Śiṣya: Banyak orang menyimpulkan Sri Krishna bukanlah Tuhan dengan menarik pembenaran dari kisah Mahabharata yang mengatakan bahwa Sri Krishna pernah menyuruh Raja Yudhistira berbohong kepada Senapati Kaurava yaitu Drona bahwa putranya Asvattama telah tewas. Kemudian Beliau dikutuk oleh ibu para Kaurava, Gandhari bahwa keluargaNya akan binasa dengan saling bunuh, dan Beliau sendiri akan mengakhiri hidupNya di hutan nan sunyi. Jika dipikir-pikir, tampaknya argumen mereka ini masuk akal Guru. Lalu bagaimana menurut pandangan anda?
Guru: Anakku, sudah saya katakan bahwa Sri Krishna bersemayam di dalam hati setiap mahluk hidup sebagai Paramatma. Salah satu fungsi Paramatma adalah sebagai anumana, pengatur phala dari setiap karma yang dilakukan oleh mahluk hidup (Bg. 13.23). Karena itu, ada ungkapan, “Man proposes God disposes, manusia berbuat, tetapi Tuhan yang menentukan hasilnya”. Demikianlah Sri Krishna menyuruh Raja Yudisthira berbohong kepada Drona karena Drona tidak berbuat apapun ketika Draupadi ditelanjangi di balai sidang para Kuru. Sebagai guru mereka, Drona seharusnya melarang Duryodana dan Durssasana melakukan perbuatan yang amat tercela dan berdosa tersebut. Drona juga bertempur dengan melanggar aturan perang para ksatriya terhormat. Dia menggunakan berbagai senjata dewani (astra) untuk membunuh serdadu biasa yang tidak tahu ilmu pengetahuan senjata dewani. Karena itulah Sri Krishna menetapkan akibat dari kedua perbuatan Drona tersebut. Hal itu menyebabkan Drona harus mati karena kehilangan semangat bertempur setelah mendengar puteranya tewas. Sebagai Paramatma, Sri Krishna menyebkan mahluk hidup memiliki ingatan, pengetahuan dan pelupaan (Bg. 15.15). Begitulah, dengan diliputi oleh kesedihan mendalam karena keseratus putranya tewas, Gandhari menjadi lupa diri, sehingga dia marah-marah dan menumpahkan semua kekesalannya kepada Sri Krishna dan mengutuk Sri Krishna seperti yang sudah anda katakan. Sebenarnya kutukan Gandhari ini merupakan kehendak Sri Krishna sendiri. Dalam Mahabharata – Stri Parva dikatakan setelah dikutuk seperti itu Sri Krishna lalu berkata, “Oh ibu nan mulia, tidak ada apapun dan siapapun di dunia ini kecuali Saya sendiri yang mampu menghancurkan keluarga bangsa Vrsni. Dan Saya sedang berusaha melaksanakan kutukan ibu ini. Dengan mengutuk Saya seperti ini, ibu telah membantu Saya dalam tugas menghancurkan dinasti Vrsni. Bangsa Vrsni tidak bisa dibinasahkan oleh jenis mahluk apapun, apakah itu manusia, dewa, atau danava. Karena itu, para ksatriya dinasti Yadu akan hancur akibat perkelahian diantara mereka sendiri”.
Śiṣya: Jadi kehancuran dinasti Yadu terjadi atas kehendak Sri Krishna sendiri? Apakah kepergian Beliau ke hutan yang sunyi untuk mengakhiri lilaNya juga atas kehendakNya sendiri Guru?
Guru: Ya, apapun yang dikutukkan oleh Gandhari kepada Sri Krishna adalah kehendak Beliau sendiri. Dalam Bhagavata Purana 11.1.10 dikatakan, “saḿhartum aicchata kulaḿ, Beliau berkehendak membinasahkan dinastiNya sendiri”. Setelah seluruh bala tentara Yadava binasa akibat pertempuran saudara, kemudian Sri Krishna berkehendak mebenarkan kata-kata yang dulu diucapkan oleh Durvasa Muni yang mengatakan bahwa seluruh tubuh Beliau kebal terhadap senjata apapun kecuali bagian yang tidak terolesi bubur, yaitu pada bagian telapak kaki dan itu akan menyebabkan Beliau wafat. Beliau juga memenuhi ucapan Rsi Bhrgu bahwa sang Rsi akan bisa membebaskan diri dari kesalahannya menendang dada Beliau di masa silam dengan lahir sebagai seorang pemburu hina dan membantu Beliau dalam mengakhiri kegiatan rohanuNya di Bumi pada akhir Dvapara Yuga. Karena itulah untuk memenuhi keinginan tersebut Sri Krishna pergi ke hutan yang sunyi dan duduk di bawah sebatang pohon. Dari kejauhan, Jara, sang pemburu melihat telapak kaki beliau yang kemerahan seperti bagian tubuh seekor rusa dan melepaskan panah ke arah sasaran itu. Tetapi kemudian Jara menemukan bahwa sasarannya itu adalah Sri Kesava (Krishna) yang sedang duduk dalam posisi beryoga. Karena merasa bersalah, Jara ketakutan dan bersujud kepada kaki padma Beliau dengan doa-doa permohonan maaf. Akhirnya Sri Kesava berkata, “Jara yang baik, jangan takut dan bangkitlah. Apa yang telah anda lakukan sesungguhnya adalah kehendakKu sendiri. Dan atas karuniaKu, silahkan kembali tinggal di planet orang-orang saleh”. Kemudian Jara mengelilingi Sri Kesava yang berwujud amat indah cemerlang sebanyak tiga kali dan selanjutnya sujud telungkup dihadapanNya. Sementara itu, satu pesawat angkasa vimana muncul di sana. Jara dipersilahkan naik ke pesawat untuk kembali ke alam sorgawi. Setelah itu, Sri Kesava sendiri yang nampak begitu indah cemerlang membumbung ke langit dengan cahaya berkilauan menenuhi seluruh alam dan lenyap di angkasa. Semua kisah ini tertuang dalam Mahabharata Mausala Parva dan Bhagavata Purana.
