Murid: Para sarjana duniawi khususnya mereka yang berkecimpung dibidang biologi telah membuktikan secara pasti melalui penelitiannya berulang-kali di laboratorium bahwa apa yang disebut jiva atau roh tidak ada dalam badan jasmani, sebab mereka tidak melihatnya. Komentar anda?
Guru: Bagaimana mungkin mereka bisa melihat jiva yang spiritual dengan mata materialnya? Tuhan Krishna sudah mengatakan bahwa sang jiva adalah avyaktah, tidak berwujud material, dan acintyah, tidak terpahami secara material. Karena itu, mereka tidak mungkin melihat dan mengerti sang jiva dengan mata dan pikiran materialnya.
Murid: Barangkali mereka merasa bahwa penjelasan Veda tentang sang jiva tidak cukup detail dan tidak ilmiah, sehingga para sarjana duniawi ini berkata, “Bagaimana mungkin kami menyatakan jiva yang tak terlihat mata itu memang ada?”.
Guru: Veda (Khususnya Bhagavad-gita) telah menjelaskan tentang sang jiva secara detail dengan menyebut sifat dan ciri sang jiva, ukurannya dan tempat tinggalnya di dalam badan jasmani. Dan juga Veda telah menyatakan bahwa sang jiva hanya bisa diketahui ada berdasarkan penjelasan filosofis dan proses keinsyafan diri, bukan dengan apa yang disebut cara ilmiah yaitu penelitan di laboratorium dengan memanfaatkan berbagai peralatan material dan indriya-indriya jasmani kasar yang tidak sempurna.
Murid: Tetapi beberapa sarjana duniawi berkata, “Dengan peralatan yang lebih canggih dan prinsip-prinsip pengetahuan yang lebih maju, nanti dimasa datang kami yakin mampu mengerti keberadaan sang jiva di dalam badan jasmani”. Apakah anda percaya pada kata-katanya ini?
Guru: Saya tidak percaya. Oleh karena sang jiva tidak tunduk pada hukum-hukum materi alam fana yakni tidak terbakar oleh api (adahyah), tidak basah oleh air (akledyah), tidak kering oleh angin (asosyah), dsb. Karena ia berhakekat spiritual, maka Tuhan Krishna berkata, “Beberapa orang memandang sang jiva (roh) sebagai sesuatu yang menakjubkan beberapa orang lain menjelaskan sang jiva sebagai sesuatu yang menakjubkan. Dan beberapa orang lain lagi, meskipun telah mendengar tentang sang jiva, sama sekali tidak mengerti tentang dia” (Bg. 2. 29).
Murid: Anda telah menjelaskan tentang proses sang jiva berpindah kebadan jasmani baru. Dapatkah diperjelas lagi tentang proses perpindahan ini?
Guru: Dengan berkendaraan badan jasmani halus (yang tersusun dari ego, kecerdasan dan pikiran), atas pengaturan para deva pengendali urusan material dunia fana, sang jiva dimasukkan ke dalam rahim ibu yang cocok dengan mentalitas atau paham kehidupannya. Badan material halus yang membawa sang jiva dengan mentalitas tertentu, diibaratkan seperti angin yang membawa aroma (perhatikan Bg. 15. 8). Karena itu, perpindahan sang jiva ke badan jasmani baru adalah proses yang amat halus dan berada diluar jangkauan penglihatan material. Tetapi proses perpindahan yang amat halus ini dapat dimengerti berdasarkan penjelasan filosofis Veda. Karena itu dikatakan, “Pasyanti jnana caksusah, perpindahan sang makhluk hidup (jiva) dapat dilihat oleh sang rohaniawan yang telah terlatih melihat berdasarkan pengetahuan spiritual Veda” (Bg. 15. 10).
Murid: Bagaimana metalitas atau paham kehidupan ini terbentuk dalam pikiran (manah) yang merupakan salah satu unsur jasmani halus?
Guru: Saya telah katakan bahwa jenis karma (pebuatan) menentukan macam mentalitas. Jika seseorang menghabiskan masa hidupnya sekarang dengan kegiatan surfing (berselancar) dilautan, maka ingatan pada air dan ombak samudra serta kenikmatan meliuk kesana-kemari diantara deburan ombak-ombak mendominasi pikirannya. Ini berarti dia sudah mengembangkan mentalitas ikan dalam pikirannya. Dikatakan, “Srotram caksuh sparsanam ca rasanam ghranam eva ca adhisthaya manas cayam visayan upasevate, sang makhluk hidup (jiva) mengembangkan jenis indriya pendengar (telinga), indriya penglihat (mata), indriya pengecap (lidah), indriya pencium (hidung) dan indriya perasa (kulit) tertentu yang semuanya terkumpul dalam pikiran. Begitulah kemudian ia memperoleh badan jasmani baru tertentu untuk menikmati obyek-obyek indriya tertentu pula” (Bg. 15. 9). Demikianlah proses terbentuknya mentalitas dalam pikiran.
Murid: Jadi, sebelum benar-benar mendapatkan jasmani kasar berupa ikan untuk berkegiatan fisik di lautan, sang jiva sesungguhnya sudah mendapatkan badan halus berupa ikan meskipun ia masih menghuni jasmani manusia. Benarkah demikian?
Guru: Ya benar. Veda menjelaskan hal ini dengan analogi ulat. Sang ulat berpindah-pindah dari satu daun ke daun lain. Sebelum meninggalkan satu daun, ia sudah terlebih dahulu berpegangan pada daun lain yang akan ditempatinya. Begitu pula, sebelum meninggalkan badan jasmani manusianya yang sekarang pada saat kematian, sang jiva sudah masuk kedalam badan jasmani halus baru tertentu yang ia akan huni dalam penjelmaan berikutnya.
