Beberapa pekan terakhir isu mengenai kebangkitan komunis di Indonesia semakin menjadi-jadi. Di beberapa media sosial dikatakan bahwa komunis sudah mempersiapkan diri dengan latihan fisik dan persenjataan. Beberapa sumber bahkan menyatakan komunis sudah menyerang beberapa tokoh agama. Untungnya ternyata berita-berita tersebut hanyalah HOAX yang sengaja digulirkan oleh kelompok tertentu. Katakanlah kelompok Muslim Cyber Army (MCA) yang perannya baru saja terungkap sebagai salah satu aktor penting dalam penyebaran HOAX di Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah, benarkan Komunis memusuhi agama? Apa hubungan komunis dan agama? Dan kenapa MCA dan beberapa kelompok tertentu begitu getolnya melemparkan berita HOAX mengenai komunis? Mari kita coba bahas satu per satu.
Komunisme dan Agama
Berdasarkan pada pelajaran sejarah yang saya dapatkan sejak di bangku SD, awalnya saya percaya bahwa komunisme sama dengan Atheis (tidak percaya dengan adanya Tuhan) dan oleh karena itu komunisme akan berusaha menghancurkan kelompok agama sebagai kelompok yang Theis atau percaya dengan adanya Tuhan. Tetapi pandangan yang sudah terpatri sekitar 20 tahun dalam alam bawah sadar saya tersebut mulai terkikis dan berganti pada realitas baru saat saya mulai berkunjung ke beberapa negara komunis. Dan bahkan saat ini saya harus bekerja dalam 1 laboratorium yang sama dengan beberapa orang anggota partai komunis. Mereka adalah para mahasiswa dan peneliti yang berasal dari Vietnam yang saat ini sama-sama melakukan penelitian di negeri Sakuna.
Seperti kita ketahui, Vietnam adalah salah satu negara komunis di Asia yang menganut sistem satu partai yaitu dengan partai komunisnya. Sebagai negara yang sedang membangun, kehidupan sosial ekonomi masyarakat Vietnam juga tidak beda jauh dari Indonesia. Ketimpangan ekonomi antara masyarakat yang kaya dan yang miskin juga dapat kita rasakan di negara ini. Yang membedakan Indonesia dengan Vietnam salah satunya adalah sistem pemerintahannya. Menurut penuturan teman saya, untuk dapat duduk di kursi pemerintahan dan militer, orang Vietnam harus tergabung dalam partai Komunis. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa dengan sistem mono partai tersebut membuat Vietnam sangat sulit maju akibat maraknya korupsi di seluruh lapisan pemerintahan.
Lalu bagaimana kehidupan beragama di partai komunis seperti Vietnam? Sama seperti negara sekuler lainnya, pemerintahan komunis Vietnam tidak ikut campur dengan kehidupan beragama masyarakatnya. Pada kartu tanda penduduk Vietnam memang masih mencantumkan kolom agama. Hanya saja kolom tersebut boleh di isi dan boleh tidak. Uniknya, kebanyakan generasi muda Vietnam memilih untuk tidak mencantumkan agama dalam kartu tanda penduduknya. Sehingga sebagai implikasinya menurut data tahun 2014, sekitar 73% penduduk Vietnam mengosongkan agama di kartu tanda penduduknya. Sementara itu, mereka yang mencantumkan agama terdiri dari sekitar 12% penganut Buddhism, 6% Katolik, 5% Caodaism, 1% Protestan, 1% Hoahaoism dan sisanya juga terdapat penganut Hindu, Islam, Yahudi dan beberapa agama lainnya. Meski secara de yure data keagamaan di Vietnam seperti tersebut di atas, tetapi menurut pengakuan teman saya, lebih dari 50% populasi Vietnam adalah penganut agama Buddha.
