Apa yang terbayang dalam benak anda setelah membaca judul di atas? Apakah anda berpikir bagaimana caranya melepaskan nyawa dan mengakhiri hidup dengan suatu teknik khas yang berkembang di Bali? Sayangnya bukan itu yang ingin saya sampaikan, tetapi adalah suatu tindakan bunuh diri dalam arti luas. Jadi tindakan bunuh diri yang saya maksudkan disini adalah tindakan menghilangkan roh pulau Bali oleh orang Bali itu sendiri. Apa yang menjadi roh Bali selama ini? Jika kita merenung sejenak, mungkin dalam benak kita akan muncul berbagai macam jawaban. Mulai dari seni budayanya, keramah tamahannya, keindahan alamnya dan juga keeksotisannya. Lalu apa yang melatarbelakangi semua itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah spiritualitas dharma yang berakar dari Veda.
Pada jaman Mpu Kuturan melalui pesamuhan tiga, beliau menata kembali tatanan kehidupan spiritual masyarakat Bali dengan mengembalikannya ke tatanan Veda. Hal ini menghasilkan suatu pondasi yang kuat dalam menghadapi guncangan penyebaran Islam di Nusantara pasca runtuhnya kerajaan Majapahit. Seiring perkembangan jaman dan masuknya penjajah Belanda yang membawa kebudayaan materialistik ke Bali, pondasi yang dibangun oleh Mpu Kuturan mulai goyah. Teknik yang digunakan oleh Mpu Kuturan dan juga Dhang Hyang Nirarta untuk membendung penyebaran Islam ke Bali pada masa lampau sudah hampir tidak relevan lagi. Kelemahan Bali ini diperlihatkan oleh dokumen yang mendukung kristenisasi yang tertuang dalam sepucuk surat di atas daun lontar yang ditunjukkan kepada orang-orang portugis di Malaka pada tahun 1635. Dalam surat itu raja Klungkung mewakili raja-raja Bali menulis antara lain: “Saya senang sekali jika mulai sekarang kita bersahabat dan orang dating ke pelabuhan ini untuk berdagang. Saya pun akan senang sekali jika imam-imam datang ke sini agar siapa saja yang menghendaki dapat memeluk agama Kristen”. Undangan Raja Klungkung itu mendapat sambutan dari gereja Katolik Portugis dengan diutusnya 2 orang misionaris Yesuit ke Klungkung Bali. Kedua pastor tersebut adalah P. Mamul Carvalho S.J dan P. Azemado S.J . dari Malaka. Kemudian atas permohonan Vilkaris Apostolik Betawi Gubernur Jendral India Belanda memberi ijin dalam tahun 1891 bagi dua misionaris masuk di Buleleng dalam suratnya yang antara lain berbunyi: “ Dari pihak saya tidak ada keberatan bila satu atau dua misionaris mulai menetap di Buleleng…… dengan maksud mempelajari bahasa Bali dan sesudah itu menetap di Buleleng untuk mulai karya misi diantara penduduk setempat”. Secara bertahap tetapi pasti akhirnya agama Kristen mulai tumbuh dan berkembang di Bali dengan populasi yang meningkat seperti deret ukur.