Śiṣya: Saya belum dapat memahami mengenai kejadian di masa lalu sehingga Sri Krishna berkehendak membenarkan kata-kata Durvasa Muni dan memenuhi janjiNya kepada Rsi Bhrgu.
Guru: Dalam kitab Mahabharata diceritakan bahwa pada suatu hari Durvasa Muni berkunjung ke Dvaraka. Karena merasa puas dengan pelayanan Sri Krishna beserta permaisuriNya Rukmini devi, sang muni tiba-tiba menyuruh Sri Krishna berdiri tanpa busana selembarpun. Lalu Durvasa memoleskan sisa bubur yang dihidangkan khusus untuknya ke seluruh tubuh Sri Krishna sambil berkata, “Seluruh tubuhMu yang terolesi bubur, O Madhava, akan menjadi kebal terhadap senjata apapun kecuali telapak kakiMu”. Berkah sang muni ini berhasil jika suatu saat telapak kaki Beliau terkena senjata. Itulah yang akan menjadi penyebab diriNya mengakhiri lilaNya. Diceritakan juga dalam Bhagavata Purana bahwa pada suatu hari Rsi Bhrgu berkunjung ke tempat Sri Visnu di Svetadvipa. Tanpa basa-basi, sang Rsi langsung menendang dada Narayana (Sri Visnu). Hal ini dilakukan oleh Bhrgu sebagai bagian dari misinya untuk mengetahui siapakah dari ketiga Guna Avatara (Brahma, Visnu dan Siva) yang memiliki kedudukan paling tinggi. Meskipun ditendang secara kasar seperti itu, Sri Visnu tidak marah. Beliau malahan bertanya sambil tersenyum, “Tuan Brahmana, kaki anda begitu lembut bagaikan bunga. Sedangkan dada Saya begitu keras bagaikan batu. Karena itu, kaki anda pasti terasa sakit. Maka biarlah saya memijatnya”. Mendengar jawaban demikian, Rsi Bhrgu berkesimpulan bahwa Sri Visnu-lah yang berkedudukan paling tinggi. Sebab sebelumnya ketika Bhrgu menghadap Brahma dan tidak sujud kepadanya, Brahma terlihat jengkel dan marah kepada dirinya. Dan ketika menghadap Siva, Bhrgu tidak mau memeluknya dengan berkata, “Tubuh anda selalu kotor terolesi abu mayat, karena itu saya tidak mau menyentuh anda”. Perkataan Rsi Bhrgu seperti itu membuat Siva marah. Demikianlah perbuatan Bhrgu yang amat kasar kepada Cakrapani (Visnu) secara langsung menyebabkan akibat buruk kepada dirinya. Sang Rsi pun sebenarnya menyadari hal ini. Karena itu dia memohon maaf kepada Sri Visnu setelah menjelaskan maksud dirinya berbuat kasar seperti itu. Sri Visnu berkata bahwa apa yang dilakukan sang Rsi adalah atas kehendakNya semata. Sri Visnu berkata, “Kelak anda akan lahir sebagai pemburu hina dan membantuKu dalam mengakhiri lilaKu di Bumi pada akhir Dvapara Yuga”.
Śiṣya: Selama ini saya hanya mendengar cerita keliru bahwa Beliau harus menikmati karma buruknya sehingga harus menderita diabetes sehingga dengan dipanah oleh seorang pemburu di kakiNya saja mengakibatkan Beliau tewas. Kenapa cerita keliru seperti ini masih tetap diyakini oleh mayoritas pemeluk Hindu Guru?
Guru: Semuanya hanya karena pengaruh filsafat mayavada. Orang-orang mayavada memahami Sri Krishna dan Avatara-AvataraNya yang tergolong Visnu-tattva sebagai Saguna Brahman, Tuhan berwujud yang memiliki sifat dan ciri material sehingga juga harus terkena efek-efek material termasuk hukum karma phala. Karena itu, menurut mereka semua kegiatan Sri Krishna berhakekat material. Dan disebutkan bahwa akibat dari kegiatan-kegiatanNya yang secara material nampak buruk dan amoral, Sri Krishna harus mati secara hina dipanah oleh seorang pemburu di hutan yang sunyi. Mereka tidak perduli pernyataan Veda yang tertuang dalam kitab Bhagavad Gita 4.14 dan Bhagavata Purana 11.6.8 yang mengatakan bahwa Sri Krishna berhakekat spiritual mutlak, tidak terkena hukum karma dunia material. Semua kegiatan Sri Krishna bersifat rohani dan mensucikan hati siapapun yang menceritakan dan mendengarkan lilaNya dengan penuh sradha.
