Terdapat kasus yang cukup menarik yang mungkin harus dipertanyakan lagi oleh seluruh umat Hindu di Bali pada khususnya prihal tindak tanduk dan pemahaman mereka saat ini. Jangan sampai semua kegiatan keagamaan umat Hindu berjalan tanpa arah dan bagaikan berkata tanpa makna.
Artikel ini juga saya coba tuliskan untuk memberi tanggapan pada sebuah comment dari seorang non-Hindu di home page ini. Meski tidak 100% benar, namun apa yang dia sampaikan dan tuliskan dalam commentnya itu prihal kesurupan, kerauhan dan upacara adalah suatu hal yang patut dipertimbangkan.
Bak sebuah sistem organisasi, untuk dapat diakui kesahihan sistem manajemennya, maka mereka harus menerapkan ISO 9001 prihal Sistem manajemen mutu – Persyaratan. Dimana dalam sistem tersebut terdapat Plan ā Do ā Chack ā Act (P-D-C-A) yang harus dilakukan secara berkelanjutan. Sistem yang baik haruslah memiliki control dan penerimaan masukan dan kritikan dari konsumen demi continual improvement. Ā Dan demikian juga dengan Hindu yang jika dipandang sebagai sebuah sistem, maka selayaknyalah bersedia menerima masukan demi kelangsungan Hindu dan kesusksesan semua umat Hindu dalam pendakian spiritualitas mereka masing-masing.
Bagaimana seharusnya kita melakukan ritual keagamaan?
Dalam Bhagavad Gita 17.13 disebutkan; āvidhi-hĆ©nam asƄƱƶƤnnaĆ mantra-hĆ©nam adakƱiĆ«am ƧraddhƤ-virahitaĆ yajĆÆaĆ tƤmasaĆ paricakƱate, Korban suci apa pun yang dilakukan tanpa mempedulikan petunjuk kitab suci, tanpa membagikan prasadam [makanan rohani], tanpa mengucapkan mantra-mantra veda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan dianggap korban suci dalam sifat kebodohanā.
Pertanyaannya, sudahkan kita mempedulikan kitab suci kita dalam melakukan berbagai ritual keagamaan kita selama ini? Aau jangan-jangan kita masih berpedoman pada kasus klasik ānak mulo ketoā (memang seperti itu)? Jika jawabannya adalah ānak mulo ketoā maka harus kita akui bahwa apa yang kita lakukan selama ini adalah kegiatan ritual keagamaan dalam sifat kebodohan.
Tapi saya yakin salah satu dari anda akan mengatakan bahwa ritual agama yang kita lakukan, terutama di Bali selama ini sudah didasarkan atas sastra, yaitu lontar-lontar. Pertanyaannya, apakah lontar yang kita pakai sahih dan sejalan dengan ajaran Veda? Kenapa saya bertanya demikian? Veda dengan tegas menyatakan bahwa sapi tidak boleh dibunuh dan dikorbankan, apa lagi dimakan, ānamo brahmaĆ«ya-devƤya go-brƤhmaĆ«a-hitƤya ca jagad-dhitƤya kƄƱƫƤya govindƤya namo namaĆ¹ā, lalu kenapa kita masih saja membantai sapid an menjadikannya tumbal dalam setia upacara keagamaan kita? Sekarang pertanyaan berikutnya muncul kembali, benarkah kita pengikut Veda dan beragama Hindu?
Jika Veda diibaratkan UUD dan lontar-lontar dan sastra yang kita gunakan untuk dasar upacara adalah UU, PP, Kepres atau menpres, maka sudah seharusnyalah aturan-aturan yang tercakup dalam lontar-lontar yang kita acu tidak boleh bertentangan dengan ajaran Veda yang merupakan ajaran dasar. Jika lontar tersebut bertentangan, maka lontar tersebut tidak dapat kita jadikan acuan jika memang kita mengaku sebagai Hindu. Namun beda halnya jika kita mengaku sebagai Agama Bali sebagaimana pernah saya singgung dalam artikel sebelumnya.
Kegiatan dan korban suci apapun yang dilakukan, sepatutnyalah harus didasarkan dan tidak boleh bertentangan dengan kita suci kita, yaitu Veda. āaphalƤkƤƬkƱibhir yajĆÆo vidhi-diƱƶo ya ijyate yaƱƶavyam eveti manaĆ¹ samƤdhƤya sa sƤttvikaĆ¹ā (Bhagavad Gita 17.11).
Pertanyaannya berikutnya, siapakah yang kita sembah selama ini?
Dalam setiap persembahyangan saya sangat senang memperhatikan ucapan para pemangku kita dalam memimpin upacara. Mereka kebanyakan menggunakan bahasa Bali sehingga tidaklah sulit untuk dapat kita pahami maksudnya. Sebuah petikan ucapan mereka adalah seperti ini; āAinggih sesuhunan tityang sane melinggih deriki. Ida betara Wayan, Ida betara Ketut, Ida betara Nyoman sane ngembel jagat, presidake I ratu nyingakin panjak I ratu, mangda sida I ratu ngicenin kerahayuan, ngicenin wangsupada druwene lan nyarengin kijake panjak I retune nunas mertaā. Inti dari doa yang diucapkan oleh pemangku tersebut adalah memuja sosok yang berstana di pura tersebut yang sudah jelas bukan Tuhan sebagaimana yang disampaikan dalam ajaran Veda, tetapi adalah āancanganā atau mahluk/roh leluhur/individu lainnya yang memang distanakan di pura tersebut.
Benarkah ritual pemujaan yang kita lakukan tersebut jika dikembalikan ke ajaran Veda?
Dalam Bhagavad Gita 9.25 Sri Krishna dengan sangat jelas mengatakan; āyƤnti deva-vratƤ devƤn pitĆØn yƤnti pitĆ„-vratĆ¤Ć¹ bhĆ¼tƤni yƤnti bhĆ¼tejyƤ yƤnti mad-yƤjino ‘pi mƤm, Orang yang menyembah dewa-dewa akan dilahirkan di antara para dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah makhluk-makhluk seperti itu, dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Kuā. Jadi berdasarkan sloka ini, jika memang tujuan kita adalah moksatram dan jagadhita, maka kita harus memuja Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan memuja Tuhanlah kita dapat kembali ke alam moksa (alam rohani).
Lalu bagaimana dengan pemujaan terhadap mahluk yang lain termasuk dewa, bhuta kala dan leluhur?
Sebagaimana pernyataan Arjuna dalam Bhagavad Gita 1.41; āsaƬkaro narakƤyaiva kula-ghnƤnĆ¤Ć kulasya ca patanti pitaro hy eĆ±Ć¤Ć lupta-piĆ«Ć²odaka-kriyĆ¤Ć¹ā, Leluhur harus kita hormati karena atas jasa-jasa merekalah kita ada dan bisa hidup seperti saat ini. Orang yang menghancurkan tradisi keluarga dan lupa akan leluhurnya sudah pasti akan mendapat ganjaran di neraka.
Namun pemujaan terhadap leluhur tidak dapat berdiri sendiri, seseorang harus sadar bahwa dia menghormati leluhur dengan cara berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya beliaulah sumber segala-galanya, hanya dengan sujud bhakti dan penyerahan diri kepada Tuhan sebagai anak yang suputralah roh leluhur kita dapat diselamatkan dan diangkat ke kedudukan yang lebih tinggi. Karena Tuhan adalah korban suci, ritual dan persembahan kepada leluhur yang paling agung (Bhagavad Gita 9.16).
Bagaimana dengan āancanganā atau mahluk-mahluk halus penjaga pura?
Inilah permasalahan krusial yang harus disadari baik oleh umat Hindu maupun umat beragama yang lain dalam memandang Hindu. Secara kebatinan, memang benar bahwasanya sebagian besar tempat suci umat Hindu di Bali dijaga oleh mahluk-mahluk kasat mata dengan berbagai macam wujudnya. Diibaratkan sebuah rumah, āancanganā atau mahluk halus penjaga tersebut seperti halnya satpam dan anjing penjaga dan disamping itu di rumah tesebut juga terdapat para pembantu dan kaki tangan sang majikan yang kurang lebih dapat dianalogikan dengan mahluk-mahluk halus yang lain seperti para bidadari dan para dewa. Lalu, siapakah yang harus kita puja dari mereka yang ada dan berstana di pura tersebut?
Tentunya yang harus kita sembah hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, karena para dewa yang mengendalikan semua fungsi-fungsi alam materialpun selalu memuja dan mengagungkan Sri Hari, Narayana, Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavad Gita 11.45). Namun bukan berarti kita tidak menghormati para dewa. Kita harus selalu sujud hormat kepada para dewa dan bahkan pada setiap mahluk hidup yang sudah menginsyafi kebenaran yang mutlak.
Dalam Siva Purana disebutkan bahwa Parvati bertanya kepada suaminya Siva, āDari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada siapakah yang paling sempurna? Dan siapakah kepribadian tertinggi yang paling pantas dipuja?ā Siva menjawab, āAradhananamĀ sarvesam visnorĀ aradhanamĀ param, dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada Vishnu adalah yang paling tinggi tingkatannya. Tasmat parataram devi tadiyanam samarcanam, tetapi O Devi, ada lagi persembahyangan yang lebih utama dari ini yaitu memuja para penyembah (bhakta) Visnuā.
Sehubungan dengan hal ini, Sri Rama dalam kisah Ramayana juga mencontohkan kepada umat manusia agar memuja dan menghormati penyembah Tuhan. Meskipun dalam Bhagavata Purana 12.136 dikatakan;āVaisnavanam yatha sambhuh, diantara semua penyembah (bhakta) Visnu, Sambhu (Siva) adalah yang paling utamaā. Meskipun Rama adalah Avatara Visnu (Tuhan sendiri), namun beliau juga tetap melakukan ritual pemujaan di depan lingam Siva dan memohon ijin kepada Siva untuk membunuh muridnya.Ā Inilah ālilaā yang mencontohkan kepada umat manusia untuk dapat menjadi pelayan dari pelayan Tuhan, ādasa anu dasaā. Sri Krishnapun menegaskan hal ini Ā kepada Arjuna dalam Adi-Purana, Mahabharata; āYe meĀ bhakta janah partha na me bhaktas ca te janah, wahai Partha, orang yang berkata dirinya adalahĀ bhakta Ku, sesungguhnya bukan bhaktaKu. Mad bhaktanam ca ye bhakta te me bhaktata mamatah, tetapi orang yang berkata bahwa dirinya adalah bhakta dari bhakta-Ku, dia lah bhaktaKu yang sebenarnyaā.
Jadi dalam konteknya berkenaan dengan pura yang ada di Bali khususnya, maka sudah sepatutnya umat Hindu memuja dan menghormati para dewa dan melayani orang suci yang melakukan ritual di pura tersebut karena mereka adalah pelayan dan penyembah Tuhan. Dan kita dalam melakukan hal tersebut haruslah sadar bahwa kita hormat dan bersujud kepada para dewa dalam kontek dimana para dewa adalah pelayan Tuhan, bukan menganggap para dewa adalah sesembahan yang paling tinggi.
Bagaimana dengan para āancanganā atau buta kala?
Ancangan penjaga pura adalah mahluk yang paling sering memperlihatkan keberadaannya di lingkungan pura tersebut. Mereka adalah pelayan yang menjaga pura tersebut dari tangan-tangan jahil. Jadi jangan heran jika anda menyaksikan banyak tayangan TV yang memperlihatkan bahwa di pura terdapat mahluk-mahluk halus yang sering kali dengan muka menyeramkan. Bukan berarti hal tersebut membenarkan bahwa umat Hindu adalah pemuja hantu dan setan, sama sekali bukan.
Namun demikian sayapun tidak membantah dan menyalahkan angapan umat lain akan hal ini secara 100%. Karena pada kenyataany banyak umat Hindu yang terperosok dalam kesalahpahaman konsep dan jatuh dalam pemujaan yang keliru. Sering kali pemujaan terhadap buta kala dinomorsatukan dan pemujaan terhadap Tuhan dikesampingkan. Cobala kita tengok praktek upacara keagamaan yang kita lakukan dewasa ini. Kenapa lebih banyak melakukan āpecaruanā yang ditujukan kepada mahluk halus ini dibandingkan pemujaan kepada Tuhan? Adalah sloka Veda yang menyatakan bahwa Tuhan meminta sesembahan arak, brem, darah dan korban biantang lainnya? Tidakkah semua sesembahan seperti itu ditujukan pada buta kala/mahluk halus?
āpatraĆ puƱpaĆ phalaĆ toyaĆ yo me bhaktyƤ prayacchati tad ahaĆ bhakty-upahĆ„tam aƧnƤmi prayatƤtmanaĆ¹ (Bhagavad Gita 9.26), Tuhan hanya menyatakan bahwa Beliau akan menerima persembahan yang meskipun hanya berupa bunga, buah, daun dan air tetapi dilakukan dengan sujud bhakti dan cinta kasih kepada Beliau. Beliau hanya meminta rasa bhakti kita, bukan persembahan material tersebut. Bahkan tanpa persembahan materi seperti itupun cinta bahkti seseorang yang tulus akan diterima oleh Tuhan.
Bagaikan seekor anjing yang dapat menjadi anjing penjaga rumah yang baik atau malah menjadi musuh, demikian juga dengan mahluk halus. Dengan memperlakukan mereka dengan benar, mereka akan sangat berguna, namun dengan memperlakukan secara salah atau berlebihan maka kitalah yang akan rugi. Tengoklah setiap upacara besar di pura, apakah semua ākerauhanā/kesurupan yang terjadi adalah pertanda baik?