Sekitar tahun 1883-1960, berkat jasa seorang dokter Jerman yakni Dr. med. Gregor Krause, yang mempunyai hobi memotret. Terutama memotret gadis-gadis telanjang. Yang sedang mandi di sungai atau pancuran. Foto-foto (erotis) tersebut akhirnya dimuat dalam buku yang berjudul ”BALI” terbit 1920. Kendatipun buku itu dalam bahasa Jerman dan berisi lebih banyak gambar dari pada teks, namun tak sulit di mengerti orang. Dan buku itu laku keras dipasar dunia. Foto-foto buatan Dr. Krause itulah yang membuat image Bali pertama. Artinya image yang eksotik, erotik, tapi disamping itu juga ahistoris serta apolitis. Ini artinya Bali adalah merupakan kelanjutan dari Majapahit. Konon betapa marahnya ketika Walter Spies, seorang warga ekpatriat melihat orang-orang Bali mulai mengenakan pakaian moderen, dan tidak memakai kancut lagi. Kabarnya dia menggerutu dan marah tatkala jalan-jalan mulai diaspal dan begitu juga listrik hendak masuk ke Bali. Pendek kata Walter ingin membuat orang Bali lebih Bali lagi. Sehingga mencuatlah ide membalikan orang Bali (Balinisiring) yang akhirnya ditetapkan dalam undang-undang kolonial pasal 177. Hal ini bukan saja untuk membedakan Bali dengan komunitas-komunitas lainnya, yang ada kepuluan Nusantara. Akan tetapi juga bermaksud melarang komunitas-komunitas lainnya seperti Islam dan Kristen berkembang di Bali. Berbeda dengan penguasa Majapahit, penguasa kolonial Belanda tidak mengijinkan agama mereka sendiri masuk ke Bali. Belanda melarang para misionaris (katolik dan protestan) masuk ke Bali. Andaikan saat itu pemerintah kolonial tidak memberlakukan aturan ini, mungkin Bali yang kita lihat tidaklah seperti saat ini. Pura-pura yang menstanakan Sang Hyang Widhi sudah pasti akan berganti dengan Sang Hyang Yesus. Jadi berterimakasihlah kepada mereka, orang-orang asing yang sangat peduli dengan Bali. Bali bisa bertahan bukan karena iner power dari orang Bali sendiri, tetapi hanya karena keberuntungan dan belas kasih orang luar.
Orang bilang; “kesempatan tidak akan datang dua kali”, dan saya yakin ini juga berlaku untuk Bali. Keselamatan terselamatkannya budaya Bali oleh pihak ketiga mungkin tidak akan terjadi lagi jika kita sebagai manusia Bali tidak perduli sama sekali akan diri sendiri. Bagaiman orang lain mau menolong kita sementara kita bertindak out of control? Sekarang coba kita perhatikan orang-orang Bali dan lingkungan Bali dengan seksama. Semua tindak-tanduk yang mereka lakukan semuanya mengarah pada sifat-sifat asurik yang bertentangan dengan dharma. Tentunya tindakan-tindakan ini adalah tindakan bunuh diri dimana orang lain tidak akan bisa menolongnya.
Tindakan “nak mulo keto”, tidak pernah ingin tahu akan pondasi ajarannya adalah tindakan bunuh diri yang paling utama. Disetiap kesempatan mereka koar-koar menyatakan diri mereka adalah penganut Hindu, abdi dari dharma. Disaat ada orang yang bertanya kepada mereka apa kitab sucinya, dengan fasihnya mereka menjawab; “Veda”. Lalu jika si penanya bertanya kembali apakah dia pernah membaca Veda, jawaban yang keluar dari mulutnya hanya “tidak”. Veda memang merupakan kitab suci yang sangat luas yang tidak bisa disamakan dengan kitab suci-kitab suci yang baru muncul pada jaman Kali-Yuga. Veda memuat pengetahuan tentang alam material dan spiritual beserta segala aspek kehidupan para mahluk hidup (jiva) yang tinggal di kedua alam yang berbeda itu. Bagi para jiva yang tinggal di alam material, Veda menyajikan pengetahuan tentang Tuhan (Bhagavan, Brahman dan Paramatman) atau Brahma-tattva; pengetahuan tentang mahluk hidup itu sendiri (jiva-tattva), pengetahuan tentang alam material (prakrti), pengetahuan tentang materi (maya-tattva), cara-cara mengendalikan indriya jasmani (indriya-samyamya) untuk menekuni jalan kerohanian (yoga) dan meditasi (samadhi), cara-cara memuaskan indriya jasmani (kama) agar hidup senang di dunia fana, cara-cara memperoleh kekuatan mistik alamiah (siddhi) agar bisa menikmati secara lebih super di alam material beranekamacam kegiatan / perbuatan (karma) beserta akibat-akibat (phala)-nya, pembagian tugas pekerjaan berdasarkan kedudukan sosial (varna) di masyarakat, tahap-tahap kehidupan spiritual (asrama), ilmu tentang ritual (yajna), ilmu pemerintahan (artha-sastra), ilmu arsitektur (sulva), ilmu astronomi dan kosmologi (jyotir-sastra), ilmu kedokteran (ayur-veda), ilmu senjata dan perang (dhanur-veda), seni tari dan musik (gandharva-veda), kesusastraan (siksa, vyakarana, nirukti dan canda), aturan kehidupan sehari-hari (kalpa) dan sebagainya. Lalu apakah dengan alasan luasnya pengetahuan Veda ini dapat kita jadikan alasan untuk tidak pernah bersentuhan dengan Veda? Bukankah kita punya Bhagavad Gita yang memuat ringkasan dari Veda? Dengan masyarakat Bali tidak mau tahu akan apa isi kitab sucinya dan tidak mau tahu apakah upacara-upacara, dan susila yang mereka lakukan sudah tepat sesuai dengan sastra Veda, maka secara tidak langsung sudah merupakan tindakan bunuh diri yang paling mendasar.