Śiṣya: Kalau Tuhan dan semua AvataraNya terkena hukum karma, lalu menurut orang-orang mayavadi, siapa yang tidak terkena hukum karma Guru?
Guru: Menurut mereka, hanya Nirguna Brahman tidak terkena hukum karma. Nirguna Brahman adalah Tuhan impersonal yang berhakekat spiritual, tanpa wujud, tanpa sifat dan ciri, tanpa kegiatan, tanpa hubungan dan tanpa apapun. Karena tidak berkegiatan apapun, maka Nirguna Brahman bebas dari hukum karma dunia fana. Dikatakan lebih lanjut bahwa Nirguna Brahman inilah kebahagiaan sejati. Karena itu, mereka menyarankan setiap orang harus berjuang keras merobah status dirinya dari Sarguna Brahman menjadi Nirguna Brahman agar dapat bersatu lebur dengan Tuhan dan menikmati kebahagiaan kekal. Namun sudah saya jelaskan tadi bahwa pernyataan tanpa wujud, sifat dan ciri apapun berarti tidak ada alias kosong. Menyatakan kekosongan sebagai kebahagiaan tentu saja sama sekali tidak logis dan rasional. Karena itu, Padma Purana Uttara Kanda 25.7 menyatakan bahwa filsafat mayavada atau advaita-vada yang diajarkan oleh Sankaracharya adalah asac-chastram, ajaran rohani palsu.
Śiṣya: Apakah mereka menyatakan bahwa Nirguna Brahman ini adalah sumber segala sesuatu yang ada ini?
Guru: Sepanjang yang Guru pahami tentang filsafat mayavada, orang-orang mayavadi tidak mengatakan Nirguna Brahman adalah asal-mula segala yang ada. Rupanya mereka sulit menjelaskan bagaimana Nirguna Brahman yang tidak berwujud, berciri dan bersifat apapun bisa menciptakan alam semesta material yang menakjubkan dengan keanekaragaman fenomena dan mahluk hidup penghuninya. Mereka menjelaskan bahwa Nirguna Brahman ditutupi oleh maya, lalu menjadi Sarguna Brahman dengan beraneka macam wujud, sifat, ciri dan fenomenanya di alam material. Untuk membenarkan pandangan filosofisnya ini, mereka mengutip sloka-sloka Veda yang salah satunya adalah Candogya Upanisad 3.14.1, “Sarva khalu idam brahma, segala sesuatu yang ada di dunia fana ini adalah Brahman”. Di sini kata “brahma” dimengerti sebagai Saguna Brahman, Tuhan yang berwujud yang merupakan produk maya dan terkena hukum karma phala. Tetapi ketika ditanya, “mengapa Brahman yang merupakan Tuhan Yang Maha Kuasa bisa ditutupi maya. Sehingga menyebabkan diriNya terkhayalkan dan akhirnya jatuh ke dunia fana?”. Mereka tidak bisa menjawab dengan mengutip sloka-sloka Veda. Inilah kepalsuan filsafat mereka.
Śiṣya: Kembali pada topik sebelumnya Guru. Ketika lahir sebagai bayi dari rahim ibu Devaki di dalam penjara, Sri Krishna merubah diriNya menjadi Narayana yang spiritual untuk menunjukkan bahwa Beliau adalah Tuhan yang Maha Esa yang turun ke dunia fana. Apakah ketika hendak mengakhiri lilaNya dengan duduk di bawah pohon di hutan nan sunyi, wujud Beliau tetap berhakekat spiritual?
Guru: Tidak. Ketika duduk demikian Sri Krishna berkata kepada Daruka yang datang menemuiNya, “Jangan tinggal di Dvaraka lagi, sebab kota itu akan segera dibanjiri air samudra. Bawa seluruh keluargaKu mengungsi ke Indraprastha dibawah perlindungan Dhananjaya. Man maya-racitam etam, ketahuilah bahwa semua kejadian ini adalah pertunjukan tenaga materialKu” (SB. 11.30.49). Rsi mulai Sukadeva menyatakan hal yang sama kepada Raja Parikesit bahwa lila Sri Krishna ini adalah maya vidambanam yatha natasya, pertunjukan membingungkan yang dilakukan oleh tenaga materialNya, seperti halnya seorang aktor berakting dalam pertunjukan sandiwara (SB. 11.31.11). Dalam hubungan ini Madhavacarya menjelaskan bahwa dengan maksud untuk membingungkan mereka yang tergolong asura dan membenarkan kata-kata para brahmana, Sri Krishna menciptakan badan material buat diriNya, dan kearah badan material itulah Jara, sang pemburu melepaskan panah. Sementara itu, Beliau berada terpisah dalam wujud rohaniNya yang sac-cid-ananda nan asli.