Kesurupan dapat diakibatkan oleh masuknya mahluk halus / bhuta kala, roh leluhur atau oleh para dewa/mahluk yang lebih suci. Namun tidak pernah ada istilah Tuhan yang turun dan masuk kedalam badan seseorang yang menyebabkan dia kesurupan. Dalam Bhagavad Gita 4.6 disebutkan; ājo ‘pi sann avyayƤtmƤ bhĆ¼tƤnƤm ƩƧvaro ‘pi san prakĆ„tiĆ svƤm adhiƱƶhƤya sambhavƤmy Ƥtma-mƤyayƤ, Walaupun Aku tidak dilahirkan dan badan rohani-Ku tidak pernah merosot, dan walaupun Aku penguasa semua makhluk hidup, Aku masih muncul pada setiap jaman dalam bentuk rohani-Ku yang asliā. Jadi Tuhan tidak pernah menurun pada fisik seseorang, tetapi jika Beliau muncul ke dunia ini, maka Beliau akan mengambil perwujudan Beliau sendiri yang cirri-ciri fisiknya tidak akan pernah dapat disamai oleh mahluk hidup manapun di dunia ini.
Kesurupan oleh mahluk halus biasanya dicirikan dengan permintaan ālabaā/sesaji yang bersifat tamas, seperti darah, daging, telur, dan minuman keras. Kesurupan oleh leluhur lebih mengarah pada nasihat atau sesuatu yang berkaitan dengan keturunannya dan kesurupan oleh mahluk yang lebih tinggi lagi seperti golongan para dewa tidak pernah meminta sesaji apapun, tetapi akan memberikan sabda-sabda yang mengarah kepada satvika.
Celakanya, ternyata jenis kesurupan yang paling banyak terjadi dan kita agung-agungkan selama ini adalah kesurupan oleh mahluk halus. Kenapa hal ini terjadi? Karena kita terlalu āmemanjakanā mahluk halus tersebut. Kita mengagung-agungkan dan takut pada mereka, padahal pada dasarnya kedudukan mereka tidaklah lebih tinggi dari manusia. Kita lebih banyak memberikan sesaji kepada mahluk halus dari pada kita memuja Tuhan dan sujud kehadapan para penyembah (bhakta) Tuhan.
Oleh karena itu, seimbangkanlah antara sesajen yang diberikan kepada āmahluk halus penjagaā, dan penghormatan kepada dewa. Dan yang terpenting selalu ingat dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Utamakan majikan (baca: Tuhan), hormati kaki tangannya (para dewa) dan perlakukan anjing penjaga (ancangan/mahluk halus) dengan tepat.
Saya mengganti upakara untuk butha dengan sedikit menjaga keasrian lingkungan, saya mengesampingkan upakara untuk manusia dengan setidaknya saya cukup bahagia melihat mereka tersenyum bersama-sama dan berbahagia…, ah…, terakhir saya meninggalkan Tuhan, setidaknya Dia akan paham mengapa nama-Nya tidak ada dalam daftar hal-hal yang harus saya dahulukan.
Interesting and informative. But will you write about this one more?
Rahajeng
Seperti yang di sebutkan:
“wahai Partha, orang yang berkata dirinya adalah bhakta Ku, sesungguhnya bukan bhaktaKu,tetapi orang yang berkata bahwa dirinya adalah bhakta dari bhakta-Ku, dia lah bhaktaKu yang sebenarnyaā.
Lalu kalo kita menyembah langsung, apakah itu bukan berarti kita menganggap diri kita bhakta TYME sehingga hampir mengena dengan kalimat pertama (sebelum tetapi), oleh karena itulah kita menyembah Dewa2 atau Para Bhakta TYME sehingga sesuai dengan kalimat yang kedua (setelah tetapi)
Mohon pencerahannya terhadap sloka tersebut diata, agar tidak salah dalam persepsi masing2 orang.
Suksema
OSSSO
Om Swastiastu Dek5U4R
Saya juga tidak berani mengatakan bahwa apa yang sudah dan saya sampaikan prihal penjelasan sloka ini adalah mutlak benar, namun saya memberikan pengambaran sebagaimana yang pernah saya dengar sebelumnya.
Bolehkan kita memuja Tuhan secara langsung tanpa melalui Bhakta-Nya? Sangat-sangat boleh, tapi sudahkan kita memiliki kualifikasi yang cukup?
Dalam melakukan sadana bhakti dan pemujaan kepada Tuhan, dalam kualifikasi kita saat ini yang jauh dari kata “suci”, mungkin kita tidak akan dapat melakukan pelayanan yang bersifat tulus dan murni kepada Tuhan tanpa diikuti pelayanan kepada para Bhakta Tuhan sebagaimana yang dapat dilakukan oleh mereka yang benar-benar telah mencapai keinsyafan diri total. karena itu kita sebaiknya memberi pelayanan dan penghormatan kepada para penyembah Tuhan. dan tentunya pelayanan ini dilakukan dengan kontek kesadaran bahwa kita memuja Tuhan.
Contoh kongkritnya seperti ini;
Dewa Siva adalah penyembah Tuhan yang paling agung (Bhagavata Purana 12.13.6 ). Oleh karena itu kita boleh dan bahkan sebaiknya sujud sembah kepada Siva. TETAPI dengan kesadaran bahwa kita sedang melayani Siva sebagai Bhakta Tuhan. Pelayanan seperti ini adalah pelayanan yang sangat mulia dan agung. hanya saja jangan sampai kita menyembah Siva atau dewa-dewa yang lain dengan memposisikan mereka sebagai Tuhan. (lihat Bhagavad Gita 9.25 )
Tentunya melayani Siva juga bukan perkara mudah, karena beliau adalah kepribadian paling agung di alam ini. Oleh karena itu, sikap konkrit kita dalam memuja Tuhan dengan konsep “dasa anu dasa” disini adalah melayani para penyembah Tuhan yang lain, seperti melayani guru kerohanian, para penekun kerohanian dan bahkan rekan sejawat kita yang sedang melakukan pencaharian dalam bidang krohanian.
Buat senior-senior yang mungkin lebih paham akan hal ini mohon mengoreksi penjelasan saya.
Suksma,-
mas ngara,saya baru membaca kalau hindu itu kaya dengan aliran dan filsafat. sesekali bahas arya samaj mas,karena dengar2 gerakan ini sangat bersemangat menghindukan kembali orang konvert ke agama lain dan berhasil mungkin bisa jadi motifasi untuk hindu di indonesia menjadi agama missi. saya sendiri melihat agama hindu kurang berani atau malu-malu berdakwah/missi ke orang-orang non hindu.untuk saya ini bukan perkara pindah agama atau tidak tapi kesempatan melihat kebenaran lain yang ditutupi sengaja atau tidak sengaja,saya menyesal tidak mengenal hindu dari dulu,lewat hindu dan buddha saya melihat cara yang paling bijaksana dalam menjalani hidup dan india sebagai surga filsafat yang tiada tandingan,oh ya mas saya nanya juga apakah ada hubungan pendiri isckon yang mulia srila prabhupada dengan rsi vivekanda pendiri ramakrishna mission? saya pribadi kagum dengan hindu bahwa agama ini bisa sampai ke kerajaan kutai di kalimantan timur jauh dari jalur dagang yang lazim seperti sumatra dan jawa,ini misteri kenapa hindu bisa sampai disana,tentu ada motif missi sehingga ada hindu disana.meminjam istilah buku pak suryanto”bannggalah menjadi hindu”
sangat membingungkan………..
kenapa justru kita menyembah langsung tuhan harus memiliki kualifikasi?
menyembah dewa dengan tidak memposisikannya sebagai tuhan justru akan terjebak kedalam penyembahan terhadap dewa itu sendiri…
menye3mbah Krisna lebih membingungkan lagi, kenapa? oleh karena krisna adalah awatara wisnu. sedangkan wisnu sendiri adalah dewa, mengapa bukan menyembah wisnu secara langsung?
bagaimana dengan ber-japa? dengan menyebutkan nama2 dewa, apakah itu termasuk menyembah dewa????
mohon pencerahannya.
suksma.
Sangat informative. saya sendiri tidak pernah suka dengan segala sesaji yang aneh-aneh, sering saya ngomong sama Ibu saya, kenapa sesajinya harus dibuat seperti itu??? kenapa tidak yang sederrhana saja???
Klo tyang pribadi,mlahan sneng mlhat sesaji yg aneh2,kya gebogan,yg tyang lhat seninya..pernah tyang tanya ke ibu,knapa ga mmbwt ssjen yg sderhn sja..jwban ibu tyang,uang apa sih artinya,dbanding ktulusan ibu ngturang bakti mjeng ring Ida..lagian uang ga d bwa mati,tp karma perbuatanlah yg akan d bawa ke sunya loka..jwaban bjak dri seorang ibu yg tyang hormati..
Bg orang bali kbnyakan,memang ga ad yg ribet skalipun karena didasari atas ktulusan hati dlm menghturkan smbah bhakti khadapanNYA
Saya juga bingung bli ketut
dan juga saya setuju dengan bli ajunk, yang terpenting dalam melakukan ritual agama adalah rasa tulus iklas.
dan salah satu perwujudan rasa tulus iklas adalah saat adanya niat yang dilanjutkan dengan tindakan, dan saya pikir apalah artinya kita memuja Dia tanpa adanya tindakan nyata yang tulus iklas dalam berkarya untuk dipersembahkan kepadaNya.
@ Soony
Hindu adalah agama misi, hanya saja di Hindu ada pembeda yang jelas antara agama, politik dan bidang-bidang yang lainnya yang dituangkan kedalam catur varna. Hal ini dilakukan agar terjadi profesionalitas dalam setiap tugas dan kewajiban yang diemban oleh setiap orang.Seorang rohaniawan Hindu tidak boleh terlibat dalam politik dan kekuasaan. Mereka hanya boleh menjadi penasehat penguasa, bukan mengmbil keputusan politik. Karena itulah penyebaran Hindu saat ini terkesan tidak seradikal para kaum dakwah dan misionaris yang memanfaatkan wahana politik dan kekuasaan
Prabhupada dan juga vivekanda pergi ke dunia barat seorang diri dan tanpa bermodal apa-apa kecuali filsafat, spiritualitas dan kemampuan berdebat. Bahkan jika membaca biographi Prabhupada, beliau sendiri sama sekali tidak punya apa-apa saat tiba di New York. Namun karena kemampuan spiritualnya, beliau sukses menyadarkan para kaum hipies, berandalan dan atheis pada waktu itu. Sehingga sangat banyak orang tua yang berterimakasih pada Prabhupada karena telah merubah sifat anak-anak mereka menjadi jauh lebih baik. Dalam sebuah diskusi Prabhupada juga sempat ditanya; “Apakah anda datang ke Amerika untuk mengubah orang Kristen menjadi Hindu?”. Prabhupada menjelaskan bahwa dirinya tidak ingin merubah agama seseorang karena agama hanyalah simbol-simbol duniawi. Tetapi beliau ingin mengembalikan manusia pada Dharma dan spiritualitas yang merupakan sifat dasar setiap orang yang ada bukan karena pengkotaan duniawi. Dan lebih lanjut prabhupada mengatakan bahwa apapun agama di KTP-mu dan apapun atributmu, yang penting kamu dapat selalu ingat dan tidak lupa pada Tuhan. Sebelum wafat, beliau mendirikan 108 temple dan ISKCON center di seluruh dunia dan saat ini para pengikut beliau dikenal dengan Modern Hindu dan merupakan komunitas yang sangat besar di Amerika dan Eropa.
Adakah hubungan Prabhupada dan vivekanda?
Mereka dari garis perguruan yang berbeda. Vivekananda lebih menitik beratkan ajarannya vedanta dan yoga dan beliau menyebarkan ajaran Hindu dengan melakukan pendekatan pada ajaran Kristen. Tetapi Prabhupada menitik beratkan pada ajaran Bhakti dan beliau menyebarkan ajarannya dengan sadana yang ketat dan menetapkan standar tertentu sesuai dengan ajaran Veda tanpa kompromi terhadap “penyimpangan” yang mungkin ada sebelumnya. Contohnya jika ada orang yang ingin berguru kepada beliau, maka orang itu harus bersedia vegetarian (kecuali untuk murid-murid beliau yang suku eskimo karena memang tidak ada sayur di sana), melakukan sadana japa, menghindari pergaulan bebas. dan mengenai filsafat yang desebarkan juga sepertinya melalui pendekatan yang berbeda.
Ngarayana, tyang sgt menyukai setiap artikel2 anda,sgt mencerahkan tyang, bisa tyang ijin copy artikelnya ?
Suksema
@ Ketut and Ari;
Bolehkan memuja Tuhan secara langsung?
sangat-sangat boleh, tapi sanggupkan kita mengenal Tuhan secara langsung? coba kita jujur pada diri kita sendiri. Dari mana kita tahu bahwa Sri Hari, atau yang disebut Sri Narayana itu adalah Tuhan? dari kitab suci kan? dapatkan kita menyatakan bahwa Sri hari adalah Tuhan jika kita tidak membaca kitab suci? Tidak kan? Oleh karena itu ternyata dengan kualifikasi kita saat ini kita tidak mampu mengenal Tuhan dengan baik. Kita masih memerlukan bimbingan kitab suci dan juga orang-orang suci. dan artinya untuk mengetahui Tuhan secara benar kita harus mau bertanya kepada orang-orang yang sudah insyaf. Bisakah kita bertanya pada orang-orang yang insyaf tersebut tanpa sikap hormat? kalau anda datang dengan sikap congkak, pasti ilmu yang mereka miliki tidak akan diberikan kepada anda, mereka akan menyuruh anda belajar mengendalikan diri dulu dan melakukan panca yama bratha dan panca nyama bratha.
Jika saya analogikan dengan presiden dan rakyatnya. maka untuk menghadap dan menemui presiden, kita juga harus melalui para mentri dan ajudannya karena kita hanya “rakyat biasa yang tidak punya kualifikasi”. Jika sebelum ketemu presiden saja kita sudah congkak dan memperlakukan ajudan beliau dengan semena-mena, apa mungkin kita di ijinkan menemui presiden? Tapi jika anda telah memiliki hubungan khusus dengan presiden, maka anda bertandang kapanpun dan dimanapun tidak akan ada masalah kan?