Berawal dari ketidak mengertian mereka akan ajaran Veda yang benar, menyebabkan runtuhnya semua pondasi dharma yang seharusnya mereka pegang. Bhagavata Purana 11.17.21 dengan tegas menyebutkan kewajiban setiap orang yang menyatakan dirinya berjalan pada ajaran dharma (Hindu) yaitu tidak melakukan tindak kekerasan (ahimsa), berpegang teguh pada kejujuran (satyam), tidak mencuri dan korupsi (asteyam), selalu berbuat untuk kesejahteraan semua makhluk lain (bhuta priya hitehaca), dan membebaskan diri dari nafsu, kemarahan dan keserakahan (akama krodha lobhasa). Lalu apakah kita sudah menjalankan prinsip-prinsip ini? Andaikan pondasi dasar ini sudah kita terapkan, pulau Bali tidak akan dipenuhi oleh tindakan perjuadian, tindakan prostitusi, pencurian dan kekerasan dan yang paling parah rasa iri pada “nyama pedidi” (saudara sendiri). Dengan tidak mengindahkan prinsip-prinsip dharma ini, orang Hindu dalam hal ini orang Bali sudah melakukan tindakan bunuh diri yang kedua.
Akibat dari ketidakmengertiian mereka akan sastra Veda jualah yang menyebabkan mereka melakukan berbagai macam upacara yang tidak sepatutnya mereka lakukan. Hanya karena prestise mereka membuat upacara yadnya yang sangat mewah agar dihargai di masyarakat walaupun sejatinya mereka tidak mampu secara finansial. Mereka tidak segan-segan menjual tanah warisan beserta turus lumbung mereka kepada pihak asing yang siap membeli dengan harga mahal hanya untuk import bahan-bahan upacara dari pihak luar. Satu persatu sanggah turus lumbung dipugar, satu persatu diuruk dan dijadikan vila, kafe dan hotel. Akhirnya mereka sendiri terpinggirkan dan hanya menjadi penonton. Upacara-upacara megah nan unik yang mereka buat menjadi daya pikat wisatawan dan menjadi keuntungan utama bagi para investor dalam menarik uang jutaan dolar setiap bulannya. Tetapi bagi masyarakat Bali sendiri itu adalah sebuah musibah ekonomi yang membuat mereka miskin. Andaikan mereka mengerti Bhagavad Gita yang dengan jelas menyebutkan bahwa upacara yang dilakukan tanpa dasar kitab suci adalah yajna dalam sifat kebodohan dan itu tidak diperbolehkan, mungkin masyarakat Bali bisa sedikit terselamatkan dari sikap bunuh diri ini.
