[anti-both]
Śiṣya : Kita semua sudah tahu bahwa Siva yang disebut Rudra adalah dewa pelaksana pralaya, lalu di mana dan bagaimana peranan Rudra dalam proses kalpa pralaya dan vikalpa pralaya?
Guru: Sebagaimana dikisahkan oleh Rupa Gosvami dalam Laghu Bhagavatamrta bahwa pada akhir satu kalpa, Siva lahir dari Sankarsana sebagai api sang waktu. Karena itu, api dahsyat yang memancar keluar dari mulut Sankarsana adalah Siva atau Ludra sendiri. Sebagai api pralaya, Siva menghanguskan seluruh Tri-Bhuvana ketika terjadi kalpa-pralaya, peleburan sebagian alam semesta material. Api dahsyat yang mengamuk selama puluhan ribu tahun itu menjadi awal malam Brahma. Begitu pula ketika terjadi vikalpa-pralaya, peleburan total alam semesta material, Siva pun lahir dari Sankarsana sebagai api sang waktu yang menghanguskan seluruh bola alam semesta material sehingga ia tampak seperti bulatan besar tahi sapi kering yang terbakar.
Śiṣya: Kenapa ketika terjadi kalpa-pralaya ataupun vikalpa-pralaya, dikatakan bahwa api pralaya memancar keluar dari mulut Sankarsana Guru?
Guru: Veda menyatakan Sankarsana marah karena Beliau melihat kegiatan-kegiatan sangat berdosa dilakukan oleh para mahluk hidup berjasmani humanoid (manusia, dewa, asura, gandharva dan sebagainya) pada akhir Manvantara ke-14 dan pada akhir usia Brahma. Beliau ingin membinasahkan mereka. Oleh karena kemarahan adalah produk sifat alam tamas dan Siva adalah Tamo-Guna Avatara, maka personifikasi kemarahan Sankarsana adalah Siva yang juga disebut Rudra. Itulah sebabnya Siva dikatakan muncul pada setiap akhir kalpa sebagai api sang waktu dari mulut Sankarsana untuk melebur alam semesta material.
Śiṣya: Dalam pustaka Veda, saya membaca bahwa ketika Tuhan menarik nafas, maka terjadilah pralaya. Apa hubungan pernyataan Veda ini dengan penjelasan anda tadi?
Guru: Pralaya terjadi ketika Purusa Avatara pertama Sri Krishna, yaitu Ksirodakasayi Visnu atau Maha Visnu menarik nafas disebut Maha Kalpa Pralaya, yakni seluruh alam semesta – alam semesta material tersebut dilebur. Proses penarikan nafas oleh Maha Visnu terlihat di alam semesta material kita berupa fenomena tidak ada hujan selama 36.000 tahun sehingga terjadilah bencana kelaparan dan manusia hidup sebagai kanibal. Kemudian seluruh unsur material alam fana, setelah kembali pada keberadaan nan halus tanpa keanekaragaman sifat dan ciri sebagai pradhana, masuk ke dalam diri Maha Visnu melalui tarikan nafasNya.
Śiṣya: Bagaimana keadaan para mahluk hidup ketika seluruh alam semesta material ini sudah tidak ada lagi karena mengalami maha-kalpa pralaya?
Guru: Para mahluk hidup yang berkualifikasi mencapai mukti, kelepasan dari derita kehidupan material dunia fana akan kembali pulang ke dunia rohani Vaikuntha-loka bersama Brahma dan para Rishi mulia lainnya. Sedangkan mereka yang belum berkualifikasi pulang ke dunia rohani masuk ke dalam keberadaan diri Maha Visnu. Dikatakan bahwa keberadaan mereka di sana adalah bagaikan anak-anak tawon yang tidur nyaman di sarangnya dalam konsevasi tenaga sang waktu yang sangat lama.
Śiṣya: Anda mengatakan bahwa vikalpa pralaya terjadi ketika Brahma wafat. Apakah ini berarti usia Brahma sama dengan umur alam semesta material?
