Sisya: Bagaimana hubungan 14 susunan planet ini dengan Tri Loka atau Tri Buana Guru?
Guru: Pertamana, Tri Bhuvana berarti: Bhu-loka dan semua planet-planet Bila-Svarga adalah dunia bawah, Bhuvar-loka adalah dunia tengah. Dan Svarga-loka beserta seluruh susunan planet di atasnya adalah dunia atas. Ini terkait dengan gayatri mantram yang kita ucapkan setiap hari yang berbunyi;”Om bhur bhuvah svah tat savitur…. Dst.” Gayatri Mantra ini mengarahkan kita agar kita mampu melampaui ketiga susunan alam ini dan mencapai pembebasan. Kedua, Tri Loka berarti: seluruh planet Bila-Svarga adalah dunia bawah. Bhu-loka atau Bumi adalah dunia tengah dan Bhuvar-loka beserta seluruh susunan planet Divya-svarga yang berada di atasnya adalah dunia atas.
Sisya: Mengapa Veda harus membaginya menjadi tiga bagian Guru? Kenapa bukan dua bagian saja?
Guru: Hal ini berkaitan dengan tirai maya Tri Guna, tiga sifat alam material yang menyelimuti seluruh alam material. Dikatakan bahwa dunia atas di dominasi oleh sifat alam sattvam. Dunia tengah didominasi oleh sifat alam rajas, dan dunia bawah didominasi oleh sifat alam tamas. Coba perhatikan Bhagavad Gita sloka 14.18.
Sisya: Kalau memang susunan alam bawah didominasi oleh sifat alam tamas, apakah penduduknya, yaitu para Danava, Daitya dan Naga adalah mahluk-mahluk bodoh?
Guru: Tidak, tamas memang secara umum diidentifikasikan sebagai kegelapan atau kebodohan. Kebodohan di sini artinya dia tidak menyadari kebenaran spiritual bahwa dirinya adalah sebagai jiva rohani abadi. Mereka secara bodoh menganggap dirinya adalah badan jasmani ini. Sehingga implikasinya mereka hanya sibuk dalam kegiatan memuaskan indria jasmani. Mereka bukan bodoh dalam arti tidak bisa baca-tulis atau teknologi. Para Daitya dan Danava yang hidup di Bila-svarga secara material amatlah cerdas dan maju. Sehingga dikatakan kehidupan mereka secara material jauh lebih mewah dari pada kehidupan penduduk Divya-svarga.
Sisya: Kembali kemasalah Bumi Guru. Saya merasa takjum mendengarkan bahwa di Bhu-mandala atau Bumi ini terbagi menjadi banyak Varsa dan terdapat berbagai jenis samudra selain samudra air asin yang kita lihat saat ini. Tapi bagaimana saya bisa mempercayai semua ini sementara fakta mengatakan sampai saat ini Bumi hanya dilingkupi samudra air asin. Belum pernah ekspedisi yang membenarkan keberadaan samudra yogurt, air tebu dan sebagainya yang telah Guru jelaskan sebelumnya.
Guru: Manusia jaman sekarang sulit mempercayai karena sebagian besar dari kita hanya mengerti Bumi hanya sebagai Bhu-gola, planet kecil sebagaimana yang diteorikan oleh para sarjana modern. Saat ini sebagian dari kita juga hanya bisa melihat dunia secara tiga dimensi. Sementara itu Veda menjelaskan bahwa alam ini multi dimensi, artinya ada wilayah-wilayah Bumi yang keberadaannya diluar dimensi kita sehingga tidak terjangkau oleh penglihatan indrya-indrya kita yang terbatas. Dari Veda kita mendapat menjelasan bahwa pada masa pemerintahan Maharaja Yudistira, orang-orang Bharata-varsa memiliki akses ke seluruh varsa yang lain yang ada di jambu-dvipa. Artinya mereka bisa berhubungan dengan penduduk semua varsa, mengunjungi samudra berair tebu, melihat dan menikmati taman-taman dan pohon serta panorama di sekelilingnya. Dan jauh sebelum itu, pada masa pemerintahan Maharaj Druva, orang-orang memiliki akses keseluruh wilayah Bhu-mandala. Artinya, mereka bisa berhubungan dengan penduduk yang tinggal di dvipa Bhu-mandala dan melihat samudra susu, samudra miras dan sebagainya beserta pemandangan alamnya yang indah dan menakjubkan.
