Siapa penggemar filsafat yang tidak mengenal Nietzsche? Ya, Nietzsche adalah seseorang filsuf Jerman yang dikenal sebagai Atheis terbesar dunia. Ia dilahirkan di Röcken bei Lützen, Prussia pada 15 Oktober 1844 dalam keluarga Kristen Lutheran. Meski ayahnya sendiri adalah seorang pendeta Lutheran, namun dia tumbuh dalam filsafatnya tersendiri yang dikenal dengan filsafat cara memandang kebenaran atau filsafat perspektivisme. Sebelum memulai karirnya sebagai seorang filosofis, dia merupakan seorang ahli filologi klasik yang menguasai berbagai macam naskah kuno. Pada umur 24 tahun ia sudah sukses menjadi kepala Filologi Klasik di Universitas Basel. Hal ini juga mengukuhkannya sebagai orang termuda yang pernah memegang jabatan tersebut. Sementara karirnya sebagai seorang “sang pembunuh Tuhan” melejit berkat karyanya yang berjudul Also sprach Zarathustra.
Namun benarkah Nietzsche adalah seorang Atheis? Apakah dia benar-benar tidak percaya akan adanya Tuhan? Dalam forum “Synthesis of Science and Religion Critical Essays and Dialogues” dalam sebuah paper yang dipresentasikan oleh William Deadwyler (Ravindra Svarupa Dasa) pada tanggal 9-12 Janauari 1986 di Bombay dibuktikan bahwa sesungguhnya Nietzsche bukanlah seorang Atheis, melainkan dia adalah seorang pemuja Tuhan yang taat yang sedang menyembunyikan jati dirinya.
Pada bagian ketujuh, Essay ke-3, hal. 398 dalam paper itu disebutkan: “…terkadang kecaman mengenai gagasan klasik akan keilahian harus dimengerti bukan sebagai sangkalan akan Tuhan atau Yang Maha Agung, melainkan sebagai sebuah konsep yang cacat mengenai Tuhan. Saya setuju akan hal tersebut. Socrates contohnya, dituduh sebagai seorang penganut paham atheis. Namun “ke-atheis-annya”sesungguhnya adalah tanda pemahamannya yang lebih tinggi akan Tuhan. Terkadang orang-orang salah berpikir bahwa dirinya adalah seorang atheis, padahal dalam hatinya mereka sebenarnya bukanlah seorang atheis. Orang-orang berkata kepada saya, “Aku tidak percaya akan Tuhan”, dan ketika mereka menjelaskan kepada saya siapa yang mereka maksud dengan “Tuhan”, maka saya dapat dengan berkata dengan sungguh-sungguh kepada mereka, “Aku tidak percaya terhadap Tuhan yang sama dengan Tuhan yang tidak kalian percayai.” Nietzsche, sang pewarta kematian Tuhan, dalam pemahaman saya bukanlah seorang atheis sejati. Karena suatu ketika ia pernah menyatakan, “Aku hanya bisa beriman kepada Tuhan yang dapat menari.” Sebagai orang yang percaya terhadap Krishna, yang juga dikenal sebagai Nataraja, Sang Penari Yang Utama, saya melihat bahwa keyakinan Nietzsche tak terjawab dan dibingungkan oleh ide akan ketuhanan yang tersedia baginya. Namun, keyakinan yang tak terjawab tidak dapat diartikan sebagai paham atheis.
Bh. Tod Desmond mengatakan bahwa Nietzsche sesungguhnya adalah seorang penyembah Krsna. Nietzsche pernah berkata, “Aku dapat menjadi Buddha dari Eropa.” Sama seperti Buddha, Nietzsche juga hanya berpura-pura untuk menjadi seorang atheis. Dia berdusta demi Krsna. Di bagian kedua terakhir dari Beyond Good and Evil, #295, Nietzsche menyingkap Tuhan rahasianya, yang ia sebut dengan nama samaran Dionysus, Sang Peniup Seruling dalam hati setiap orang, Sang Filsuf Utama yang menurunkan garis perguruan. Dia-lah Krsna, kepada siapa Nietzsche tak hanya sekedar insaf akan-Nya, namun juga jatuh cinta kepada-Nya.
Nietzsche adalah seorang penyembah Krishnadari Eropa yang menggunakan taktik yang sama dengan yang digunakan oleh Buddha di Timur. (Srimad Bhagavatam 1.3.24: “Maka, di awal zaman Kali-yuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra dari Anjana, dari provinsi Gaya, dengan tujuan untuk memperdaya orang-orang yang iri terhadap para pemuja Tuhan yang setia.”
Dalam bukunya, Beyond Good and Evil #40, Nietzsche berkata, “Segala hal yang khidmat (mendalam) sangat menyukai kedok. Tak ada kedok penyamaran yang cukup untuk menyembunyikan cinta yang sangat mendalam ini selain dengan cara menyatakan yang sebaliknya, yaitu rasa malu akan Tuhan, bukankah begitu?”