Sebagai sebuah negara yang tidak ikut campur urusan agama penduduknya, partai Komunis Vietnam faktanya memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk melakukan persembahyangan sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Sehingga tidak lah sulit untuk dapat menemukan pagoda, temple, gereja dan bahkan mesjid di Vietnam. Festival keagamaan juga berlangsung meriah. Pemerintah Vietnam hanya akan memberikan tindakan tegas jika kegiatan keagamaan yang dilakukan terindikasi melanggar hukum pidana atau mengganggu ketertiban umum. Jadi dengan demikian, dari satu contoh negara komunis yang paling dekat dengan Indonesia ini kita dapat belajar bahwa tidak benar partai komunis sama dengan atheis yang anti Tuhan dan anti agama.
Komunisme sebagai sebuah Ideologi
Sebelum jauh membahas komunisme dan agama dan dalam kaitannya dengan sejarah Indonesia, yang pertama perlu kita sadari adalah pada hakikatnya komunisme adalah sebuah ideologi.
Di dunia ini terdapat sangat banyak ideologi. Di lihat dari arahnya, ideologi secara umum dapat kita bedakan menjadi 2, yaitu ideologi agama dan ideologi politik. Pembagian ideologi agama sangat banyak dan jumlahnya sangat dinamis. Di dunia ini ada ratusan dan bahkan ribuan ideologi agama yang berbeda-beda. Di Indonesia sendiri sebagaimana sering saya singgung dalam tulisan-tulisan sebelumnya, ideologi agama yang ada tidak hanya Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Namun Indonesia juga memiliki lebih dari 200 ideologi agama lokal. Namun sayangnya akibat tekanan politik, mungkin sebagian besar agama kearifan lokal Nusantara sudah banyak yang punah. Sama seperti ideologi agama, ideologi politik di dunia juga sangat banyak. Namun dari sekian banyak ideologi politik yang ada, yang paling banyak diadopsi saat ini adalah ideologi liberal yang diprakarsai pertama kali oleh John Locke. Amerika Serikat adalah salah satu negara besar yang dengan sangat getolnya menyebarkan ideologi liberalisme ke berbagai negara lainnya. Di sisi lain yang cukup kontras dengan ideologi liberal adalah ideologi komunisme atau sosialis yang pada awalnya diprakarsai dari buah pemikiran Karl Marx. Di sisi lain, juga terdapat ideologi-ideologi lainnya seperti di Indonesia yang digerakkan oleh ideologi Pancasila hasil buah pemikiran founding father kita, Ir. Soekarno. Jika kita telusuri lebih dalam lagi, di Indonesia juga terdapat ideologi politik lain, katakanlah misalnya Marhainisme yang dikatakan ideologi yang hanya berkembang di Indonesia.
Dengan kuatnya kedudukan Amerika Serikat di kancah perpolitikan dunia, menyebabkan ideologi politik liberal memberikan pengaruh yang paling kuat. Sehingga jika kita telusuri lebih mendalam, pada dasarnya hampir semua negara di dunia sudah terpengaruh oleh pemikiran ideologi liberal bahkan para penganut ideologi komunisme yang kuat sekalipun seperti Russia.
Pergolakan Ideologi di Indonesia
Yang membuat kondisi perpolitikan menjadi sangat blunder adalah pada kenyataannya beberapa ideologi agama juga memiliki ideologi politik. Hindu misalnya memiliki kitab Artha Sastra yang sangat terkenal dengan ajaran sistem pemerintahan dan perpolitikannya. Jika umat Hindu belajar kitab tersebut dan terlibat dalam politik praktis, maka secara langsung maupun tidak, mereka akan membawa ideologi agamanya masuk dalam bentuk ideologi politik. Untungnya dalam sejarah umat Hindu di kancah pemerintahan demokratis tidak pernah berupaya memaksakan ajaran Arta Sastra dalam sistem politik praktisnya. Seperti juga di Hindu, Islam membawa ideologi politik yang jauh lebih kental dengan sistem khalifahnya. Hal ini tidak lepas dari sejarah agama itu sendiri. Masuknya ideologi agama ke dalam pertarungan ideologi politik membuat arena pertempuran antara ideologi agama dan ideologi politik sebagaimana isu antara Islam dan Komunis menjadi semakin terbuka.
