Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Depavali, Janmastami, Kumbamela, Nyepi, Tumpek, dan Siva Ratri adalah sedikit dari sekian banyak hari raya dalam agama Hindu. Namun ternyata jika kita bandingkan hari raya – hari raya umat Hindu di India dengan di Indonesia dan di Bali khususnya, terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Meskipun secara prinsip mungkin sama, namun dilihat dari nama dan waktu penyelenggaraannya, kebanyakan hari raya umat Hindu di Bali tidak ada di India dan demikian juga sebaliknya. Mungkin satu-satunya perayaan yang secara prinsip dan memiliki nama yang sama hanyalah Siva Ratri.
Dasar perayaan Siva Ratri terutama sekali dapat kita temukan dalam cerita-cerita yang disampaikan dalam kitab-kitab Purana. Meskipun memberikan hikmah yang serupa, namun ada beberapa versi perayaan Siva Ratri ini.Ā Di dalam Hari Bhakti Vilas, Adhyaya 14 – sloka 200, yang dikutip dari Skanda Purana, bagian Nagara Khanda dikatakan: “yani kany atra lingani sthavaraniĀ carani ca tesu sankramateĀ devas tasyam ratrau yato harah siva ratris tatah prokataĀ tena sa hari vallabhah, Dalam bentuk apapun bentuk Siva Lingam yang bisa ditemukan di bumi ini, pada hari keempatbelas di malam bulan mati pada bulan palguna, saat itu, dewa Siva (Hara), pemimimpin para dewa, akan hadir (masuk) di dalam lingam tersebut. Karena itu, hari siva ratri ini merupakan hari yang sangat dicintai oleh Sri Hari”. Dalam versi seperti yang di disebutkan dalam sloka ini, pada hari keempat belasĀ tepatnya di malam bulan mati, dewa Siva memasuki setiap bentuk Linga yang ada di alam semesta (khususnya di bumi) karena tepat di hari ini, beliau di kutuk oleh seorang Rsi supaya alat kelamin beliau jatuh ke bumi. Linga sebenarnya melambangkan alat kelamin dewa siva yang jatuh ke bumi untuk memberikan kesempatan kepada para pemujanya untuk berhubungan lebih dekat dengan beliau. Sedangkan dalam sloka yang lain juga di uraikan bahwa hari Siva Ratri merupakan hari kemunculan dewa Siva dari amarah dewa Brahma. Ketika beliau muncul dari amarah dewa Brahma, tangisan beliau menggentarkan seluruh alam semesta. Karena itulah beliau juga di kenal dengan nama Rudra (orang yang menangis). Terlepas dari dua versi cerita yang mengawalinya, seluruh umat Hindu di dunia lebih mengenal Siva Ratri sebagai hari dimanaĀ dewa Siva melakukan Yoga Samadi atau meditasi untuk kesejahtraan alam semesta.
Meski dasar pemahaman pelaksanaan Siva Ratri di Indonesia dan di belahan dunia yang lain sama, namun uniknya ternyata dari segi waktu pelaksanaannya terdapat perbedaan yang mencolok. Perayaan Siva Ratri di Indonesia yang didasarkan pada tradisi turun-temurun sebagaimana tertuang dalam lontar Waraspati Tatwa yang banyak ditemukan di Bali dihitung berdasarkanĀ penanggalan Tahun Saka, yaitu jatuh pada Panglong keempatbelas, sasih kapitu. Sehingga dengan penanggalan ini, perayaan Siva Ratri di Indonesia pada tahun 2011 ini sudah dilaksanakan pada hari Senin, 3 Janauari dua bulan yang lalu. Sedangkan umat Hindu yang mengikuti tradisi di India, penanggalan didasarkan pada sistem kalender yang diturunkan dari kitab Jyotisastra, dan perhitungannya disesuaikan dengan sloka Skanda Purana sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu selalu jatuh pada hari keempatbelas di malam bulan mati pada bulan palguna. Sehingga dengan sistem penangalan ini, Siva Ratri tahun 2011 jatuh pada tanggal 3 Maret.
