Sisya: Apakah karma itu Guru?
Guru: Karma berarti perbuatan, kegiatan atau pekerjaan. Berkarma berarti berbuat, berkegiatan atau bekerja. Secara umum dikatakan bahwa setiap perbuatan atau kegiatan yang terkait dengan usaha memelihara badan jasmani agar tetap hidup sehat disebut karma.
Sisya: Ada berapa macamkah karma itu?
Guru: Karma ada bermacam-macam, jumlahnya tak terhitung. Tetapi secara umum karma dikelompokkan menjadi dua, yaitu Subha karma atau perbuatan bajik dan Asubha karma atau perbuatan buruk.
Sisya: Bagaimana kita bisa membedakan antara subha karma dengan asubha karma?
Guru: Suatu perbuatan dikatakan tergolong subha karma jika perbuatan itu sesuai dengan dharma yang dilandasi petunjuk sastra Veda. Jika bertentangan dari petunjuk sastra, maka perbuatan itu tergolong asubha karma.
Sisya: Apakah Veda memberikan kriteria jelas agar kita bisa dengan mudah membedakan subha dan asubha karma?
Guru: Ya, tentu saja. Kriterianya adalah jika seseorang berbuat sesuai dengan prinsip-prinsip dharma (SB. 1.17.24) yaitu kesucian diri (saucam), kejujuran (satyam), kasih sayang (daya) dan hidup sederhana (tapasya); maka perbuatan orang tersebut tergolong subha karma. Sebaliknya, jika seseorang berbuat berlandaskan prinsip-prinsip adharma (SB. 1.17.38) yaitu; berzinah (striyah), berjudi (dyutam), melakukan tindak kekerasan (sunah) dan mabuk-mabukan (panam); maka perbuatannya tergolong asubha karma.
Sisya: Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip dharma ini secara praktis dalam kehidupan sehari-hari?
Guru: Tentu saja dengan tidak berbuat adharma. Jangan berzinah sehingga kesucian diri tetap terjaga. Jangan pernah berjudi dalam bentuk apapun agar kita tetap bisa berpegang teguh pada kejujuran. Jangan pernah melakukan tindakan kekerasan dengan menyakiti mahluk hidup lain agar rasa kasih sayang tetap menghiasi hati dan pikiran. Dan senantiasa waspada agar tidak mabuk kenikmatan indriyawi yang bersumber pada kekayaan material dan kedudukan duniawi agar bisa hidup sederhana.
Sisya: Tapi pada jaman modern sekarang ini, prinsip-prinsip dharma kelihatannya semakin pudar dan prinsip-prinsip adharma merajalela. Mengapa hal ini bisa terjadi Guru?
Guru: Menurut Veda, pada jaman modern sekarang ini adalah jaman Kali atau Kali Yuga. Diaktakan, “sa kaler tamasa smrtah, ketika sifat alam tamas (kegelapan) amat tebal menyelimuti kesadaran penduduk dunia, maka masa itu disebut jaman Kali” (SB. 12.3.30). Ciri utama sifat alam tamas adalah adharmam dharmam iti yah, yang adharma dikatakan dharma dan dharma dikatakan adharma. Dan sarvarthan viparitams ca, kegiatan manusia selalu mengarah ke jalur yang salah (Bg. 18.32). Akibatnya, pape yad ramate janah, orang-orang yang tersesat ini bersuka-ria dalam beranekaragam asubha karma, perbuatan buruk, jahat dan berdosa (SB. 12.2.29). Itulah sebabnya pada jaman modern ini perbuatan dan kegiatan yang tergolong asubha karma semakin berkembang.
Sisya: Apakah ada kaitannya antara pola hidup dengan karma yang dilakukan seseorang?
Guru: Pasti ada. Jika kita berpola hidup materialistik, melekat pada kesenangan badaniah yang bersumber dari pemuasan indriya jasmani, maka sifat-sifat asurik atau asuri sampad tumbuh subur mengori hati kita. Dan atomatis kita akan sibuk dengan beraneka-macam asubha karma. Tetapi, jika kita berpola hidup spiritual dengan secara ketat mengendalikan indriya-indriya badan jasmani dengan menuruti berbagai tapa dan vrata, maka sifat-sifat kedewataan (daivi sampad) akan menghiasi hati anda. Dan otomatis kita akan dengan senang hati melkukan banyak subha karma.
Sisya: Lalu bagaimana nasib seseorang jika selama hidupnya selalu sibuk dalam beraneka-macam ashubha karma?
Guru: Sudah saya jelaskan bahwa asubha karma timbul dari asuri sampad, watak asurik (jahat). Watak asurik ini tumbuh dari pola hidup materialistik. Dikatakan, “nibandhayasuri mata, watak asurik mengikat orang di dunia fana (Bg. 16.5). Dengan kata lain, beraneka-macam asubha karma yang dilakukan seseorang selama hidupnya, menyebabkan dia terus terperangkap dalam lingkaran samsara, kelahiran dan kematian berulang kali.
Sisya: Lalu bagaimana dengan mereka yang selalu dalam kegiatan subha karma?
Guru: Subha karma muncul dari watak kedewataan (daivi sampad). Watak kedewataan ini lahir dari pola hidup spiritual. Dikatakan, “daivi sampad vimoksaya, watak dewani menuntun seseorang menuju moksa atau mukti, kelepasan dari kehidupan material yang selalu menyengsarakan (Bg. 16.5), dan kembali pulang ke dunia rohani yang sat cit ananda.