Jika kembali ke sejarah pra kemerdekaan Indonesia dan sampai dengan pasca kemerdekaan terutama pada saat pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dikenal dengan sebutan G30S PKI, sebenarnya arena pertarungan antara ideologi agama yang dalam hal ini Islam dengan ideologi politik dan tentunya dengan ideologi agama yang lain sudah sangat terasa.
Berdasarkan pada sensus penduduk yang dilakukan Belanda pra kemerdekaan, penduduk Indonesia yang beragama Islam hanya sekitar 48%. Sisanya adalah penganut Hindu, Buddha, agama-agama lokal dan sebagian kecil ada yang menganut Kristen dan Katolik. Tetapi kenapa sesaat pasca kemerdekaan penganut Islam tiba-tiba menjadi 70% dan bahkan sempat mencapai lebih dari 90%? Di sini lah peran pertarungan ideologi politik dan juga agama. Di satu sisi agama adalah alat politik, di sisi yang lain politik sebagai alat agama sehingga pada suatu titik antara agama dan politik akan bersinergi dalam pencapaian kekuasaan.
Pada saat detik-detik kemerdekaan, dapat dikatakan kubu politik di Indonesia dikuasai oleh dua kutub, kutub kelompok agama yang diisi oleh politik Islam dan di sisi lain kelompok nasionalis yang digerakkan oleh Soekarno. Pada kelompok nasional bernaung mereka yang memiliki pemikiran liberalis, komunis, Islam moderat dan juga kelompok-kelompok keagamaan lainnya termasuk Hindu, Buddha, Kristen dan Katolik. Kelompok politik Islam memiliki tujuan menerapkan hukum islam di Indonesia. Sedangkan di sisi yang lain, kelompok nasionalis memiliki pandangan yang berbeda sehingga pertarungan negosiasi di antara keduanya tidak dapat dielakkan. Oleh karena pada waktu itu kelompok nasionalis memiliki kedudukan yang lebih kuat, maka ideologi Pancasila akhirnya berhasil ditegakkan atas pertimbangan penduduk Indonesia sangat beranegaragam suku, ras dan agama. Hanya saja tentu saja masih terdapat kelompok politik Islam garis keras yang tidak dapat menerima kenyataan tersebut sehingga terjadilah pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang telah berlangsung di beberapa daerah dan menyebabkan ketidakstabilan politik pada awal-awal kemerdekaan. Namun di sisi lain, pada kelompok Nasionalis juga terdapat pergolakan antara ideologi liberal dengan ideologi komunis yang memang memiliki kutub yang sangat berbeda dan pada akhirnya menimbulkan pemberontakan PKI. Baik pemberontakan DI/TII dan PKI sangat merusak dan merugikan stabilitas nasional Indonesia pada saat itu.
Namun, ada sisi menarik dari aksi penumpasan PKI yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Benarkah penumpasan PKI pasca G30 S PKI hanya ditujukan pada kelompok pelaku pemberontakan?