Terlepas dari kontroversi penetapan hari raya Siva Ratri ini, hendaknya kita menyadari bahwasanya kehidupan beragama adalah kehidupan yang dimaksudkan untuk melakukan pertapaan dengan mengatur tindakan, perkataan dan pikiran (kayika vacika manacika ca). Pertapaan ini dapat dilatih lebih intense pada even-even hari raya karena biasanya dengan adanya hari yang dispesialkan seperti itu, manusia akan memiliki sugesti yang lebih kuat terhadap dirinya sendiri dan memberikan dorongan untuk lebih berusaha mengendalikan diri lebih kuat. Para pengikut Veda, memandang pertapaan sebagai hal yang sangat penting dalam melatih seseorang mengendalikan ketiga hal tersebut diatas sehinga mampu mengatur dirinya sendiri. Tanpa seseorang menjalani kedisiplinan dalam hidupnya, maka meskipun dia berada dalam badan manusia, dia tidak akan mampu mengangkat karakternya kedalam katagori sebagai manusia. Karena itu sastra menyebut orang seperti itu sebagai ādvi-pada-pasuā atau binatang berkaki dua. Mengembangkan karakter manusia bagi umat manusia merupakan hal yang sangat penting di dalam masyarakat. Karena itu kesusatran Veda menekankan dan berkali-kali mengingatkan umatnya untuk mengembangkan karakter yang baik. Perayaan-perayaan yang disebutkan dalam kitab suci Veda dimaksudkan untuk mendidik umat mengingat lila Tuhan Yang Maha Esa dan pada saat yang sama melalui pantangan-pantangn yang ditetapkan ditujukan untuk mengembangkan karakter yang baik di dalam diri manusia.Ā Disamping itu perayaan juga dimaksudkan untuk mengembangkan sikap kerja sama dengan sesama manusia di masyarakat.
Karena hari Siva Ratri merupakan hari yang sangat spesial bagi dewa Siva dan merupakan hari yang juga sangat dicintai oleh Sri Hari, maka semua umat Hindu baik dia adalah Sivaism, Vaisnava atau dari garis perguan yang lainnya sebaiknya merayakan Siva Ratri dan mengikuti pantangan-pantangan yang ditetapkan. Kesusastraan Veda menyebutkan bahwa siapapun yang melakukan tapa brata di hari Siva Ratri akan dianugrahi berkat sesuai dengan keinginan mereka oleh dewa Siva. Pada hari Siva Ratri ini, seseorang dianjurkan untuk mengikuti brata berpuasa satu hari penuh, tidak tidur semalaman dan melakukan monobratha. Istilah monobratha di sini bukanlah berarti tidak berbicara sama sekali, tetapi tidak membicarakan hal-hal bersifat material dan hanya membicarakan kerohanian seperti mendiskusikan kitab suci dan kegiatan rohani Tuhan Yang Maha Esa dan/atau dewa Siva sesuai dengan yang diuraikan di dalam sastra. Dengan berpuasa sehari dan tidak tidur di malam hari ini, maka secara otomatis seseorang akan mendapatkan banyak waktu luang untuk melakukan kegiatan kegiatan spiritual dibandingkan dengan hari-hari biasa. Namun jika dengan berpuasa akan menyebabkan diri kita jatuh sakit dan lemah sehinga akhirnya tidak mampu melakukan kegiatan spiritual seperti bersembahyang, membaca kitab suci atau ikut serta dalam mendengarkan dharma wacana, maka dianjurkan untuk tidak melakukan puasa karena kegiatan sembahyang dan mengikuti upacara lebih penting dari berpuasa.