Dalam Gay Science #106 Nietzsche mengambil peran sebagai seorang pengikut yang berkata kepada Tuannya: “Namun aku meyakini-Mu, dan mengingat bahwa hal ini sangat kuat, maka aku akan mengatakan kebalikan dari seluruh isi pikiranku.”
Sang inovator tertawa dalam hatinya dan mengibaskan jarinya. “Cara menjadi pengikut seperti ini,” ia berkata, “adalah yang terbaik; namun juga yang paling berbahaya, dan tidak dalam semua doktrin hal ini dapat diterapkan.”
Pada dua aforisma selanjutnya, di nomor 108 yang sangat signifikan, Nietzsche mengeluarkan pernyataannya yang paling terkenal:
Setelah mangkatnya Sang Buddha, bayang-bayangnya masih tampak selama berabad-abad dalam sebuah keruntuhan—sebuah bayang-bayang yang maha mengerikan. Tuhan telah mati; mempertimbangkan sifat-sifat manusia, keruntuhan ini akan terus berlanjut hingga ribuan tahun ke depan, di mana bayang-bayang ini akan terus mengikuti.
Bukanlah suatu ketidaksengajaan bahwa Nietzsche menyatakan bahwa Tuhan telah mati, dan kemudian menghubungkan pernyataan tersebut dengan Sang Buddha dan nomor penting dalam budaya Veda, 108. Nietzsche sangat paham akan apa yang dilakukan oleh Sang Buddha, dan ia mengikuti taktik yang sama, yang tampak dalam pernyataan nomor 106 di atas.
Terkait dengan bayang-bayang Sang Buddha akan Tuhan yang berada dalam keruntuhan, mari kita simak kembali apa yang dikatakan oleh Nietzsche mengenai keruntuhan ini. “Bukankah seorang penulis memiliki sebuah agenda yang tersembunyi dalam membuat bukunya? Tentu saja, ia akan mempertanyakan, bukankah dibalik semua orang dalam keruntuhannya terdapat sebuah keruntuhan yang lebih mendalam lagi? Di setiap filsafat tersembunyi sebuah filsafat lainnya; dalam setiap opini terkandung sebuah maksud, dan setiap kata adalah sebuah kedok.
Hal ini mengingatkan kita akan kutipan sebelumnya, BGE #40, ketika Nietzsche menyatakan segala hal yang khidmat (mendalam) sangat menyukai kedok, dan hal yang benar-benar berlawanan akan menjadi kedok yang sangat tepat untuk menyembunyikan Tuhan. Apakah Nietzsche benar-benar memainkan peran Buddha? Nietzsche sendiri mengakui, “Aku dapat menjadi Buddha dari Eropa.” (KSA 10, 4[2])
Ia juga pernah mengatakan, “Keanehan yang terjadi di mana terdapat kemiripan antara filsafat India, Yunani, dan Jerman sebenarnya dapat dijelaskan dengan cukup mudah. Di mana terdapat pertalian antara bahasa-bahasa ini maka tidak mungkin salah lagi bahwa sejak awal segala hal lainnya telah disiapkan dengan tujuan untuk pembentukan dan penyusunan sistem-sistem filosofi yang sama. (BGE#20)
Di bagian kedua terakhir dari buku Beyond Good and Evil, #295, Nietzsche secara terang-terangan menggambarkan Tuhan-nya, dan secara terang-terangan mengakui bahwa ia menggunakan nama samaran Dionysus untuk menyebut Tuhan-nya, alias Krsna:
Sementara itu aku telah belajar banyak, sangat banyak, mengenai filosofi dari Tuhan ini, dan seperti yang telah aku katakan sebelumnya: yang ajarannya diturunkan dari mulut ke mulut—Aku, murid utama yang terakhir dari Tuhan Dionysus—dan aku ingin mulai menawarkan kepadamu, sahabat-sahabatku, bersediakah kalian mencicipi sedikit rasa dari filosofi ini? Tak berlebihan, hanya secukupnya saja, karena filosofi ini bersifat rahasia, mutakhir, ganjil, asing, dan ajaib. Walaupun Dionysus adalah seorang filsuf, ia juga Tuhan, namun ia juga berfilsafat, yang mungkin tampak seperti seorang filsuf baru yang tak berbahaya dan mungkin akan memunculkan kecurigaan di antara para filsuf… Karena, hari ini, seperti yang telah disampaikan kepada ku, kalian tidak lagi percaya terhadap Tuhan dan para dewa. Apakah aku juga seharusnya lebih berterus terang dalam berbicara kepada kalian, daripada berbicara hanya untuk menyenangkan telinga kalian? Tentu saja jika kita mempertanyakan Tuhan lebih jauh lagi, jauh lebih mendalam, di sebuah dialog seperti ini, ia akan selalu berada beberapa langkah didepanku.”
Tuhan-nya Nietzsche, yang bernama samaran Dionysus, adalah Sang Pemikat Hati bagi setiap jiwa, Sang Peniup Seruling, dan Sang Ahli Dialog Filosofis, Filsafat itu Sendiri, serta Yang Diwariskan dari seorang guru kepada muridnya “dari mulut ke mulut”.
