Walaupun menjadi nama resmi Tuhan bagi penganut keyakinan Sanatana Dharma, penggunaan nama ‘Krishna’ ternyata memang sangat diminati bagi banyak orang walaupun dalam keyakinan yang berbeda. Krishna yang secara harfiah berarti “Ia yang maha menarik’ memang memberikan dampak tersendiri bagi penggunanya jika diteropong dari segi kerohanian. Namun sayang bahwa keagungan nama Krishna yang begitu suci tidak serta merta dibarengi dengan keyakinan dan pengetahuan tentang siapakah Beliau, dan bagaimana cara mendapatkan serta menikmati kemanisan karunia dari penggunaan nama suci ini. Bahkan walaupun sudah mengetahui bahwa Sri Krishna adalah nama yang dipertuan bagi sebagian besar yang bernaung dibawah panji-panji Sanatana Dharma, beberapa orang picik dan bodoh (Mudha) memang senantiasa melecehkan ataupun memberikan penilaian miring terhadap-Nya. beberapa leela atau permainan Ilahi yang sempat beliau tunjukkan sebagai teladan atau pemberkatan sebagaimana sering kita saksikan dalam film animasi “Little Krishna” hanya dianggap sebagai sebuah hayalan karena berhalusinasi akan adanya seorang bocah kecil yang memiliki kehebatan super demikian.
Memang jika kita melakukan penilaian hanya berdasarkan kacamata kita sendiri dengan segala keterbatasannya, hal ini merupakan pekerjaan yang sangat mustahil. Ibarat orang yang menyangkal keberadaan minyak dalam buah kelapa atau orang yang menyangkal keberadaan gelombang audio dalam udara hanya karena ia tidak bisa melihatnya secara serta merta dan kasat mata. Tetapi jika kita mau berusaha menyetel dan mengarahkan antenna pikiran kita kepada sumber dimaksud, tentu kedunguan sikap seperti itu akan segera terjawab. Sama halnya jika kita mau berusaha mencari dan mendapatkan kebenaran dari segala peristiwa yang pernah dilakukan Tuhan Sri Krishna di muka bhumi ini.
Salah satu usaha yang bisa saya tawarkan adalah dengan mulai mengulas tentang Leela atau permainan Ilahi beliau. Sesuatu yang seringkali menjadi perdebatan antara mereka yang yakin dengan mereka yang menolak kenyataan bahwasannya Penguasa semesta raya ini pernah mewujudkan diri-Nya di bhumi sebagai bocah penggembala sapi (yang merupakan symbol dari jiwa jiwa mahluk hidup). Sri Krishna merupakan Poorna Avatar atau Penjelmaan Tuhan ke dunia dengan menyertakan segala kesempurnaan-Nya. Sehingga semua hal yang dilakukan-Nya di muka bhumi begitu mengesankan untuk disimak. Segala keajaiban, kemewahan, cinta, dan pengampunan yang terkadang begitu sulit untuk dimengerti oleh daya nalar manusia biasa bahkan oleh para dewa setinggi dewa Brahma sekalipun. Hal ini dapat kita temukan pada Kitab Brahma Samhita dimana setelah gagal menguji Sri Krishna dalam wujud bocah kecil penggembala sapi, akhirnya dewa Brahma menyusun syair-syair indah yang mengakui dan mengagungkan Sri Krishna sebagai persoanalitas Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi yang dipenuhi dengan pengetahuan, kekekalan, dan kebahagiaan. Tuhan yang merupakan sumber dari segala sebab, yang dikenal dengan nama Govinda.