Turunan level selanjutnya dari sikap acuh tak acuh masyarakat Bali pada prinsip-prinsip dharma menyebabkan mereka melakukan berbagai macam tindakan bodoh. Mereka senang sekali berkelahi dengan saudara, tetapi sangat welcome pada orang lain. Mereka senang sekali dipuji-puji walaupun penuh dengan pujian kosong dan munculnya sikap priyayi yang selalu merasa sebagai orang hebat, merasa sebagai atasan dan tidak pernah mau melayani. Akibatnya semua lini ekonomi yang diangap remeh, tetapi sebenarnya merupakan pelunag sangat bagus ludes disabot orang lain. Sementara mereka dengan bangganya menyatakan diri bekerja di hotel bintang empat dan bintang lima. Dengan bangganya menyatakan bahwa Bali menyumbang pendapatan perkapita paling besar untuk Indonesia. Lalu apakah orang Bali tahu siapa yang memiliki hotel-hotel dan tempat-tempat mereka bekerja? Apakah mereka tahu siapa yang menikmati semua yang mereka sajikan? Semuanya orang luar dan mereka pada dasarnya hanya sebagai pembantu di negeri sendiri. Mereka hanya menjadi “tontonan budaya” yang dijual dengan harga mahal oleh investor asing. Mereka tidak ubahnya seperti wanita penghibur yang dijual dan dibayar dengan upah seadanya. Sungguh tindakan bunuh diri yang sangat menyedihkan.
Tentunya ada sangat banyak tindakan bunuh diri orang Bali yang sedang menjadi tren yang tentunya tidak bisa saya tuliskan semuanya di sini. Namun saya harap bagi anda, putra Bali yang peduli dengan kelangsungan Bali untuk segera menyadari hal ini. Karena tindakan-tindakan bunuh diri ini sejatinya jauh lebih berbahaya dari pada serangan-serangan para misionaris dan kamum dakwah. Jika dianalogikan dengan badan kita, bibit penyakit itu selalu ada, hanya saja kita bisa tetap sehat karena anti body dan stamina kita tetap fit. Tetapi bagaimana jika sistem anti body dan stamina kita menurun? Penyakitpun akan segera menggerogoti dan bahkan bisa mengakhiri riwayat kita. Segera kembalikan spirit dari Bali, yaitu Veda atau relakan Bali hancur dan membiarkan kaum muda Bali memilih kepercayaan-kepercayaan yang lahir pada jaman Kali-Yuga yang memang sesuai dengan watak mereka yang materialistik.
Artikel yang DAHSYAAAT…..semoga semua tercerahkan.
suksma …
pelan tapi pasti… orang Bali akan menjadi layaknya orang Betawi… terpinggirkan di tanah kelahirannya sendiri.
@pande suksma bli dah di respon kiriman link tiang…..ya bli ini merupakan tanggung jawab kita bersama……rahayu…
setelah mengetahui semua ini, maka hendaknya kita melakukan apa y terbaik mulai dr diri kita sendiri
DIAM dan masuk ke dalam inti sumbu perputaran Roda BRAHMAN dan tetaplah menjadi SAKSI . . . Om Narayana Namaha . . .
Yes, in this case, I do agree with you. Setuju banget. Tapi ada satu hal yang membuat saya kurang sependapat. Anda bilang alasannya adalah yadnya orang Bali????? saya tidak setuju. Yang ada adalah, keangkuhan individu. Jangan salahkan yadnya. Menurut saya, karena yadya inilah Bali masih hidup, klo kita hanya menari, bernyanyi, menabuh ketipung kecil tiap hari, mungkin Bali sudah mati sebelum bunuh diri. Bukttinya, di India???? Hindu sudah mati duluan, padahal mereka tidak pernah beryadnya seperti orang Bali. Yadny itu rantai ekonomi orang Bali, bro. jangan rasuki kami dengan faham hare krisna, silahkan pakai sendiri. Dengan beryadnya, justru mensejahterakan masyarakat, yang kaya beryadnya, dagang busung menikmati, dagang nyuh menikmati,sekeha gong menikmati, sekeha kekawin menikmati. tapi klo cuman nari-nari, bernyanyi, main ketipung, pengangguran akan semakin banyak. Kasihan dadong saya dagang busung, kasihan pekak saya sekeha gong, kasihan dalang, kasihan penari topeng, jangan berfikir sempit bro. Justru klo anda mencoba merubah itu, dengan pandangan anda, anda akan membunuh Bali lebih cepat. Bukan itu masalahnya, tapi bagaimana penyadaran moral masyarakat, jangan cekoki dengan doktrin baru tapi bina yang sudah ada. Jangan menghina tapi membina.
