Suku kata “Om” atau “Aum” tentunya bukanlah suku kata yang asing lagi bagi seluruh penganut Veda. Tidak peduli apapun garis perguruannya maupun jalan/marga yang dia tempuh sudah pasti mengenal suku kata Om ini karena tidak ada satupun kitab bagian-bagian kitab suci Veda yang tidak mengandung suku kata Om ini. Apa sebenarnya Om sehingga menjadi primadona dalam kitab suci Veda?
Bhagavad Gita 7.8 memberikan penegasan bahwa suku kata Om mengacu kepada Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri; raso ‘ham apsu kaunteya prabhäsmi çaçi-süryayoù praëavaù sarva-vedeñu çabdaù khe pauruñam nrsu, Aku adalah rasa dalam air, cahaya matahari dan bulan, suku kata Om dalam mantra-mantra Veda; Aku adalah suara di angkasa dan kesanggupan dalam manusia”. Pernyataan yang serupa diperlihatkan dalam Bhagavad Gita 9.17; “pitäham asya jagato mätä dhätä pitämahaù vedyam pavitram omkära åk säma ajur eva ca, Aku adalah ayah alam semesta ini, ibu, penyangga dan kakek. Akulah objek pengetahuan, yang menyucikan dan suku kata Om. Aku juga Rg, Sama dan Yajur Veda”. Dan lebih lanjut dalam Bhagavad Gita 10.25; “maharñéëäm bhrgur aham giräm asmy ekam akñaram yajïänäm japa-yajïo ‘smi sthävaräëäm himälayaù, diantara para rsi yang mulia, Aku adalah Bhrgu, diantara semua vibrasi Aku adalah Om yang transenden, diantara korban suci, Aku adalah pengucapan nama-nama suci (japa) dan diantara yang tidak terpindahkan, Aku adalah himalaya”. Jadi dari tiga sloka Bhagavad Gita ini menegaskan bahwa Om adalah Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri.
Sedangkan dalam Bhagavad Gita 17.23 disebutkan; “om tat sad iti nirdeço brahmaëas tri-vidhaù småtaù brähmaëäs tena vedäç ca yajïäç ca vihitäù purä, sejak awal ciptaan, ketiga kata om tat sat digunakan untuk menunjukkan kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Tiga lambang tersebut digunakan oleh para brahmana sambil mengucapkan mantra-mantra Veda dan pada waktu menghaturkan korban suci untuk memuaskan Yang Maha Kuasa. Dan dalam Bhagavad Gita 17.24 juga disebutkan; “tasmäd om ity dähåtya yajïa-däna-tapaù-kriyäù pravartante vidhänoktäù satatam brahma-vädinäm, karena itu, para rohaniwan yang melakukan korban suci, kedermawanan dan pertapaan menurut aturan Kitab Suci selalu memulai dengan “Om” untuk mencapai Yang Maha Kuasa.
Dari dua sloka Bhagavad Gita di atas kita mendapatkan informasi tentang pentingnya suku kata Om dan juga suku kata tat dan sat. Tiga kata Om tat sat diucapkan berhubungan dengan nama suci Tuhan Yang Maha Esa, misalnya, Om tad Visnoh. Bila mantra Veda atau nama suci Tuhan diucapkan, kata Om juga diucapkan sebagai tambahan. Ketiga kata Om tat sat diambil dari mantra-mantra Veda. Om ity etad brahmano nedistham nama (Rg. Veda) menunjukkan yang pertama. Kemudian tat tvam asi (Chandogya Upanisad 6.8.7) menunjukkan tujuan kedua. Sad eva saumya (Chandogya Upanisad 6.2.1) menunjukkan tujuan ketiga. Beberapa sloka Veda mengatakan bahwa Om tat sat pertama kali digunakan oleh mahluk hidup yang pertama, Dewa Brahma pada awal penciptaan dalam menghaturkan korban-korban suci yang ditujukan kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Karena itulah sampai saat ini para penganut Veda menggucapkan kata “Om tat sat” dalam memulai pekerjaan dengan maksud menyerahkan semua hasil pekerjaannya hanya kepada Tuhan.