Selain Socrates (yang dikatakan oleh segelintir orang sebagai sosok yang juga pernah disinggung oleh Nietzsche secara rahasia) dialog filosofis lainnya yang layak untuk didiskusikan hanyalah literatur-literatur Veda. Oleh karena itu mari kita simak kembali Bhagavad-gita, literatur Veda yang paling mashyur, di mana Krishnabersabda: “Aku bersemayam di dalam hati setiap orang, dan Diri-Ku adalah sumber dari kemampuan mengingat, ilmu pengetahuan, dan kemampuan untuk lupa. Aku dapat dikenal dari literatur-literatur Veda; sesungguhnyalah Aku yang menyusun Vedanta, dan Aku adalah Sang Penguasa seluruh Veda.”
Nietzsche juga mengatakan, “Aku hanya bisa beriman kepada Tuhan yang dapat menari.” Yang tak lain dan tak bukan adalah Krsna. Kita dapat melihat dengan jelas bahwa Nietzsche adalah seorang penyembah Krsna, sesungguhnyalah bahwa sang raja atheis ini adalah seorang penyembah Tuhan yang agung. Jika kita dapat membuktikan hal ini maka kita akan mendapatkan kemenangan bagi Sri Krishna dan para penyembahnya.
Jika di antara para pembaca ada yang membutuhkan informasi tambahan, maka saya mempunyai banyak kutipan untuk mendukung fakta bahwa Nietzsche memang seorang penyembah Krishnayang memainkan peran Sang Buddha.
Sebagai contoh, dalam bukunya yang berjudul Thus Spoke Zarathustra, sang Paus tua berkata kepada Zarathustra, “Engkau lebih saleh daripada yang kau kira. Tuhan dalam dirimu pasti sudah merubahmu menjadi tak ber-Tuhan.”
Dalam buku The Dawn #96, Nietzsche berkata: “Tak peduli betapa majunya perkembangan yang telah dicapai oleh bangsa Eropa hingga membuat bangsa lain menghormatinya, dalam hal keagamaan bangsa Eropa belum mencapai kemurnian pikiran bebas yang dimiliki oleh para brahmana zaman dahulu: sebuah tanda bahwa terjadi lebih banyak proses berpikir di zaman dahulu, dan kesenangan dalam proses berpikir ini sudah biasa diwariskan turun-temurun, dan proses ini sudah berlangsung selama empat ribu tahun lebih awal di India dari pada di sini.”
Demikianlah sekilas pembuktian Nietzsche yang lebih dikenal sebagai “sang pembunuh Tuhan” ternyata adalah seorang penyembah Tuhan, Sri Krishna yang sangat berdedikasi.
Sumber:
- http://en.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Nietzsche
- www.veda.krishna.com/
Special thanks to “Putu Kartika Devi” yang sudah membantu menterjemahkan sumber artikel ini dari bahasa Inggris
Bli Ngarayana
Jika memang Nietzsche adalah penyembah Tuhan, maka pertanyaanya adalah:
1. Apakah dalam Hindu dibenarkan tidak percaya pada Tuhan ?
2. Mengapa akhir hidupnya tragis, saya pernah mmbaca sejarahnya dia mengalami gangguan jiwa sampai mati, bukankah dia penyembah Tuhan, mengapa sampai sakit jiwanya?
@ Xarel X
Coba perhatikan lagi kutipan-kutipan pernyataan Nietzsche yang saya sampaikan. Dia menyatakan bahwa Tuhannya adalah Tuhan yang ahli menari. Dia juga mengatakan dirinya ingin menjadi seperti Buddha yang dalam literatur kuno disebutkan sebagai Avatara penjelmaan Tuhan yang seolah-oleh mengarahkan orang menjadi Atheis dengan tujuan mengembalikan ajaran Veda. Banyak hal tersembunyi yang dia sampaikan dalam karya-karya tulisnya yang menunjukkan dia bukan seorang atheis, tetapi adalah seorang yang sangat mengerti dan sangat memuja Tuhan.
Mengenai cabang filsafat Atheis di veda itu ada dan disebut sebagai Nastika. coba perhatikan artikel “Bagan pembagian Veda” dan juga penjabaran bagian-bagiannya yang sangat luas.
Seseorang yang sangat berbhakti pada kehidupan saat ini dapat saja menderita dan diakhiri dengan kehidupannya yang sangat tragis. jangan lupa bahwa ada hukum karma dan reinkarnasi. Penderitaan di kehidupannya saat ini mungkin disebabkan oleh karma buruk di kehidupan masa lalunya. Coba deh baca artikel “Karma phala dan Punarbhawa“.