Trus ahimsa maksudnya apa sih???? dalam konteks apa???? mecaru??? ngelawar????? nampah???? Bukankah Shiva is the greates killer??? berapa banyak raksasa, berapa banyak manusia yang sudah dibunuh krisna???? memang itu tujuannya kebaikan, tapi nampah, mebat, itu juga tujuannya kebaikan, kita berbagi dengan sesama.
Atau maksud anda agar semua orang Bali vegetarian???? itu bagus buat kesehatan, tapi gak semua orang seberuntung anda, mereka yang bekerja berat sebagai buruh, klo vegetarian, mreka gak kuat bro. Selain itu, klo semua vegetrian, tumbuh-tumbuhan berkurang, binatang makin banyak, karbondioksida nggak ada yang menyerap bro, alam nggak seimbang, jadinya polusi juga bro. Realistis dong. Tumbuh-tumbuhan juga punya nyawa, bukankah itu membunuh juga???
Yang baik adalah keseimbangan. Saya lebih setuju dengan ajaran dewi kwam in, lakukanlah suatu keseimbangan dengan selalu berbuat baik berdasarkan dharma, jangan memaksakan diri untuk melakukan hal berlebihan, lebih makan dagng, jelek, lebihan makan sayur juga jelek, pasti ada efek negatifnya, klo bisa, seimbang, sesuai porsi yang dibutuhkan tubuh, pasti kita sehat.
Selebihnya, maaf, saya tidak tahu veda, tidak tahu sastra, yang saya tahu, saya terlahir di Bali, hidup seiring dengan yadnya ala Bali, dan saya tidak pernah merasa bunuh diri. Justru, ketenangan batin yang saya rasakan jika mampu melaksanankan. Justru saya merasa lebih tidak tenang jika haya sebatas nyanyi-nyanyi, nari dan main ketipung, serta cenceng kecil saja. Jika anda merasa pemuja Krisna, maaf klo salah dengar, saya orang bodoh, bukan master of Veda kayak anda, tapi bukankah Krisna bilang pada Arjuna, lakukan tugasmu sebagai seorang ksatria, jangan tanyakan mengapa dan untuk apa, tapi itu adalah dharmamu. Sama persis, bli, saya lahir sebagai nak Bali dengan slogan “Nak mula keto”, saya jalankan tugas saya sebagai pelaku “nak mula keto” kenapa dan untuk apa itu nggak penting, tapi itulah dharma saya. Bukankah di dunia ini semua nak mula keto???? Anda boleh merasa diri pintar, tahu banyak tentang veda, tapi jangan sombong, bilang ini menyimpang, itu salah, padahal saya yakin, anda belum tahu banyak, karena hanya orang yang baru tahu sedikitlah yang banyak omongnya. Coba pelajari lagi veda, apakah anda temukan jawaban selain “nak mule keto”??????
Coba dijawab, bro Ngarayana!!!! Apa dasar anda mengatakan duni tercipta dari vshnu???? apa dasar anda mengatakan shiva itu pemuja vishnu???? Kitab veda???? jika ya, siapa yang buat kitab itu???? anda tah namanya, tapi apakah anda kenal???? Apa landsan ilmiah dia menulis???? Wahyu???? Siapa yang mewahyukan??? Tuhan??? seperti apa Tuhan itu??? apa bukan makhluk dari planet lain??? bukti fisiknya apa????faktanya apa??? Itu cerita bro, gak ada gambar, nggak ada videonya, gak ada bekasnya, hanya sebatas yakin. Mengapa anda yakin dengan semua yang tidak pasti itu???? Ujung-ujungnya pati “nak mule keto” jadi “Ede pesan ngaden awak bise!!!!” kaden keto tutur anak lingsir
@ Nonametruth
Singkat aja coy……….
Agama Anda Apa? Apa yang mendasari seseorang dikatakan sebagai agama Hindu, Islam, Kristen dan sebagainya? Karena Kitab sucinya kan? Anda mengaku Hindu, tetapi menolak mempelajari Veda dan memahami sloka-sloka Veda, apakah anda masih bisa dikatakan Hindu?