Guru: Ya, Brahma muncul bersamaan dengan alam material yang ketika itu masih berupa seperti bunga padma tempat kelahirannya yang tumbuh dari pusar Garbhodakasayi Visnu. Setelah melakukan pertapaan dan memperoleh pengetahuan Veda dari Tuhan Yang Maha Esa, Brahma membagi bunga padma tempat kelahirannya menjadi 14 susunan planet untuk tempat tinggal mahluk hidup. Dan kematian Brahma berarti vikalpa pralaya atau peleburan seluruh alam semesta material.
Śiṣya: Sebelumnya kita telah membahas bahwa alam semesta material ini hanya ada selama satu hembusan nafas Tuhan. Dapatkah anda menjelaskannya?
Guru: Ketika Purusa Avatara pertama Sri Krishna yaitu Ksirodakasayi Visnu atau Maha Visnu menghembuskan nafas, bola-bola alam semesta material yang tidak terhingga jumlahnya memancar keluar dari diriNya. Alam kita yang ke-14 susunan planetnya diciptakan oleh Brahma berkepala empat adalah salah satu dari jutaan alam semesta material yang ada. Dengan kata lain, di luar sana juga ada Brahma-Brahma yang lain selain Brahma yang kita kenal. Dan semua alam semesta ini hanya bertahan dalam satu kali hembusan nafas Maha Visnu (Brahma Samhita 5.48).
Śiṣya: Jadi, bolehkah saya menyimpulkan bahwa ada tiga jenis pralaya, yaitu kalpa pralaya, vikalpa pralaya dan maha kalpa pralaya?
Guru: Betul. Kalpa pralaya terjadi ketika berlangsung malam Brahma, vikalpa pralaya terjadi ketika Brahma wafat dan alam semesta material kita lebur dan maha-kalpa pralaya terjadi ketika seluruh alam semesta material yang jumlahnya sangat banyak tersebut lebur serta unsur materi nah halus (pradhana) masuk ke dalam diri Maha Visnu ketika Beliau menarik nafas.
Śiṣya: Di satu sisi dikatakan alam semesta material ini tercipta dari Maha Visnu. Sementara itu dalam banyak sloka-sloka Veda dikatakan Brahma adalah pencipta alam semesta. Bagaimana saya bisa mengerti dua pernyataan yang bertentangan ini?
Guru: Keseluruhan unsur materi alam material dengan beraneka macam sifat, ciri, kecenderungan dan keinginan disebut mahat-tattva. Dikatakan bahwa mahat-tattva ini menjadi aktif karena dimasuki oleh Purusa-avatara pertama Sri Krishna, yaitu Ksirodakasayi Visnu atau Maha Visnu. Ketika Maha Visnu menghembuskan nafas, berjuta-juta alam semesta material memancar keluar dari mahat-tattva. Oleh karena sebutan lain mahat-tattva adalah Brahman (perhatikan Bg. 14.3), maka setiap alam semesta yang keluar darinya disebut Brahmanda, telor Brahman. Dikatakan demikian karena perwujudan setiap alam semesta bulat bagaikan telor. Kemudian Purusa Avatara kedua Sri Krishna, yaitu Garbhodakasayi Visnu masuk ke setiap Brahmanda. Disebut Garbhodakasayi Visnu karena Beliau berbaring di samudra Garbha di atas Naga Anantasesa yang juga disebut Sankarsana. Dari pusar Garbhodakasayi Visnu muncul bunga padma dan di atas bunga padma tersebut lahirlah Brahma. Karena itu Veda menyebut Visnu sebagai sarga, pencipta asli atau pertama. Sebab dari Beliaulah tercipta seluruh unsur material yang berjumlah 24. Sedangkan Brahma disebut Visarga, pencipta kedua; sebab dia hanya memanipulasi unsur-unsur material yang telah ada menjadi 14 susunan planet sebagai tempat tinggal mahluk hidup – mahluk hidup yang juga hasil kreasinya.
Śiṣya: Lalu bagaimana perjalanan sang waktu dalam hubungannya dengan perjalanan sang mahluk hidup berkaitan dengan keberadaan alam semesta material, siklus perjalanan sang waktu adalah silih bergantinya proses penciptaan, pemeliharaan dan peleburan alam semesta material ini Guru?