Salam,-
Semua Tuhan (seharusnya) pandai atau ahli menari karena Ia (katanya) Maha Mampu. Kalau mengklaim Nietzsche adalah penyembah Krishna karena beliau menyatakan bahwa Tuhannya adalah Tuhan yang ahli menari, tentu akan menyinggung para penyembah Tuhan yg lain selain Krishna sebab secara tidak langsung pernyataan tsb menganggap kalau Tuhan2 yg lain (Allah, Jesus, Yahweh, Elohim, dll) tidak ahli menari… ^^
Btw, apakah umat Buddha sendiri setuju klo Buddha Gautama dikatakan sbg penjelmaan (avatara) Tuhan???
Ngarayana,.. koq bisa krisna???? di artikel itu nggak saya temui kata Krisna??? Kenapa bukan Budha?? atau Vishnu lah, kan lebih masuk akal. Tau kenapa bukan shiva??? kan nataraja yang pinter nari itu shiva???? klo masalah seruling, kan Vishnu juga bisa???? koq harus Krisna???? gak ngerti jadinya,…. Tuhan menurut veda itu vishnu apa krisna??? klo dibilang vishnu dan krishna sama karena avataranya, berarti Budha juga dong sama?????
O ya, satu hal lagi, jujur, saya klo boleh bilang atheis juga sama kayak si Nietzsche, mudah-mudahan nggak jadi gila kayak dia ya. Karena saya nggak percaya Krishna, nggak percaya Allah, nggak percaya vishnu, nggak percaya Shiva, nggak percaya Budha, nggak percaya Jesus, intinya, biarpun saya salah,tapi saya percaya dan akan selalu percaya ada sesuatu yang menjadi maha kuasa alam raya ini, bukan nama-nama yang saya sebut tadi, tapi sesuatu yang tidak bernama tapi memiliki semua nama, sesuatu yang tidak berwujud tapi memiliki wujud, saya hanya percaya pada-Nya, yang biar gampang saya ingat dan puja, saya sebut Sanghyang Widhi Wasa, itu keyakinan saya, itu pandangan saya. Saya percaya dengan ajaran baik veda,tapi tidak mau dipaksa orang untuk memahami pandangan mereka terhadap veda, saya punya pandangan sendiri, jika saya salah, biarlah Yang Kuasa yang meluruskan, bukan dihakimi oleh individu yang menjudge orang sesat, salah, menyimpang, keliru, padahal belum tentu dia lebih baik
Assalamu’alaikum.
@ ngarayana
bli masih juga memaknai “Tuhan menari” dng tarian2 yg sering dilakukan manusia ? Dalam islam ini disebut paham mujasimah, cenderung memaknai firmanNYA scr tekstual-literal, yg berpotensi mempersonifikasi kan sifat2 n kegiatan Tuhan.
Kalo boleh tahu, adakah kitab veda dalam versi manga/ komik ? Shgga bisa memvisualkan sri krishna dng gambar yg detil itu ?
@ nonametruth
kesan pertama sungguh bikin jengkel, namun saat bli mengucapkan “Sanghyang Widhi Wasa” sungguh membuat sy berkesimpulan bhw bli BUKANNYA tidak percaya Tuhan, tapi bli tidak percaya pd sebagian pemujaNYA.
Wassalam.
Jangan Asal Klaim
“Bh. Tod Desmond mengatakan bahwa Nietzsche sesungguhnya adalah seorang penyembah Krsna. Nietzsche pernah berkata, “Aku dapat menjadi Buddha dari Eropa.” Sama seperti Buddha, Nietzsche juga hanya berpura-pura untuk menjadi seorang atheis. Dia berdusta demi Krsna”.
Jika memang penyembah Krisna, paling tidak simbol-simbol Krisna dia miliki, baik dalam bentuk gambar, arca, dan mantram. aneh kan penyembah Tuhan tapi satu sisi lain penentang Tuhan.
sedangkan sang Buddha berbeda, dia tidak mengingkari wujud yang mutlak, tapi dia hanya mengingkari tuhan yang disembah pd saat itu.berikut ini Ucapan Sang Buddha:
“Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.” (Sutta Pitaka, Udana VIII : 3)
Itulah konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah “Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang” yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Mahaesa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
jika di teliti lebih dalam, maka artikel di atas, sangat terkesan dipaksakan. jika ingin mengetahui apa keyakinan Nietzsche baca aja “Zaratustra”. di dalamnya sangat gamblang bahwa”Tuhan telah mati” dan ide “manusia super”. bahkan tidak ada satupun kalimat yang dikaitykan dengan Tuhan Krisna dsb.
corak penulisan zaratustra sendiri itu seperti sebuah kitab suci, jika memang Nietzsche adalah pemuja Krisna, lalu mengapa jalan cerita dan judulnya mengambil dari agama persia kuno yaitu Zoroaster.
Tolong donk kang Ngarayana lebih teliti dan cermat, jangan mudah terjebak, coba deh anda cek sendiri di Zaratustra, baru anda simpulkan, ketemu dech.
Bung Xarel X,
saya coba menanggapi pernyataan nya ya (atau pertanyaan?):
“Jika memang penyembah Krisna, paling tidak simbol-simbol Krisna dia miliki, baik dalam bentuk gambar, arca, dan mantram. aneh kan penyembah Tuhan tapi satu sisi lain penentang Tuhan.”