Ishvara Parama Krishna // Sat cit ananda Vigraha
Anadir adir Govinda // Sarva karana karanam. (Brahma Samhita 5.1)
Demikian halnya dengan pernyataan-pernyataan beliau sendiri yang menyatakan bahwa diantara beribu-ribu orang, mungkin ada satu yang ingin mencapai kesempurnaan. Dan diantara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tak satupun yang mengetahui tentang Diri-ku dengan sebenarnya (B.G 7.3)
Orang yang sadar kepada-Ku sepenuhnya, yang mengenal diri-Ku sebagai Yang Mahakuasa,sebagai prinsip yang mengendalikan manifestasi material, Para dewa, dan segala cara korban suci, dapat mengerti dan mengenal diri-Ku sebagai kepribadian Tuhan yang Mahaesa, bahkan pada saatnya meninggal dunia sekalipun (B.G 7.30)
Baik para dewa maupun Rsi-rsi yang mulia tidak mengenal asal mula maupun kehebatan-Ku. Sebab dalam segala hal, Aku adalah sumber semua Dewa dan Rsi.(B.G 10.2)
Arjuna berkata “Engkau adalah Kepribadian Tuhan YME, tempat tinggal tertinggi, Yang maha suci, Kebenaran mutlak. Engkau adalah yang maha abadi, rohani, dan melampaui dunia ini. Kepribadian yang asli, tidak dilahirkan dan Maha besar. Semua Rsi yang mulia seperti Narada, Asita, Dewala, dan Vyasadewa membenarkan kenyataan ini tentang Engkau, dan sekarang Engkau sendiri menyatakan hal demikian kepada hamba (B.G 10.12-13)
Selanjutnya pernyataan beliau dalam Bab 9.34 yang dipertegas kembali dengan bunyi sloka yang hampir sama di Bab 18.65 menyiratkan agar kita sebagai anak-anak Beliau, senantiasa berfikir tentang-Nya dan menjadi penyembah-Nya yang tekun karena inilah syarat untuk bisa mencapai-Nya. Mengingat nama, rupa, leela, dan segala hal tentang Tuhan yang bisa membangkitkan kerinduan kita untuk kembali ke tempat asal yakni “Kerajaan Tuhan”. Oleh karena itu, marilah kita mulai Krishna Katta ini dengan menjadi seorang pembaca dan pendengar yang tunduk hati sebagaimana Raja Parishit melakukannya sebagai teladan bagi manusia jaman sekarang. Saya tidak akan perduli, apakah anda termasuk orang yang mencintai Tuhan Sri Krishna ataukah anda termasuk golongan yang sangat membenci Krishna? Tapi apapun itu, hari ini saya ingin memberikan gambaran singkat tentang Leela atau Kegiatan rohani beliau selama berada di bhumi yang seringkali menjadi bahan pertentangan antara mereka yang mencitai dengan mereka yang membenci. Walaupun objek yang mereka perdebatkan itu sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua hal ini (Benci atau Cinta) sebab bagi Krishna yang maha Kasih hanya ada satu slogan yakni mencintai dan mengasihi karena semua dari kita adalah anak-anak beliau, entah kita mengakui-Nya ataupun tidak. Lihatlah nasib si supala yang benci seumur hidup dengan Krishna tapi karena dia selalu mengingat beliau, maka akhirnya ia juga mencapai kaki padma Sri Krishna. Bagaimana dengan anda? Jangan mengambil langkah setengah-setengah kalau mau mencintai maka cintailah sepenuh hati. Tapi kalo mau membenci juga monggo saja tapi bencilah dengan sepenuh hati juga sehingga tak ada waktu tersisapun untuk tidak memikirkan beliau.
Krishna Katta ini akan dimulai dari sebuah kitab suci yang bernama Srimad Bhagavatam. Bhagavatam adalah salah satu purana terbesar dari 18 purana utama. Bhagavatam sendiri mengandung inti “Paropakarah punyaya, Papaya Para Pidanam” yang maksudnya adalah “Berbuat baik kepada orang lain merupakan sebuah kebahagiaan sedangkan menyakiti atau melakukan perbuatan yang menyebabkan penderitaan bagi orang lain adalah merupakan dosa”. Kitab suci Srimad Bhagavatam menceritakan tentang kemuliaan tertinggi Sri Hari (Tuhan Sri Krishna) dengan para bhakta-Nya. Misalnya hal-hal yang berhubungan dengan penciptaan dan alam semesta, cerita tentang awatara, tentang Narada, terutama Leela Sri Krishna. Bhagavatam ditulis oleh Vyasa dewa setelah mendapat Ilham dari Devarsi Narada dan Dewa Brahma yang menceritakan hal tersebut, kemudian Vyasa dewa menceritakan kembali kepada anaknya yakni Sukadewa Gosvami, selanjutnya Sukadewa Gosvami menceritakan kembali kisah ini kepada Raja Parikesit yang akan menemui ajalnya dalam waktu 7 hari setelah terkena kutukan dari Tapasvin Srngi anak dari Rsi Samika.