Guru: Siklus perjalanan sang waktu dalam kaitannya dengan mahluk hidup adalah berupa proses kelahiran, kehidupan dan kematian. Semua mahluk hidup di dunia fana muncul dari kelahiran, kemudian tumbuh, berketurunan dan bertahan hidup dengan durasi waktu tertentu, tua dan akhirnya mati. Apa bila sang jiva setelah mendapat badan jasmani manusia tidak mengembangkan kesadaran spritual dengan melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna maka ia dikatakan terperangkap dalam lingkaran samsara, kelahiran dan kematian berulang-ulang di dunia fana.
Śiṣya: Anda sempat mengatakan bahwa kita tidak bisa merubah jalannya sang waktu menurut kehendak kita. Kita harus tunduk dan takluk kepadanya. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari seseorang bisa memanfaatkan sang waktu sesuai dengan kemauannya. Apakah ini tidak berarti bahwa sang waktu dapat dikendalikan sesuai dengan keinginan kita masing-masing?
Guru: Kita bisa memanfaatkan sang waktu sesuai dengan keinginan bukan berarti kita bisa mengendalikan sang waktu menurut kehendak kita. Memanfaatkan sang waktu sesuai dengan kemauan sendiri adalah suatu kebebasan yang sengaja diberikan oleh Tuhan selaku sang waktu itu sendiri untuk menyelesaikan masalah hidup kita di dunia fana, yaitu kelahiran (janma), usia tua (jara), penyakit (vyadhi) dan kematian (mrtyu) – Bg. 13.9. Kita bisa menyelesaikan keempat masalah hidup ini melalui pengendalian indrya-indrya jasmani dengan menyibukkan dalam kegiatan spiritual pelayanan bhakti kepada Sri Krishna. Inilah pemanfaatan sang waktu secara betul. Tetapi jika selama hidup ini kita hanya sibuk dalam kegiatan material memuaskan indrya jasmani dengan berbagai macam pola dan cara, maka kita tidak menyelesaikan masalah hidup sebagai manusia. Dikatakan bahwa hidup kita percuma dan sia-sia belaka (perhatikan Bg. 3.16).
Śiṣya: Segala mahluk muncul dari kelahiran, lalu bagaimana pandangan Veda tentang proses kelahiran bayi dari rahim ibu dalam hubungannya dengan sang waktu?
Guru: Veda, dalam hal ini Bhagavata Purana skanda 3 bab 13 Tuhan dalam perwujudannya sebagai Sri Kapila Muni menjelaskan secara cukup detail mengenai proses kelahiran sang bayi kepada ibuNya Devahuti. Dikatakan bahwa pada hari pertama sperma sang ayah bercampur dengan indung telur si ibu. Pada hari ke lima, campuran tersebut berkembang dan tampak seperti gelembung. Pada hari ke sepuluh, gelembung tersebuh tumbuh seolah-olah tampak seperti bubur kental dan selanjutnya tumbuh seperti segumpal daging. Sebulan kemudian kepala terbentuk. Dua bulan kemudian terbentuk tangan, kaki dan anggota badan lainnya. Tiga bulan kemudian, kuku, jari tangan dan kaki, bulu badan, tulang dan kulit terbentuk bersamaan dengan kemaluan, mata, hidung, telinga, mulut dan dubur. Empat bulan kemudian terbentuk cairan perut, darah, daging, lemak, sumsum, tulang dan air mani. Lima bulan kemudian, lapar dan dahaga mulai dapat dirasakan oleh si janin. Enam bulan kemudia si janin yang diselimuti rahim mulai bergerak-gerak di bagian sisi kanan perut sang ibu. Dan kemudian, sang jiva yang berjasmani bayi siap lahir keluar dari rahim sang ibu.
Śiṣya: Penjelasan yang sangat menarik dan sepertinya Bhagavata Purana memaparkan perkembangan janin sebagaimana yang diketahui dunia modern saat ini. Lalu bagaimana semestinya memperlakukan seseorang anak yang tumbuh seiring berjalannya waktu?
Guru: Menurut kitab Niti Sastra, hendaknya dalam mendidik anak, saat anak baru lahir sampai dia mencapai umur lima tahun hendaknya dia diperlakukan bak seorang raja. Artinya, layani dia dengan memenuhi seluruh kebutuhan positifnya. Setelah menginjak usia lima sampai sepuluh tahun, maka perlakukan dia sebagai pelayan. Maksudnya, latih dia mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangga dan menyedikan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dan setelah usia sepuluh tahun, maka perlakukan dia sebagai seorang sahabat. Hargai apa yang dia lakukan sambil memberi saran dan nasehat, serta hormati dia sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk bisa mandiri.