Śiṣya: Lalu, apakah ada lagi kegiatan Sri Krishna yang dimaksudkan untuk membingungkan mereka? Dan apa sesungguhnya makna kata-kata “membingungkan para asura” Guru?
Guru: Anakku, dikatakan bahwa Beliau sengaja, “Yoga-dharanaya agnijya ada-gdhva dhama avisam svakam lokabhiramam svatanum dharma dhyana mangalam, tidak melakukan meditasi mistik agneya untuk membakar badan spiritualNya yang merupakan tempat bersandar maha menarik hati bagi seluruh dunia dan menjadi objek perenungan dan meditasi. Beliau secara diam-diam kembali ke alam spiritual tempat tinggalNya” (SB. 11.31.6). Membingungkan para asura juga berarti supaya mereka memiliki alasan bagus untuk membenarkan pendapatnya bahwa Sri Krishna bukan Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Śiṣya: Mohon Guru memaparkan bagaimana proses Tuhan Sri Krishna kembali ke alam spiritual tempat tinggalNya.
Guru: Tentang hal ini, Veda menjelaskan sebagai berikut, “begitu Sri Krishna meningalkan Bumi, kejujuran (satyam), agama (dharma), kesetiaan (dhrtih), kemasyuran (krtih) dan keindahan (srih) mengikuti Beliau. Suara genderang menggema diangkasa dan hujan bunga berjatuhan dari langit. Kebanyakan dewa dan mahluk mulia lain yang dipimpin oleh Brahma tidak bisa melihat Sri Krishna memasuki dunia rohani tempat tinggalNya, sebab Beliau tidak memperlihatkan gerakan diriNya. Tetapi beberapa dari mereka bisa melihatNya dan menjadi amat takjub. Seperti halnya manusia biasa tidak bisa melihat jalur mata petir ketika meninggalkan awan, begitu pula para dewa tidak bisa melihat jejak gerakan Sri Krishna ketika Beliau hendak kembali ke tempat tinggalNya. Hanya beberapa dewa, terutama Brahma dan Rudra (Siva) yang bisa melihat bagaimana kekuatan mistik Tuhan Sri Krishna bekerja, dan mereka menjadi terheran-heran. Mereka memuji kekuatan mistik Beliau yang demikian itu” (SB. 11.31.7-11).
[anti-both]
Śiṣya: Kembali pada masalah bhakti kepada Sri Krishna. Bhakti adalah prasyarat mukti. Sebab dikatakan tanpa mencintai Sri Krishna, seseorang tidak mungkin bisa masuk ke dunia rohani. Apakah ini berarti mukti hanya bisa diberikan oleh Sri Krishna? Dan apakah ini juga berarti bahwa persembahyangan kepada Sri Krishna adalah persembahyangan tingkat tertinggi?
Guru: Ya. Dikatakan “taranti hy anjasa mrtyum nivrtta yad anugrahat, tanpa karunia Sri Visnu (Krishna), seseorang tidak mungkin bisa bebas dari derita kelahiran dan kematian di dunia fana” (SB. 3.11.19). Sri Krishna sendiri berkata, “Mat prasadad avapnoti sasvatam padam avyayam, atas karuniaKu, seseorang mencapai dunia rohani nan kekal” (Bg. 18.56). Dewa Siva membenarkan dengan berkata, “Muktir pradata sarvesam visnur eva na samsayah, tidak diragukan bahwa hanya Sri Visnu lah yang menganugrahkan mukti kepada semua orang”. Karena itu, nama lain Sri Krishna adalah Mukunda, sang pemberi mukti. Oleh karena mukti hanya bisa dicapai atas karunia Sri Krishna, maka persembahyangan kepada beliau adalah persembahyangan tingkat tinggi. Dalam hubungan ini, Dewa Siva berkata kepada istrinya Parvati, “Aradhananam sarvesam visnor aradhanam param, dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada Sri Visnu adalah yang paling tinggi tingkatannya” (Padma Purana sebagaimana dikutip dalam Laghu-Bhagavatamrta 2.4)
Śiṣya: Sebelumnya anda sempat mengutip Padma Purana dan mengatakan bahwa untuk mengerti Sri Krishna adalah Tuhan, kita harus melakukan pelayanan kepadaNya dan secara tekun mengucapkan nama-nama suciNya. Dapatkah anda menjelaskan mengenai pengucapan nama-nama suci ini Guru?