Jika semua orang berpikir seperti anda dan mengatakan proses belajar mengajar dan memberi informasi tentang ajaran agama Hindu tidak boleh, lalu apa jadinya dengan Hindu? Bubarkan saja Parisada, bubarkan Depag dan semua LSM Hindu lainnya. Yang saya lihat di sini hanyalah kesempitan pola pikir anda dan ketidakmampuan anda dalam berdiskusi.
Yang sempit pola pikirnya itu anda man. Manusia diciptakan berbeda dengan pola pikir berbeda, kita semua nggak sama. Siapa bilang saya menolak ajaran veda, tidak sama sekali, tapi saya punya pandangan berbeda, yang picik itu anda, mau merubah tatanan, pandangan orang lain dengan pandangan anda man. Pemahaman anda dan saya, pastilah berbeda jika membaca sesuatu. Saya hanya menerapkan sesuatu yang saya tahu di Bali, bukan yang di India, saya pakai yang cocok, dan tidak pakai yang tidak cocok. Anda membawa pembenaran pandangan anda, pada orang lain, bubarkan parisada??? emang saya siapa??? anda siapa??? sadar dong.rubah diri anda dulu, sebelum merubah dunia. tanyakan, apakah dengan pandangan anda seperti itu, yang menganggap pandangan anda terhadap weda itu benar, sudah berbuat kebajikan lebih bahyak, dari orang Bali yang beryadnya dengan cara mereka, sesuai dengan sudut pandang mereka terhadap veda?? Apakah anda yakin anda akan mendapat Surga dan kami di Bali yang punya sudut pandang berbeda akan dapat neraka???
Lho koq gak di balas ya sama Tomblos, yang gak bisa diskusi itu siapa???? ya klo anda tanya agama saya, ya nggak punya, saya kan atheis, ha ha. Saya hanya percaya pada suatu kebenaran, maha kuasa, yang nggak punya nama tapi mempunyai semua nama, nggak terpikirkan, saya puja dengan nama Ida Sang Hyang Widhi. Klo nama itu ada di Veda, maaf, saya suka nama itu. yah, klo semua manusia diciptakan berpandangan sama kayak Tomblos, mungkin dunia ini aman ya, tentram, semua orang masuk surga, ha ha ha. Tapi sayang, saya diciptakan beda, yah tapi nggak apa-apa, saya tetap bangga pada keyakinan saya.
Diskusi yang sangat menarik. Tapi hendaknya kita selalu menggunakan kepala dingin dan kata” sopan dalam mengungkapkan ide dan pandangan kita. Tentang yadnya yang kita perdebatkan disini, menurut saya tidak bisa dilaksanakan dengan dasar “nak mulo keto”. Semua memiliki aturan tersendiri. Yang mana aturan” dalam beryadnya semuanya telah tertuang dalam wedha. Perlu kita ingat bahwa setiap banten memiliki makna dan arti tersendiri. Beda banten, beda juga maknanya. Karna itulah kita tidak bisa membuat banten secara awag” karena banten adalah refleksi dari do’a yang kita karyakan. Istilah “nak mule keto” lahir karena kita sebagai umat hindu, awam akan wedha. Jadi jika kita beryadnya, hanya mengikuti aturan yang telah ada secara turun temurun tanpa paham makna dari yadnya tersebut. Mengenai besar kecilnya yadnya yang kita lakukan, semuanya kembali kepada diri kita masing masing. Jika kita memang mampu, ya silahkan saja. Karena besar kecilnya yadnya dalam wedha dapat di bedakan menjadi beberapa golongan yaitu : nista ning nista, nista ning madya, nista ning madya, madya ning nista, madya ning madya, madya ning utama, utama ning nista, utama ning madya, utama ning utama. Semua akan sampai juga kehadapan Ida Shang Hyang widhi. Jadi terserah kita mampu melaksanakan yang mana, tanpa harus membebani kita sendiri. Inilah keluesan agama hindu yang sangat saya kagumi. Perlu kita ingat aturan yadnya yang paling dasar adalah jangan beryadnya secara