(Diriwayatkan bahwa pada waktu itu Raja Parikshit sedang pergi berburu ke hutan dan ketika beliau kelelahan dan haus, ia mencari sebuah asram, pada saat itu ia melihat seseorang dan masuk ke Asram tersebut,
Parikeshit berteriak memanggil, namun tak seorangpun yang menyahut. Ia melihat seorang Rsi sedang khusuk bersemadi. Sang raja berusaha membangunkan sang Rsi dengan sapaannya, agar ia menyadari bahwa ada tamu yang sedanga berkunjung ke dalam asramnya. Namun ketika usaha sang Raja seakan tidak dihiraukan,dan dalam keadaan yang lapar serta haus itu, pengaruh buruk jaman Kali meringsek masuk ke dalam pikiran sang raja. Ia merasa tersinggung karena sebagai penguasa wilayah itu, ia sama sekali diabaikan oleh warganya. Pada saat itu, Raja Parikeshit melihat seekor ular mati di tanah, ia mengambil bangkai ular itu dengan tongkat lalu melilitkannya di leher sang Rsi, kemudian sang raja pergi dengan kesalnya. Ketika Srngi datang, ia melihat penghinaan yang ditujukan kepada ayahnya itu, maka dengan serta merta kemarahannya meluap lalu melontarkan kutuk bahwasannya siapapun yang telah melakukan perbuatan tidak baik itu dengan mengalungkan bangkai ular di leher ayahnya yang sedang melakukan meditasi, maka ia harus mati dengan cara yang sama dengan digigit ular dalam waktu 7 hari semenjak kutukan itu dikeluarkan. Srngi walaupun masih anak-anak, tapi memiliki kekuatan yang sangat baik sebagai seorang Brahmin kecil sehingga apapun yang dikatakannya akan menjadi kenyataan.
Ketika Rsi Samika kembali kepada keadaan sadarnya setelah melakukan Meditasi yang mendalam, Ia sangat terkejut mendengar penuturan anaknya yang telah melontarkan kutuk kepada penguasa negeri sebab baginya kutukan itu akan menjadi sebuah bencana besar dan berpengaruh kepada seluruh negeri. Sebab Parikeshit adalah seorang raja yang baik dan ramah. Tetapi untuk satu tindakan yang dilakukan karena desakan emosi karena rasa khilaf, seharusnya Srngi tidak boleh memperturutkan emosinya itu, oleh karena itu Rsi Samika meminta anaknya untuk mencabut kutukan yang telah dilontarkannya. Tetapi bagaimanapun senjata yang telah dilepaskan tidak bisa ditarik kembali sebelum mendapatkan korban, oleh karena itu dengan sangat berat hati akhirnya Rsi Samika menghadap Sang raja dan memberitahukan tentang kutuk anaknya. Mendengar hal itu, Raja Parikeshit merasa sangat menyesal atas tindakannya yang menuruti hawa nafsu lalu berpasrah menerima kutukan itu sebagai sebuah anugrah, karena ia diberi kesempatan untuk mengetahui saat ajalnya akan tiba sehingga ia bisa menyiapkan diri ataupun terlibat dalam berbagai kegiatan suci sebelum meninggal.(Kisah lengkapnya bisa anda baca dalam artikel Bhagavatam di bagian lain dari blog ini.)
Pada bab 11 dari kitab Bhagavatam ini, kita akan mendapati uraian yang sangat bagus tentang leela Sri Krishna selama berada di bhumi, yang mana gambaran singkatnya adalah sebagai berikut.
Pada masa menjelang berakhirnya Dwapara Yuga, keadaan bhumi (Ibu pertiwi) begitu memprihatinkan sampai-sampai perwujudan dewi Bhumi pergi menghadap Dewa Brahma untuk meminta bantuan agar ia dibantu untuk menahan beratnya beban yang ditimbulkan oleh manusia yang berprilaku seperti raksasa di ketika itu (Tentu yang dimaksud ibu pertiwi adalah para raksasa yang nantinya dibunuh oleh Sri Krishna, sekutu Kamsa, dan juga gerombolan suku Kaurawa). Kita bisa menjadikan hal ini sebagai bandingan bahwasannya pada masa Dwapara yuga yang jumlah manusianya tidak terlalu banyak dibandingkan sekarang, yang mana tingkat kejahatannya juga tidak sejahat manusia sekarang, yang mana kadar orang baik juga masih berimbang 50:50 dengan manusia yang memiliki sifat tidak baik, Ibu Pertiwi sudah merasakan beban yang sangat berat karena dihuni golongan manusia dengan prilaku durjana demikian.