Guru: Oleh karena Sri Krishna berhakekat spiritual mutlak, maka abhunnatvam nama naminoh, tidak ada perbedaan antara Beliau pribadi dengan nama-nama suciNya (Padma Purana sebagaimana dikutip dalam CC madhya Lila 19.53). Dan nam nam akari dahuddha nija sarva-saktis, pada nama-nama suciNya ini telah terkandung semua potensiNya (Sri Siksastaka sloka 2). Karena itu, dengan mengucapkan nama-nama suciNya secara tekun dan hidup dalam pelayanan bhakti kepadaNya, segala watak asurik yang mengotori hati dan pikiran akan berangsur-angsur dihilangkan. Dan pada saat yang bersamaan, segala sifat dewani berkembang menghiasi hati dan pikiran. Dengan kata lain, nama-nama suci Sri Krishna yang diucapkan secara tekun dan teratur dalam pelayanan bhakti kepadaNya mensucikan diri seseorang. Jika diri seseorang telah tersucikan, itu artinya dia berada pada tingkat spiritual. Dan pada tingkat spiritual inilah dia baru bisa mengerti bahwa Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Śiṣya: Apa yang dimaksud dengan seseorang berada pada tingkat spiritual? Dan bagaimana dapat dikatakan bahwa orang yang masih hidup di alam material berada pada tingkat spiritual?
Guru: Sri Krishna berkata, “mam ca yo’ vyabhicarena bhakti yogena savete sa gunan samatityaitan brahma bhuyaya kalpate, orang yang tekun dalam pelayanan bhakti kepadaKu adan tidak pernah gagal dalam keadaan apapun, seketika mengatasi tri guna dan mencapai tingkat spiritual” (Bg. 14.29). Jadi seseorang berada pada tingkat spiritual jika dia telah lepas dari jerat maya nan halus, yaitu tri guna, tiga sifat alam material yang meliputi sattvam, rajas dan tamas. Tingkat spiritual ini hanya bisa dicapai dengan proses bhakti. Dan orang yang telah mencapai tingkatan spiritual ini disebut brahma-bhuta. Meskipun seseorang masih hidup di dunia material, tetapi selama hidupnya sungguh-sungguh melaksanakan pelayanan bhakti dengan sepenuh hati kepada Sri Krishna, maka dia hendaklah dimengerti telah berada pada tingkat spiritual dan disebut jivan-mukta, orang yang telah bebas dari derita kehidupan material dunia fana. Dikatakan, “Ihayasya harer dasye karmana manasagira nikhilesu a py avasthasu jivan-mukta sa ucyate, orang yang menyibukkan diri dalam pelayanan bhakti kepada Sri Hari (Krishna) melalui kata-kata, pikiran dan perbuatan, telah bebas dari derita kehidupan material meskipun masih tinggal di alam fana, dan dia disebut jivan-mukta” (Bhakti Rasamrta Sindhu 1.2.187).
Śiṣya: Guru berkata bahwa pada tingkat spiritual inilah seseorang baru bisa mengerti bahwa Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dimana saya bisa menemukan pernyataan ini?
Guru: Saya telah mengutipkan pernyataan Sri Krishna bahwa orang yang berada pada tingkat spiritual adalah dia yang telah mengatasi tri guna (Bg. 14.29). Sebelumnya Beliau berkata, “tribhir gunamayair bhavair ebhih sarvam idam jagat mohitam nabhijanati mam ebhyah param avyayam, orang-orang diseluruh dunia tidak mengetahui diriKu sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang mengatasi tri guna dan kekal abadi, sebab mereka dikhayalkan oleh (maya dengan tirai) tri guna” (Bg. 7.13). Oleh karena tirai maya nan halus yang berupa tri guna hanya bisa diatasi melalui proses bhakti (Bg. 14.29), maka Sri Krishna berulang kali menyatakan bahwa diriNya hanya bisa dimengerti dan dicapai melalui penyerahan diri dalam jalan kerohanian bhakti (lihat Bg. 4.3, 8.22, 9.34, 11.54, 13.19, 18.55, 18.65, 18.67 dan 18.68).
Śiṣya: Setelah mengerti Sri Krishna adalah Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan cara tekun mengucapkan nama-nama suciNya dalam pelayanan bhakti kepadaNya, apa yang terjadi selanjutnya pada diri sang bhakta?
Guru: Sang bhakta akan menjadi semakin tertarik kepada Sri Krishna. Kemudian secara perlahan tetapi pasti, cinta kasih bhaktinya kepada Sri Krishna bangkit di dalam hatinya. Proses bangkitnya bhakti kepada Sri Krishna dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah memiliki kepercayaan pada kebenaran kitab suci Veda, seseorang akan bergaul dengan para rohaniawan suci (sadhu sanga). Sambil terus membina sadhu sanga demikian dia melaksanakan praktek kerohanian pemujaan (bhajana kriya) kepada Sri Krishna. Dalam bhajana kriya ini telah tercakup pengucapan-pengucapan nama-nama suciNya. Kemudian segala kekotoran hati yang meliputi beraneka-macam keinginan material memuaskan indriya jasmani menjadi sirna. Inilah yang disebut anartha-nivrtti. Selanjutnya karena hatinya telah tersucikan, maka dia menjadi mantap (nistha) dalam jalan kerohanian bhakti. Akhirnya dia menjadi semakin tidak terikat dan tidak tertarik (asakti) pada hal-hal material. Kemudian rasa tertarik dan terikat (bhava) kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna menyelimuti hatinya. Dan akhirnya bhava ini berubah menjadi cinta kasih murni (prema) hanya kepada Tuhan Sri Krishna (Bhakti Rasamrti Sindhu 1.4.15-16).