Tuhanpun seperti itu… kita boleh saja mengangap diri kita bisa berhubungan langsung dengan Tuhan dan bisa saja menyatakan “saya anak Tuhan”. Tapi apa benar kita bisa berhubungan langsung secara pribadi kepada Tuhan seperti halnya para orang suci dan Yogin? bagaimana untuk bisa seperti yogin dan orang suci tersebut? dekati para guru suci tersebut, hormati mereka dan belajar dari mereka sehingga anda punya kualifikasi yang sama dan dapat berhubungan langsung dengan Tuhan.
semuanya ada prosesnya.. untuk mendapat gelar Doktor, kita harus TK, SD, SMP, SMA, Kuliah S1, S2 dan S3 dulu. bisakah mendapat gelar itu langsung? Bisa, tapi hanya untuk orang-orang yang lahir super jenius. Tapi kita bukan orang-orang super jenius.
Menyembah dewa boleh, tapi HARUS tahu bahwa yang kita sembah sujatinya adalah Tuhan yang posisinya di atas para dewa.
Apakah Krishna avatara dewa Visnu? dan Krishna adalah Deva?
Pertanyaan bagus dan memang perlu waktu 1 smester untuk menjelaskan ini… he.he..
Coba tengok sloka-sloka berikut;
Bhagavata Purana 1.3.28; “krishna tu bhagavan svayam, Krishna adalah kepribadian Tuhan yang asli”
Bhagavad Gita 9.11 Orang bodoh mengejek diri-Ku bila Aku menurun dalam bentuk seperti manusia. Mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada.
Bhagavad Gita 7.3 Di antara beribu-ribu orang, mungkin ada satu yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, dan di antara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada satupun yang mengetahui tentang diri-Ku dengan sebenarnya.
Bhagavad Gita 15.15 Aku bersemayam di dalam hati setiap makhluk, ingatan, pengetahuan, dan pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus diketahui dari segala veda; memang Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah yang mengetahui veda.
Sloka-sloka di atas menyatakan dengan jelas bahwa Krisna adalah Tuhan yaang maha esa sendiri dan Beliaulah yang harus diketahui dari seluruh Veda.
Bagaimana pada Catur Veda? Krishna dikenal sebagai Sri hari atau Narayana. Jika anda orang jawa yang masih memegang tradisi, pasti anda tahu kalau Noroyono adalah Tuhan itu sendiri. Pada awal penjelmaannya di penjara kamsa, Krishna muncul sebagai Narayana, tapi atas permintaan Devaki, ibunya, Krishna mengambil wujud bayi mungil yang lucu.
Bagaimana kedudukan Visnu? Coba baca artikel saya prihal tri guna avatara dulu ya..
Dan cobalah hayati sloka Bhagavad Gita 4.40 yang mengatakan; ” Tetapi orang yang bodoh dan tidak percaya yang ragu-ragu tentang kitab-kitab suci yang diwahyukan, tidak akan mencapai kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa; melainkan mereka jatuh. Tidak ada kebahagiaan bagi orang yang ragu-ragu, baik di dunia ini maupun dalam penjelmaan yang akan datang”.
bagaimana dengan berjapa dengan menyebut nama dewa-dewa? Sebaiknya berjapalah dengan menyebut nama-nama Tuhan. seperti pralada maharaj anak raja raksasa kamsha memuja Tuhan dengan menyebutkan; “Om Nama Bhagavate vasudevaya” dan Maha Rsi narada selalu mengatakan “narayana… narayana”
dan sesuai dengan kumpulan sloka-sloka yang saya kutip dalam artikel “hari-nama sankirtana” disebutkan bahwa pada jalam kali ini, persembahyangan yang paling tepat adalah menyanyikan dan mengucapkan nama suci Tuhan yang maha esa.
Dalam Brhan-Naradiya Purana (38.126) dan Kalisantarana Upanisad disebutkan;
hare krsna hare krsna
krsna krsna hare hare
hare rama hare rama
rama rama hare hare
iti sodasakam namnam
kali kalmasa nasanam
natah parataropayah
sarva vedesu drsyate
Hare Krishna Hare Krishna, Krishna Krishna Hare Hare
Hare Rama Hare Rama, Rama Rama Hare Hare
Enam belas nama-nama suci Tuhan ini yang tersusun
dari tiga puluh dua suku-kata, adalah satu-satunya cara untuk mengatasi segala pengaruh buruk Kali-Yuga. Dalam semua pustaka Veda disimpulkan bahwa untuk menyeberangi samudra kebodohan/kegelapan, tidak ada cara lain selain dari pada mengumandangkan enam belas nama suci Tuhan ini.
@ Ajunk dan Ari
Dalam hal sesaji dan sejenisnya… melakukan upacara yang besar dan heboh itu sangat boleh.. ASALKAN benar-benar dilakukan dengan tulus hati dan iklas, bukan dengan rasa ngedumel dan ego. Namun jika di lakukan dengan sederhana dan tulus iklaspun tidak akan mengurangi makna dari upacara tersebut.
@ Wan
Silahkan bli.. semua artikel di home page ini boleh di copy dan disebarkan.. semoga berguna buat semua umat Hindu khususnya dimanapun berada.
OSA
ikutan dong masalah sesaji…
Kalopun kita memuja ngambil jalan bakti yaitu mempersembahkan sesajen besar-besaran dengan tulus. apakah besarnya sesajen itu ada penjelasan dalam weda. seperti yang ada di bali sesajen alit, madya, agung ( mohon koreksi kalo salah ) ini dasarnya ada gak ya…
karma pala mempersembahkan sesajen besar dan sesajen kecil ( keduanya dilakukan dengan dasar iklas ) ada perbedaannya gak ?
bagaimana kalo kita gak sempat membuat sesajen ( karena sibuk ) dan beli sesajen dri orang lain pandangan secara kitab sucin bgm ?
kalo tidak ada di kitab suci weda yang bertanggung jawab terhadap informasi tentang sesajen ini siapa ? pang do sekadi sesenggakan bali “aduk sero aji keteng” kalo memang salah kenapa diteruskan. kalo memang benar saya mohon maaf sebesar-besarnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena kebodohan saya.
saya sungguh sedih dengan perkembangan anak-anak muda di bali. terkadang acara besar itu hanya untuk ajang bisnis semata. kalo ditimbang keiklasanya sesajen mungkin 80 % ngedumel, bisnis, kalo boleh saya katakan tidak iklas. jadi artinya lebih baik bikin yang sederhana asalkan dibuat dengan tangan sendiri penuh senyum tanpa merasa terbebani. dan uang yang berlebih bisa digunakan untuk yang lebih berguna
seperti cerita;
istana melakukan persembahan sesajen besar-besaran ( yadnya). rakyat semua berbahagia dan semua bercerita tentang kehebatan dan keagungan istana yang mampu mempersembahkan sesajen dengan begitu besar. banyak dari mereka bilang mungkin acara inilah yang paling agung sepanjang jaman.
suatu ketika ada seekor tikus emas ( kebetulan ngerti bahasa manusia )yang mendengar percakapan mereka sang tikus bilang ada yadya yang lebih agung dan jauh lebih agung dari ini yaitu seorang anak muda miskin dalam keadaan lapar dan amat sangat lapar mempersembahkan apel satu satunya sebagai yadnya.
dari cerita tersebut mana yang paling agung ? hanya Hyang Kuasa lah yang mengetahuinya. semoga dapat berguna
sksma
Om Swastyastu,
saya mendapatkan artikel menarik tentang “kerauhan” yang dilihat dari sudut pandang berbeda,….. š
mungkin berkenan jika membacanya,
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1348
Suksma,
@Srid:
saya ada artikel menarik jika anda berkenan membacanya yang mungkin menjawab kebingungan anda tentang “banten”…. š
coba cek disini,
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1124
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1116
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1115
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=698
atau anda bisa membacanya disini,
http://okanila.brinkster.net/mediaCat.asp?NID=35
Semoga bermanfaat,
Suksma,
@ ari_becak
suksma
@ari_bcak
suksma bli,sangat bermanfaat..Kosep nak mulo keto trhadap makna banten dpt trjwb sudah dgn link yg anda brikan,suksma =D
@ Ari_becak
suksma saya diskusi disana saja nanti masalah banten … karena banyak keraguan yang harus saya perbaiki… terutama dasar rincian besar dan kecil banten itu dari mana ?
karena wacana terkadang gampang tetapi dimasyarakat itu pelaksanaannya berbeda… karena ada kesenjangan ekonomi ( ada keberatan / tidak iklas dan ada yang iklas ) sehingga mengakibatkan yang di persembahkan tersebut tidak iklas.
ada juga yang melanjutkan teradisi tetapi tidak tepat sasaran karena banyak sepuh yang tidak siap menerima perubahan … ini harus diluruskan atas informasi bli ari tyang aturkan terima kasih… kalo ada informasi yang lain semoga bli ato yang lain berkenan menginformasikan ketyng suksma
shanti
@LovE_Peace:
š
saya yakin banten itu memiliki makna sebagai “mantram yang tidak mampu diucapkan” jadi para leluhur kita ‘mengganti’ mantram tsb dengan banten yang penuh makna, tinggal kita sebagai generasi muda yang perlu menggalinya dan jangan takut untuk membuat perubahan yang lebih baik.
@srid:
Ayo kita mengenal Hindu itu dengan lebih baik, mari kita sama-sama belajar karena saya juga masih ‘minim’ informasi akan ini, klo ada informasi yang lain tolong juga di-share…… š
Suksma,
Cakep bener…
setuju.
Thanks banget bli ari_bcak… link-nya sangat mencerahkan..
Namun saya masih menyimpan pertanyaan prihal pengorbanan binatang..
Apa boleh kita mengorbankan binatang untuk banten?
Veda menetapkan aturan membunuh binatang secara amat ketat.
Sambil mengucapkan mantra yang berisi kata mamsa, seseorang terlebih dahulu haruslah memandikan si binatang, kemudian menyemblihnya di tempat dan pada waktu tertentu. Kata āmamsaā berarti saya (mam) dan dia (sa). Maksudnya,saya bunuh dia sekarang dan nanti dia akan membunuh saya (Manu Smrti V.55).
Setelah membunuh sang binatang, si pembunuh harus beramal kepada orang-orang brahmana atau fakir miskin. Dikatakan,āBila seseorang membunuh angsa, merak, babi, balaka, monyet, elang atau burung bhasa, maka dia harus mendermakan seekor sapi kepada seorang brahmana. Bila seseorang membunuh kuda, dia harus mendermakan banyak pakaian. Jika membunuh gajah, dia harus mendermakan lima ekor banteng. Bila membunuh kambing, dermakan seekor sapi penarik pedati. Jika membunuh keledai, dermakan seekor anak sapi umur lima tahunā (Manu Smrti XI.136-137).
Mohon didiskusikan dan disikapi dengan baik..
Suksma,-
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
Bukankah anda pernah tulis entah di artikel mana saya lupa bahwa jaman sekarang Manu Smrti itu diganti dengan aturan yang lain atau Manu Smrti udah tidak relevan lagi dijaman sekarang???
Yang saya tau ketika kita akan mengorbankan binatang maka kita memanjatkan doa (mantramnya saya lupa…. š ) agar kehidupan binatang yang dikorbankan itu dapat lebih baik atau minimal meningkat di kehidupan selanjutnya entah menjadi manusia atau apa……
Sama juga halnya ketika kita vegetarian khan tumbuhan itu juga memiliki atman trus kenapa tumbuhan saja yang boleh digunakan/dimakan???
Ini berarti juga bahwa kita telah membunuh tumbuhan???
Suksma,
kalau saya mungkin sederhana saja, apapun yang diciptakan di dunia ini pasti ada gunanya, tidak mungkin sesuatu diciptakan tanpa ada guna. nah terkait dengan membunuh binatang untuk keperluan upacara saya pikir itu sah saja karena untuk itulah si binatang itu diciptakan dan juga memang menjadi tugas manusia untuk melakukan penyupatan terhadap makhluk dibawah manusia agar si binatang tersebut bisa ber reinkarnasi menjadi makhluk yang derajatnya lebih tinggi, karena tanpa adanya penyupatan, maka si binatang tersebut mungkin tidak akan dapat menaikkan derajatnya mengingat binatang tidak bisa berbuat baik seperti manusia.
Om Swastiastu bli ari_bcak
saya punya cerita menarik yang merupakan kisah nyata. Seoanganak kecil di jogja kebetulan ikut ke pura dan melihat pemangku mengorbankan ayam kecil untuk dijadikan caru. lalu anak kecil itu bertanya dengan polos kepada pemangku tersebut;
anak; pak mangku, kenapa ayam itu dibunuh? kan lucu dan kasihan, dia masih perlu induknya.
pak mangku; ini untuk caru nak.. kita mengorbankan ayam ini biar rohnya bisa diangkat ke kehidupan yang lebih baik dan biar masuk surga….
anak; kenapa bukan bapak mangku aja yang di semblih dan biar bisa masuk surga?
Pertanyaan anak yang lugu, tapi sulit juga dipecahkan bukan?
Saya coba copykan disini sloka-sloka Veda yang melarang konsumsi daging dan pembantaian binatang, semoga bisa disikapi dengan bijak. Sebagian saya ambil dari manu samhita, tapi juga ada dari catur Veda.