Bayangkan bagaimana keadaan ibu pertiwi sekarang yang harus menopang manusia yang jumlahnya kian meningkat namun dengan ahlak dan moralitas yang semakin merosot sebagaimana jaman Dwapara yuga dimana banyak mahluk yang memakai badan manusia tetapi sifat yang menghuni di dalamnya adalah iblis dan setan neraka.(bukankah sifat raksasa atau iblis neraka adalah tidak pernah merasa puas sebagaimana keserakahan yang ditunjukkan manusia modern sekarang ini, sifat raksasa lainnya adalah selalu ingin menang sendiri, berkata kata kasar, culas, tidak tau sopan santun, pelahap segala, suka berkelahi dan bila perlu sampai membunuh bangsanya sendiri, bersetubuh dengan anggota keluarga sendiri, dan lain-lain yang kesemua ciri itu juga dilakoni oleh beberapa manusia modern Kali yuga ini. Jadi jika akhirnya bermunculan aneka bencana seperti Gempa dan Tsunami, lumpur lapindo, Bom teroris, Tanah longsor, dll tentu hal ini merupakan hal yang wajar sebagai peringatan dari ibu kita yang bernama Pertiwi, karena kita telah mengeksploitasi badan beliau dengan sangat tidak manusiawi hanya demi keuntungan material semata. Namun jika tanda-tanda kecil ini juga terabaikan oleh kemunafikan dan keserakahan manusia, maka Tindakan penyelamatan oleh sang Bapak akan dilakukan. Entah beliau akan melakukannya sendiri sebagaimana ketika beliau mewujudkan dirinya sebagai awatara ataukah hanya mempergunakan alat dan hukum yang telah ditetapkannya yakni gabungan bencana untuk membersihkan dan menyaring manusia. Bencana yang dilabel dengan nama pralaya
Kembali kepada topic bahasan tentang Leela Sri Krishna, setelah Ibu pertiwi menghadap dewa Brahma, kemudian dewa Brahma mengajak Ibu Pertiwi dan semua dewa dan para rsi lainnya untuk membahas persoalan itu, dan yang mana akhirnya disepakati bahwa mereka harus segera menghadap Sri Vishnu yang memang memiliki tugas sebagai pengendali dan pemelihara semesta raya. Pada waktu itu dalam kumpulan para dewa dan para Rsi juga mahluk-mahluk sorgawi lainnya yang bertandang ke kediaman Sri Vishnu di Vaikuntha loka, Sri Vishnu berjanji bahwa Ia sendiri yang akan muncul di bhumi guna menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma atau kebenaran yang telah disimpangkan, guna melindungi para sadhu atau orang suci yang taat akan agama, guna menghancurkan kejahatan, sekaligus melindungi ajaran ketuhanan Veda. Maka demikianlah sesuai janji beliau, Sri Vishnu atau Narayana yang adalah Sri Krishna muncul di bhumi sebagai putra Devaki dan Vasudeva pada bulan Sravana, Tithi-Astami, Bintang Rohini, Krsna Paksa. Sri Krishna muncul di dalam penjara kerajaan Kamsa karena pasangan suami istri yang dipakai alat sebagai orang tua Sri Krishna di Bhumi sedang dipenjarakan lantaran raja Kamsa mendengar suara dari langit bahwa anak kedelapan dari Devaki dengan Vasudeva yang akan menjadi malaikat pencabut nyawa bagi dirinya. Kamsa begitu ketakutan menghadapi kematiannya sehingga ia harus memastikan bahwa anak dari Devaki dengan Vasudeva yang walaupun masih merupakan adiknya sendiri harus dibunuh saat lahir. Namun siapa dari kita yang bisa mengerti apalagi berusaha menghalangi rencana Ilahi? Sri Krishna yang muncul tiba-tiba di dalam sebuah keranjang kecil di samping Ibu Devaki menampakkan dirinya sebagai Narayana berlengan empat dengan segala kemuliaan-Nya lalu menyuruh Vasudeva membawa diri-Nya (Krishna yang masih bayi) ke Repalle Gokul. Berbagai keajaibanpun terjadi pada waktu itu, dimana para penjaga penjara menjadi terlelap tidurnya lalu rantai yang mengikat mereka dan juga pintu sel penjara menjadi terbuka, selanjutnya ketika ingin menyebrangi sungai yang lagi meluap karena banjir, tiba-tiba seekor ular besar berkepala seribu muncul untuk menaungi Krishna yang masih bayi agar tidak kehujanan dan juga tidak terseret arus sungai yang deras. (bagi manusia modern yang kebanyakan nonton film misteri, pasti akan sangat menyangsikan peristiwa ini dengan cibiran sinis “Ah engga’ mungkin! Memangnya sinetron” padahal jika mereka mau jujur mengakui bahwa walaupun jaman telah banyak berubah namun hal-hal di luar daya nalar dan logika manusia nyatanya masih sering terjadi. Sesuatu yang rasanya tidak mungkin bagi otak manusia dengan segala keterbatasannya namun nyata tanpa bisa dinalar. Misalnya bagaimana si David Coverfield bisa terbang tanpa sayap, lalu bagaimana mungkin manusia bisa berubah menjadi monyet atau api ketika menyaksikan ‘Leak bali’ trus bagaimana serabut kelapa atau benda-benda aneh lainnya bisa nyangkut dalam tubuh orang karena teluh. Memangnya bisa dijelaskan dengan teknologi. Tentu sulit sekali. Maka demikianlah jika di jaman sekarang saja kenyataan itu masih bisa terjadi maka India sebagai gudangnya para Yogi dan kekuatan mistik tentu sangat masuk akal jika terjadi hal-hal ajaib seperti ketika kemunculan Sri Krishna. Jadi bukan sekedar cerita khayal manusia. That was history NOT ONLY STORY.
