Krishna, adalah tokoh kontroversial yang tetap menjadi topik perdebatan hangat sampai saat ini. Di Indonesia Krishna dikenal sebagai sosok mitologis pewayangan yang digambarkan sebagai tokoh pelengkap yang ikut mengadudomba Pandawa dan Korawa sehingga terjadi perang besar Kuru Ksetra. Di daerah Vrindavan Krishna dipuja sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sumber dari segala sumber Avatara. Tetapi oleh beberapa oknum non-Hindu dan bahkan Hindu sendiri Krishna dicacimaki dengan tuduhan-tuduhan miring. Krishna dikatakan sebagai tokoh yang mendukung ekspolitasi wanita dengan cara mengawini 16.108 wanita. Krishna dikatakan menderita diabetes militus karena pada akhir kisahnya beliau wafat hanya karena kaki beliau terkena panah seorang pemburu. Dan dikatakan juga bahwa Krishna hanyalah manusia amoral yang selingkuh dengan banyak wanita muda dan bahkan istri orang dengan mengadakan tarian rasa di malam hari.
Benarkah Krishna sebejat itu sehingga membenarkan anggapan kalangan yang tidak mengakui bahwa Sri Krishna adalah Tuhan itu sendiri?
Tidak perlu diragukan lagi bahwasanya sangat banyak sloka-sloka Veda yang menyinggung tokoh kontroversial Krishna ini. Bukan hanya kitab Bhagavad Gita dan Bhagavata Purana yang selama ini dituduhkan sebagai kitab sucinya orang Hare Krishna, tetapi juga disinggung dalam Visnu purana, Padma Purana, Siva Purana, Itihasa, Upanisad dan bahkan dalam kitab Catur Veda dengan menyebut Sri Krishna sebagai Sri Narayana atau Sri Visnu. Namun sayangnya, mereka yang skeptis cenderung berpikiran negatif dalam memandang kasus ini. Banyak orang yang membaca kisah Sri Krishna hanya dari kegiatan-kegiatan lila Beliau yang disandingkan dengan mindset dan kehidupan sehari-harinya. Karena itulah sangat sering terjadi kekeliruan makna yang ditangkap dari kisah-kisah tersebut. Ujungnya, akhirnya mereka menghina kitab suci Veda dengan mengatakan kitab Veda sebagai kitab dongeng atau berusaha mengerdilkan ajaran Veda dengan mengatakan bahwasanya yang disebut sebagai Veda hanyalah Catur Veda. Sedangkan kitab-kitab yang lain seperti Itihasa, Upanisad, Purana, Upa-Veda dan sebagainya dikatakan bukan bagian dari Veda. Padahal sejarah yang dapat ditelusuri dari manuskrip-manuskrip Veda itu sendiri sudah menegaskan bahwa semua kitab-kitab tersebut digubah oleh Maha Rsi Vyasa yang sama yang menggubah Catur Veda. Lalu kenapa masih diingkari? Apakah karena apa yang disampaikan di dalamnya tidak bisa ditangkap dengan kerangka berpikir kita yang sempit? Kenapa harus memaksakan memasukkan seluruh air samudra luas pengetahuan Veda ke dalam gelas kecil otak kita yang terbatas?
Kembali ke topik awal, meskipun kegiatan Krishna selalu bersifat rohani dan para pendengar akan disucikan dengan mendiskusikan dan mendengarkan kegiatan Krishna karna Krishna aalah Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri, tetapi tetap ada aturan yang mesti kita ikuti. Sebelum mengacu pada Çrémad Bhägavatam skanda sepuluh yang menguraikan kegiatan rohani Krishna dalam tarian rasa-Nya yang dikatakan erotis dan amoral, orang hendaknya terlebih dahulu mendengarkan dan mempelajari Çrémad Bhägavatam dari awal. Semasih seseorang mempunyai keinginan material, khususnya ketertarikan menikmati lawan jenis, seseorang hendaknya jangan terlalu banyak mendiskusikan kegiatan rasa lélä Sri Krishna yang sangat rahasia ini. Pernah seorang murid Çréla Prabhupäda bertanya kepada Çréla Prabhupäda mengenai hal ini. “Prabhupäda! Anda sering menyampaikan bahwa untuk menghilangkan nafsu birahi, seseorang hendaknya mendengarkan kegiatan Krishna yang menari bersama para gopé, tetapi untuk saya pribadi, begitu saya membaca lélä tersebut, malahan hasilnya terbalik. Apa yang harus saya lakukan Prabhupäda? Çréla Prabhupäda menjawab, “Berhenti membaca lélä tersebut. Baca dari awal lagi kemudian lewati lélä tersebut”.