Hari raya tidak dimaksudkan untuk memuaskan indria-indria jasmani. Tapi hari raya dimaksudkan untuk memuaskan kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan untuk menjalankan dharma bukan untuk menghancurkan pilar dharma. Di dalam kitab Veda diuraikan bahwa ada empat pilar utama Dharma dan empat pilar utama Adharma. “tapah saucam daya satyamĀ iti pada krte krtahĀ dyutam panah striya sunahĀ yatra adharma catur vidhah, Pertapaan, kebersihan (kesucian), cinta kasih, dan kejujuran merupakan sifat umum di jaman satya yuga (dimana dharma masih berdiri kokoh). Berjudi, mabuk mabukan, berjinah dan pembunuhan (termasuk pembunuhan binatang yang tidak diperlukan yang meskipun dengan atas nama yajna) merupakan empat pilar adharma”. Karena perayaan suci merupakan perayaan yang menyimbulkan kejayaan Dharma, kalau seseorang melaksanakan kegiatan adharma, maka itu sama dengan menghina dan mencemari hari raya tersebut.Ā Dengan demikian, seseorang mesti mengerti dan berusaha untuk menghindari perjudian, perzinahan, mabuk-mabukan dan pembunuhan (termasuk pembunuhan terhadap binatang yang tidak diperlukan). Dengan menghindari keempat kegiatan berdosa tersebut, maka seseorang akan mampu membawa diri seseorang ke dalam kedudukan kebaikan sehinga seseorang akan lebih mudah untuk mengontrol diri. Tanpa seseorang mampu mengontrol diri, merupakan hal yang mustahil untuk menjadi orang yang disiplin. Sehingga sangatlah disayangkan ketika banyak orang menyalahgunakan dan mengatasnamakan hari raya untuk menikmati kepuasan indria yang tidak dianjurkan di dalam sastra. Karena bergadang semalam suntuk dan memiliki banyak waktu luang, seseorang mengunakan kesempatan ini untuk berjudi, mabuk-mabukan, dan keluyuran malam-malam dengan dengan tujuan yang tidak jelas. Inilah penyimpangan terbesar yang harus segera disadari oleh setiap penganut Veda.
Sambil mengadakan tapa brata, hendaknya hari raya juga dilaksanakan dengan meriah, seperti pertunjukan permainan drama, dharma wacana, tarian atau kesenian lainnya yang berhubungan dengan kegiatan kegiatan Tuhan dan cerita-cerita rohani yang berkaitan dengan hari raya tersebut sebagaimana diuraikan di dalam purana dan kesusastraan-kesusastraan Veda lainnya. Dengan mengikuti festival perayaan seperti ini, secara otomatis, kegiatan seseorang akan terbawa oleh pengaruh suasana hari raya. Dan dengan demikian seseorang bisa melatih kedisiplinan di dalam dirinya masing-masing. Selain itu, perayaan seperti ini juga dimaksudkan agar seseorang mengenang kesalahan yang mereka telah lakukan dan agar kedepannya dapat berusaha menghindari kesalahan atau kegiatan berdosa yang serupa.
“namas tu rudrƤya parvatĆ©-pataye”
Om tat sat
Bagaimana dengan cerita lubdaka yang saya dapat disini http://bali-haven.blogspot.com/2011/01/hari-raya-siwaratri.html…………..??
Yup… cerita lubdaka juga salah satu cerita yang mendasari perayaan Siva Ratri. Namun demikian, apapun dasarnya, kapanpun dilaksanakannya, saya lebih memandang bahwa perayaan itu adalah suatu event untuk lebih mengingat Tuhan, mengingat cerita-cerita rohani yang bisa menggugah kita ke arah Dharma dengan melatih diri dalam berbagai macam pertapaan..