Setelah peristiwa dipindahkannya Krishna bayi dari penjara Krishna, dan setelah kembalinya Vasudeva dari repalle, segala sesuatunya tampak seperti sedia kala hanya saja, sampai pada saat dimana bayi perempuan yang dipakai untuk menukar Krishna, tiba-tiba menangis melengking membangunkan para penjaga penjara yang kemudian memberitahu tentang kelahiran anak Devaki yang kedelapan. Bayi perempuan itu yang sebenarnya adalah perwujudan Narayani, segera menampakkan diri setelah dicoba untuk dibunuh oleh Kamsa. Narayani memberitahukan kamsa bahwa malaikat kecil pencabut nyawanya telah dipindahkan ke suatu tempat yang aman dan siap untuk memenuhi tugas-Nya. Dari ini rasa panic dan ketakutan Kamsa terus menjadi jadi sehingga ia mengutus berbagai raksasa suruhannya untuk menghabisi semua bayi yang baru lahir di kerajaannya.
Inilah beberapa Leela atau permainan Ilahi Sri Krishna yang pernah ditunjukkan kepada umat manusia beserta makna dan kasih beliau untuk bisa dilihat dan dimaknai dengan kacamata yang lebih jelas dan transparent sehingga kita tidak berspekulasi memberikan tafsiran tentang kegiatan Tuhan yang bisa menimbulkan Aparad.
1. Krishna membunuh raksasi Putana (tafsiran keliru yang mengidentikkan Tuhan orang hindu sebagai sosok pembunuh)
Terbunuhnya Raksasi Putana yang menyamar sebagai seorang ibu muda yang ingin menimang dan menyusui Sri Krishna dengan air susu beracun yang telah dibubuhkan dalam susunya. Adalah sebuah leela / permainan Ilahi yang cukup menyelipkan banyak arti dan maksud tertentu. Sri Krishna yang murah hati mengabulkan keinginan raksasa itu dengan menjadi anaknya tetapi karena air susunya beracun dan diniatkan dengan tidak baik, maka Sri Krishna bukan saja menyusu tetapi juga menghisap sari kehidupan raksasi itu sampai mati. Bilamanakah sejarah masa lalu Putana di kehidupan terdahulu sampai menerima karunia demikian ? Putana dalam kehidupan sebelumnya adalah Ratnavali, puteri dari Maharaja Bali. Saat Sri Krishna muncul di bhumi ini beberapa tahun sebelumnya sebagai seorang Brahmana cebol yang bernama Vamana. Untuk membatasi kekuasaan Maharaja Bali yang telah mengambil hampir seluruh wilayah bhumi sebagai kekuasaannya, Tuhan Sri Krishna muncul sebagai Brahmana cebol yang meminta tanah seluas 3 jengkal kaki-Nya. Pada waktu Sri Vamana menghadap Maharaja Bali, Ratnavali begitu terpesona melihat aura kedewataan sang Brahmana cebol sehingga ia berfikir bahwa “alangkah menyenangkannya jika ia berkesempatan menjadi ibu bagi anak seperti itu.” Tetapi saat Vamana bertrivikarma menjadi personalitas yang sangat besar lalu menginjakkan langkah kaki-Nya yang ketiga di kepala bapaknya dan menekannya sampai di planet neraka, Ratnavali dipenuhi dengan keinginan untuk membunuh Vamana. Maka begitulah untuk mengabulkan kedua keinginannya itu, maka pada penjelmaan-Nya sebagai Sri Krishna ia memberikan kesempatan kepada Putana (Ratnavali) untuk menimangnya sebagai anak dan juga kesempatan untuk mencoba membunuh-Nya. Walaupun ia sendiri yang akhirnya terbunuh.