Dari beberapa sumber, termasuk dari cerita kakek nenek buyut saya, mereka yang dibunuh pasca G30 S PKI atau di Bali dikenal dengan sebutan GESTOK bukan hanya mereka yang tergabung sebagai anggota PKI. Tapi banyak juga dari mereka yang tidak tahu apa-apa pada siang harinya diperintahkan untuk menggali lubang di kuburan dan setelah itu mereka dibunuh pada lubang yang mereka gali sendiri baik dengan senjata api maupun senjata tajam. Yang unik dari kegiatan penumpasan G30 S PKI tersebut adalah sebagian besar terjadi pada wilayah yang didominasi oleh panganut agama lokal dan agama minoritas seperti misalnya di Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, Jawa Barat, Jakarta dan beberapa wilayah lainnya. Korban penumpasan PKI di Bali sendiri dikatakan menelan korban tidak kurang dari 100 ribu orang atau lebih dari 5% total populasi Bali pada saat itu. Beberapa sumber mengatakan bahwa aksi penumpasan tersebut juga berhubungan erat dengan penumpasan para loyalis Soekarno di samping karena adanya kisruh di tubuh Partai Nasional Indonesia (PNI) saat itu. Tentunya terdapat banyak faktor kepentingan yang mendasari pembunuhan dengan korban yang sangat banyak tersebut. Mulai dari fakta bahwa memang terjadi pemberontakan oleh anggota PKI yang tidak bisa dipungkiri, adanya usaha balas dendam, penunggangan kepentingan politik lainnya dari pihak yang berselisih atau hal-hal lainnya. Tetapi di sisi lain, melihat fakta terbukanya arena ideologi agama yang masuk ke ideologi politik praktis, saya melihat pada saat itu kegiatan penumpasan tersebut juga ditunggangi oleh kelompok ideologi agama garis keras yang gagal melakukan pemberontakan senjata dan akhirnya memilih teknik perang proxy. Sepertinya kelompok yang memiliki haluan agama garis keras tersebut juga ikut terlibat guna mengurangi populasi dari penganut kepercayaan dan agama minoritas lainnya dengan memanfaatkan momentum G30 S PKI. Modus tersebut sepertinya sama seperti HOAX yang sedang didengung-dengungkan oleh kelompok garis keras yang terjadi saat ini. Tentunya kecurigaan ini masih sebatas hipotesis dan perlu dikaji lebih dalam lagi untuk melihat fakta sebenarnya.
Terlepas dari bagaimana dan seberapa besar kelompok politikus agama ikut menggunakan isu komunis sebagai kendaraan politiknya di masa lampau. Faktanya pada saat ini kelompok MCI, Saracen dan kelompok-kelompok lainnya yang sangat aktif menyebarkan HOAX memanfaatkan isu komunis sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan yang berbeda haluan ideologi. Ujung dari semua ini ada 2 kemungkinan, sentimen agama yang sedang berkembang di Indonesia dimanfaatkan untuk menjatuhkan suatu figur dan untuk menaikkan figur yang lain. Atau dengan kata lain, agama dijadikan alat kekuasaan. Atau kemungkinan kedua, kelompok ideologi agama tetap masih berusaha muncul dan menggantikan ideologi Pancasila dengan menjadikan isu komunis sebagai lawan imajinatif untuk menyerang kelompok nasionalis dan pada akhirnya menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi Islam. Who’s know? Tetapi itulah politik. Politik semakin runyam karena memang ideologi agama juga ikut berperan sebagai ideologi politik. Selanjutnya ke mana Indonesia akan di bawa? Apakah Ideologi Pancasila dapat bertahan? Sangat tergantung dari sistem pendidikan dan doktrinisasi yang terjadi pada generasi muda kita. Kalau golongan ideologi agama yang lebih sukses menyusup ke sistem pendidikan seperti usaha yang sedang dilakukan oleh partai politik tertentu saat ini, maka lambat laun NKRI akan runtuh dengan sendirinya. Tapi jika kelompok nasionalis sukses menanamkan ideologi Pancasila dan menghambat doktrinasi yang sedang gencar dilakukan kelompok agama di dunia pendidikan, maka NKRI akan tetap terjaga.
Selanjutnya terserah anda… mau di bawa ke mana negara ini. Yang pasti Komunisme tidak ada hubungannya dengan agama. Komunisme dan agama hanya akan bertemu dan bertarung jika keduanya ada di dalam pusaran politik praktis. Kalau tidak, maka itu ibarat mereka hidup di dua alam yang berbeda. Ibarat pertarungan antara hiu dan buaya. Pertarungan itu bisa terjadi tetapi dengan probabilitas yang sangat kecil.
Recent Comments