Sisya: Apakah ini berarti bahwa realita kehidupan sehingga dapat menembus dimensi lain dari Bumi ini pada masa Dvapara, Treta dan Satya Yuga lebih tinggi dari kehidupan penduduk Kali Yuga?
Guru: Ya, sebab pada masa Kali Yuga, sifat alam tamas begitu tebal menyelimuti kehidupan manusia sehingga praktis kemampuan indriya-indriya jasmaninya dalam memahami realitas menjadi amat terbatas. Akibatnya, pengetahuan manusia Kali Yuga tentang alam dunia menjadi terbatas. Adapun teknologi yang dikembangkan hanya terbatas pada jenis paling kasar. Orang-orang Kali Yuga juga sangat jarang yang mampu mengakses dan pergi ke varsa-varsa yang lain di Jambu Dvipa selain Bharata Varsa ini.
Sisya: Apa ada kasus nyata yang menunjukkan adanya dimensi lain selain dimensi yang kita kenal sekarang ini Guru?
Guru: Tentu ada sangat banyak kasus. Seperti misalnya kasus seorang anak yang secara tidak sengaja menghilang dan dianggap sudah meninggal oleh keluarganya, tetapi tiba-tiba setelah sekian tahun berlalu muncul kembali. Kasus seseorang masuk ke suatu hutan, sungai atau suatu tempat asing secara tidak sengaja menjumpai pemandangan lain juga amat banyak terjadi. Di tempat yang di alam kita faktanya adalah pohon besar, oleh orang bersangkutan dilihat seperti sebuah istana megah dengan berbagai macam kehidupannya yang mempesona. Sering kali juga ada pengakuan bahwa orang yang masuk ke alam lain ini baru berada di sana 1 hari, tetapi di alam kita, dia sudah menghilang selama 3 hari. Begitulah di dimensi yang berbeda tersebut terdapat keberadaan ruang dan waktu yang berbeda dengan ruang dan waktu tempat tinggal kita ini. Para Rsi, Yogin dan penekun spiritual serta metafisika umumnya bisa melihat, merasakan dan bahkan keluar masuk ke dimensi lain tersebut. Mereka dapat melakukan hal ini karena mereka memiliki siddhi atau kesempurnaan mistik alamiah yang didapat baik dari kelahiran maupun pertapaan.
Sisya: Saya masih bingung dengan keberadaan multi dimensi ini Guru. Jika memang di bumi ini saja multi dimensi, lalu bagaimana menjelaskan ke-14 susunan planet yang lain?
Guru: Anakku, saya pun bingung dan sama sekali tidak mampu menjelaskannya secara detail kecuali menerima penjelasan Veda. Yogi mulia seperti Sri Sukadeva Gosvami sendiri menjelaskan kepada Maharaja Parikesit dalam Bhagavata Purana Skanda 5 bahwa tenaga material Tuhan Yang Maha Esa (yang berwujud prakrti ini) tidak ada batasnya. Alam semesta material ini adalah transformasi sifat-sifat alam fana (tri guna). Dan tidak ada orang di dunia ini yang mampu menjelaskannya secara sempurna meski pun usianya sepanjang usia Brahma (Bhagavata Purana 5.16.4). Karena itu, bilamana kosmologi Veda terdengar ditelinga kita seperti dongeng karena kita menganggapnya tidak rasional, tidak logis dan tidak realistis, itu semua semata-mata karena kita tidak mampu memahaminya.
Sisya: Lalu bagaimana dengan prakrti yang menyusun badan ini Guru?