2. Krishna mengangkat bukit Govardana. (Tafsiran keliru – Tuhan Sri Krishna senang unjuk kekuatan dan menganjurkan pemujaan kepada alam)
Pada waktu itu ada tradisi tahunan bagi penduduk desa Repalle untuk melakukan persembahan kepada Dewa Indra guna mendapatkan hujan. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa dalam administrasi ketuhanan, Dewa Indra adalah seperti menteri yang diberikan kewenangan untuk mengatur curah hujan bagi kesejahteraan umat manusia. Namun sayang bahwasannya dewa Indrapun telah takabur menganggap bahwa kekuasaannya itu adalah bersumber dari dirinya sendiri, sehingga untuk menyadarkan hal ini, Sri Krishna menganjurkan penduduk desa agar menghentikan tradisi tahunan tersebut dan sebagai gantinya, Sri Krishna meminta agar dilakukan pemujaan kepada Bukit Govardana yang telah menyimpan air hujan lalu memberikan kesuburan bagi penduduk desa itu. Melihat kenyataan ini, dewa Indra sangat murka lalu menurunkan hujan badai yang sangat lebat di daerah Gokul selama 7 hari 7 malam. Untuk melindungi penduduk Repalle (Gokula) inilah akhirnya Sri Krishna mengangkat bukit Govardana sebagai tempat bagi para penduduk dan binatang piaraan mereka berteduh dari keganasan hujan badai yang dikirim oleh dewa Indra. Peristiwa ini berlangsung selama 7 hari dimana Sri Krishna menopang bukit Govardana hanya dengan jari kelingking-Nya. Sehingga membuat dewa Indra menyadari bahwa yang sedang dihadapinya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga ia berlutut dan memohon ampunan-Nya.mungkin ada sedikit pertanyaan yang mengganjal, kenapa Tuhan Sri Krishna tidak menghentikan hujannya saja. Ini dikarenakan bahwa Tuhan tidak selayaknya melawan hukum alam. Ketika bencana terjadi, Tuhan akan melindungi para penyembah-Nya dan memberikan kekuatan untuk bertahan tetapi bukan untuk mencegah bencana itu. Di lain sisi, kegiatan Sri Krishna ini juga sangat berkaitan dengan sejarah bukit Govardana dimaksud.
Diriwayatkan bahwa pada jaman Dvapara ketika Tuhan Sri Krishna muncul sebagai Sri Rama pada waktu akan membuat jembatan ke Alengkapura guna menyelamatkan Dewi Sita, Bukit Govardhana menjadi salah satu bukit yang dipilih untuk dilempar ke dalam laut guna membuat jembatan penghubung antara India dan Sri langka. Namun ketika bukit yang istimewa itu telah dicabut dan siap dibawa ke lautan, ada instruksi bahwa jembatan sudah selesai dikerjakan. Hal itu otomatis menghalangi kesempatan sang bukit untuk mengabdikan dirinya bagi kegiatan Tuhan Sri Rama. Bukit itu menjadi kehilangan daya dan semangat hidup, semua pepohonan diatasnya seakan mau mati karenanya. Mendengar hal ini akhirnya Sri Rama berjanji bahwa pada saat kedatangan-Nya kembali ke bhumi, Ia akan menyertakan bukit itu dalam kegiatan Ilahi-Nya. Dan begitulah demi menepati janji yang telah diucapkannya, maka Sri Rama yang telah muncul kembali dalam diri Tuhan Sri Krishna mempergunakan bukit Govardhana untuk menyadarkan keangkuhan Dewa Indra sekaligus memberikan anugrah kasih beliau. Perlu dicatat juga disini bahwasannya pemujaan kepada para dewa bukanlah DILARANG oleh Tuhan Sri Krishna, yang mana biasanya para penyembah mempergunakan kisah ini sebagai acuan. Tuhan Sri Krishna melarang penduduk memuja dewa Indra karena pada waktu itu dewa Indra telah takabur menganggap bahwa kekuatan dan kekuasaannya untuk menurunkan hujan berasal dari dirinya sendiri, padahal itu semua berasal dari daya dan kemampuan yang dianugrahkan oleh Tuhan Sri Krishna. Dari kisah ini juga diharapkan agar manusia bisa melihat kejelasan bahwa sumber segala penyebab di dunia ini adalah Tuhan sedangkan para dewa hanyalah mentri-mentri yang diperbantukan untuk mengurus masalah dimaksud. Sebab jika Tuhan Sri Krishna benar-benar melarang pemujaan kepada para dewa maka ayat 11 dan 12 dari bab III Bhagavad Gita tentu tidak akan bermakna. Walaupun di bab selanjutnya Tuhan Sri Krishna memberikan stressing bahwasannya manusia harus lebih menyerahkan diri kepada beliau sehingga secara otomatis kebutuhannya akan dipenuhi.