Murid: Saya perlu klarifikasi tentang peranan Tuhan (Paramatma) dan para deva pengendali urusan material dunia fana dalam perpindahan sang jiva dari satu badan ke badan material lain. Dapatkah anda menjelaskan secara singkat?
Guru: Sastra menyatakan, “Karmana daiva netrena jantur dehopapattaye stryah pravista udaram pumso retah kanasrayah, dibawah pengawasan (pengendalian) Tuhan Yang Maha Esa dan sesuai dengan perbuatan (karma) nya, sang makhluk hidup (jiva) dimasukkan kedalam rahim si ibu melalui mani sang ayah untuk memperoleh badan jasmani baru tertentu” (Bhag. 3. 31. 1). Jadi, proses perpindahan sang jiva ke badan jasmani baru dikendalikan oleh Tuhan Krishna dalam aspek Beliau sebagai Paramatma, Tuhan yang bersemayam di dalam hati setiap makhluk. Sedangkan proses fisik halus perpindahan tersebut dilaksanakan oleh para deva pengendali urusan material dunia fana sesuai dengan karma (kegiatan) sang jiva dalam penjelmaan sebelumnya.
Murid: Bagaimana keadaan sang jiva setelah dimasukkan kedalam rahim ibu tertentu?
Guru: Selama lima bulan pertama dalam rahim si ibu, sang jiva seperti tidur nyenyak saja, tidak ingat apapun. Pada akhir bulan ke lima, ia mulai merasakan lapar dan dahaga. Pada akhir bulan keenam, ia mulai bisa bergerak-gerak dengan jasmani baru nya (berupa bayi) dalam perut si ibu. Sementara jasmaninya tumbuh semakin besar, sang jiva mulai merasakan derita dalam rahim yang amat sempit, menjijikkan, penuh kotoran dan air ketuban. Berulang-kali ia digigit oleh jasat renik kelaparan yang muncul dari kotoran dalam rahim dan tinggal bersamanya. Makanan terlalu pedas, terlalu asin, asam atau terlalu pahit yang dikonsumsi si ibu, menyebabkan sang jiva (yang disebut si bayi) merasakan derita (panas) bukan kepalang dalam rahim sang ibu. Demikianlah penjelasan Veda tentang sang jiva berjasmani bayi yang terkungkung dalam rahim (Bhag. Skanda III Bab 31).
Murid: Tetapi para sarjana duniawi khususnya mereka yang disebut pakar medis, menyatakan bahwa sang bayi tinggal senang dan nyaman dalam kandungan si ibu sebelum lahir keluar rahim. Bagaimana pendapat anda?
Guru: Pendapat mereka salah. Sebab, setelah lahir keluar rahim tidak seorangpun ingat pada penderitaan tersekap dalam rahim si ibu meskipun nyata-nyata pernah tinggal di dalamnya. Atas pengaturan maya, tenaga material Tuhan Krishna, sang bayi secara fisik tumbuh meskipun menderita bukan kepalang didalam perut si ibu. Untuk mendapatkan badan jasmani baru tertentu, sang jiva harus menderita seperti itu sampai saat kelahiran. Itulah sebabnya Veda menyatakan bahwa kelahiran (janma) adalah penderitaan.
Murid: Mengapa sang jiva lupa pada penderitaan yang pernah dialaminya dalam rahim si ibu?
Guru: Sebab begitu ia lahir sebagai bayi, maya seketika memeluknya dan mengikat dia dengan tali tri-gunanya yang mengkhayalkan. Dikatakan, “Sattvam rajas tama iti gunah prakrti-sambhavah nibadhnanti maha-baho dehe dehinam avyayam, alam material memiliki tiga sifat yaitu sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan), dan tamas (kegelapan). Begitu sang makhluk hidup (jiva) berhubungan dengan alam matrial (yaitu lahir ke dunia fana), maka ia seketika diikat oleh ketiga sifat alam tersebut” (Bg. 14. 5). Demikianlah, karena diikat oleh jerat maya nan halus yakni tri-guna yang mengkhayalkan, maka begitu lahir sang jiva menjadi lupa total terhadap segala derita tinggal dalam kandungan si ibu.
Murid: Apakah itu berarti bahwa selama tinggal menderita dalam rahim si ibu, sang jiva berjasmani bayi belum dicengkram maya?
Guru: Ya, maya belum mencengkram dirinya, sehingga si bayi masih tetap insyaf diri sebagai jiva rohani-abadi. Dia berdoa kepada Tuhan Sri Visnu bahwa dirinya bersyukur mendapat badan jasmani manusia, dan berjanji bahwa kelak setelah lahir dirinya hanya akan berlindung pada kaki-padma Beliau agar terhindar dari sergapan maya. Dikatakan bahwa dalam keadaan menderita bukan kepalang seperti itu, jika cukup beruntung memiliki banyak karma bajik, sang jiva bisa ingat segala penderitaan yang di alaminya dalam seratus kali penjelmaannya yang telah lewat. Demikian dijelaskan oleh Inkarnasi Tuhan Kapila Muni kepada ibuNya Devahuti.
Murid: Setelah lahir dengan jasmani manusia, bagaimana maya mengkhayalkan sang jiva dengan tirai tri-gunanya?
Guru: Maya mengkhayalkan sang jiva dengan prinsip-prinsip kehidupan berikut: a. Ahanta, “Aku adalah badan jasmani ini dengan nama si Anu dan urusanku adalah mengejar kesenangan duniawi. b. Mamanta, “Segala sesuatu yang terkait dengan badan jasmaniku adalah milikku”. Dan c. Maya-sukha, “ Kesenangan duniawi dan kenikmatan indriya jasmani adalah kebahagiaan sejati”.
Oleh: Ngurah Heka Wikana
Recent Comments