ā Daging tidak akan pernah diperoleh tanpa menyakiti mahluk hidup, dan menyakiti setiap mahluk hidup akan berakibat dalam mencapai kebahagian surgawi; oleh karena itu hindarilah penggunaan daging. Pertimbangkan dengan baik asal daging yang menjijikkan, kejam, membelenggu dan membunuh mahluk hidup. Biarkan mereka berpantang memakan daging secara total.ā (Manu-samhita 5.48-49)
āMereka yang mengijinkan pembantaian binatang, mereka yang memotong, membunuh, membeli atau menjual daging, yang memasak, yang menyajikannya dan yang memakannya, harus diperlakukan sebagai pembunuh binatang tersebut. Tidak ada dosa yang lebih besar dari manusia yang memelihara badannya dengan daging dari mahluk hidup lain meskipun dia memuja para dewa dan para leluhur (manu-samhitta 5.51-52)
āJika seseorang memiliki keinginan yang kuat karena daging, dia dapat membuat mentega atau tepung dari seekor binatang; tetapi dia tidak boleh membunuh binatang tersebut tanpa alasan jelas. Sebanyak jumlah bulu binatang yang dia bunuh, sebanyak itu pulalah dia akan dibunuh tanpa alasan yang jelas dalam kehidupan pada kelahiran berikutnya.ā (Manu-samhita 5.37-38)
āDia yang menyakiti mahluk hidup lain demi kepuasannya sendiri tidak akan pernah menemukan kebahagian baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan berikutnya.ā (Manu-samhita 5.45)
āDengan hanya memakan buah-buahan dan akar-akaran, dan dengan memakan makanan yang sesuai untuk pertapa dalam hutan, seseorang tidak akan meningkatan secara signifikan sampai dia dapat menghindari daging secara total. Dia akan merasakan dagingku dalam kehidupan berikutnya, yang dagingnya telah ku makan dalam kehidupan ini; Orang bijaksana menjelaskan ini untuk maksud sesungguhnya dari kata daging [mam sah].ā (Manu-samhita 5.54-55)
Dia yang tidak mencari dan menjadikan penderitaan dan kematian mahluk hidup, tetapi memberikan kebaikan pada semua mahluk, memperoleh kebahagiaan yang tiada akhirnya. Dia yang tidak melukai setiap mahluk hidup, tanpa ada maksud dalam pikirkannya, apa yang dia lakukan dan bagaimana dia mengatur pikirannyaā (Manu-samhita 5.46-47)
Dengan tidak membunuh setiap mahluk hidup, seseorang akan memenuhi syarat untuk pembebasan.ā(Manu-samhita 6.60)
āSeseorang yang memakan daging manusia, daging kuda atau binatang yang lain, selain susu dengan pembantaian Sapi, O raja, jika tindakan jahat seperti itu tidak berhenti, sebaiknya anda harus segera memotong kepalanya.ā (Rig-veda 10.87.16)
“Kamu sama sekali tidak boleh mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan dengan membunuh ciptaan-Nya, baik itu manusia, binatang atau apapun.”
(Yajur Veda 12.32.90)
Dia yang ingin memelihara badannya dengan memakan daging dari mahluk hidup lain, akan hidup dalam kesengsaraan dalam wujud lain dalam kehidupan berikutnya (Mahabharata, Anu.115.47)
āPembeli daging melakukan kekerasan oleh karena kekayaannya; dia yang memakan daging juga melaksanakan hal yang sama dengan menikmati daging itu; pembunuh melakukan kekerasan nyata dengan mengikat dan membunuh binatang itu. Demikianlah, terdapat tiga bentuk pembunuhan. Dia yang membawa daging atau mengirimnya, dia yang memotong anggota badan binatang, dan dia yang membeli, menjual, atau memasak daging dan memakannya–semua itu harus dipertimbangkan oleh orang pemakan daging.ā (Mahabharata, Anu.115.40)
āDosa yang dihasilkan dengan kekerasan membatasi hidup pelaku. Oleh karena itu, mereka yang sangat mengharapkan kesejahtraan harus berpantang makan daging.ā (Mahabharata, Anu.115.33)
Mereka yang tidak memiliki pengetahuan Dharma yang nyata dan, sombong dan jahat, menganggap diri mereka berbudi luhur, membunuh binatang tanpa perasaan, penyesalan dan ketakutan akan dosa. Dalam kehidupan berikutnya, orang berdosa seperti itu akan dimakan oleh mahluk hidup yang sama yang telah mereka bunuh pada kehidupan ini.ā (Bhagavata Purana 11.5.14)
āKalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bakti, Aku akan menerimanyaā. (Bhagavad Gita 9.26) āPara penyembah Tuhan dibebaskan dari segala dosa karena mereka memakan makanan yang dipersembahkan untuk korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.ā (Bhagavad Gita 3.13)
āApapun yang kau lakukan, apapun yang kau makan, apapun yang engkau persembahkan atau berikan sebagai sumbangan atau pertapaan dan apapun yang engkau lakukan, — lakukanlah kegiatan itu sebagai persembahan kepada-Ku, wahai putera Kunti.ā (Bhagavad Gita 9.27)
āSri Rama tidak pernah memakan daging atau madu. Beliau setiap hari memakan buah-buahan liar, dan padi liar pada malam hari.ā (Ramayana, Sundarakanda, Skanda 36, Sloka 41)
ā Tidak membunuh (Ahimsa) adalah kewajiban tertinggi.ā (Padma Purana 1.31.27)
āTidak memiliki keinginan membunuh mahluk hidup lain, dalam setiap kesempatan dan setiap waktu, disebut Ahimsa, haruslah merupakan tujuan dari semua pencaharian.ā
(Patanjaliās Yoga Sutras 2.30)
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
anak; kenapa bukan bapak mangku aja yang di semblih dan biar bisa masuk surga?
Pertanyaan anak yang lugu, tapi sulit juga dipecahkan bukan?
menurut saya ini bisa dijawab dengan mengatakan, lho jika bapak mangku yang dikorbankan trus siapa yang mengucapkan mantra agar bapak mangku masuk surga???
bapak mangku mengorbankan ayam ini khan bapak mangku menyertakan doa-doa agar ayam ini masuk surga sedangkan jika diganti trus yang mengucapkan doa siapa???
Ini hanya jawaban saya saja……. š
āDaging tidak akan pernah diperoleh tanpa menyakiti mahluk hidup, dan menyakiti setiap mahluk hidup akan berakibat dalam mencapai kebahagian surgawi; oleh karena itu hindarilah penggunaan daging. Pertimbangkan dengan baik asal daging yang menjijikkan, kejam, membelenggu dan membunuh mahluk hidup. Biarkan mereka berpantang memakan daging secara total.ā (Manu-samhita 5.48-49)
lihat yang saya bold, apa itu juga menyebutkan setiap mahluk hidup???
jika hanya melihat binatang khan masih rancu dimana binatang itu mencakup sangat luas bahkan protozoa itu termasuk binatang trus ketika kita melangkah, menginjak, merebus air, meminum air dari sungai, dll khan ini bisa berarti memakan binatang atau mahluk hidup,
nah bagaimana dengan ini???
Suksma,
wah kok rusak jadinya, padahal mo coba pake quote…… š
pake cara biasa aja deh,….. š
Sdr. Ngara:
āDengan hanya memakan buah-buahan dan akar-akaran, dan dengan memakan makanan yang sesuai untuk pertapa dalam hutan, seseorang tidak akan meningkatan secara signifikan sampai dia dapat menghindari daging secara total. Dia akan merasakan dagingku dalam kehidupan berikutnya, yang dagingnya telah ku makan dalam kehidupan ini; Orang bijaksana menjelaskan ini untuk maksud sesungguhnya dari kata daging [mam sah].ā (Manu-samhita 5.54-55)
Saya:
pengertian daging juga masih rancu, mungkin sebaiknya memahami ini agar secara hati-hati karena menurut saya malah bisa akan berpuasa seumur hidup….. š
Bagi tumbuhan, daging tsb adalah badannya sedangkan menurut sloka diatas maka daging itu hanya untuk hewan trus bagaimana jadinya ini???
Saya juga tertarik dengan sloka ini,
Dia yang tidak mencari dan menjadikan penderitaan dan kematian mahluk hidup, tetapi memberikan kebaikan pada semua mahluk, memperoleh kebahagiaan yang tiada akhirnya. Dia yang tidak melukai setiap mahluk hidup, tanpa ada maksud dalam pikirkannya, apa yang dia lakukan dan bagaimana dia mengatur pikirannyaā (Manu-samhita 5.46-47)
Dengan tidak membunuh setiap mahluk hidup, seseorang akan memenuhi syarat untuk pembebasan.ā(Manu-samhita 6.60)
Nah disini terlihat bahwa setiap mahluk hidup, apa berarti kita tidak boleh memakan sesuatu karena toh yang kita makan semuanya berasal dari mahluk hidup….. š
Mohon dijelaskan……
Suksma,
@ ari_bcak
Om Swastiastu bli..
Prihal caru… bukankah kita punya banyak mangku, bagaimana kalau salah satu mangku mengorbankan mangku yang lain? Atau bagaimana kalau andaikan bli ari_bcak dikorbankan oleh mangku bersangkutan? mau tidak? Atau ada teman-teman yang bersedia dijadikan caru di jaman sekarang ini? he..he.. kalau saya terus terang ga akan mau, apa lagi dengan kualifikasi mangku kita saat ini yang notabena masih terikat dengan ikatan duniawi.
Wah… kalau untuk menjelaskan sloka-sloka ini jangan tanya saya bro… yuk cari jalan keluarnya… sekarang permasalahannya hanyalah; Apakah kita mau menerima otoritas sloka Veda ataukah kita memilah-milah mana sloka yang “enak” buat kita dan yang “ga enak” kita kesampingkan.
Sekedar sharing, kalau pengertian Ahimsa dan vegetarian yang saya tangkap dari penjelasan guru kerohanian. Ahimsa bukan berarti tidak membunuh dalam artian sama sekali tidak membunuh. Ada koridor hukum yang harus kita lewati untuk dapat melakukan himsa karma. Contohnya, jika ada perampok masuk rumah kita dan mengancam membunuh saudara kita, apakah kita hanya diam dan memberikan perampok itu membasmi kita? Kita boleh membunuh perampok itu dari pada kita yang dibunuh. Membunuh juga boleh kalau itu merupakan tugas dan kewajiban kita. Seorang tentara yang membunuh musuhnya dalam koridor hukum tidak akan dipenjara. seroang Kesatria yang membunuh di medan perang tidak akan dihukum di neraka, karena itulah kewajiban seorang kesatria. Karena itulah dalam Bhagavad gita Sri Krishna memerintahkan Arjuna untuk membunuh lawan-lawannya walaupun itu adalah saudaranya sendiri. bahkan ditegaskan bahwa jika dia mundur dari medan perang dan tidak melakukan tugas kewajibannya maka itulah dosa yang sebenarnya.
demikian juga dengan jasat renik yang menyebabkan badan kita sakit atau merugikan kita, maka mau tidak mau kita harus membunuhnya dengan disinfektan atau di panasi. Pemenuhan kebutuhan badan yang tidak untuk tujuan kesenangan dan foya2 juga boleh membunuh. Contoh, jika kita di gurun atau di kutub dimana disana hanya ada daging, bolehkan kita makan? Sangat boleh… tapi kalau seandainya di daerah tropis dimana kita dapat makan biji2-an dan buah sudah dapat menghidupi badan kita, kenapa kita harus membunuh?
Kira-kira gitu bli pandangan saya saat ini, mungkin ada masukan?
Suksma,-
Mungkin saya kembali lagi ke masalah sederhana perihal membunuh..
membunuh binatang untuk keperluan caru salah satunya adalah bertujuan untuk meningkatkan derajat hidup dari sang atman yang ada dalam makluk tersebut ini yang disebut dengan penyupatan.
saya mau bertanya pada bli ngarayana, bagaimana caranya binatang bisa meningkatkan derajat hidupnya atau ber reinkarnasi menjadi makluk yang lebih tinggi derajatnya? sementara binatang yang saya tahu tidak bisa melakukan perbuatan baik, padahal hanya dengan berbuat (berkarma) baiklah makluk hidup bisa meningkatkan derajat kehidupannya kelak, karena sesuai dengan dharma wacana yang pernah saya dengar, dijaman kali ini hanya dengan Karma Sandiasa lah (tulisannya kalo salah mohon maaf) makluk hidup bisa mendapatkan hidup yang lebih baik.
nah bagaimana dengan binatang? mampukah dia berkarma baik?
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
anda menulis:
Prihal caruā¦ bukankah kita punya banyak mangku, bagaimana kalau salah satu mangku mengorbankan mangku yang lain? Atau bagaimana kalau andaikan bli ari_bcak dikorbankan oleh mangku bersangkutan? mau tidak? Atau ada teman-teman yang bersedia dijadikan caru di jaman sekarang ini? he..he.. kalau saya terus terang ga akan mau, apa lagi dengan kualifikasi mangku kita saat ini yang notabena masih terikat dengan ikatan duniawi.
saya:
sebetulnya yang saya tau bahwa persembahan tsb dinamakan darsan (maaf klo salah), dan kemudian akan ‘disurud’ untuk dinikmati oleh penghatur persembahan tsb yang ini disimbulkan bahwa si penghatur telah menerima anugrah dari Tuhan,
sedangkan jika sampai mengorbankan manusia (contohnya saya) apakah ada yang mau makan daging saya sebagai ‘lungsuran’???
jika ‘lungsuran’ ini tidak dimakan khan mubasir……
menurut saya, apa yang saya makan itu yang saya persembahkan….
Bagi saya tidak ada sloka yang ‘enak’ diterima sedangkan yang ‘tidak enak’ di kesampingkan, sama juga dengan ini (sloka yang sdr. Ngarayana sertakan) dimana jika diaplikasikan secara ‘benar’ khan berarti seluruh mahluk hidup tanpa terkecuali termasuk juga pohon/tumbuhan, dll.
Jika tumbuhan diambil buah dan bijinya apa itu tidak menyakiti mereka???
sama juga dengan kita yang diamputasi tangan, kaki atau organ yang lain apa kita tidak sakit???
Nah seperti itu pemahamannya menurut saya sdr. Ngarayana
dan satu lagi yaitu tentang Rig-veda 10.87.16, mungkin perlu dibaca secara keseluruhan dari Rig-veda 10.87,
1. I BALM with oil the mighty Raksas-slayer; to the most famous Friend I come for shelter
Enkindled, sharpened by our rites, may Agni protect us in the day and night from evil.