Salam,-
#All Hindus Reader in This site
Met merayakan Nyepi ya 1933
Memahami cerita Lubdhaka dari segi arti kata (saya dapatkan ketika merayakan Siva Ratri di kampus STAHN Gde Pudja Mataram 2 tahun lalu, penjelasan ini dipaparkan oleh dosen Bhs. Sanskerta)
Kita kerap diceritakan bahwa ada seorang pemburu satwa atau hewan bernama Lubdhaka kemalaman di hutan dalam perburuannya…
Untuk menghindari serangan binatang buas, ia naik ke pohon dan agar tidak tertidur ia menjatuhakn daun helai demi helai di mana tanpa ia sadari daun-daun itu jatuh di atas Lingga Siva dan menjadi wujud pemujaan. Oleh karena itu Lubdhaka mendapat peleburan dosa…
Kalau kita mempelajari Lontar Lubdhaka Satwa dari segi bahasa dan filosofi aslinya…
Dengan membuka kamus Sansekerta, kita akan segera tahu bahwa kata ‘lubdhaka’ berarti ‘pemburu’… Satwa bukanlah berarti hewan, ‘sat’ adalah hakekat sedangkan ‘twa’ adalah sifat…
Intinya Lubdhaka-Satwa adalah sebuah pemburuan hakekat kebenaran dengan berbuat baik…
Lontar Lubdhaka Satwa (Sivaratri Kalpa) adalah sebuah sastra oleh Mpu Tanakung. Beliau mengajarkan pelajaran ini melalui sebuah cerita seolah-olah ada orang bernama Lubdhaka memburu satwa / hewan…
Jadi, sesungguhnya tidak ada orang yang bernama Lubdhaka yang berprofesi sebagai pemburu hewan yang diberkati peleburan dosa…
#Ngarayana
Saya browsing2 “Laman from Indonesia” jarang Siwaratri bahas yang mendetail seperti artikel diatas kebanyakan cerita Lubdaka. Jangan2 banyak juga yang ngga tahu š
“…Jangan2 banyak juga yang ngga tahu :D…”
mungkin kebanyakan orang yang tidak mau tau š
#Kidz
Itu hanya prasangka kita saja š
Memang kenyataan bahwa kebanyakan tidak mau tahu, dan kalau pun sudah tahu, “masa bodoh ah”.
Banyak yang mengira bahwa Hare Krishna tidak merayakan Siva Ratri, kalau melihat Hare Krishna dari perguruan Gaudiya Mat di India, mereka merayakannya. Saya agak bingung bli, kenapa di ISKCON tidak dirayakan ya?
Btw, selain itu, malam Siva dijadikan momen terindah untuk pacaran nih di kota saya. Di pantai biasanya ramai banget tuh muda-mudi. Positif gak tuh kegiatannya di sana?
#Rama Putra Iswara
Pertama-tama salam kenal,
Terima kasih atas tanggapannya, selama ini (hasil dengar2 dan browsing2) saya kira cerita itu nyata ternyata sastra oleh Mpu Tanakung (jadi terasa seperti dongeng anak2).
Kenapa pemburuan hakekat kebenaran ini dimaknai saat kemunculan Siva atau saat jatuhnya lingga siva…? Bukankah banyak momen2 istimewa dari cerita dewa/hindu lainnya. Kenapa kesempatan umat berhubungan dengan Lingga Siva ini dimaknai dengan kesempatan pemburuan hakekat kebenaran, kenapa tidak dirayakan rutin saat Bagawan gita diucapkan di kuruSetra… atau saat lahirnya Sri Krishna ? Bukankah kapanpun bisa dilakukan…?
Maaf kalau pertanyaannya ngga bunafed
Salam
Salam kenal, tentu saja perburuan hakekat kebenaran hendaknya dilakukan setiap hari, di sana tidak dikatakan bahwa hanya pada Siva Ratri saja saat untuk mencari kebenaran.
OK jadi perayaan ini simbolik sifatnya. Human can do it everytime, but story just make one time.
Demikianlah.
kalau ditelah dari percakapan diatas kesimpulannya perayaan hari raya apapun menjadi simbolik saja sifatnya.
karena umat bisa melakukannya kapanpun, tapi cerita yang membuatnya menjadi lain.
tul ga ? š
Salam,-
Tidak semuanya demikian, sebagian hari raya adalah peringatan atas peristiwa suatu kegiatan rohani. Misalnya Galungan yang merupakan peringatan peristiwa Ramayana di mana Rama (dharma) mengalahkan Rahwana (adharma).
@eve
dongeng/pembodohan/kebohongan asal tujuan dibalik semua itu adalah kebaikan….. semua itu perlu ada.
lalu kenapa harus dongeng? kenapa tidak langsung saja kita sampaikan hakekat aslinya ? mungkin muncul pertanyaan seperti ini di benak anda.
jawaban saya adalah karena anda `mungkin` beragama dengan didominasi dengan `manah` pikiran. anda lupa kalau sangat imposible bagi kita mendidik anak kecil untuk kebaikan kalau kita tidak masuk ke dunianya, salah satunya dongeng. karena otaknya hanya mampu menerima sesuatu kalau dibungkus dengan dongeng.