Śiṣya: Pada penjelasan sebelumnya, anda mengatakan bahwa jika seseorang memanfaatkan sang waktu dengan menyibukkan diri dalam kegiatan pelayanan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna maka dia dikatakan menyelesaikan masalah kehidupan sebagai manusia. Dalam hubungan ini, dapatkah diberi petunjuk-petunjuk praktis bagaimana seseorang harus bertindak dalam hidupnya?
Guru: Veda memberikan pola kehidupan sosial-spiritual berupa lembaga varnasrama dharma. Setiap penganut ajaran Veda wajib hidup berdasarkan prinsip-prinsip lembaga sosial catur ashrama. Dalam kaitannya dengan varna, seseorang hendaknya bertindak sesuai dengan sifat-sifat pribadi (guna) dan pekerjaan (karma) yang ditekuni sebagai mata pencaharian (Bg. 4.13). Dan dalam kaitannya dengan asrama, seseorang hendaknya mengendalikan indriya-indriya jasmani secara ketat agar berangsur-angsur mampu melepaskan diri dari keterikatan pada hal-hal material dengan menekuni kegiatan spiritual bhakti di bawah bimbingan guru kerohanian atau acharya. Dengan melaksanakan tugas pekerjaan dalam varna tertentu, baik itu sudra, vaisya, ksatriya ataupun brahmana dan dalam tingkat asrama tertentu baik brahmacari, grahasta, vanaprasta atau sannyasi serta mempersembahkan hasil kerjanya sebagai yajna kepada Sri Krishna, dikatakan bahwa seseorang menyelesaikan segala masalah hidupnya sebagai manusia secara benar.
Śiṣya: Dalam hubungannya dengan lembaga spiritual catur asrama, bagaimana keempat tingkatan hidup spiritual ini harus ditempuh?
Guru: Secara umum, masa hidup sebagai brahmacari ditempuh pada usia 5 sampai 25 tahun. Masa hidup sebagai grahasta ditempuh dari usia 25 sampai 50 tahun. Dan masa hidup sebagai vanaprastha ditempuh dari usia 50 sampai 75 tahun. Dan setelah usia 75 tahun hendaknya seseorang menghabiskan sisa hidupnya sebagai sannyasi. Tentu saja rentang waktu ini tidak berlaku mutlak, apa lagi dengan melihat kenyataan pada Kali Yuga ini harapan hidup manusia semakin pendek. Karena itu juga dalam prakteknya, seseorang bisa mengambil kehidupan sebagai sannyasi setelah melewati masa vanaprastha selama 2 sampai 5 tahun saja.
Śiṣya: Tetapi dalam kenyataannya sekarang ini sangat jarang dapat kita temukan orang yang mampu menjalani hidup sannyasi atau bahkan hanya vanaprastha. Kebanyakan dari mereka hanya berakhir sampai pada tingkat grahasta. Lalu bagaimana nasib mereka yang hanya berakhir sebagai grahasta?
Guru: Dalam menekuni pelayanan bhakti, seseorang bisa mencapai hubungan cinta kasih kepada Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa melalui salah satu dari keempat tingkatan hidup spiritual tersebut. Demikianlah Veda menyebutkan Dhruva, Prahlada dan Sukadeva mencapai kesempurnaan hidup ketika masih brahmacari. Raja Janaka, Prthu, Akrura dan Vali Maharaj serta Hanuman, Para Pandava dan Maharaj Parikesit mencapai kesempurnaan hidup pada saat tingkatan grahasta. Dan bahkan dikatakan sang gajah Gajendra pun mencapai kesempurnaan hidup dengan melakukan pelayanan kepada Sri Visnu. Jadi, dalam golongan varna dan tingkatan asrama apapun seseorang berada, dia bisa mencapai kesempurnaan hidup dengan melaksanakan pelayanan bhakti secara tulus dan teratur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Dikatakan; “Sve sve karmani abhiratah samsiddhim labhate narah, dengan melaksanakan tugas pekerjaannya [dalam lembaga varnasrama], setiap orang bisa mencapai kesempurnaan hidup. Dan, svakarmana tam abhyarcya siddhim vindati manavah, dengan mempersembahkan hasil kerjanya itu kepada Tuhan, seseorang mencapai kesempurnaan hidup” (Bg. 18.45-46).