2 O Jatavedas with the teeth of iron, enkindled with thy flame attack the demons.
Seize with thy longue the foolish gods’ adorers: rend, put within thy mouth the raw-flesh caters.
3 Apply thy teeth, the upper and the lower, thou who hast both, enkindled and destroying.
Roam also in the air, O King, around us, and with thy jaws assail the wicked spirits.
4 Bending thy shafts through sacrifices, Agni, whetting their points with song as if with whetstones,
Pierce to the heart therewith the Yatudhanas, and break their arms uplifed to attack thee.
5 Pierce through the Yatudhana’s skin, O Agni; let the destroying dart with fire consume him.
Rend his joints, Jatavedas, let the cater of flesh, flesh-seeking, track his mangled body.
6 Where now thou seest Agni Jatavedas, one of these demons standing still or roaming,
Or flying on those paths in air’s midregion, sharpen the shaft and as an archer pierce him.
7 Tear from the evil spirit, Jatavedas, what he hath seized and with his spears hath captured.
Blazing before him strike him down, O Agni; let spotted carrion-eating kites devour him.
8 Here tell this forth, O Agni: whosoever is, he himself, or acteth as, a demon,
Him grasp, O thou Most Youthful, with thy fuel. to the Mati-seer’s eye give him as booty.
9 With keen glance guard the sacrifice, O Agni: thou Sage, conduct it onward to the Vasus.
Let not the fiends, O Man-beholder, harm thee burning against the Raksasas to slay them.
10 Look on the fiend mid men, as Man-beholder: rend thou his three extremities in pieces.
Demolish with thy flame his ribs, O Agni, the Yatudhana’s root destroy thou triply.
11 Thrice, Agni, let thy noose surround the demon who with his falsehood injures Holy Order.
Loud roaring with thy flame, O Jatavedas, crush him and cast him down before the singer.
12 Lead thou the worshipper that eye, O Agni, wherewith thou lookest on the hoof-armed demon.
With light celestial in Atharvan’s manner burn up the foot who ruins truth with falsehood.
13 Agni, what curse the pair this day have uttered, what heated word the worshippers have spoken,
Each arrowy taunt sped from the angry spirit,-pierce to the heart therewith the Yatudhanas.
14 With fervent heat exterminate the demons; destroy the fiends with burning flame, O Agni.
Destroy with fire the foolish gods’ adorers; blaze and destrepy the insatiable monsters.
15 May Gods destroy this day the evil-doer may each hot curse of his return and blast him.
Let arrows pierce the liar in his vitals, and Visva’s net enclose the Yatudhana.
16 The fiend who smears himself with flesh of cattle, with flesh of horses and of human bodies,
Who steals the milch-cow’s milk away, O Agni,-tear off the heads of such with fiery fury.
17 The cow gives milk each year, O Man-regarder: let not the Yatudhana ever taste it.
If one would glut him with the biesting, Agni, pierce with thy flame his vitals as he meets thee.
18 Let the fiends drink the poison of the cattle; may Aditi cast off the evildoers.
May the God Savitar give them up to ruin, and be their share of plants and herbs denied them.
19 Agni, from days of old thou slayest demons: never shall Raksasas in fight o’ercome thee.
Burn up the foolish ones, the flesh-devourers: let none of them escape thine heavenly arrow.
20 Guard us, O Agni, from above and under, protect us fl-om behind us and before us;
And may thy flames, most fierce and never wasting, glowing with fervent heat, consume the sinner.
21 From rear, from front, from under, from above us, O King, protect us as a Sage with wisdom.
Guard to old age thy friend, O Friend, Eternal: O Agni, as Immortal, guard us mortals.
22 We set thee round us as a fort, victorious Agni, thee a Sage,
Of hero lineage, day by day, destroyer of our treacherous foes.
23 Burn with thy poison turned against the treacherous brood of Raksasas,
O Agni, with thy sharpened glow, with lances armed with points of flame.
24 Burn thou the paired Kimidins, brun, Agni, the Yatudhana pairs.
I sharpen thee, Infallible, with hymns. O Sage, be vigilant.
25 Shoot forth, O Agni, with thy flame demolish them on every side.
Break thou the Yatudhana’s strength, the vigour of the Raksasa.
Jika dibaca secara keseluruhan kok menurut saya pemahamannya berbeda….
jadi bisakah itu dibaca secara terpisah???
Ini pandangan saya juga yang ngak pake sloka Veda, maklum masih belajar level dasar sekali….. š
Saya pernah membaca di Media Hindu atau Raditya kl tidak salah bahwa binatang yang dijadikan caru tsb memiliki simbul-simbul tersendiri….
Suksma,
@Ari:
Om Swastyastu bli,
Yang saya tau dan pernah saya baca dalam sloka Veda disebutkan bahwa ketika atman memasuki tubuh binatang maka itu tidaklah melakukan karma sedangkan hanya menikmati phalanya saja yang terdahulu sedangkan ketika menjadi manusia maka itulah masa ketika kita berkarma itupun ketika setelah akil balik (mulai dewasa),
Binatang yang dijadikan caru dipercayai akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik yang bisa jadi ketika tidak dijadikan caru trus meninggal maka akan menjadi binatang lagi untuk menikmati phalanya sedangkan jika dijadikan caru maka tidak perlu melewati jadi binatang yang kedua kali tapi langsung (mungkin) terlahir sebagai manusia…..
Ini yang saya tau, klo salah mohon dikoreksi…… š
Suksma,
Om Swastiastu
Prihal caru, menurut apa yang pernah saya baca, orang jaman dulu katanya melakukan persembahan dan korban suci binatang seperti kuda dengan cara mengucapkan mantra-mantra Veda tanpa menyemblihnya dan biantang itu langsung mati dengan tenang. Hal ini bisa terjadi karena yang mengucapkan mantra-mantra Veda itu memang benar-benar memiliki kualifikasi dan insyaf dengan dirinya sendiri dan benar-benar sudah sadar akan Tuhan.
Tapi kok sekarang sepertinya tidak bisa seperti itu ya? apakah kita yang belum tentu bisa masuk surga sudah berani menjamin bahwa binatang itu akan masuk surga?
Nah, bagaimana dengan caru Sapi? kita sangat mengetahui dari sloka-sloka Veda bahwa Sapi adalah binatang suci. Setahu saya di manapun di dunia ini tidak ada Hindu yang melakukan korban sapi, termasuk di jawa pada jaman majapahit. Bahkan di India sapi dilindungi dengan undang-undang khusus. Kenapa malahan di bali kita menggunakan sapi sebagai caru? Anehnya, ada beberapa pura di Bali yang disana tidak boeleh mecaru dengan mengunakan daging sapi. bahkan ada yang sama sekali tidak boleh mempersembahkan daging. Kenapa bisa seperti itu? Kita coba diskusikan yuk… sepertinya sangat penting buat pemahaman kita semua…
Mengenai bagaimana binatang bisa menjadi lebih baik padahal dia tidak bisa berkarma, saya punya pandangan lain akan hal ini. Yang saya pahami semua jiva akan selalu mengalami “evolusi” dari suatu badan ke badan yang lain dan akan selalu berlanjut dalam 8.400.000 jenis kehidupan sampai pada puncaknya pada kehidupan jenis manusia (Deva, Asura, Gandharva, Siddha, yaksa, Rakshasa, Manusia, Carana dan lain-lain). Tanpa melalui caru-pun mahluk hidup ini akan berevolusi dengan sendirinya. Bahkan seperti sloka yang saya kutip, sebenarnya dengan kita membunuh mahluk hidup tertentu, kita sudah membuka jalan “karma” bagi kita untuk dapat dibunuh suatu saat. Mungkin logika konkritnya seperti ini; Di samudra luas begitu banyak ada biota dan ikan, apakah tanpa campur tangan manusia dengan membunuh ikan-ikan itu mereka akan tetap jadi ikan?
Gambaran evolusi kehidupan ada di gambar yang ada di artikel “karma phala dan punarbawa”. Semoga bisa di diskusikan lebih lanjut.
Buat bli Ari_bcak, mengenai apa yang kita makan adalah apa yang kita persembahkan saya sangat setuju banget.
Bhagavad Gita 3.13 mengatakan; “Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa karena mereka makan makanan yang dipersembahkan terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja”
Namun sloka ini terkendala pada sloka 9.26 “Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah, atau air dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya”, karena Tuhan hanya minta persembahan seperti ini, kenapa kita mempersembahkan daging?
Jika saya cermati sloka-sloka Bhagavad Gita yang lain, kenapa tidak ada pernyataan persembahan binatang ya?
1.41 hanya disebutkan persembahan makanan pada leluhur
3.12 hanya masalah korban suci kepada dewa yang menyedikan kebutuhan hidup
3.13 adalah pernyataan bahwa seseorang akan terbebas dari dosa kalau semua yang dia makan dipersembahkan terlebih dahulu pada Tuhan
4.25 adalah persembahan pada api Brahman (agni hotra)
4.27 prihal persembahan dalam bentuk pengendalian pikiran, indria dan nafas
4.29 juga prihal persembahan dalam bentuk pengendalian nafas
5.12 adalah persembahan semua kegiatan (karma yoga)
8.7 juga persembahan dalam bentuk karma yoga
9.16 prihal agni hotra dan persembahan mentega yang adalah paling utama
9.26 seperti yang saya kutip di atas
9.27 pernyataan bahwa semuanya harus dipersembahkan hanya dengan kesadaran kepada Tuhan
10.9 adalah persembahan dalam bentuk bhakti
11.21 adalah persembahan dalam bentuk doa pujian
kalau menenai rg. veda mandala 10 mantra 87 saya malah memahaminya sebagai suatu mantram pujian kepada Dewa Agni dimana dinyatakan bahwa agni adalah sangat hebat dan dnegan berbagai contohnya… mantram sloka 16 malahan saya pahami sebagai pernyataan pujian dan permohonan kepada Agni untuk memotong kepala (menghukum) orang yang memakan daging binatang, kuda atau binatang.
Sepertinya kita perlu bantuan orang yang mengerti catur veda dengan baik nih bli… filsafat catur veda memang terlalu tinggi buat kita (atau mungkin hanya buat saya?). jangankan catur Veda, purana-purana dan Bhagavad Gita aja belum lulus-lulus… he..he..he.. š
Mengenai batasan membunuh… juga terus terang memang sulit. Ada golongan yang hanya mau melakukan frutarian (memakan daging buah) karena menurutnya, dengan tidak memakan biji dan sumber hidup, dia sudah bisa mengurangi pembunuhan. Ada yang mengatakan bahwa memtik daun atau bagian dari tumbuhan tidak akan menyebabkan mahluk tersebut itu mati, bahkan mereka katanya akan sangat bersyukur bagian-nya seperti daun dan buahnya dipersembahkan pada Tuhan, karena mereka akan mendapatkan pahala.
Okaylah kalau seandainya prihal batasan tidak membunuh dan hidup vegant ini sangat sulit, Tapi sepertinya hal yang paling urgen buat kita bahas di sini adalah prihal caru dan pemotongan sapi yang marak di Bali. Apa benar itu diperbolehkan di Bali? kita fokus ke topik ini yuk…
Suksma,-
sedikit menanggapi masalah caru,
memang betul pada prinsipnya tanpa dijadikan caru pun makhluk hidup akan berevolusi dari satu badan ke badan yang lainnya, tetapi saya pernah mendengar dari salah satu darma wacana bahwa memang menjadi tugas kita sebagai manusia untuk melakukan penyupatan terhadap makluk yang derajatnya dibawah kita untuk dapat menjadi makluk yang lebih tinggi lagi derajatnya.
Barangkali kalau saya boleh saran kepada bli ngarayana untuk lebih memahami lagi perihal caru, bli boleh bertanya kepada Ida Pedanda Gde Made Gunung kalau tidak salah alamat emailnya adalah: purnawati@yahoo.com dan setelah bli mendapatkan penjelasan dari beliau saya mohon bli mengupasnya lagi di web yang bli miliki ini.
Om Swastyastu Ngara
Ngara saya ada pertanyaan, apa maksud dan arti dari sloka 11 dalam Srighitamahatmyam:
pathe samagre ‘sampurne tato ‘rdham pathamacaret,
tada godanajam punyam labhate natra samsayah.
Suksma
Om Swastiastu
@ Ari
Thanks bli infonya… okay, saya akan coba
@ Putra
Gita mahatmya merupakan kitab yang mengagungkan akan keutamaan bhagavad gita. Dari sloka 10 kita mendapat informasi bahwa dengan membaca kedelapan belas bab bhagavad gita tiap hari maka seseorang akan mencapai kesempurnaan dalam pengetahuan dan mencapai tujuan tertinggi. dan selanjutnya dalam sloka 11 dikatakan bahwa meski hanya membaca sebagian seseorang akan memperoleh manfaat dengan memberikan sapi sebagai hadiah.dan dalam sloka 12 dikatakan bahwa ia yang membacakan sepertiga bagian dari itu mencapai kebaikan mandi di sungai suci Gangga; dan yang membacakan seperenam dari itu mencapai kebaikan melakukan pengorbanan Soma (semacam ritual).
Sekarang masalah sloka 11, apakah maksud memberikan hadiah sapi disini?
Saya tidak berani berspekulasi di sini bli, namun dari sejarah dan literatur yang pernah saya baca, pemberian hadiah disini bukan dengan maksud membunuh sapi, tapi sapi diberikan kepada Brahmana dalam kondisi hidup dan sebagai sumber susu serta penghidupan.
Contoh nyatanya adalah sebagaimana tertulis dalam yupa yang dibuat oleh raja mulawarman di kutai. Disana dikatakan bahwa beliau menghadiahkan 1000 ekor sapi kepada Brahmana sebagai wujud rasa syukurnya.