kalimat anda ini :
“……Kenapa pemburuan hakekat kebenaran ini dimaknai saat kemunculan Siva atau saat jatuhnya lingga sivaā¦? Bukankah banyak momen2 istimewa dari cerita dewa/hindu lainnya. Kenapa kesempatan umat berhubungan dengan Lingga Siva ini dimaknai dengan kesempatan pemburuan hakekat kebenaran, kenapa tidak dirayakan rutin saat Bagawan gita diucapkan di kuruSetraā¦ atau saat lahirnya Sri Krishna ? Bukankah kapanpun bisa dilakukanā¦?……”
ehe terdengar seperti curhat. ehem begini …anda pikirnya momen2 istimewa lainnya (yg bukan Siva Latri) adalah peringatan yg bukan memburu hakekat kebenaran ?? eh hati2 loh, salah interpretasi pihak lain bisa marah.
dan kalimat terkahir anda, nampak sekali anda seperti tidak setuju hari raya siva latri adalah hari raya mengejar hakekat kebenaran, apa salah si `Siva Latri` di pikiran anda ??
Salm,-
tingkatan spiritual umat itu berbeda, jadi anda harus sadari itu dengan hati dan jiwa yang besar.
dan satu hal berkaitan denga Siva Latri, anda bilang ini adalah hari raya pengejaran hakekat kebenaran, tapi kenapa tidak setiap hari saja ??
dalam hal ini saya setuju dengan anda, sebaiknya setiap hari kita mengejar hakekat kebenaran Tuhan, pertanyaan apakah semua manusia kemampuannya sam untuk itu ?? mampukah kita seperti itu? nah menurut saya justru karena keterbatasan manusialah mereka mennyiapkan waktu,tempat,situasi khusus untuk itu, agar mereka mampu mendapatkan kualitas yg baik, bukan hanya mengejar kuantitas pemujaan.
#Kidz
DOngeng menurut saya diatas pun memang bermaksud mendidik untuk kalangan umur tertentu. Maaf, sebelumnya saya memang belum mengetahui kisah Lingga Siwa dalam siwaratri. Jadi sebelumnya seolah2 siwaratri adalah melakukan apa yang lubdaka lakukan secara simbolis. Seperti umat lain yang mengikuti Nabinya dimana Dewa Siwa bersemedi menganugrahkan bagi yang melakukan semedi.
Sepertinya Kidz belum mengerti maksud pertanyaan saya. Saya setuju2 saja jika siwaratri dijadikan sebagai simbol pencarian hakikat kebenaran seperti dijelaskan dalam wacana. Tapi bukankah banyak cerita yang merupakan pencarian hakikat kebenaran dalam cerita Hindu seperti BG, rama dll. Layaknya kita hanya simpati dengan satu guru, namun ternyata banyak guru-guru yang juga patut kita simpatikan. Jadi apa yang membuat siwaratri ini khusus.
Saya rasa pengartian siwaratri sebagai hakikat pencarian kebenaran masih terlalu luas (spt yang disebutkan Rama Putra), bukankah perayaan galungan dsb juga merupakan kebenaran yang patut dirayakan. Namun saya menemukan beberapa point perayaan siwaratri ini dalam wacana :
– Pembangunan karakter umat Hindu (waktu khusus)
– Kelahiran Siwa dan kesempatan berhubungan lebih dekat (tapabrata)
Mungkin 2 hal diatas (dan banyak lagi) inti mengapa siwaratri ini khusus. Arti pencarian kebenaran masih terlalu luas. Dan saya juga yakin maksud Rama Putra mengartikan demikian untuk menerjemahkan Lubdhaka-Satwa.
Salam
@eve
yep saya mengerti kok, memang benar dan kalau kita kaji, seluruh hari raya yg disebutkan diatas secara umum memang bermakna mencari hakekat kebenaran, Siva Latri, Galungan, Nyepi , dll secara umum merupakan bentuk pencarian hakekat kebenaran, baik secara simbolis, atau pun tidak.
Salam,-
@ALL
Ternyata Hari raya Ummat Hindu tidak sama, padahal satu ummat, satu kitab weda. sama seperti agama tetangga sering tidak bareng.