Śiṣya: Apakah orang boleh bebas memilih nama-nama suci Krishna yang jumlahnya sangat banyak itu dan mengucapkannya secara berulang melalui japa atau nyanyian?
Guru: Boleh saja, namun perlu diingat bahwasanya Kalisantarana Upanisad telah mengingatkan agar setiap orang pada Kali Yuga ini mengucapkan nama-nama suci Tuhan yang tersusun berupa maha mantra: “Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare, Iti sodasakan nam nam kali kalmasa nasanam natah parataropaya sarva vedesu drsyate, enam belas nama suci Tuhan ini yang tersusun dari tiga puluh dua suku kata, adalah satu-satunya cara yang mengatasi segala pengaruh buruk kali Yuga. Dan semua pustaka Veda juga menyimpulkan bahwa untuk menyeberangi samudra kegelapan kehidupan material, tidak ada cara lain selain dari pada mengumandangkan keenam belas nama suci Tuhan ini.
Śiṣya: Bagaimana proses seorang bhakta bisa mencapai mukti, Guru?
Guru: Karena sangat mencintai Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, sang bhakta setiap saat selalu ingat kepada beliau dan ingin bersamaNya. Dan pada saat ajal, dia hanya ingat pada objek yang dicintainya, yaitu Krishna. Ingatan kepada Beliau mengantar dirinya yang merupakan jiva rohani abadi kembali pulang ke dunia rohani Vaikuntha-loka yang kekal dan membahagiakan. “Anta kale ca nam eva smaran muktva kalevaram yah prayati sa mad bhavam yati nasty atra samsayah, siapa pun yang pada saat ajal meninggalkan badan jasmaninya dengan hanya ingat kepadaKu, maka seketika itu juga akan mencapai alam rohani tempat tinggalKu. Tidak ada keraguan tentang hal ini” (Bg. 8.5 dan lihat pula sloka Bg. 4.9, 8.6, 8.8, 8.10, 8.13-14, 9.34, 18.58 dan 18.65).
Śiṣya: Sekarang saya sudah cukup banyak mengerti tentang konsep ketuhanan yang terutama terangkum dalam kitab suci Bhagavad Gita ini Guru. Dengan tambahan penjelasan anda yang sangat komprehensif, saya sudah bisa mengerti bahwa Tuhan merupakan aspek yang lengkap yang terdiri dari Bhagavan yang berwujud spiritual, Brahman yang tidak berwujud dan juga Paramatman yang merupakan aspek setempat Beliau. Saya juga telah bisa mengerti bahwa Sri Krishna adalah Bhagavan itu sendiri. Terimakasih banyak Guru, semoga saya bisa semakin menyibukkan diri dalam pelayanan bhakti kepada Sri Krishna. Dandavats Pranam..
Om Tat Sat
Oleh: Ngurah Heka Wikana
Artikel Terkait:
- Lima Topik Bhagavad Gita : Dialog tentang Bhagavān (Tuhan) – [part 1]
- Lima Topik Bhagavad Gita : Dialog tentang Bhagavān (Tuhan) – [part 2]
- Lima Topik Bhagavad Gita : Dialog tentang Bhagavān (Tuhan) – [part 3]
- Lima Topik Bhagavad Gita : Dialog tentang Bhagavān (Tuhan) – [part 4]
- Lima Topik Bhagavad Gita : Dialog tentang Bhagavān (Tuhan) – [part 5]
Om Swastyastu
mohon maaf sebelumnya atas kebodohan sy ini…sy masih awam tentang Hindu apalagi ketika banyak pihak berkepentingan berusaha memojokkan Hindu bahkan dengan mendongkel ayat-ayat suci Hindu…ada beberapa pertanyaan sy setelah membaca blog ini(http://wirajhana-eka.blogspot.com/) mengenai weda yg di dalamnya ada bhagwad Gita
1. sebenarnya mana yg ada lebih dulu,,,Bhagwad Gita atau “Budha”???
2. benarkah kitab ramayana itu banyak variasinya???bahkan d ajaran Budha dan jaina juga ada???sehingga di Blog itu disebutkan bahwa kitab ramayana versi walmiki adalah hasil jiplakan pada kitab-2 Budha.
3. benarkanh konsep avatar ada setelah masa Budha???
4. benarkah pemujaan kepada visnu n Siva ada setelah masa Budha??
5. jika khrisna adalah avatar Wisnu,,,kenapa bukan Wisnu yg dipuja atau disebut namax???kenapa harus khrisna???
suksma…
Om Swastiastu
Topik yang sangat menarik bli.. Maaf kalau tanggapan dari saya lama. Maklum masih ada kesibukan lain. Permasalahan perdebatan seperti yang disampaikan oleh Eka Wirajana di blognya banyak juga terjadi di forum-forum lain. Semuanya punya pandangannya masing-masing. Kenapa hal ini bisa terjadi? Kalau menurut saya hal ini terjadi karena kita berpikir secara induktif. Kita berusaha mencari pembenaran berdasarkan logika dan pengalaman kita dan akhirnya menyimpulkan sesuatu secara prematur. Padahal kitab suci Veda sudah sangat jelas mengatakan bahwa ajaran Veda hanya bisa dimengerti secara tunduk hati dalam proses deduktif, diterima secara garis perguruan (parampara) sebagaimana contohnya disampaikan dalam Bhagavad Gita 4.2. Bukankah aneh jika kita malah mengesampingkan perintah sloka ini, menolak keberadaan Krishna tetapi malah kita tetap mengagungkan Bhagavad Gita?