Sisya: Tapi kalau seandainya seseorang banyak melakukan subha karma, namun dia masih memiliki watak materialistik atau atheistik apa mungkin dia mencapai mukti juga Guru?
Guru: orang yang anda sebut sebagai orang yang senantiasa melakukan subha karma tetapi berwatak material atau atheistik hanya ada dalam angan-angan anda saja. Sebab jika seseorang sudah berwatak materialistik ataupun atheistik, pasti dia banyak berbuat asubha karma selama hidupnya. Menurut Veda, ada orang-orang berwatak pamrih yang meyakini dan memanfaatkan ajaran Veda untuk mencapai kesenangan material yang lebih tinggi di alam fana ini dengan menuruti aturan-aturan hidup yang tercantum dalam kitab Karma Kanda Veda. Mereka disebut orang-orang karmi. Dikatakan bahwa dengan melakukan banyak subha karma dengan melaksanakan berbagai yajna atau korban suci kepada para dewa, setelah ajal mereka akan lahir di alam sorgawi. Di sana mereka hidup senang dalam kehidupan dewani (Bg. 9.20). Tetapi dikatakan lebih lanjut, “ksine punye martya-lokam visanti, setelah hasil dari subha karmanya habis dinikmati di sana, mereka akan lahir lagi di Bumi (Bg. 9.21). Sedangkan nasib setelah ajal orang-orang materialistik dan atheistik yang tidak peduli pada petunjuk Veda dan sibuk dalam bermacam-macam asubha-karma sangatlah malang. Dikatakan bahwa mereka akan dicampakkan ke dalam samudra kehidupan material dengan lahir dalam berbagai jenis kehidupan rendah dan jahat. Mereka akan terus merosot dengan lahir dalam jenis-jenis kehidupan yang amat kotor dan menjijikkan (perhatikan Bg. 16.19-20).
Sisya: Saya menjadi agak bingung Guru. Sebelumnya anda menyatakan bahwa subha-karma menuntun orang kembali pulang ke dunia rohani yang kekal dan membahagiakan. Kemudian anda mengatakan bahwa subha karma mengantar orang mencapai kehidupan senang di alam sorgawi dan setelah subha karmanya habis akan kembali lahir di Bumi. Kenapa bisa demikian Guru?
Guru: Subha karma yang dilakukan secara tulus ikhlas semata-mata sebagai pelayan untuk menyenangkan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna tanpa rasa pamrih atau motif apapun, menuntun seseorang kembali pulang ke dunia rohani vaikuntha loka yang kekal dan membahagiakan. Melakukan subha karma seperti ini dengan kesadaran dan tujuan untuk menyenangkan Tuhan disebut bhakti. Sebab dikatakan, “Hrsikesa hrsikena sevanam bhaktir ucyate, menyibukkan seluruh indriya jasmani untuk melayani penguasa segala indriya (hrikesa) disebut bhakti” (Narada pancaratra). Hrsikesa adalah nama lain Sri Krishna. Sedangkan subha karma yang dilakukan secara pamerih dengan motif mendapatkan balasan kesenangan material melalui pemujaan kepada para dewa dengan bersembahyang berbagai macam yajna, mengantarkan seseorang mencapai alam sorgawi. Hendaklah diketahui bahwa sorga atau svarga loka tidaklah kekal. Sebab svarga loka adalah salah satu dari empat belas susunan planet yang ada di alam material ini.
Sisya: Subha karma sebgai pelayanan untuk memuaskan Krishna berarti bhakti. Lalu bagaimana cara melakukan bhakti ini?
Guru: Sri Krishna berkata, “yat karosi yaj asnasi yaj juhosi dadasiyat, yat tapasyasi kaunteya tad kurusva mad arpanam, O putra Kunti, apapun yang kamu lakukan, apapun yang kamu makan, apapun yang kamu dermakan, dan juga pertapaan apapun yang kamu jalankan, lakukanlah semua itu sebagai persembahan kepadaKu” (Bg. 9.27). Sloka ini sangat jelas mengungkapkan bahwa kita harus bekerja untuk Krishna.
Sisya: Bagaimana kita bisa membedakan tindakan subha karma yang ada dalam kalan bhakti kepada Tuhan dengan subha karma yang bermotif pamerih demi pahala?
Guru: “Karma sudhi mad arpanam, perbuatan itu menjadi tersucikan jika dilakukan sebagai persembahan kepadaKu”. Kata Sri Krishna dalam Bhagavata Purana 11.21.15. Maksudnya, karma yang dilakukan tidak menimbulkan akibat apapun yang mengikat si pelaku di dunia fana. Dan dengan mempersembahkan hasil kerja tersebut kepada Tuhan, seseorang akan menjadi tersucikan. Inilah subha karma dalam bhakti kepada Tuhan yang membuat seseorang memiliki kualifikasi kembali pulang ke dunia rohani. Di dunia rohani, kita sebagai jiva rohani yang abadi dapat menikmati kebahagiaan sejati yang kekal (brahma sukha). Tetapi subha karma bermotof pamerih dalam pemujaan kepada para dewa menimbulkan pahala yang mengikat si pelaku di dunia fana dengan lahir kembali di alam sorgawi yang menyediakan kebahagiaan material semu dan sementara (maya sukha).
Oleh: Ngurah Heka Wikena (dengan sedikit pengeditan)
Recent Comments