Benar sekali. Veda tidak memberlakukan satu tradisi, dalam Manava Dharma Sastra Veda mengajarkan “desa” yang berarti harus sesuai dengan tradisi setempat. Perayaan Saraswati contohnya, di India tidak menggunakan jajan yang berbentuk cicak sebagai persembahan. Tetapi di Indonesia, perayaan Saraswati menggunakan jajan berbentuk cicak. Dalam kepercayaan asli Nusantara (tanpa pengaruh agama luar termasuk Hindu), cicak diyakini memiliki pengetahuan. Melihat kepercayaan tentang cicak yang cocok dengan konsep Veda karena berkaitan dengan ilmu pengetahuan yaitu Saraswati, maka orang Indonesia yang merayakan Saraswati dengan menggunakan persembahan jajan berbentuk cicak sebagai simbol ilmu pengetahuan. Atas tradisi ini, Veda sama sekali tidak pernah mengecam. Karena Veda sama sekali tidak menolak terhadap jenius lokal yang dalam kitab Veda sendiri disebut sebagai “desa”.
Tidak seperti agama lain yang tidak mau mengakui budaya lokal yang akhirnya mereka saling berantem deh.
Saya lihatnya dari 2 hal
Tidak sama karena :
1. Essensinya sama meski cara perayaannya berbeda
2. Cara perayaannya berbeda karena menghargai kebebasan berkeyakinan dalam agama, meski essensinya sama
@Rama Putra Iswara
komentar anda tidak bisa di reply diatas, saya tanyanya darikoment dibawah sini aja. pengetahuan saya bertambah dari info anda, dimana anda menyebutkan bahwa tidak semua hari raya adalah simbolis, diantaranya anda menyebutkan bahwa Galungan merupakan memperingati hari kemenangan Rama atas Rahvana.
saya agak sedikit bingung, di india memang saya kenal ada hari raya peringatan kelahiran sang Rama, (galungan kah ini??) merujuk dari kalimat anda bahwa galungan merupakan sebuah hari peringatan, lalu kenapa tgl/hari peringatannya beda di seluruh dunia?? kalau ini bukan simbolis bukankah harusnya hari peringatan ini sama ??
Salam,-
Hari raya Galungan berlangsung selama 10 hari sampai Kuningan. Pada hari raya Kuningan adalah untuk mengantar pulang para dewa yang telah membantu Rama perang melawan kejahatan. Di India, perayaan ini bernama Wijaya Dasami (10 hari perang Rama antara Rahwana). Di Indonesia, walau pun waktu perayaannya berbeda dengan di India, Galungan dan Kuningan adalah peringatan sejarah perang antara Rama dan Rahwana, sehingga perayaan ini bukan sekedar simbolis tetapi peringatan sejarah. Mengapa ada perbedaan waktu? Seperti yang saya katakan tadi kepada Komang Yohanes, Veda tidak meniadakan jenius lokal. Nusantara punya astrologi (ilmu perbintangan dan penanggalan)murni milik sendiri (Eka-Dasa Wara). Orang Hindu Indonesia tidak menyerap secara penuh astrologi Veda (kitab Jyotisa), yang terjadi adalah perpaduan antara Jyotisa dan astrologi Nusantara. Hal inilah yang melatarbelakangi perbedaan waktu di India dan di Indonesia. Apabila Jyotisa diberlakukan secara utuh di Indonesia, tentu waktu perayaannya sama, tetapi konsekuensinya adalah jenius lokal menjadi punah. Apa Anda suka mendengarnya?
Kebijaksanaan Veda menjadikan perpaduan budaya lokal dengan agama yang saling menguatkan. Berbanggalah kita sebagai orang Nusantara yang memiliki astologi sendiri. Tapi sepertinya hanya orang Hindu yang lebih suka mempertahankan budaya aslinya di Indonesia. Non-Hindu di Indonesia kebanyakan mengarabkan dirinya atau membaratkan dirinya sehingga budaya-budaya asli Nusantara menjadi semacam benda usang bagi mereka. Sekalipun ada non-Hindu di Indonesia yang mempertahankan budayanya, paling-paling mereka dikecam dianggap sesat oleh orang kebanyakan sesamanya.