berlebihan tanpa mengerti apa maknanya. Apalagi jika yadnya itu akan memberatkan diri kita sendiri, itu semua akan mubasir. Bukankah pengertian yadnya adalah korban suci secara tulus iklas yang kita haturkan kehadapan Ida Shang hyang widhi. Dewasa ini sering saya perhatikan orang beryadnya tanpa mengikuti aturan yang ada. Bahkan ada seorang rekan saya yang beralih memeluk agama lain karena merasa tidak mampu lagi melaksanakan yadnya yang begitu memberatkan bagi dia. Memang tidak bisa dipungkiri didaerah saya yaitu sulawesi tengah, yang namanya odalan itu buanyak banget. Bahkan bantennya pun suangat buanyak. Yang lucunya ketika saya tanyakan makna itu semua, tidak ada yang tahu. Jika hal ini di biarkan, akan semakin banyak saudara kita yang beralih memeluk agama lain. Jadi yadnya yang berasas “nak mule keto” harus kita ganti dengan yadnya yang berasakan wedha. Sudah tugas kita sebagai generasi muda umat hindu untuk mengikis pemikiran tersebut dan mengembalikan yandnya kembali ke jalan wedha sesuai dengan tluktuk yang ada. Tentunya peran aktif parisada, depag bimas hindu, serta segenap instansi terkait sangat kita harapkan. Terlepas dari beda pendapat, saya salut akan sikap kritis generasi muda hindu dalam diskusi ini.
@ All
PHDI, Ketua2 Adat, Kepala2 Desa, Camat, Bupati, Gubernur, Anda semua jangan mabuk dengan predikat yang diberikan oleh orang luar: Bali Pulau Seribu Pura, Pulau Devata, Surga Asia, dll. Kalau Anda semua tidak sadar, maka Seribu Pura akan jadi Seribu Mesjid atau Seribu Gereja, Pulau Devata akan menjadi Pulau Asura (karena orangnya memuja materi).
@ngarayana
@all harikrisna
Sebenarnya disini udah terbukti siapa yang menabuhkan perang, saya tidak habis pikir apa semua pengikut harikrisna memusuhi siwais, jeles jelas bali dari dulu siwais dan akhirnya dipojokkan… apa ini perdebatan yang arahnya baik… apa semuanya atas dasar weda.. seharusnya yang hrikrisna yang sudah menganggap menemukan Tuhan sesungguhnya sikapnya lebih kompromi kepada siwais.. kenapa sikap kalian ‘menyalahkan’ menganggap siwais musuh, seharusnya mengahargai kami yang siwais, apa begitu penting nama Krisna sehingga harus semua umat hindu mengakuinya,,, trus bagaimana dengan umat lain?????????? apa nanti setelah semua umat hindu di dunia mengakui krisna yang paling utama trus kalian akan memaksa umat lain mengakui yang sama…. kemana jalan pikiran kalian. Saya tau bli ngarayana orng bali… bli itu sudah meludah keatas… apa semua orang bali digambarkan seperti diatas??????? apa anda yakin dengan harikrisna bali akan langgeng????? apa anda yakin yadnya di bali salah dari weda??????? kenapa anda tidak menyalahkan para waisnawa dahulu tidak menyebarkannya ke indonesia????? Saya sebenarnya sangat respek sama bli ngarayana yang pengetahuannya tinggi….. Yang paling utama disini ORANG-ORANG HARI KRISNA INDONESIA menganggap dirinya paling benar… dan karena hindu basisnya di bali yang siwais, yh jadilah orang bali sasaran empuk…. hare krisna hare krisna, krisna krisna , hare hare
@ Yudana
Tolong jangan teriak-teriak begitu. Nggak baik didengar orang. Coba deh baca pelan-pelan artikelnya. Terus komentari dengan pelan-pelan, tanpa perlu histeris kayak orang kesurupan seperti itu.
Nggak ada kok yang memusuhi penyembah Siva. Hare Krishna sangat hormat kepada Siva dan bhaktanya.
Oh iya, walaupun kata Hari itu benar, tapi untuk ini yang dibakukan adalah Hare. Jadi Hare Krishna, bukan Hari krishna.