@ ari_bcak
kalau masalah Tantra, sebagaimana yang tertulis dalam Pravrtti dan Nivrtti marga secara pribadi saya malah memandang tantra yang membolehkan 5 ma, adalah sebagai pravrtti marga yang bertentangan dengan prinsip ajaran bhakti sehingga kalau membicarakan masalah filsafat kedua jalan ini akan sangat-sangat bertentangan dan saya rasa tidak mudah untuk mencari titik temunya. dan mungkin saja apa yang saat ini dilakukan di Bali lebih condong ke arah Tantra yang menerapkan pravrtti marga ini ya…
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
Tentang rg. veda mandala 10 mantra 87, saya yang mungkin keliru memahaminya,…. š maklum masih level baru belajar…… š
anda menulis:
Okaylah kalau seandainya prihal batasan tidak membunuh dan hidup vegant ini sangat sulit, Tapi sepertinya hal yang paling urgen buat kita bahas di sini adalah prihal caru dan pemotongan sapi yang marak di Bali. Apa benar itu diperbolehkan di Bali? kita fokus ke topik ini yukā¦
yang saya tau bahwa Hindu yang berkembang di Bali adalah sebuah ‘perpaduan’ dimana berbagai aliran baik vaisnawa, siwa, dll yang kemudian untuk menghindari terjadinya friksi antar ‘sekte’, maka oleh Danghyang Nirartha dilakukan ‘peleburan’ atau ‘jalan tengan’ sehingga menjadi Desa-Puseh-Dalem di suatu tempat yang sekarang bernama Pura Samuan Tiga (maaf klo salah).
Dulu pernah saya mendengan sebuah dharma wacana dari seorang Pandhita (saya lupa namanya) bahwa prihal caru ini termuat dalam kitab Tantra yang menyatakan Panca Ma yaitu mammsa (daging), matsya (ikan), maituna, yang dua lagi saya lupa tapi yang saya ingat ada juga termasuk yang berisi alkohol…….
Nah tentang Kitab Tantra yang dimaksud ini saya yang kurang tau, jadi menurut saya semuanya memiliki dasar juga dan bukan hanya berdasar dari lontar (dalam artian lontar tsb juga memiliki dasar dari induknya)…..
Maaf pengetahuan saya sangat kurang akan hal ini, mungkin pendapat dari bli Ari ada bagusnya juga, hal ini sebaiknya ditanyakan kepada yang lebih ahli yaitu (mungkin) Ida Pedanda Gunung…… š
Suksma,
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
maaf klo tentang ini saya kurang paham,…… š
Suksma,
omswastyastu…ikutaaannn dikit bro ngarayana
penganut ajaran veda diIndonesia dulunya belum disebut penganut AGAMA HINDU tetapi disebut “wang megama tirta” (orang beragama tirta)itu terjadi setelah kemerdekaan Indonesia dimana pemerintah membentuk sistem pendataan agama di RI, nah waktu itu yang di catat golongan yang paling jelas adalah agama islam dan kristen…namun bagi orang yang menganut keyakinan (yang sekarang disebut hindu)diluar itu disebut belum jelas karena konon katana menganut animisme, dinamisme, totemisme..dan banyk isme2 lain..hehehe..namun karena akan didata maka diperlukan nama yang sesuai ahkirnya didapatkan kesimpulan keyakinan yang ada di Indonesia waktu itu “mirip” dengan agama yang ada di INDIA yaitu HINDUSIME makanya kemudian disebut agama Hindu..bahakan umat Bhuda pun masih digolongkan satu dengan Hindu Di BAli (mengingat hanya dinusantara terjadi sinkretisme SIWA_BUDA)
DAN SANGAT DISAYANGKAN SEKALI DIDAERAH LUAR BALI MISALNYA DI TORAJA..UMAT KITA DIGOLONGKAN KEDALAM UMAT MUSLIM ATAUPUN KRISTEN..mkanya bayak umat kita disana ber KTP kristen tapi berkeyakinan agama tirta (Hindu)….eheheeh lucuuuuuuuuuuuuuuuu
nah dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya agama Hindu dibali adalah adalah bagian dari VEDA dengan paham siwaisme (SIWA SIDDHANTA)dengan berpatokan kepada filsafat, mimamsa, samkya, Yoga,
penganut ajaran siwaisme memang membenarkan pengorbanan binatang, dan untuk pengorbanan itu bantang hruslah di bunuh…tetapi pembunuhan ini berbeda dengan PEMBUNUHAN yang dilakukan penjahat karena
1.dilandaskan keyakinan yang berdasarkan kitab suci veda (upaveda: lontar indik di Bali).
2.tanapa emosi membunuh, marah, benci, dendam..tetapi persembahan
YAH MEMANG SAAT INI PENGUNAAN DAGING BINATANG DALAM UPAKARA UPACARA DIBALI MENGALAMI DISTORSI MAKNA..namun bukan berarti harus ditiadakan namuan agar sesuai dengan PETUNJUK SASTRA..cieeehhhhhhhhhhhh
BANTEN BALI DAN INDIA
diBali persembahan kepada tuhan disebut BANTEN banten terdiri dari tumbuh-tumbuhan dan binatang…banten mmilki berbagai bentuuuk namun maknanya menurut lontar yadnya Prakirti
1. BANTEN PINAKA RUPA WARNA BHATARA; banten sebagai simbol perwujudah tuhan contoh;kuangen sebagai simbol omkara(tuhan)
2.BANTEN PINAKA ANDA BHUANA; banten sebagai simbol alam semesta, msl daksina sebagai simbul bumi
3.BANTEN PINAKA RAGANTA TWI; banten sebagai simbul diri kita, msal banten nasi wongwongan;simbol manusia..HEKHELEKEEKEEK..
nah..klo dalam ajaran SIWA SIDDHANTA memang persembahan berupa daging dibenarkan…dalam sastra “peniti gamatirta” misalnya ada istilah “abhayaraksa” yaitu pembunuhan yang dibenarkan apabila nyawa kita terancam,msl, membunuh musuh…itu dibenarkan…hukuman mati tuk amrozi cs…
tujuan agam hindu menurut konsep SIwa Siddhanta salah satuna adalah bhuta hita..keselarasan alam… makana perlu ada caru…yah memng saya setuju dengan Bro ngara..karang kayana pemahaman kerauhan makin menjad-jadi…jadijadiannnn..xixixxix..
VEGATARIAN ITU MUNAFIK,PEMBONGONG
hehe maaf kyana terlalu kasar mksudna biar di baca.. tiang yakin orang yang vegetarian gak bakal marah..heheh kan katana udah bisa mengendalikan nafsu/jenis makanan.. masa gini ja tersinggung,,,,
yah sama halnya denagn rumah makan vegetarian yang sekarang mulai menjamur seperti kafe ja hehe..dengan menu spesial..dah yang paling hebat itu kokinya bisa masa basho vget, sate vget, ayam goreng vget, smuana vegt…dengan harga lumayan mahal..kyana veget untuk alasan pengiritan kya gak bisa..hahaha..tapi BUKANKAH KETIKA MASIH MEMBUAT MASAKN VEGETARIAN DENGAN BENTUK BASHO, SATE, AYAM..ITU MENANDAKAN MASIH ADA KEINGINAN UNTUK MENIKMATI MENU (AYAM, SATE, BHASO) ITU DENGAN BAHAN YA BEDA..SAMA JGA BOHONG..DALAM PIKIRAN KITA MASIH ADA KEINGINAN DENGAN BENTUK ITU..BHUDA BILANG ENGKAU MAKAN APA YANG ADA DALAM PIKIRAN MU….MELIHAT SATE, BHASO KITA LIHAT SPERTI DARI DAGING AND RASANYA JUGA MIRIP….
artikel anda bagus semuana..ya tapi semuanya berdasarkan versi WAISNAWA..oh ktana wisnu yang meberikan cakra sudarsana itu dewa siwa ya? sebagai pengganti salah satu mata Sri wisnu yang di congkel(sendiri) bisa ceritain ditailna..please…doooongggggggg….ahhhhhhhhhh
klo bisa sedikit usulan…untuk temen-temen WAISNAWA
1. demo presiden karena mengijinkan hukuman mati diindonesia (krna gak boleh membunuh)heheheeheh
2. stop praktek dokter..karna memberikan obat yang membunuh bakteri, hehehe
3.mari sama doakan agar semua bentuk kehidupan mendapt lindungan Tuhan
4.mari bangun BALI, HINDU, tanpa pertengkaran…
5. …..isi sendiri, asal yang baik, membangun, lucuuu jaga bolehhhh
salam hare khrisna………….love n peace for allll
@ bhaskoro
pertanyaan yang menarik bro… salut akan anda
Btw, lontar dan sejenisnya juga tergolong kitab suci Veda ya? Bilamana suatu tulisan dapat digolongkan sebagai Veda?
Pembunuhan memang dibenarkan dalam Veda, tetapi tentunya dengan aturan-aturan yang jelas, bukan sekedar bunuh.
Bilamana orang boleh membunuh? apakah seorang Vegetarian tidak boleh membunuh? he..he..he.. jangan salah sangka bro..
Membunuh wajib di lakukan untuk membela diri, mempertahankan hidup dan melakukan Dharma kita..
contohnya Krishna menyuruh Arjuna untuk berperang dan membunuh, meski yang dihadapi adalah kakek dan saudaranya sendiri. karena itulah dharma seoang kesatria
Jadi, jangan beranggapan Vegetarian berarti tidak membunuh sama sekali, tetapi merupakan pola hidup yang didominasi oleh bahan2 yang bersumber dari nabati. sama dengan Sapi atau gajah yang katanya herbivora, tetapi apakah gajah dan sapi tidak pernah memakan serangga atau kuman yang ada di rumput2 itu?
Prabhupada, seorang guru besar dalam garis perguruan Vasinava pernah berkata; “jika kalian tidak sanggup vegetarian, setidaknya jangan makan daging sapi”. Konsep sederhanyanya adalah “makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan”. Jika hanya dengan tumbuh-tumbuhan dan mengurangi membunuh binatang saja kita bisa hidup, lalu kenapa harus membantai binantang?
begitu kira-kira bro..
salam,- š
halooo bro ngara..namaste
tahnks for the answer…btw kmaren dateng keBali gak waktu acara vedic science..di unv kedokteran….woow dahsyat bgt…pembicarana dari luar ngerin n indonesia…pasti bro tau itu..heheeh
veda hanya mempunyai dua “isi” paravidya dan apara vidya..pengetahuan tentang tuhan dan pengetahuan tentang ciptaan Beliau (tuhan) lontar lontar tattwa di Bali yang di golongankan kedalam kitab nibandha sangat bnyak sekali..misalna kitab Bhuanakhosa (brahma rahasyam)yang bercorak siwaistik..yang menjelaksan tentang hakekat brahman (paravidya) dan proses penciptaan (aparavidya) dan sangat relevan sekali dengan ajaran veda…ya tentu saja lontar tattwa di bali termasuk kategori veda…
konsep keTuhanan Hindu di Bali mengacu pada Siwa tattwa…
dimna tuhan yang tertinggi adalah parama shiwa (nirgunam brahman)tuhan tanpa iden titas..Shunya..tak terkatakan bhkn diskripsi kalimat, kata,bhasa sebenarna telah mengurangi keberadaan beliau..
sada siwa adalah tuhan dengan perwujudan (sagunam brahman) personal god..brahman kemudian diberinama wujud, gelar, shakti, sesuai dengan fungsi…tri murti, brah sebagai tuhan pencipta, wisnu sebagai pemelihara, rudra pralina ( barhma sira utptti, wisnu sira shtiti, rudra sira paralina; bhuana kosa) nah denagn demikian semua bentuk perwujudan brahman sebagai, dewa, bhatara sanghyang,; brahma, wisnu, iswara, sangkara, ghanesa, khrisna, rudra, semuanya adalah aspek sada siwa..eka twa aneka twa swalaksana bhatara; sesungguhnya yang satu itu adalah banyak itulah bhatara…maka dari itu kalaupun para penganut ajaran waisnawa mengaggungkan sri bhagawan krisna sbg yang tertinggi ( berpribadi) itu tak lebih dari sada siwa……..
siwa adalah brahman yang ada dalam tiap inti benda dan kehidupan,,,atman
ok perdebatan antara waisnawa dgan siwaisme mmg telah terjadi berabad2..so itsnt somthing new..
bro..Bali dibentuk dengan konsep ajaran siwaisme..memang beda dengan tatanan waisanawa…akan sangat tidak bijaksana klo anda hanya mempertentangkan semua itu..yang memaang hakekatna beda…tuhan seniman luarbiasa yang menciptakan kehidupan dengan sangat beragam..heheh klo seandainya pemahaman (agama) waisnawa paling benar ko..tuhan anda tidak menyulap semuanya biar sama sbg pemuja krisna..kan semuanya jadi damai..oh ya tentu karena itu merupakan LILAnya tuhan kan?..hehehe…TIANG SANGAT SALUT BANGGA AKAN ANDA, andalah harapan masa depan hindu dalam situasi “terjepit” kita di indonesia..klo keBali tlong kontak tiang..pengen kenal lebih dekat..sharing..ok
@ bhaskoro
Om Swastiastu bro bhaskoro…
Thanks sudah bertukar pikiran di web site saya…
Maaf kalau banyak tulisan saya mengyinggung atau bertentangan dengan pemahaman anda dan teman-teman yang lain… oleh karena itu mari kita diskusikan dengan kepala dingin..
Iya saya mengerti bahwa Sivaism dan vaisnavaism sudah sering debat publik dan sampai saat ini tidak ada yang memang dan kalah… (untung tidak pernah perang fisik ya… š itulah hebatnya kita sebagai penganut Veda, meski dbat filsafat tapi kita selalu damai)
Terus terang saya masih bingung dengan kronologis sejarah kenapa ada dua ajaran ini, karena itu kemarin saya email salah satu guru kerohanian Gaudya vaisnava, Bhakti Raghava Swami prihal hal ini dan beliau bilang akan mengirimkannya as soon as possible jika file yang saya maksud ada di dokomen beliau.