@Rama Putra Iswara
lalu bagaimana dengan Siwa latri, apakah ini tidak berkaitan dengan Veda yang meniadakan local jenius juga ?
kalimat anda ini :
“……..Pada hari raya Kuningan adalah untuk mengantar pulang para dewa yang telah membantu Rama perang melawan kejahatan……”
berkaitan dengan dewa, berarti galungannya peringatan kemenangan Rama disertai oleh para dewa yang membantunya. lalu kuningan para dewa diantar pulang
ini sejarah atau simbolis ?
Salam,-
Maaf, saya kurang paham maksud Anda. Mohon diperjelas.
Ramayana adalah Itihasa di mana Itihasa berarti sejarah. Peristiwa di mana Tuhan menjelma sebagai seorang pria sempurna bernama Rama yang turun di Bharata Varsa (India) sekian juta tahun yang lalu. Menurut Anda itu sejarah atau dongeng?
yg saya bingungkan adalah acara mengantarkan dewa pulang itu termasuk sejarah atau simbolis ?
lalu anda mengatakan bahwa siva latri hanyalah hari raya simbolis, lalu turun nya Tuhan ke dunia dalam bentuk Lingga apakah termasuk simbolis juga ? memang nampak serupa namun tak sama. berarti kata `lingga` adalah bentuk dongeng? dan bentuk simbol yg kalah sempurna dengan wujud manusia pria ?
mohon yg sabar saya memang asli bingung. namun secara umum saya sudah paham bahwasanya semua hari raya hakekatnya mencari kebenaran tuhan.
Salam,-
Di Bali itu adalah makna hari raya Kuningan, dalam kaitannya dengan perayaan Wijaya Dasami saya kurang tahu karena saya tidak terlalu tentang Wijaya Dasami. Yang pasti antara Galungan-Kuningan dan Wijaya Dasami sama-sama memperingati peristiwa itu.
Di Veda ada cerita tentang Siva Ratri, dalam perkembangannya ke Indonesia, maka saya tidak tahu perbedaan. Sepertinya dari yang pernah saya baca bahwa Lingga itu bukan perwujudan Tuhan, tapi simbol Purusa kalau tidak salah.
Met Hari Nyepi buat semuanya.. ^^
Selamat Nyepi dan tahun baru juga.
@ll
Selamat hari raya nyepi semuanya
dan terima kasih atas ucapan selamatnya dari saudara2 non hindu
perayaan Siwaratri di india dan bali bukan kontroversi.
menurut purana, siwaratri dilaksananakan pada malam paling gelap. setiap bulan masyarakat sivaism merayakan siwaratri kecil pada menjelang tilem/bulan mati. sedangkan di bali tentu posisi bulannya berbeda dengan di india.
di india perayaan MAHA Siwaratri dilaksananakan pada malam paling gelap dalam setahun yang jatuh pada bulan mati/bulan baru menjelang bulan Madha. sedangkan di bali, posisi bulannya berbeda dengan di india. malam tergelapnya jatuh pada panglong ping 14 tilem sasih kapitu.
kenapa malam paling gelap? karena malam adalah waktu siwa, maka namanya siwa ratri/malam siwa.
jadi sebenarnya tidak ada kontroversi, kecuali memang dari segi penanggalan masehi, harinya tidak sama. tetapi bayangkan saja musim salju di amerika dan cina kan juga berbeda waktu kedatangannya.
tidak masalah sebenarnya kapan MAHA siwa ratri itu jatuh, karena bagi pemuja siwa, setiap malam adalah siwaratri/malam siwa.
mohon dikoreksi kalau ada kesalahan
Ada yang ingin saya tambahkan, di India, Siva Ratri juga dirayakan Vaisnava dari Gaudiya Math dan pada saat itu harus puasa. Cuma dari ISKCON saja yang tidak merayakan. Entah kenapa…
Hare Krishna… Walaupun tidak merayakan secara formal, penyembah Krishna tidak akan melupakan keagungan Deva Siva. Kalau ada penyembah Krishna yang tidak menghormati Deva Siva, maka dia bukanlah penyembah Krishna yang baik.
Yahoo…