Menurut saya tidak aneh bahwa Nietzsche tidak memiliki simbol-simbol Krishna dalam bentuk gambar, arca, maupun mantra. Karena dia sendiri sengaja menyembunyikannya. Pertanyaannya, kenapa dia harus menyembunyikannya?
Saya pikir itu sudah dijawab dalam artikel ini, saya kutip ya:
Dalam bukunya, Beyond Good and Evil #40, Nietzsche berkata, “Segala hal yang khidmat (mendalam) sangat menyukai kedok. Tak ada kedok penyamaran yang cukup untuk menyembunyikan cinta yang sangat mendalam ini selain dengan cara menyatakan yang sebaliknya, yaitu rasa malu akan Tuhan, bukankah begitu?”
Dalam Gay Science #106 Nietzsche mengambil peran sebagai seorang pengikut yang berkata kepada Tuannya: “Namun aku meyakini-Mu, dan mengingat bahwa hal ini sangat kuat, maka aku akan mengatakan kebalikan dari seluruh isi pikiranku.”
Sang inovator tertawa dalam hatinya dan mengibaskan jarinya. “Cara menjadi pengikut seperti ini,” ia berkata, “adalah yang terbaik; namun juga yang paling berbahaya, dan tidak dalam semua doktrin hal ini dapat diterapkan.”
Tak hanya itu, Nietzsche juga berusaha menyingkap sedikit alasannya dalam menyembunyikan Tuhan-nya dari pernyataan ini:
Sementara itu aku telah belajar banyak, sangat banyak, mengenai filosofi dari Tuhan ini, dan seperti yang telah aku katakan sebelumnya: yang ajarannya diturunkan dari mulut ke mulut—Aku, murid utama yang terakhir dari Tuhan Dionysus—dan aku ingin mulai menawarkan kepadamu, sahabat-sahabatku, bersediakah kalian mencicipi sedikit rasa dari filosofi ini? Tak berlebihan, hanya secukupnya saja, karena filosofi ini bersifat rahasia, mutakhir, ganjil, asing, dan ajaib. Walaupun Dionysus adalah seorang filsuf, ia juga Tuhan, namun ia juga berfilsafat, yang mungkin tampak seperti seorang filsuf baru yang tak berbahaya dan mungkin akan memunculkan kecurigaan di antara para filsuf… Karena, hari ini, seperti yang telah disampaikan kepada ku, kalian tidak lagi percaya terhadap Tuhan dan para dewa.
Apakah aku juga seharusnya lebih berterus terang dalam berbicara kepada kalian, daripada berbicara hanya untuk menyenangkan telinga kalian? Tentu saja jika kita mempertanyakan Tuhan lebih jauh lagi, jauh lebih mendalam, di sebuah dialog seperti ini, ia akan selalu berada beberapa langkah didepanku.”
Menurut saya, cara yang dipilih oleh Nietzsche untuk mencintai Tuhan-nya ini sangat jenius dan indah.
Dia tidak memerlukan orang lain untuk memberi pengakuan akan cintanya terhadap Tuhan, dan dengan cara ini ia malah menertawakan orang-orang yang mengaku-aku mencintai Tuhan padahal sebenarnya hanya di mulut saja.
Bukankah cinta yang seperti ini sangat indah?
@nonametruth
Anda betul2 orang yg munafik, disatu sisi mengaku atheis, disisi yg lain memuja Tuhan yg disebut Sanghyang Widhi Wasa. Anda nggak percaya Vishnu, nggak percaya Shiva, nggak percaya Krishna, tapi anda percaya dg ajaran suci Veda.Padahal nama2 suci Tuhan itu ada dalam kitab suci Veda. Veda bagian mananya yg anda pelajari bro….Jangan sok jadi atheis kalo anda tdk mengerti kata atheis…Anda betul2 orang paling (bhs Bali=bingung), bukan atheis. Makanya belajar pada orang yg lebih tahu,jangan meraba2 sendiri..
Yang terhormat Agung Joni, saya memang bingung, dan sudah saya bilang dalam berbagai tulisan saya dalam banyak artikel disini bahwa saya orang bodoh yang butuh banyak belajar, salahkah saya bertanya, ini sama kayak anak kecil yang bertanya dengan kritis, apakah anak itu munafik???? Apakah saya sebagai anak harus menerima begitu saja??? misalnya saya nanya, buk saya lahir darimana??? apakah itu namanya porno???
Saya jadi bertanya dalam hati, apakah Agung Joni mempelajari veda??? Jika ya, apakah seperti ini tanggapan dari orang yang mempelajari veda?? Klo saya, saya rasa wajar, karena jujur, saya belum pernah membaca kitab veda, bagawadgita, pernah, tapi sedikit, selebihnya dari mendengar saja, jadi apakah ini contoh tanggapan orang yang belajar veda???Apakah harus menyikapi orang yang berbeda pendapat dan pandangan harus seperti ini???
