkan keluarga, dan tmen2 kita. Buatlah organisasi2, komunitas enterpreneur yg saling mendukung antara sesama krama Bali sehingga kita menjadi raja ditanah kelahiran kita sendiri, bukan malah menjadi babu di tanah kita..
Suksma