Guru: Sama halnya dengan alam semesta atau yang kita sebut sebagai makro kosmos, badan kita atau mikro kosmos juga tersusun atas prakrti yang sama, yaitu 5 unsur kasar (panca maha bhuta), 3 unsur halus (ego, pikiran dan kecerdasan), 5 indriya persepsi (telinga, hidung, mata, lidah dan kulit), 5 obyek indriya (suara, wujud, aroma, rasa, dan sentuhan) dan 5 indriya pekerja (tangan, kaki, mulut, anus dan kemaluan). Ketiga unsur material halus membentuk badan halus yang tidak kasat mata. Sedangkan kelima unsur material kasar membentuk badan material kasar yang tampak ini. Sementara itu seluruh indriya persepsi, obyek indriya dan indriya pekerja ada dalam pikiran dalam wujud nan halus. Badan halus terdapat di dalam badan kasar. Kondisi badan halus menentukan wujud atau keadaan badan kasar. Pada saat kematian, badan kasar tergeletak sebagai mayat dan segera hancur, tetapi sang mahluk hidup sebagai jiva yang mengenakan badan halusnya pindah ke badan kasar yang baru sesuai dengan karma yang diperbuat sebelumnya.
Sisya: Faktanya, kehidupan di dunia ini sangat beranekaragam. Adakah penjelasan Veda mengenai keanekaragamaan ini Guru?
Guru: Tentu, Veda (Padma Purana) menjelaskan bahwa di alam material ini terdapat 8.400.000 jenis badan jasmani atau kehidupan. Rinciannya, terdapat 400.000 jenis kehidupan humanoid, 3.000.000 jenis binatang dan reptil, 1000.000 jenis burung, 1.100.000 jenis serangga, 2.000.000 jenis pohon dan tanaman, dan 900.000 jenis kehidupan akuatik. Tentu saja pembagian jenis ini tidak sama dengan taksonomi dan nomenklatur binatang dan tumbuhan menurut ilmu pengetahuan modern yang kita kenal saat ini. Veda memiliki parameter pengklasifikasiannya sendiri yang tidak hanya memperhatikan faktor anatomi, tetapi juga level spiritual dan dalam kaitannya dengan ikatan tri guna.
Sisya: Lalu bagaimana hubungan berbagai jenis badan ini dengan keberadaan sang jiva Guru?
Guru: Badan jasmani mahluk hidup ini diibaratkan seperti pakaian bagi sang jiva untuk hidup dan berinteraksi dengan alam material (perhatikan Bhagavad Gita 2.22). Jadi sesungguhnya sang jiva tidak punya hubungan apaun dengan badan jasmani ini seperti halnya pakaian yang tidak punya hubungan apapun dengan badan seseorang. Jika pakaian rusak, badan tidak ikut mengalami kerusaan. Badan bisa saja mencari dan mendapatkan pakaian yang baru. Badan jasmani ini juga dapat diibaratkan sebagai kendaraan bagi sang jiva (Bhagavad Gita 18.61). Jadi badan jasmani berfungsi sebagai sarana bagi sang jiva untuk menikmati alam material. Seperti halnya pakaian, kendaraan ini pun tidak punya hubungan apapun dengan sang jiva. Sebab jika kendaraan rusak, sang jiva dapat pindah ke kendaraan yang lain. Katha Upanisad 1.3.3-4 lebih lanjut menerangkan analogi badan jasmani ini sebagai kereta dan sang jiva sebagai penumpangnya. Kecerdasan (Buddhi) diibaratkan sebagai kusirnya. Pikiran atau manah diibaratkan sebagai tali-temali kendali. Dan indriya-indriya persepsi diibaratkan sebagai kuda-kudanya. Jika sang Jiva sebagai penumpang mampu mengarahkan si kusir, Buddhi dengan tali temali pikirannya sesuai dengan petunjuk Veda, maka kuda-kuda indriya akan menarik kereta pada jalur yang benar dan selamat sampai tujuan, yaitu dunia rohani. Namun jika tidak mampu, maka kereta dengan sang jiva di dalamnya akan berputar-putar tersesat dalam lingkaran samsara dunia fana.