Buat saudara Samaranji, maaf klo dalam tulisan di artikel lain saya, menulis agak menjengkelkan anda, TAPI SAYA KAGUM PADA ANDA, TERNYATA WALAUPUN ANDA BUKAN BERAGAMA HINDU, TAPI ANDA MEMAHAMI SEKALI SIKAP KEBODOHAN SAYA, Akhirnya saya menyimpulkan, apapun kitab sucinya, tidak akan mempengaruhi perilaku seseorang jika dia hanya BERLABEL kitab suci anda. Terimakasih Samaranji
Saya ada mampir ke blog/web Hindu lainnya yg membahas ttng Nietzsche, tapi kok yg membahas Nietzsche pemuja Krishna hanya blog2 Hindu-Vaishnava (Hare Krsna) yaa…??? 🙄
Klaim2 seperti ini sudah sering saya temui di kalangan theis. Ada yg bilang Einstein itu agamanya Syi’ah, Stephen Hawking masuk Islam, dan sekarang ada Nietzsche yg katanya pemuja Krishna… Hmmmmm,,, makin aneh aja dunia ini…^^
Assalamu’alaikum.
Maaf, memmbaca koment @ agung joni sy jadi ingat bahwa saat inipun ada usaha2 mendefinisikan islam dng segala sesuatu yg harus bersumber dari timur tengah, padahal Baginda Rasulullah SAW sendiri TIDAK serta merta menganggap budaya arab adalah islam. Jadi budaya arab BUKAN BERARTI budaya islam.
Gerakan tsb saat ini menamai diri “salafy” namun cenderung mengambil referensi “wahaby”, IDEOLOGI TAKFIRI pertama kali muncul pada perang dunia II, mereka mudah mengkafirkan bahkan pada sesama muslim sendiri. Apakah ada benang merahnya dng gerakan HK ? wallahu a’lam.
@ nonametruth
thrully humble,,, benar2 rendah hati. Dari anda saya belajar MENGAKUI KEBODOHAN dengan tegas dan penuh ketulusan. Terima kasih.
Wassalam.
“Menurut saya tidak aneh bahwa Nietzsche tidak memiliki simbol-simbol Krishna dalam bentuk gambar, arca, maupun mantra. Karena dia sendiri sengaja menyembunyikannya”
selama masih disembunyikan dan tidak pernah ditemukan, Nietzce bisa jadi penyembah apa saja yang pandai menari, termasuk justin timberlake.
Yang perlu dipertanyakan adalah:
kenapa kita mengurusi kepercayaan orang lain?
Kok pada pusing sih? Yang pasti dari kutipan kata-kata si Nietzsche menunjukkan bahwa dia adalah pemuja Tuhan yang pura-pura Atheis… mau Tuhan disebut sebagai God, Allah, Hyang Widhi atau apalah, tapi dia percaya ada sesuatu yang lebih hebat, yang maha segalanya.
Btw, kalau orang yang tidak percaya salah satu agama tertentu, tetapi yakin pada adanya Tuhan itu disebut agnostic, bukan Atheis 😀
Dear all
Sebelumnya saya mohon maaf karena tidak bisa intents and bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan teman-teman yang masuk. Karena keterbatasan saya, saya hanya bisa membaca sebagian dan mencoba menanggapinya sebagian juga.
Dalam hal ini kita membahas Nietzsche. Sebagai seorang Filologi yang mengetahui naskah-naskah kuno, Nietzsche juga menguasai dasar-dasar filosofi Veda. Hal ini dapat kita ketahui dari kutipan kata “Brahmana” dalam salah satu bukunya. Dari berbagai penjabaran yang dia sampaikan. Kita bisa mengetahui bahwa Nietzsche memuja Tuhan yang dia sebut sebagai Sang Pemikat Hati bagi setiap jiwa, Sang Peniup Seruling, dan Sang Ahli Dialog Filosofis, Filsafat itu Sendiri, serta Yang Diwariskan dari seorang guru kepada muridnya “dari mulut ke mulut”.
Bagi seorang Vedantis yang benar-benar menghayati sloka-sloka Bhagavad Gita dan juga Vedanta Sutra akan menyadari dengan cepat aspek Tuhan sebagai Bhagavan, yaitu yang disebut Sri Krishna. Karena Krishnalah satu-satunya yang dikenal sebagai pemain seluring. Krishna juga yang ahli filsafat yang mewariskannya dalam sistem parampara sebagaimana disampaikan dalam Bhagavad Gita.
Kenapa harus Krishna? Tidak bolehkan menyebut dengan nama yang lain?