3. Kedekatan Sri Krishna dengan para gopi (Tafsir keliru – Krishna mengajarkan pergaulan tanpa batas)
Sri Krishna sangat dekat dengan para gopi, seakan-akan Sri Krishna adalah sosok anak kecil yang akan tumbuh menjadi pemuda playboy. Masa kecil Sri Krishna memang tidak pernah bisa dipisahkan dengan gelak tawa riang para gopi didekatnya. Kebahagiaan itu diciptakan oleh Tuhan Sri Krishna hanyalah untuk menjawab do’a dari para bhakta-Nya. Para gopi itu dalam kelahiran mereka sebelumnya adalah para Rsi pada masa Krta Yuga yang hanya memperoleh kesempatan dharsan dari Tuhan. Dan hal ini kurang memuaskan mereka. Pada masa Treta Yuga ketika Tuhan muncul sebagai Sri Rama, para Rsi ini rela dilahirkan sebagai pasukan kera agar dapat menikmati dharsan (Penampakan) dan juga Sambhasan (Wejangan) langsung dari Tuhan. Selanjutnya pada masa Dvapara yuga ketika Tuhan muncul dengan segala kemuliaan-Nya dalam nama Sri Krishna, merekapun kembali mengikuti beliau dengan terlahir sebagai para gopi dan gopa penggembala sapi di Vrndavan hanya agar mendapat kesempatan lebih untuk menikmati Dharsan,(Penglihatan-tatapan langsung) Shambasan (Wejangan), dan Sparsan (bersentuhan serta bercakap-cakap dengan Tuhan secara langsung) sebab di dalam loka-loka yang lain, kesempatan seperti itu sangat sulit untuk dicapai.
4. Krishna membunuh tukang cuci kerajaan. ( Tafsir keliru – Sri Krishna sosok Tuhan Hindu tanpa rasa belas kasihan)
Hal ini bukanlah tanpa alasan mendasar sebab Krishna bukanlah seorang pembunuh. Pada waktu Krishna dan Balarama meneruskan perjalanan ke kerajaan Kamsa, mereka melihat tukang cuci kerajaan membawa sebundelan jubah kerajaan. Krsna merampas buntelan itu lalu memberikannya satu kepada Balarama untuk dipakai. Tukang cuci tersebut menjadi marah lalu mengajak bertengkar. kemudian Sri Krishna menampar pipi tukang cuci tersebut yang menyebabkan kematiannya. Balarama tidak mengerti akan hal itu lalu meminta penjelasan dari Krishna. Sri Krishna menjawab bahwa ia telah membunuh tukang cuci tersebut karena ia memang ingin mati ditangan-Nya. Pada kelahirannya terdahulu, pada masa Treta Yuga, Tukang cuci itu adalah orang yang telah menyebarkan propaganda serta bertanggung jawab atas pengasingan (Kelahiran kembali) Ibu Dewi Sita.namun akhirnya ia menyesal dan berdoa kepada Sri Rama untuk membunuhnya karena dosa yang tak termaafkan itu. Tapi Sri Rama tidak melakukannya. Ia hanya memastikan bahwa keinginan tukang cuci itu akan dipenuhinya pada saat kemunculannya kembali pada masa Dvapara Yuga. Demikianlah orang itu akhirnya terlahir sebagai tukang cuci di kerajaan Kamsa dan Sri Rama muncul kembali sebagai Sri Krishna.
5. Rasa lila atau Krida ( tafsir keliru : Sri Krishna – Tuhan orang hindu yang amoral)
ini sungguh-sungguh merupakan sebuah episode yang kebanyakan dikelirukan dan disalah artikan. Pemuda berkulit hitam keabu-abuan (Sri Krishna) yang menari di saat bulan bersinar cerah dengan para gadis penggembala sapi. Banyak yang tidak memahami bahwa pada saat itu masing-masing gopi mendapatkan satu orang Krishna, artinya Krishna pada waktu yang sama telah mengekspansikan dirinya menjadi puluhan Krishna yang sama yang mana masing-masing gopi itu tidak bisa menyadari kenyataan yang sesungguhnya. Mereka hanya tenggelam dalam suka citanya masing-masing dengan berpikir bahwa hanya dirinyalah yang mendapatkan Krishna. Namun kenyataannya, semua gopi itu mendapatkan Krishna yang sama. sesungguhnya makna yang terkandung dari permainan Ilahi ini adalah bahwa seluruh alam semesta ini adalah Vrndavan dan semua gopi adalah jiwa. Setiap jiwa rindu ingin selalu bersama Tuhan dan menunggu panggilan seruling-Nya. Permainan itu adalah kesenangan paramaatma yang dibagi kepada para gopi atau jiwatma.