Sisya: Jika memang badan jasmani ini tidak punya hubungan apapun dengan sang jiva, lalu bagaimana saya bisa merasakan sakit, penderitaan dan kebahagiaan?
Guru: Sri Krishna berkata: “Karya karana kartrtve hetur prakrtir ucyate purusah sukha-dhukanam bhoktrtve hetur ucyate, badan jasmani adalah sebab terjadinya berbagai macam kegiatan fisik beserta akibat-akibatnya. Sedangkan sang jiva tinggal merasakan suka dan dukanya saja (Bhagavad Gita 13.21). Begitulah kita merasakan kesakitan karena badan kita luka. Atau bahagia karena merasakan susuatu yang menyenangkan. Semua ini adalah fakta bahwa kita sebagai sang jiva rohani abadi ada di dalam badan. Tetapi saat sang jiva tidak lagi ada di dalam badan, maka badan itu tidak akan mampu merespon apapun. Badan itu tidak akan bisa merasakan panas, dingin, suka dan duka sebab badan tersebut sudah menjadi seonggok mayat.
Sisya: Berkenaan dengan 400.000 jenis kehidupan humaoid tadi, apa sebenarnya yang dimaksud Guru? Apakah 400.000 jenis manusia di Bumi atau ada yang lain?
Guru: Manusia di Bumi hanya salah satu atau beberapa jenisnya saja. Disamping itu ada jenih kehidupan humanoid yang lain seperti Aditya, Gandharva, Apsara, Siddha, Vidyadhara, Sadhya, Pitri, Daitya, Danava, Kaleya, Pisaca, Yaksa, Raksasa, Preta, Ghana, Rishi, Kimpurusa, Vanara, Vahluka, beraneka macam bhuta dan lain sebagainya. Secara umum yang membedakan manusia dengan berbagai jenis mahluk humaoid sebagaimana telah disebutkan tadi adalah mengenai siddhi. Manusia secara alamiah miskin siddhi. Sedangkan badan humanoid lainnya itu umumnya kaya siddhi. Karena itu mereka mampu melakukan hal-hal ajaib yang tidak mampu dilakukan manusia. Misalnya Raksasa mampu berubah wujud, memperbesar dan memperkecil diri, menghilang, menciptakan kahyalan dan terbang melayang.
Sisya: Lalu apakah ada kelebihan yang dimiliki manusia dibandingkan jenis-jenis humanoid yang lain Guru?
Guru: Tentu ada. Dengan badan manusia yang berusia pendek dan miskin siddhi dan berjuang keras agar bisa bertahan hidup di dunia yang penuh derita ini, mendorong manusia lebih cepat dan mudah insaf akan dirinya. Dengan keinsyafan diri, seseorang mulai menekuni hal spiritual pelayanan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna untuk kembali pulang ke tempat asal di dunia rohani, Vaikuntha-loka. Dikatakan; “Nrjanma akhilam deham adyam sulabham sudurlabham, jamani manusia adalah kehidupan terbaik dari semua jenis kehidupan di dunia fana (Bhagavata Purana 5.13.21). Nrdeham adyam sulabham sudurlabham, jasmani manusia adalah yang terbaik dari semua jenis jasmani dan amat sulit diperoleh (Bhagavata Purana 11.20.17). Karena itu dikatakan lebih lanjut, “janmamara parthyam manusyam, para dewa (sura) berdoa agar bisa lahir di Bumi sebagai manusia (Bhagavata Purana 11.23.22). Dikatakan demikian karena hanya dengan jasmani manusia sang jiva bisa dengan mudah dan cepat mencapai mukti, yakni mengakhiri kehidupan material yang menyengsarakan dengan melakukan pelayanan bhakti kepada Sri Krishna dan kembali ke alam spiritual yang sat cit ananda.