Tidak harus dengan sebutan Krishna. dalam artikel ini saya mengatakan kata Krishna dan demikian juga dalam tulisan-tulisan penekun Bhagavad Gita lain selalu menyebutkan kata Krishna karena kita meyakini bahwa Krishna adalah Tuhan. Jika anda anti menggunakan kata Krishna dan merasa bahwa menyebut “Ia Yang Maha Kuasa” lebih nyaman dengan sebutan “Tuhan (Bahasa Indonesia), God (English), Gusti (Bhs Jawa), Deus (bhs Latin) atau salah satu dari 1000 nama suci Tuhan dalam Hindu atau salah satu dari 99 nama suci Allah dalam Qur’an tidaklah masalah. Saya tidak bisa memaksa anda memuja Tuhan dengan menyebutnya sebagai Krishna. Dan andapun tidak bisa memaksa seseorang untuk memaksa menyebut Tuhan dengan salah satu dari satu nama-nama Tuhan yang tidak terbatas.
Membaca Bhagavad Gita dan tidak mampu memahami bahwa Krishna yang mewahyukan Gita sebagai Tuhan itu hal yang biasa. Karena Krishna sendiri dalam Bhagavad Gita 7.3 disebutkan: “Di antara beribu-ribu orang, mungkin ada satu yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, dan di antara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada satupun yang mengetahui tentang Diri-Ku dengan sebenarnya.” Jadi saya tidak heran melihat orang tidak bisa mengerti Krishna sebagai Tuhan walau dia sendiri sudah membaca Bhagavad Gita berkali-kali karena Bhagavad Gita hanya bisa dimengerti dengan cara tunduk hati. (Bg.4.34 : Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati dan mengab- dikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insaf akan dirinya dapat memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu.)
Apakah dengan menjadi pemuja Sri Krishna seseorang harus memusnahkan budaya Bali dan menggantikan bleganjur, berbagai tarian dan sejenisnya dengan ketipung, cenceng kecil dan budaya India lainnya?
Sama sekali tidak. Dalam artikel “Apakah penuhanan Sri Krishna dan Sri Hari adalah hal baru?” sudah saya singgung bahwa sejak awal adanya budaya Veda di Nusantara, Sri Krishna sudah dikenal sebagai salah satu penyebutan nama Tuhan. Sampai saat inipun di Bali dan di beberapa daerah di Nusantara masih ada beberapa golongan yang secara tradisional memuja Sri Krishna/Sri Hari dan mereka menggunakan adat istiadat Bali.Dan jika kitapun mengakui Krishna sebagai Tuhan tidak akan dituntut untuk mengganti semua budaya Bali dengan budaya India. Jadi hal ini sangat perlu kita sadari bersama.
Maaf jika comment saya kali ini sangat singkat dan tidak memuaskan. Saya menyadari bahwasanya lewat tulisan dan comment-comment saya, saya tidak akan bisa memuaskan semua orang karena memang saya sangat-sangat terbatas. Namun tentunya saya berusaha memberikan yang terbaik yang bisa saya berikan.
Selamat berdiskusi teman-teman… keep peace ya..
Salam,-
Pasti ada baiknya memuja Krishna dengan sembunyi-sembunyi ala Nietzsche , sangat mungkin yang dipuja Nietzsche adalah Krishna, yang pintar menari, pandai berfilsafat, wajahnya tampan mengalahkan dewa asmara, suka melindungi sapi penghasil susu untuk membuat makanan super lezat dan super bergizi.
Dari pada terang-terangan mengajar kesana kemari, di tv, di radio tentang Tuhan, Allah, yesus, atau budha dan moralitas dan sebagainya tetapi tidak bisa mengendalikan nafsu sex, tidak bisa mengendalikan perut dan lidah dan merampok sambil membunuh orang tak bersalah, bertenggkar dengan sesama manusia dll.
salut buat Nietzsche yang dari ateis menjadi pemuja Tuhan yang Maha tampan dan maha menarik.
Apakah Nietzsche Pemuja Krisna ?
Derajat Nietzsche dalam kalangan filsafat dianggap sebagai “nabi”nya atheis. gerakan-gerakan sosialis dan komunis pasti merujuk kepada karya Nietzsche.
bagi saya untuk membuktikan bahwa Nietzsche bukan penyembah Krisna/ Tuhan dalam bentuk lain adalah ketika akhirnya dia mengalami gangguan jiwa bahkan sampai mati.
hal itu menunjukkan betapa ruwet dan kacaunya jiwa Nietzsche, walaupun pemikiran filsafatnya dianggap hebat oleh orang lain. akan tetapi jiwa Nietzsche malah menjadi sakit.
aneh bukan jika memang dia bisa mencerahkan pikiran orang lain, mengapa pikirannya sendiri malah tidak cerah ?
jawaban Ngarayana Nietzsche gila karena karma kehidupan masa lalunya.
justru itu yang aneh, jika memang Nietzsche adalah pemuja Krisna, masak Tuhan Krisna tidak kasihan dan mengampuni kesalahannya.
mustahil didunia ini baik dalam agama apapun, seseorang pencerah ummat tapi akhirnya menjadi gila. jika karena klarma mengapa melihat jauh sebelumnya, maka karma pemikiran “Tuhan telah mati” lah yang membuat Nietzsche jiwanya dan akalnya menjadi mati pula.