1. Bhagavad Gita atau kemunculan Buddha lebih dahulu?
Kalau kita mengikuti alur pemaparan beberapa tokoh non Hindu termasuk pak Eka, maka kita akan diarahkan bahwa Bhagavad Gita baru ditulis sekian abad setelah kemunculan Buddha. Sehingga menyimpulkan bahwa Krishna hanyalah tokoh fiktif. Tapi kalau kita mengikuti petunjuk kitab suci Veda yang satu sama lain saling terkait, maka tetap saja kita akan menyimpulkan bahwa Bhagavad Gita diwahyukan jauh sebelum munculnya Buddha. Dalam artikel Gita jayanti di link ini sedikit saya singgung bagaimana di Kuruksetra masih terdapat sisa-sisa peninggalan pewahyuan tersebut yang secara turun-temurun tetap diperingati bukan hanya oleh masyarakat setempat, tetapi oleh umat Hindu dari berbagai belahan dunia. Sekarang pilihannya, kita mengikuti arus penentang Bhagavad Gita atau menyelidiki dan mempelajari kitab suci Veda berdasarkan parampara? Yang pasti, masih terlalu prematur untuk menyatakan Bhagavad Gita ada setelah jaman Buddha.
2. Benarkah kitab Ramayana banyak versinya
benar sekali. Mungkin sebagian contohnya bisa dibaca di artikel di sini. Ada versi ramayana yang sangat banyak. Kitab ramayana bukan hanya dikenal di India dan di Indonesia. Tapi juga di Kamboja, Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Jepang dan bahkan sampai ke benua lainnya. Diantara banyak versi itu ada yang masih sama dengan kitab yang tercantum dalam pustaka suci Veda dan beberapa sudah diselipi banyak cerita lokal seperti kasus penyelipan cerita-cerita yang dilakukan oleh Sunan kali jaga dalam usahanya menyebarkan Islam di Indonesia. Di beberapa tempat yang lain bahkan ada cerita yang malah diputarbalikkan. Rama digambarkan jahat dan Rahwana yang digambarkan baik. Hal ini terjadi kalau tidak salah di beberapa tempat di Sri lanka.
Aliran Buddha dan Jaina kalau kita mengikuti apa yang disampaikan dalam Veda adalah salah satu aliran filsafat nastika yang pada akhirnya berbeda dari Hindu dan berdiri sendiri. penganut Veda akan mengklaim bahwa ajaran mereka adalah pecahan dari Veda. Tetapi di satu sisi tentu saja mereka akan mengkalim bahwa ajaran merekalah yang paling benar dan Veda adalah bentuk lain penjiplakan dan penyimpangan dari ajaran mereka. Tentu hal ini disebabkan karena manusia yang cenderung dipengaruhi oleh egoismenya akibat pengaruh tri guna. Kalau saya sendiri sebagai penganut Hindu akan mengatakan bahwa tidak benar Ramayana dijiplak dari Buddha dan Jaina, malahan merekalah yang menjiplak mereka. Hal ini sekali lagi saya dasarkan pada pemahaman secara induktif, melalui rangkaian garis perguruan.
3. Benarkah konsep avatara ada setelah Buddha?
Jawabannya kembali lagi, “sangat tergantung”. Mereka yang menolak keberadaan Purana dan Upanisad serta beberapa bagian kitab Veda lainnya selain Catur Veda pasti akan menyimpulkan seperti ini. Tetapi mereka yang meyakini keberadaan Purana, dan Itihasa yang memang dikodifikasi oleh Maha Rsi Vyasa tidak akan pernah bisa menyimpulkan bahwa konsep Avatara baru muncul setelah jaman Buddha.
4. Pemujaan terhadap Visnu dan Siva (Ludra) sudah tercantum di Catur Veda. Walaupun di Catur Veda lebih banyak menyebut nama Agni, dan Varuna, tetapi kata Visnu, Ludra dan sebutan lainnya banyak terdapat di Catur Veda. Pertanyaannya, apakah Catur Veda lebih muda dari jaman Buddha? Tentu tidak bukan?
5. Kenapa Krishna yang disebut, bukan Visnu?
Tidak juga. Dalam kitab Mahabharata kita akan menemukan Visnusahasranama yang menunjukkan 1000 nama suci Visnu. Seorang penyembah Visnu boleh menyebutNya dan memujaNya dengan nama manapun yang dia suka. Sedangkan dalam Kali Santarana Upanisad disebutkan bahwa pada jaman Kali Yuga ini, mantra yang paling cocok dikumandangkan dalam memuja Tuhan adalah mantra “Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare”. Inilah salah satu alasan dari sekian banyak alasan yang menyebabkan garis perguruan Vaisnava cenderung memuja Visnu dengan sebutan Krishna dan Rama.