Sisya: Sebelumnya anda sudah menjelaskan bahwa para dewa yang tinggal di planet Divya-svarga didominasi oleh sifat alam sattvam. Sedangkan manusia yang tinggal di Bumi didominasi oleh sifat alam rajas. Lalu kenapa para dewa yang sudah bersifat sattvam malah ingin lahir dalam sifat rajas?
Guru: Hal ini karena kehidupan di Divya-svarga sangat menyenangkan secara material. Mereka dibuai dengan berbagai objek pemuas indriya yang melimpah dan memabukkan untuk menikmatinya. Dengan berbagai macam siddhi yang dimiliki, para dewa bisa menikmati alam material ini dengan jauh lebih baik. Karena itu pula, kesempatan dan keinginan untuk dapat melakukan pelayanan bhakti dan mengingat Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna menjadi sangat sedikit dibanding dengan waktu yang digunakan untuk kenikmatan indriya. Sehingga otomatis sulit bagi mereka insyaf kepada Tuhan. Akan tetapi nilai lebih hidup sebagai Manusia di Bumi ini pada Kali Yuga ini tidak disadari oleh manusia pada umumnya. Manusia lebih banyak sibuk dengan kehidupan material demi mengejar kepuasan sesaat. Hal ini terjadi karena pertama, secara alamiah manusia didominasi sifat alam rajas (nafsu) sehingga cenderung sibuk dalam kegiatan memuaskan indriya. Kedua, pada Kali Yuga ini, penduduk Bumi secara tebal diliputi oleh sifat alam tamas (kegelapan). Sat kaler tamasa smrtah, ketika sifat alam tamas dominan menyelimuti kesadaran penduduk, maka masa itu disebut Kali Yuga (Bhagavata Purana 12.3.30). Ciri utama sifat alam tamas adalah adharmam dharmam iti ya, yang adharma (salah) dianggap dharma (benar) dan sebaliknya. Dan semua kegiatan mengarah ke jalur sesat (Bhagavad Gita 18.32). Begitulah kegiatan material memuaskan indriya badan jasmani dengan beranekaragam cara dianggap benar. Sebaliknya, kegiatan spiritual luhur nan mulia melakukan pertapaan dengan pengendalian indriya jasmani sebagai pondasi pendekatan diri kepada Tuhan dianggap keliru.
Sisya: Kalau memang badan manusia pada jaman Kali didominasi oleh sifat alam tamas dan rajas, apakah masih berlaku anggapan bahwa kelahiran sebagai manusia memiliki nilai lebih dari pada mahluk humanoid lainnya?
Guru: Tentu saja. Dikatakan “Rajah karmani bharata, sifat alam rajas menyebabkan orang bekerja keras” (Bhagavad Gita 14.9). Dan “rajasas tu phalam dhukam, sifat alam rajas menyebabkan orang sengsara” (Bhagavad Gita 14.16). Sedangkan sifat alam tamas sebagaimana telah dijelaskan di atas menyebabkan orang sesat dan mengakibatkan penderitaan. Jadi kesengsaraan dan penderitaan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang terbatas dan sulit diperoleh di Bumi, usia pendek dan ketakutan pada kematian yang diawali oleh usia tua, plus beragam penyakit, menyebabkan manusia lebih mudah insaf dan terdorong menekuni kehidupan spiritual. Disamping itu, pada jaman Kali, proses keinsyafan diri telah secara khusus dipermudah oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui praktek Bhakti yaitu melalui Hari Nama Sankirtana. Hanya dengan mengumandangkan nama-nama suci Tuhan Sri Hari melalui Maha mantra “Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare”, sesorang dijamin akan cepat mencapai moksa dengan pulang ke dunia Rohani Vaikunthaloka. Karena itu, bersyukurlah tetap lahir sebagai Manusia meski manusia yang paling remeh dan cacat sekalipun.
Oleh: Ngurah Heka Wikana
Artikel terkait:
Recent Comments