6. Gopika Vastrapaharanam. ( Tafsir keliru : Sri Krishna – Tuhan orang hindu yang asusila)
Ini juga merupakan kisah ketuhanan yang sangat dikelirukan dan disalah artikan oleh orang awam. Mereka yang tidak mengakui ke-Ilahian Sri Krishna dengan gampangnya mencaci maki Sri Krishna sebagai tokoh asusila, seorang perayu wanita yang telah mencuri sari para gopika ketika mereka sedang mandi di sungai. Krishna memberikan sari mereka jika para gopika mau beranjak dari sungai dalam keadaan telanjang dan mengangkat tangannya keatas sebagai tanda menyerah dan menyelamatkan mereka dari rasa malu. Sesungguhnya makna mendalam dari kisah ini adalah kalau seorang sadhaka belum bisa menghilangkan kesadaran badannya artinya masih menganggap diri sebagai badan yang memiliki nama dan rupa dan bukannya menginsyafi diri sebagai jiwa penghuni badan, dimana dalam kisah itu diibaratkan sebagai rasa malu dalam badan yang telanjang, maka ia tidak akan memperoleh rahmat Tuhan yang digambarkan dengan mendapatkan kembali sari mereka. Kenyataannya Deha berarti sesuatu yang dipakai atau Vastra. Ketika para gopika tersebut menanyai Krishna apakah Dharma (kebajikan) dari bagian-Nya yang telah mencuri pakaian atau sari mereka, Krishna berkata bahwa para gopikalah yang tidak menjalankan Svadharma sebagai Atma dharma tetapi malah menjalankan Deha dharma atau kesadaran badan.
7. Navanitachora (tafsir keliru : Sri Krishna – Tuhan yang mengajarkan untuk menjadi pencuri)
Krishna mencuri mentega. Ini adalah sebuah kisah yang juga sarat makna. Sebenarnya Tuhan Sri Krishna tidak menginginkan mentega karena Tuhan maha kaya yang punya segala-galanya. Sama halnya dengan kegiatan Gopika Vastrapaharanam. Krishna bisa menciptakan segalanya termasuk bidadari yang paling cantik sekalipun, jadi apakah masuk akal jika Tuhan melakukan hal tersebut hanya sebagai pelampiasan nafsu saja seperti manusia. Jawabannya TIDAK!
Segala sesuatu yang diperbuat oleh Tuhan ada makna dan latar belakangnya yang kadang sulit dimengerti oleh keterbatasan indera manusia. Sama halnya dengan kegiatan mencuri mentega ini. Mentega sebenarnya adalah wujud atau simbul dari kemurnian pikiran yang tertanam dalam periuk hati dari para gopika. Navanita berarti pikiran murni dan pikiran hanya bisa dibuat murni jika diaduk terus menerus dengan sadhana namasmaranam atau mengingat-ingat nama dan kegiatan Tuhan. Jadi sesungguhnya Krishna hanya menginginkan pikiran murni dari manusia yang telah mengingatnya dalam segala waktu dan keadaan.
8. Krishna menjadikan diri-Nya suami dari 8 istri dan 16.108 gopika. ( Tafsir Keliru – Sri Krishna – sosok Tuhan yang mengajarkan polygamy)
Maksud dari kisah ini adalah bahwasannya orang harus mengerti terlebih dahulu makna dari (Bharta) suami, yaitu : orang yang menjadi panutan dan orang yang menjaga. Siapa lagi yang benar-benar dapat disebut sebagai suami-Svami selain daripada Tuhan. Disini tubuh merupakan kediaman bagi kesadaran Ilahi atau Tuhan. Dalam tubuh ada 6 pusat spiritual yang dilalui Kundalini Sakti atau daya energy Ilahi yang berwujud ular bergelung, yang muncul dari Muladhara cakra (Pusat energy dasar) sampai ke Sahasrara (Pusat bunga teratai berdaun bunga seribu) di puncak. Diantaranya ada 4 pusat spiritual cakra. Ketika Kundalini itu bangkit mencapai Sahasrara, pencerahan akan terjadi. Kundalini mencapai Hrdaya Cakra (teratai hati dengan 8 daun bunga). Makna yang terkandung dalam hal ini adalah 8 daun bunga teratai berarti 8 jiwa, 8 arah, dan 8 penjaga. Krshna yang menjadi suami atau raja dari 8 permaisuri melambangkan 8 daun bunga. Kundalini sakti naik lagi pada Sahasrara, setangkai bunga teratai yang berdaun bunga seribu, yang masing-masing memiliki 16 kala atau sinar. Jadi 16.000 Gopika adalah symbol dari 16.000 kala yang kemudian menimbulkan pencerahan. Jadi disini Krishna menjadikan dirinya sebagai suami bagi 16.108 gopi itu bukanlah dalam artian untuk menikmati kepuasan indriawi. Karena Tuhan berada diatas 3 sifat atau guna alam semesta material.
Demikian secuil kemuliaan Tuhan Sri Krishna yang pernah diperlihatkan kepada manusia untuk memberkati para bhakta-Nya. mari mulai berpikir lebih jernih dalam melakukan penilaian terhadap sesuatu hal apalagi yang berhubungan dengan ketuhanan agar tidak menjerumuskan kita pada kesalahan fatal yang dengan segala keterbatasan berusaha mengukur kegiatan beliau yang tiada batas.
Sumber : Tanya jawab tentang Bhagavatam, Sathya Narayana Svami.
Recent Comments