Kemarin saya tidak datang ke Bali, tapi saya sudah minta sama salah satu panitianya, Subhasini Dewi Dasi untuk dapat mengirimkan soft file soft file seminar tersebut. Saya yakin sangat menarik ya bli….. š
Mengenai batasan Veda, bisakah anda jelaskan. Bilamana sebuah kitab suci disebut Veda? Apakah Tipitaka, kitab suci umat Buddha, Injil dan Al-Qur’an yang juga memuat Vidya dan Apara Vidya dapat dimasukkan dalam Veda? Mohon bantuan buat anda dan temen-temen yang lain untuk membahas hal ini.
Iya, kapan-kapan mudah-mudahan kita bisa ketemu bli, tentu banyak hal yang bisa saya pelajari dari anda.
Suksma,-
Waisnawa sama Caiwa sama agungnya,wah kalo gitu gw ambil jalan tengahnya az dh..jay hari hara,jay wasudevaya,jay mahadeva shangkara…Hari Om tat sat nama sivaya siva siva shangkara hara Om
om shantih3x om
@agung
omswastyastu……..yuuuppppppppppppppp tiang setuju denagn anda cari jalan tengah…….ekam sat wiparh bahuda wadanti……….tuhan hanya satu namun dengan banyak nama……
Om swastyastu sdr. Ngarayana,
Diskusi kita tempo hari terputus karena memang saya kurang referensi akan hal ini, tapi saya menemukan artikel menarik akan hal ini,
Ini saya ambil dari kolom tatwa majalah Sarad Bali edisi Januari dan Februari 2009, dan maaf saya edit beberapa bagian yang menurut saya ‘kurang’ relevan….. š
nah dalam Veda sendiri juga menyiratkan adanya penggunaan daging, trus apa memang isi dari Veda itu saling bertentangan???
(balik lagi pertanyaan dari bli Putra)…. š
Om Swastiastu bli Ari_bcak
Maaf balesnya lama. Saya tadi sempat searching untuk mencari sloka-sloka Rg. Veda yang asli, namun karena saya hanya menggunakan HP, jadi ga bisa maksimal dan belum saya temukan sloka tersebut. Kenapa saya mencari sumber tersebut? Karena kitab suci Veda yang beredar di Indonesia saat ini adalah hasil terjemahan Pak Gede Pudja dari Veda berbahasa Inggris hasil karya Max Muller yang sama sekali tidak dapat dipercaya karena memiliki motif terselubung. Ngakan Putu Putra dalam artikelnya “Sisi lain Max Muller” menyebutkan:
”
Masih banyak lagi surat-surat senada dari Max Muller. Kita dapat melihat ini di dalam buku āThe True History and the Religion of India; A Concise Encyclopdia On Authentitic Hinduismā karangan Swami Prakashananda Sarasvati, terbitan Barsana Dam, Austin, Texas. 1999. hal 267-317. Di sini disebutkan hampir semua sarjana orientalis Barat yang mengerjakan proyek India/Hindu. Tapi saya tidak menemukan nama Ralph T.H Griffith sehingga tidak tahu bagaimana orientasi pemikirannya. Dan dengan segala hormat kepada mendiang Pak Gede Pudja, saya sangat menyayangkan mengapa mendiang menerjemahkan Veda dari sumber non-Hindu. .”
Karena itu saya tidak berani memberikan komentar atau membantah artikel yang bli Ari sampaikan. Namun dari apa yang saya terima selama belajar di Ashram, yang saya pahami bahwasanya memang benar bahwa pada jaman dahulu sebelum jaman Kali Yuga pengorbanan binatang sangat sering di lakukan. Hanya saja pengorbanan yang di lakukan tidak dengan menyemblih hewan yang dikorbankan, tetapi hanya dengan membacakan mantra oleh orang yang berkualifikasi maka roh hewan tersebut langsung meninggalkan badan dan menuju alam yang lebih baik. Nah sekarang kita lihat pada jaman sekarang, apakah ada yang memiliki kualifikasi seperti itu?
Dan jika kita runut ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Avatara, maka kita ketahui bahwa Buddha Avatara turun salah satunya karena terjadi pembunuhan binatang yang tidak terkontrol yang mengatasnamakan korban suci, tetapi pada dasarnya tidak lebih dari pada memenuhi nafsu perut untuk memakan daging.
Nah kalau pemahaman saya saat ini, korban binatang itu boleh tetapi harus di lakuan oleh seorang Brahmana yang memiliki kualifikasi, bukan oleh orang yang seperti saya ini… yang mengendalikan mulut, perut dan kemaluan aja belum bisa…..he..he.. Membunuh binatang juga boleh, tapi hanya untuk membela diri, memelihara badan agar tetap hidup dan tidak di dasarkan pada nafsu pemuasan keinginan semata.
Kalau menurut bli dan teman-teman yang lain bagaimana?
Om Swastyastu sdr. Ngarayana,
Jika melihat dari profil sang pengasuh dalam sumber yang saya sebutkan yaitu majalah tsb di kolom tatwa adalah Tjok Rai Sudharta yang merupakan salah seorang guru besar dari fakultas sastra Univ. Udayana dan pernah mengenyam pendidikan akan bahasa Sansekerta di India, jadi apakah beliau keliru dalam menterjemahkan dan mengutipnya???
Jadi apakah berbagai terjemahan yang ada akan Veda itu keliru dan saling bertolak belakang???
mungkin (hanya) para penterjemah ini yang tau….. š
Suksma,
note: klo bisa tolong dipercepat pembuatan ‘vedaonline’-nya…. š
Om Swastiastu bli Ari_bcak..
Iya saya tidak mengatakan bahwa sumber yang bli kutip dari Tjok Rau Sudharta keliru. Kemungkinan besar terjemahan itu memang benar dan dengan demikian penjelasan saya yang sebelumnya yang mengatakan bahwa pada jaman itu pengorbanan binatang dilakukan dengan cara yang berbeda dan oleh orang yang memiliki kualifikasi spiritual kira-kira masuk akal tidak?
Sebagaimana di singgung dalam Visnu Purana 6.2.17, uttara kanda 72.25 Brhan Naradiya Purana 38.97 yang menyatakan bahwa pada jaman Satya pembebasan dicapai dengan cara meditasi, pada Treta Yuga dengan berbagai korban suci, pada jaman Dvapara Yuga dengan pemujaan Arca dan pada jaman Kali dengan melakukan Harinama Sankirtana/mengucapkan nama-nama suci Tuhan.
Jadi mungkinkah sloka itu di lebih ditujukan pada jaman sebelum kali Yuga?
Oh ya menenai Veda online-nya data base dan desain sedang di kerjakan oleh Bli Dewa, saya sendiri baru input data untuk Bhagavad Gita sampai bab 4. Bli mau bantu saya input data? email aja saya ya… š
Suksma,-
ramai juga ya….ikut nimbrung dikit!!!
biar gak bingung, jalankan aja yg sudah ada….yg diwariskan oleh leluhur..Hindu itu universal, banyak jalan menuju Tuhan..jalankan saja tradisi yang ada. Begitu aja kok Repottttt.!
suksma
kenapa kok agama hindu itu membingungkan . sebenarnya saya ingin mempelajari agama hindu cz kebenaran kan harus dicari . melihat banyaknya perbedaan didalam agama hindu sendiri membuat saya bingung ingin memulai darimana.kenapa ya banyak hal2 yg bersilangan disini ???
@ chandra made
Ga susah kok mas asal kita punya rasa tunduk hati dan menurunkan ego kita. Mungkin bisa dari membaca Bhagavad Gita. Mungkin dapat di download di sini edisi bahasa Indonesia lengkapnya.
@chandra made:
itulah indahnya Hindu…… š
coba anda lihat juga, jika ditelaah kenapa sinar matahari memiliki panjang gelombang yang berbeda padahal itu dari sumber yang sama…
sama juga halnya dengan komposisi air padahal terdiri dari 2 jenis atom yang berbeda tapi kemudian terikat menjadi 1 molekul yang hebat (air)…..
Inilah Hindu yang mengikat semua hal menjadi satu kesatuan yang indah yang mengakomodasi semua kemampuan manusia untuk dapat memahami Tuhan, dimana dalam Hindu tersedia cara yang ‘mudah’ sampai cara yang ‘sulit’……
Ini sama juga halnya dengan seorang guru TK yang menggambar ‘telur’ dipapan tulis untuk mempermudah anak TK ‘mengenal’ telur tapi jika kemudian lewat seorang sarjana maka mungkin seorang sarjana tsb akan mengatakan itu bukan telur tapi itu adalah papan tulis…..
Nah seperti itu dalam Hindu, dimana satu pendapat bisa dibantah dengan pendapat yang lain…..
Anda bisa memulainya dari mana saja, mungkin dari web ini bisa memulainya….. š
Lalu bagaimana cara kita memuja Tuhan tapi dengan tidak mengabaikan Dewa dan leluhur jika dikaitkan dgn tradisi persembahyangan Hindu di bali?
Apakah konsep Panca Sembah dalam setiap persembhayangan di Pura2 benar/salah jika dikaitkan dengan sloka2 BG di atas?
Mohon pencerahannya.
Suksma.
@Adi W:
Jika mengacu pada sloka ini,
[i]”Para dewa, sesudah dipuaskan dengan korban-korban suci, juga akan memuaskan engkau. Dengan demikian, melalui kerja sama antara manusia dengan para dewa, kemakmuran akan berkuasa bagi semua.”
Bhagavad-gita 3.11
“Para dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup. Bila para dewa dipuaskan dengan pelaksanaan yajna (korban suci), mereka akan menyediakan segala kebutuhan untukmu.Tetapi orang yang menikmati berkat-berkat itu tanpa mempersembahkannya kepada para dewa sebagai balasan pasti adalah pencuri.”
Bhagavad-gita 3.12[/i]
Mungkin maksud dari sdr. Ngarayana adalah agar dipahami dan diselaraskan tentang konsep ‘penyembahan’ yang mana kepada leluhur, para dewa dan yang mana kepada Tuhan dan bukan mengnggap semuanya sama…… š
ini mungkin sdr. Ngarayana bisa mengkoreksi….
Tentang konsep panca sembah menurut saya tidaklah keliru karena yang saya ketahui bahwa dalam setiap mantra yang diucapkan diawali dengan kata “Om” yang ini adalah simbul untuk Tuhan, jadi tidaklah keliru,…….
Silahkan dikoreksi…..
Suksma,
chandra made says:
May 17, 2010 at 12:18 pm
“kenapa kok agama hindu itu membingungkan . sebenarnya saya ingin mempelajari agama hindu cz kebenaran kan harus dicari . melihat banyaknya perbedaan didalam agama hindu sendiri membuat saya bingung ingin memulai darimana.kenapa ya banyak hal2 yg bersilangan disini ???”
bli chandra yg baik ,ibarat kita mau masuk ruangan pertama kali , mungkin kita jg sama akn merasakan hal sama yaitu bingung prihal dari mana kita mau masuk soalnya banyk pintu , pun demikian jika udah berada didalam ,mungkin kita akan menjumpai buanyak ruangan dan mana yg harus kita masuki?
nah disni kita hrs tau posisi kita ,jangan mengabaikan hal itu , kalo kita pertama mau kenal /mau belajar hendak nya jangan pilih2 pelajari semua apa saja yg ada didepan kita habisin semua jangan ragu lakukan dengan penuh keyakinan,dan jangan takut hal ini hal itu atau nanti akn begini atau akan begitu, abaikan saja hal semacam itu, yg jelas kita harus tetap ingat hal awal kita belajar tadi, tujuan kita yg pertama adalh pingin mengtahui lakukan hal ini , jika sudah maka kita akan mengarti /tahu apa yg kita pelajari , setalah tahu maka mau apa kita seterusnya (mau dibuang atau dilanjutkan lagi ), setelah tau lanjut pada tahap berikutnya yaitu pembuktian dari apa yang kita pelajari(hal ini akan melibatkan hal yg lebih rumit lagi, conth puasa , tapa, maditasi dll) nah kalo udah sampe disitu nah monggo dilajutkan dengan apliksai kepda kehidupan nyata (buana agung dan alit)
termasuk pada masalah bhakti dalam hal ini persembahan , kita harus lebih lunak cara berfikirnya ,
kita sudah tau bahwa hindhu juga tidak hanya satu cara untuk melakukan persembahan , nah dalam hal ini kita juga hars memandang dari aliran dan sekte yg melakukan persembahan :
contoh sekarang saya ambil contoh tata cara persembahan yg dilakukan oleh bli ngarayana hal ini mungkin sya ambil contoh dari krisna , mungkin beliau akan lebih setuju pemujaan akan lebih baik jika ditujukan kepada hyang krisna ?
tapi bagamana dengan cara bakti bagi saudara kita yang dari( buda shiwa ,trs dari hindu jawa , trs lain?)
kita juga harus lebih lembut lagi , hindu yg berada diindia akan kental dengan cara dan budaya india demikian pula hindu yg berada diindaonesia ini juga akan kental dengan budayanya termasuk dibali dan jawa aja beda too ya?
udah jelas to waktu belaJAR DI BANGKU SEKOLAH DULU bahwa bakti persembahan itu ada banyak
1 . pitra yadya, dewa yadya dan lain2
semua persembahan itu juga ada dalam aturan budaya yang mungkin dalam ajaran agam ga ada ( cnth dijawa ada namanya selamatan tanam padi ,ada selamtan abis petik padi , ada selamtan saat sapi abis melahirkan, ada selamtan untuk mebersihkan desa t4 tinggal,ada selamtan mau mendirikan rumah dan masih buanyak lagi ,
nah coba dilihat apakah hal itu juga tertulis dikitab kalo ada monggo di sampaikan supaya lebih jls bahwa itu pun juga ndari ajaran weda .
tapi kalo dari pihak hindu dijawa saya lihat persembahan itu lebih cenderung dibagi dua yaitu kearah buana agung dan buana alit .