Kita harus mengerti bahwa tidak ada kesalahan dalam kegiatan Kåñëa. Harus kita sadari bahwa kesalahan terletak pada pikiran kita yang masih material yang cenderung berpikir bahwa Krishna sama dengan kita. Dengan demikian, ketika Krishna menari bersama para gopé, kita cenderung berpikir kalau kegiatan itu tidak berbeda dengan tarian bersama lawan jenis yang kita alami atau lihat di dunia material ini.
Untuk memberikan penjelasan kepada kita, Çré Parékñit Mahäräja sebagai pendengar utama Çrémad Bhägavatam bertanya mengenai hal ini kepada Çré Çukadeva Gosvämé. Kenapa Krishna yang turun ke dunia material ini untuk menegakkan dharma namun malahan bertindak seperti orang awam yang melangar moral dan sopan santun yang diangap paling menjijikan di masyarakat dengan cara menari bersama gadis-gadis dan bahkan dengan istri orang lain di tengah malam? Ini kelihatanya sangat tidak masuk akal. Kenapa kegiatan seperti itu dipuja dan diagungkan? Çré Çukadeva Gosvämé menjawab pertanyaan ini dengan contoh yang sangat sederhana. Sebenarnya kalau kita pikirkan, seseorang akan disucikan hanya dengan memuja arca Krishna dan mengucapkan nama suci Beliau dimana mereka secara fisik tidak berhubungan dengan Kåñëa, terus apa yang bisa dikatakan dengan orang yang bersentuhan langsung dengan Sri Krishna? Karena para gopé secara langsung bersentuhan dan bahkan memeluk badan Krishna yang bersifat rohani maka secara otomatis mereka sepenuhnya dirohanikan. Selain itu, para gopé juga sama sekali tidak mempunyai hawa nafsu seperti nafsu yang kita miliki sebagai manusia yang jauh dari spiritual di dunia material ini. Hal itu memberikan kita jawaban atas pertanyaan umum yang dilontarkan oleh orang-orang awam yang belum mengerti kedudukan rohani Kåñëa. Sudah tentu, masih ada banyak alasan-alasan lain yang masih sangat sulit dimengerti oleh orang-orang awam.
Sri Kåñëa, yang merupakan puruña, penikmat dari semua makhluk hidup, atau dengan kata lain Beliau adalah suami dari para prakrti (para makhluk hidup) bertingkahlaku seperti itu hanya untuk memuaskan keinginan penyembahNya yang murni seperti para gopé. Selain itu, para gopé sebenarnya tidak lain dari Svarüpa Çakti dan ekspansi dari Svarüpa Çakti Çré Krishna yang tidak berbeda dengan Çré Krishna sendiri. Para makhluk hidup di dunia material ini berpikir bahwa kenikmatan tertinggi adalah kehidupan seks. Karena itu, rasa lélä adalah salah satu kegiatan Krishna Untuk menarik perhartian para makhluk hidup agar mereka mengerti bahwa di dunia rohani terdapat kegiatan membahagiakan yang melampaui kehidupan seksual yang di sebut adi rasa (hubungan antara Krishna dan para gopé). kegiatan ini sangat jauh diatas nafsu birahi material yang berkedok dengan kata “cinta” antara lelaki dan perempuan di dunia material ini. Kegiatan ini sepenuhnya bebas dari rasa seperti itu dan selalu diagungkan oleh para paramahaàsa dan para sanyasi yang sudah tidak mempunyai keterikatan di dunia mateial khususnya kenikmatan yang berhubungan dengan kehidupan seks. Kalau memang kegiatan Krishna tidak berbeda dengan hubungan antara pemuda dan pemudi di dunia material ini, maka untuk apa seorang resi agung yang sudah meningalkan semua hal duniawi seperti Mahä åsi Närada, Çréla Vyasadeva, Çukadeva Gosvämé dan masih banyak kepribadian agung seperti itu mengambil kesenangan dari kisah-kisah tersebut? Bukankah Rsi-Rsi agung tersebut merupakan kepribadian sempurna yang menjauhkan diri dari kehidupan seksual? Kepribadian-kepribadian seperti itu tidak akan pernah mengambil kepuasan di dalam hal yang bersifat material tetapi hanya dari hal yang sepenuhnya rohani dan bebas dari hal duniawi.
Jadi, berhati-hatilah menafsirkan kegiatan-kegiatan Sri Krishna dan Avatara-Avatara yang lainnya yang tertuang dalam kitab suci. Jangan gunakan mindset material kita untuk mengukur sesuatu yang spiritual. Pastikan kalau kita mengerti kisah tersebut dengan mempelajarinya secara bertahap di bawah bimbingan guru kerohanian dalam garis perguruan parampara yang bonafide.
Dikutip dari buku “Perjalanan Suci di Tanah Vraja” yang akan segera kami terbitkan.
Recent Comments