Mungkin penjelasan saya terlalu singkat.. mohon teman-teman yang lain ikut menambahkan..
Suksma mewali bli..
Salam,-
Saya sempat berkomentar di blog itu dulu.
kalau tidak salah judulnya, Rahwana lebih patut dimuliakan daripada Walmiki (kenapa walmiki, bukan rama?)
Dalam membaca tulisan2 beliau harus hati2, karena beliau lebih banyak menuliskan suatu penegasan2 yang kadang melenceng dari bukti2 yang beliau cantumkan.
Valmiki memang baru ada sekitar abad 1 SM. jauh lebih muda dibanding sumber2 tulisan mengenai kisah Rama yg lain.
Tetapi, VALMIKI ADALAH PENULIS RAMAYANA YANG PERTAMA. dan semua versi dari Ramayana yg ada sekarang bersumber/mengacu pada versi Ramayana Valmiki. Hanya ada tiga versi Ramayana, Versi Valmiki, Tusidas, yg satu lagi saya lupa namanya.
Selain itu, spt kitab2 yg disebutkan olh Pak Wirajhana, adalah kisah seorang putra raja Dasarata, benar2 bukan Ramayana. Kisahnya sama sekali berbeda kira2 80% (20%nya adalah nama2 tokoh dan lokasi). Jadi jgn sampai salah kaprah menyebutkan yg lain sbg Ramayana.
Pak Wira menganggap karena ada belakangan, Ramayana bukanlah kisah Rama yg sebenarnya. Namun, walaupun banyak kitab ttg Rama yg lain, kita juga (bahkan Pak Wira) tidak bisa menjadikan kitab2 sebelumnya sbg acuan kisah rama yg benar, karena apa?
Karena masing2 kitab itu menceritakan kisah2 yg berbeda!! Versi Jain menceritakan Rama begini, Versi Budha begitu, Dasarata Jataka bahkan lain lagi. Bahkan dlm Budha saja antara satu kitab dgn kitab yg lainnya kisahnya sama sekali berbeda. Jadi semua versi itu tidak ada yg bisa disebut paling benar/salah, tidak juga dapat menjadi bukti yg menguatkan bagi pemikiran Pak Wira. Inilah yg menjadi kelemahan dari teori Pak wira tsb.
Sedangkan jika kita ingin mencari catatan yg paling awal, tentu yg paling awal adalah HANUMAD RAMAYANA. Entah judul aslinya apa, namun ini adalah dokumentasi kehidupan Rama yg ditulis oleh Hanuman langsung, jadi jauh lebih tua dari kitab rama manapun. Valmiki dikatakan satu-satunya orang (diluar kisah ramayana) yang pernah membacanya dan menyesuaikan dgn kitab tsb.
—
Valmiki juga memang mantan perampok. tetapi beliau sudah bertobat dan mencapai pencerahan, sama seperti Budha, Visvamitra, dn banyak tokoh2 lainnya. selain itu, menilai Ramayana dari background Valmiki sbg mantan rampok adalah konyol.
Valmiki, selain mantan rampok, beliau juga bergelar Adikavi. yaitu “pujangga pertama”. Beliau adalah yg pertama menuliskan kisah dgn gaya tulisan modern, sehingga lebih bersifat dokumenter ketimbang spt cecangkriman. Sementara kisah2 rama yg lain, yg ada sebelumnya, yg menjadi bukti kunci Bpk Wira kemungkinan masih berupa sloka klasik, yang sering mengandung kata2 kiasan berlapis2 yang sering digunakan untuk menceritakan dongeng (atau sejarah yg didongengkan).
Pola penulisan Valmiki ini kemudian digunakan oleh Rsi2 dan Bhagavan2 selanjutnya untuk menulis cerita, termasuk Mahabaratha. Namun Valmiki mengakui tidak pernah menulis sebelum dan sesudah kitab Ramayana (namun ada beberapa buku yg konon penulisnya adalah Valmiki). Bukankah terlalu luarbiasa bagi seorang mantan rampok jika tulisan pertamanya menjadi acuan hingga saat ini?
—
Selain semua hal tadi, setelah saya membaca sana sini, ternyata Ramayana diutamakan dibanding kisah Rama yg lain oleh para ahli karena ketepatan geografis dan penanggalannya, walaupun Valmiki dikatakan sama sekali tidak pernah berkunjung ke lokasi2 kejadian dlm ramayana.
Sementara, kisah2 Rama yang lain tidak dapat memberikan bukti apa-apa (atau paling tidak belum saya temukan).
Jadi adalah salah apa yg diperkirakan Pak Wirajhana, bahwa Ramayana disebarluaskan melalui politik para Pendeta.
saya mohon penjelasannya terkait tentang kemunculan atau kapan pastinya bhagawad gita itu muncul….
Kayaknya di artikel Gita Jayanti ada deh gan.
Coba cek di https://narayanasmrti.com/2009/11/13/gita-jayanti/