ke buana agung : adalh untuk mengjaga keseimbangan hubungn kita buana alit dan buana agung dimn kita berterimaksih kepada alam yg telah memberikan semua kepada kita , dll
ke buana alit :disini lebih cendrung kita berbakti kepda dirikita ( atman yg berada dalam diri kita dalm kontek nya agar kita selalu bisa dekat dan mengenal dan kalo kita ssudah mengnal baru kita akan sadar kita itu siapa , kalo kita sudah sadar dan bertemu betul dengan pribadi kita ( atman ) baru kita akn mudah mengenal apa yang namanya cahaya hidup ( purusha) karena pada dasarnya kita bisa mengenal kembali atman adalh berkat sinar dari cahaya hidup (purusha)yang selalu memberi sinar kesadaran kepada atman, nah sinar atman yg sudah sadar akan selalu membari penerangan kepda sang sukma sarira , nah sehingga semua yang dilakukan oleh sang sukma itu atas perintah dari atman ,
nah intinya dari hal diatas tadi apapung bentuk persembahan itu tujuan utama adalah untuk memperolah kesadaran sang atman kembali
hayo monggo di pikir dengan lebih lembut apa hal terakhir yg mau kita cari ? semua cara baik itu bhakti apapun kepada siapapun itu adalah sarana untuk pembersihan to nah siapa yg kita bersihkan
bukan siapa 2 to ?
ingat juga tata cara yng udah persembahan yg ada dinusantara ini udah terbukti membawa nusantara ke pada kejayaan nusantara ini(juga banyak telah melahirkan resi2 dan tokoh spiritual yg agung,
cuma yg jd maslah apakh cara yng dipakai sekarang ini masih sama nggak dengan yg dahulunya ? trs masih kah ada yang melaksanakan pada saat ini ?
nah kalo boleh sayatulis mungkin sekarang bumi nusantara ini lagi menangis karena semua aturan dan budaya sudah tidak dijunjung tinggi lagi , “sekarang nusantara lagi tenggelam dalam keasikan meniru2 aturan dan budaya luar ”
nusantara menangis karena sudah dianggap tidak ada lagi ,nusantara ini menangis karena sudah tidak ada yang mau mendoakan para leluhur nya lagi , nusantara ini lagi marah marah karena sjarah nya dilupakan begitu saja ?
nah buat sedharma sekalian apakah masih akan mempersoalkan lagi apabila kita melakukan persembahan kepada leluhur kita ( hindu jawa akan selalu memberikan persembahan pada leluhur nya pada setiap galungan dan membersihkan makam semua keluarga mereka pada sore hari menjelang malam galungan dan atur bunga persembahan pada mereka ), nah hanya itu yng bisa kami lakukan untuk bhakti kepada leluhur kami, kami ga pernah bertanya apakah dewa akan marah , hyang widhi akan murka , tapi kami melakukan hal itu dengan penuh pengabdian tulus dari hati kami bukan karena paksaan , andaikat hal itu disalahkan siapa juga yang menggerakkan hati kami untuk memikirkan dan melaksanakan bahkti tadi , apakah keluar sendiri , apah hyang widhi tidak mengtuk hati kita tadi ??
nah monggo kita semua masih tahap belajar jangan dulu menyalah kan yg sudah ada jangan sampai kita celaka ke 2 kali lagi kaya majapahit dahulu?
monggo poro sedharma dikoreksi dan diteliti bakunya pada diri kita masing2?
heheheeh bli ngarayana gmn kabarnya baik 2 to trimaksih udah mau berkunjung ke warnet ???
heheheh shanti rahayu
@ Adi W
Sebagaimana sudah dijelaskan oleh Bli Ari Bcak (thanks bli Ari), saya setuju bahwasanya yang perlu kita benahi adalah cara pandang kita yang mungkin masih salah dalam memandang kedudukan Tuhan, Dewa dan leluhur. Pada dasarnya kosep pemujaan di Bali sudah sangat bagus. Coba kita perhatikan susunan pelinggih/kayangan tiga kita. Pura Desa dan pura puseh umumnya menyatu dimana pura desa sebagai stana Visnu terletak di utama mandala, sedangkan pura puseh sebagai stana Brahma terletak di madya mandala. Pura dalem sebagai tempat stana dewa Siva terletak dekat dengan kuburan dan hal ini sangat sesuai dengan konsep Siva Tattva yang dijelaskan dalam kitab suci. Demikian juga dengan cara persembahyangan kita. Bukankah kita mengenal persembahyangan dengan mencakupkan tangan di atas ubun-ubun untuk memuja Hyang Widhi (Tuhan), mencakupkan di depan kening untuk menghormati para dewa, di depan dada untuk sesama manusia dan di depan dada tetapi ujung jari menghadap ke bawah untuk menghormati bhuta kala?
Sistem keagamaan di Bali sangat komprehensip dan sangat lengkap. sekarang tinggal kita sebagai orang Bali. Apakah kita mau menjalaninya, mengerti akan filsafatnya dan tidak melakukan prilaku menyimpang dari sastra yang ada! Andaikan kita semua menjalankan prinsip-prinsip yang sudah disarikan yang berdasarkan sastra Veda oleh leluhur kita, mungkin kehidupan masyarakat Bali tidak akan kacau seperti ini. Tidak perlu ada korban sia-sia karena arak oplosan, tidak perlu ada banyak perang banjar dan tidak perlu ada exodus budaya yang merusak Bali itu sendiri. Jadi mari kita bahu membahu kembali pada prinsip-prinsip Veda yang otentik.
@ sayu
Thanks mas penjelasannya. Sangat bermanfaat.
Thanks juga sudah nemuin saya di lampung ya mas.. senang bisa jalan-jalan ke sana š Kapan-kapan main lagi ya..
Salam,-
tuhan = gaib
atman = gaib
maka, gaib=gaib.
baru kali ini ada yg mengungkapkan itu…..salut!!!!
menarik sekali apa yang dibicarakan disini. membuat saya bingung…
pernah saya membaca, di bali dulu ada bermacam sekte yang berdebat. antaranya vaisnawa, siwa sidantha, etc….
mayoritasnya di bali adalah siwa sidantha. jadi Hindu Bali berpaham Siwa sidhanta.
pertanyaan saya ???? kenapa kita harus memperdebatkan Hindu???.
Apakah tidak baik kalau kita tinggalkan atribut Hindu jadi tidak ada perdebatan. kembali pada kepercayaannya masing – masing ? sekte yang di percaya ???
sebelumnya mohon maaf. mungkin sebuah pertanyaan yang bodoh. akibat kecerdasan saya yang tertutupi.
Mohon pencerahan!!!!
sama 2 bli ngara mudah2an suatu saat nanti mungkin kita akan bertemu lagi dalm kondisi yg lebih baik lagi .
yng penting dalam hidup ini kita harus tau bagamna kita menempatkan fungsi dan kegunaan ,dari seluruh aspek yg ada dilam raya ini sehingga kita tidak terjebak dalm dualitas ini , jadi bagaimna kita hrs tau hidup ditengah alam , ( tidak ditimur ,selatan , barat,dan utara) atau istilah yg lain manah, citta, ahamkara,dan budhi, dan sudah jadi kewajiban kitalh sebagai manusia yng punya sisi lain yaitu hyang atman ( posisi tengah) hars trs berusaha menundukan 4 hal tersebut agar hyang atman memperolah cahaya sejatinya tadi yang akan memancar menerangi hyang sukma agar sapirasi dari hyang atman benar 2terealisasikan dalam ujud nyata melalui raga (stulla sarira) dalm segenap detak jantung dan hembusan nafas kehidupan masing2 .
nah kembali pada seluruh proses bentuk bhakti dan sembah dan dibantu dengan pengetahuan akan sastra (pengetahuan weda , wejangan orang yg sudah punya kesadaran tinggi ) ,tapa, dll, adalh sarana untuk mencapai inti yitu menundukan 4 hal diatas agar selaput yg menutupi hyang atman segera terbuka dan bangun dari tidur panjang , jadi tujuan kita adalah bagaimana kita mejadi diri sejati(hyang atman), dan jalannya udah jelas seperti yg udah dibahs .
nah jika kita sudah paham apa tujuan tadi , apakh juga setiap indvidu tadi masih mau beradu argument masalh kebenaran , masih memandang bajunyalah yg paling benar, masih memandang bahwa kesempurnaan (jiwanmukti) masih dikatagorikan milik salah satu individu /aliran agama tertentu, saya kira individu yg masih bertingkah laku sibuk mengurusi hal ini ,itu ,ini gak benar itu salah dan lain ,adalh individu yg makin asik dalam kungkungan 4 hal tadi, dia tidak pernah berfikir bahwa masih ada hal yg lebih besar lagi ketimbang memikirkan berdebat rebut kebenaran,
Kasa says:
May 27, 2010 at 4:14 p
“dan juga pertanyaan saya ???? kenapa kita harus memperdebatkan Hindu???.
Apakah tidak baik kalau kita tinggalkan atribut Hindu jadi tidak ada perdebatan”
beli kasa?
sebanarnya ga ada yg perlu ditinggalkan untuk bisa bersatu tadi?
semua yg ada dialam ini ga bisa kita buang ga bisa kita musnahkan , karena apa karena itu bukan milik kita kita ga pernah membuat kita ga pernah memiliki, hanya manusia inilah yg trs sibuk mengaku ini milikku itu milikku ,itu buatan negara A ,itu butan negara B dll.
yg bisa kita lakukan adalh mensinkronkan diri kita ini dengan alam tadi mendudukan fungsi kita tadi pada posisi masing2 , jalan kan tugas dan kewajiban sebagi manusia yg sebenarnya (kepada alam agung dan alam alit ).
nah kalau semua sudah duduk dan mejalankan posnya masing2 mudah2an damai yg kita harapkan akan terwujud?
ketut says:
May 25, 2010 at 3:23 pm
tuhan = gaib
atman = gaib
maka, gaib=gaib.
baru kali ini ada yg mengungkapkan ituā¦..salut!!!!
bli katut?
saya tambah dikit ya
tuhan (brahman)=sumber adanya gaib (bukan hanya gaib saja)yang punya cahaya (purusha)dan bayangan(prakerti)
atman =percikan terkecil dari brahman yg mempunyai sifat gaib
brahman selalu menyinarkan cahaya nya (cahaya hidup /purusha)yg selalu memberikan penerangan kepada atman agar berada dalam kesadaranya , cahaya atman akan menyinari hyang sukma (sukma sarira)agar melaksanakn apa yg dikehendaki atman, disni sukma dikendalikan oleh atman, dan jika ini bisa diraih oleh kita pada saat masih hidup maka kita akan mendapatkan kebahagiaan dalm hidup nyata ini(moksa selagi masih dalam raga) , dan akan trs dilanjutkan kebagaian atman dalam kehidupan setelah lepas dari raga , nah disnilah fungsi : DALANG =atman benar2 memainkan WAYANG=sukma sesuai dengan lakon/cerita sesuai dengan alur pada KELIR/LAYAR=RAGA, KARENA selalu mandapatkan penerangan dari BLENCONG/LAMPUDIATAS DALANG DLM PENTAS= cahaya hidup(purusha) dan akan membuahkan karma yang akan direkam oleh YANG MENANGGAP WAYANG /YG PUNYA HAJAT=prakerti/alam semesta , sesuai dengan karma yag dilakonkan /diceritakan olah DALANG= atman tadi, jika cerita yang diukir tadi baik baik maka prakerti /alam akan menimbulkan pala yang baik kepada atman agar setalah BLENCONG/LAMPUNYA mati tadi atman tidak akan (cerita abis , atman lepas dari raga)bisa kembalai kepada yg memberi penerangan (purusha)yang sebanarnya adalah brahman sendiri.
tapi jika dalam melaksanakan cerita tadi DALANG=ATMAN , asik dan tenggelam dalam lantunan gamelan dan sorak penonton(obyek keindahan) maka atman tidak akan sadar dan trs asik memainkan cerita tanpa 2 putus (masih kena lingkaran karma)dan trs memenuhi perintah dari yg punya hajat (alam semesta) ,kalo udah begini bagaiman atman mau lepas dari cengkraman hukum karma?
nah jika DALANG = atman tadi atman yg baik (atman yg telah memperoleh penerangan dari cahaya hidup(purusha)maka dalang tadi akn mengemas certa wayang (sukma )dengan apik dang selesai tepat waktudan cepat 2pamitan sama yang punya hajat(prakerti) agar segera masuk kedalam KOTAK WAYANG=brahman.
nah kesimpulan nya : purusha(cahayahidup),prakerti(alam semesta),atman(atma sarira),sukma(sukma sarira),dan seluruh obyek keindahan duniawi, ini dapat bergarak dan hidup karena hyang brahaman(menifestasi dari hyang brahman)
nah kalo semua yang menggelar hyang brahman bagaimn dengan kembalinya? kemna hyang atman akan kembali ?apa yng akan dibawa hyang atman ketika kembali?
nah monggo kita merenung kedalam diri kita masing 2 dan temukan jawabanya masing trutama apa yang mau dibawa hyang atman ketika kembali?
shanti rahayu
Sepengetahuan saya di bali tidak pernah ada tumbal (mungkin maksudnya yadnya) berupa sapi. Kalau Kerbau (Kebo) ada, terutama untuk ngaben utama.. Apakah Sapi maksudnya sama dengan kebo??? Bahkan membuat banten dengan daging sapi tidak pernah ada … Bli ngarayana dapat info dari mana nih???
Bro Agung, pernah ikut tawur kesanga tidak? Pada pagi hari kita melakukan pecaruan dengan mengarak anak sapi (godel) dari pura puseh menuju pura dalem. Setelah diupacarai di pura puseh, kedua kaki godel tersebut disempal pake kapak sehingga darahnya mengalir terus. Setelah itu sapi kecil tersebut dipaksa berjalan dan ditarik menuju pura dalem. Sampai di pura dalem akhirnya sapi tersebut diupacarai lagi dan dipotong. Dagingnya dibagi-bagikan ke semua warga desa. Itu salah satu model upacara dengan menggunakan sapi. Pada berbagai upacara di Besakih juga sangat banyak menggunakan sapi. š