Badan Nietzsche memang sudah mati, menurut hukum reinkarnasi makhluk hidup tidak pernah mati, jika dia belum mencapai kesempurnaan dia akan berinkarnasi. kita berdoa semoga dia lahir sebagai manusia kembali, dan menurut hukum karma dia akan melanjutkan pencariannya terhadap Tuhan Yang Maha menarik dimulai dari tingkat yang ia capai pada kehidupan sebelumnya
Bg. 6.41
Sesudah seorang yogi yang tidak mencapai sukses menikmati selama
bertahun-tahun di planet-planet makhluk yang saleh, ia dilahirkan dalam
keluarga orang saleh atau dalam keluarga bangsawan yang kaya.
Bg. 6.42
Atau [kalau dia belum mencapai sukses sesudah lama berlatih yoga]
dia dilahirkan dalam keluarga rohaniwan yang pasti memiliki kebijaksanaan
yang tinggi. Memang, jarang sekali seseorang dilahirkan
dalam keadaan seperti itu di dunia ini.
Bg. 6.43
Sesudah dilahirkan seperti itu, sekali lagi dia menghidupkan kesadaran
suci dari penjelmaannya yang dahulu, dan dia berusaha maju
lebih lanjut untuk mencapai sukses yang lengkap, wahai putera Kuru.
Tetapi jika pada saat meninggalnya ia ingat pada Tuhan Sembahannya Yang Maha Menarik KRSNA, maka menurut hukum inkarnasi juga ia mencapai kesempurnaan, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menikmati Kekekalan yang penuh Pengetahan, dan Penuh kebahagiaan
BG. 8.6
Keadaan hidup manapun yang diingat seseorang pada saat ia meninggalkan
badannya, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya, wahai
putera KuntOE.
BG. 8.8
Orang yang bersemadi kepada-ku sebagai Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, dengan pikirannya senantiasa tekun ingat kepada-Ku, dan
tidak pernah menyimpang dari jalan itu, dialah yang pasti mencapai
kepada-Ku, wahai Pƒrtha.
BG. 8.10
Pada saat meninggal, orang yang memusatkan udara kehidupannya
di tengah-tengah antara kedua alis matanya dan tekun ingat kepada
Tuhan Yang Maha Esa dalam bhakti sepenuhnya melalui kekuatan
yoga, dengan pikiran yang tidak pernah menyimpang, pasti akan
mencapai kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
semoga menambah wawasan
@Ngarayana
Semoga bli cepat bisa blogging lagi, walau pekerjaan dan kehidupan bli tetap lebih penting. Membuat blog ini jadikan saja tempat untuk menjalankan bakti. Tulisan dan komentar Bli selalu ditunggu oleh semua(walau belum tentu semua menyukai).
Salam dari Sulawesi
@ Nak_bagus
Agnostik itu ketidaktahuan atau tidak peduli akan keberadaan Tuhan karena tidak ada bukti utk mengatakan Tuhan itu ada atau tidak ada…^^
Hmmmm,,, sumber yg digunakan kurang dan tidak meyakinkan karena diantara semua web/blog yg membahasan Nietzsche cuman web/blog orang Hindu-Hare Krsna yg mengatakan klo Nietzsche penyembah Krsna…^^ Walaupun begitu, seharusnya kita tidak memutilasi atau mengkorup kemungkinan yg lain ttng Nietzsche… Anggaplah Nietzsche benar penyembah Tuhan dan juga benar seorang atheis. Dari pertentangan itu, kemungkinan yg ada ttng dia adalah:
1) Ia dulunya penyembah Krsna (Tuhan), tetapi berubah menjadi atheis.
2) Ia dulunya atheis, tetapi berubah menjadi penyembah Krsna (Tuhan).
3) Ia berkepribadian ganda (percaya dan tidak percaya Tuhan).
.
.
Salam 😉
@ Herwitz
ya ga mungkinlah seorang Sivaism mengatakan Nietzsche seorang penyembah Krishna, mungkin dia akan mengatakan Nietzsche penyembah Siva. Seorang muslim juga mungkin mengatakan Nietzsche penyembah Allah dan seterusnya. Tapi kalau mau menilai secara jujur harusnya kita kutip dan buktikan lagi kebenaran pernyataan-pernyataan Nietzsche di atas
ternyata artikel om ngarayana kali ini juga mengundang banyak pergunjingan,,,njiahahahaha
well..finally artikel ini membuka wacana baru lagi bagi saya mengenai weda dan pengaruh sri krisna…beliau bukan hanya sekedar memikat, tapi lebih dari itu…sekalipun peninggalannya hanya berupa bhagavad gita (ini yang saya ketahui lhoo..gag tau kalo masi ada lagi..xixixi) beliau mampu memikat si raja atheis ini dan juga termasuk saya dan membaca bhagavad gita serasa seperti sedang diberi nasehat oleh sri krisna sendiri…
ohh yaa buat yang masi sibuk menggunjingkan diri tentang budha, krisna dan visnu…ashhh itu pelajaran SD…masa siii harus d jelasin lagi….
Om ngarayana…saya tunggu next artikelnya…^^V