Śiṣya: Pada jaman sekarang, lembaga varnasrama dicampakkan oleh masyarakat karena dianggap tidak manusiawi dan tidak ilmiah. Jika tidak hidup berdasarkan lembaga sosial-spiritual ini, akibat buruk apa yang muncul bagi masyarakat itu sendiri?
Guru: Akibat buruknya sangat banyak. Tentu kita tidak bisa menyebutkannya satu per satu dalam diskusi ini. Yang jelas terlihat adalah kehidupan manusia semakin tidak beradab karena manusia hanya sibuk dalam kegiatan-kegiatan hewani saja, yaitu makan, tidur, berketurunan dan membela diri. Dari segi waktu, manusia memanfaatkan hidupnya secara percuma untuk mengejar kesenangan hidup semu yang bersifat sementara melalui pemuasan indriya. Pada masa kanak-kanak waktu dihabiskan untuk main-main dan belajar cara-cara memuaskan indriya. Ketika dewasa, waktunya habis untuk berpacaran dan mengejar pekerjaan. Ketika menjadi kepada keluarga waktunya habis untuk mencari nafkah demi keluarga. Dan ketika sudah tua, waktunya dipenuhi oleh kebingungan, takut, cemas dan kawatir berpisah dari anak, istri, keluarga dan kekayaan material yang telah dia peroleh.
Śiṣya: Kebanyakan orang yang mengaku memeluk ajaran Veda berkata. “Dalam masa kehidupan ini, kegiatan material mencari nafkah dan kegiatan spiritual berbhakti kepada Tuhan hendaknya dilaksanakan secara seimbang sebab tidak mungkin berbhakti dalam kondisi perut lapar”. Bagaimana menurut anda pernyataan ini?
Guru: Mereka berpendapat seperti itu karena tidak tahu hakekat dari bhakti. Mereka berpikir kalau kita melaksanakan kegiatan bhakti maka kita tidak bekerja mencari nafkah, tetapi bertapa dengan mengasingkan diri di tempat sunyi. Paham keseimbangan material dan spiritual sebenarnya berasal dari ajaran non-vedic yang muncul pada masa Kali Yuga. Veda tidak mengajarkan hal ini, yang diajarkan oleh Veda kepada orang-orang yang sangat melekat kepada kenikmatan duniawi adalah ajaran Tri Varga (dharma, artha dan kama). Intinya adalah, carilah kekayaan sesuai dengan prinsip-prinsip dharma untuk memenuhi kama, kebutuhan dan keperluan hidupmu. Ini dimaksudkan agar mereka secara berangsur-angsur dapat mengendalikan diri. Disamping itu, paham keseimbangan jasmani dan rohani hanya ada dalam angan-angan pikiran saja. Sebab dalam kehidupan sehari-hari para penganut faham ini praktis terjerumus dalam kesibukan mencari nafkah untuk memuaskan indriya jasmani belaka.
Śiṣya: Pada kenyataannya memang sebagain besar orang hanya memanfaatkan masa hidupnya menurut kehendaknya sendiri sehingga tanpa disadari menyebabkan mereka sibuk bekerja untuk memuaskan indriya jasmani belaka. Dapatkan dijelaskan tentang kegiatan pemuasan indriya ini?
Guru: Veda mengatakan; “Nunam pramattha kurute vikarma yad indriya-pritaya aprnoti, kegiatan memuaskan indriya badan jasmani secara pasti mendorong orang berbuat vikarma” (Bhag. 5.5.4). Vikarma berarti perbuatan terlarang yang jika dilakukan pasti menimbulkan dosa. Jika seseorang selama hidupnya sibuk dalam kegiatan memuaskan indriya, maka kelak dia akan patanti narake’ sucau, jatuh ke neraka karena kegiatan-kegiatan yang kotor itu (Bg. 16.16).
Oleh: Ngurah Heka Wikana
Artikel terkait:
Recent Comments