Penjelasan mengenai Om tat sat ini dapat kita temukan lebih lanjut dalam sloka-sloka berikutnya, yaitu Bhagavad Gita 17.25, 17.26 dan 17.27.
“tad ity anabhisandhäya phalaà yajïa-tapaù-kriyäù däna-kriyäç ca vividhäù kriyante mokña-käìkñibhiù, tanpa menginginkan hasil atau pahala, hendaknya seseorang melakukan berbagai jenis korban suci, pertapaan dan kedermawanan dengan kata ‘tat’. Tujuan kegiatan rohani tersebut adalah untuk mencapai pembebasan dari ikatan material” (Bhagavad Gita 17.25). “sad-bhäve sädhu-bhäve ca sad ity etat prayujyate praçaste karmaëi tathä sac-chabdaù pärtha yujyate yajïe tapasi däne ca sthitiù sad iti cocyate karma caiva tad-arthéyaà sad ity eväbhidhéyate, kebenaran mutlak adalah tujuan korban suci bhakti. Kebenaran mutlak ditunjukkan dengan kata ‘sat’. Pelaksanaan korban suci seperti itu juga disebut ‘sat’. Segala pekerjaan korban suci, pertapaan dan kedermawanan yang dilaksanakan untuk memuaskan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan setia kepada sifat Mutlak juga disebut ‘sat’, wahai putra Prtha” (Bhagavad Gita 17.26-27).
Suku kata suci Om atau Omkara juga dikenal dengan istilah pranava dan aksara yang mengacu pada inti dari pengetahuan Veda yang disebut Maha-vakya. Sehingga tidaklah salah jika orang mengatakan bahwa tujuan mempelajari Veda hanyalah dua, yaitu ingat dan tidak pernah lupa pada Tuhan. Suku kata Om adalah suku kata yang paling awal dan paling dasar dalam literatur Veda dalam menyebutkan Tuhan.
Kebudayaan Mesir kuno juga mengenal kata yang sakral “Aum”, “Amen” atau “Amun” yang memiliki kaitan dengan suku kata Om yang menunjukkan “vibrasi energi paling purba”. Dalam Alkitab, Yohanes 1.1 disebutkan “Pada awalnya adalah sebuah kata, dan kata adalah dengan Tuhan dan kata adalah Tuhan, Amen(Aum)”. Beberapa abad setelah jaman Yesus, kata “Amen” di adopsi oleh oleh Islam menjadi kata “Amin”. Apakah kata Om teradopsi menjadi Aum dan berikutnya Amum, Amen dan terakhir Amin? Al-Qur’an sendiri diawali dengan suku kata “Alm” yang mungkin mengacu pada kata dasar Om. Kata Om ternyata juga dikenal oleh bangsa Maya sebagai vibrasi energi dasar yang diyakini dapat mengantarkan kehidupan. Dalam Agama Buddha juga dikenal istilah Om dalam mantra “Om Mani Padme Hum” . Om adalah bagian yang integral dari ritual, filsafat, meditasi dan japa bagi umat Buddha.
Hal yang cukup mengejutkan bahwasanya sudah sangat banyak penelitian ilmiah yang dilakukan untuk mengetahui efek dari suara suci Om ini. Salah satunya adalah untuk mengetahui stimulus yang diberikan oleh suara Om pada kemampuan otak manusia.
Yogacharya Vishwas V. Mandlik (Kulaguru, Yoga Vidyapeeth. Nashik) dan Dr. Ramesh Varkhede (Reader in Chemistry, H.P.T. College. Nasik) mengumpulkan 24 wanita dan 13 pria yang berumur antara 20-55 tahun untuk melakukan japa/pengucapan suara Om secara berulang-ulang selama 1 bulan, masing-masing 30 menit setiap paginya setiap hari.
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan psikotest terhadap para peserta untuk mengetahui daya ingatan, konsentrasi dan tingkat kelelahan otak mereka sebelum diadakannya terapi pengucapan Omkara. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan, psikotest berikutnya menunjukkan bahwa semua peserta mengalami peningkatan daya ingat, konsentrasi dan meningkatkan daya tahan otak.
Om sebagai elemen sakral dalam Yoga juga telah memberikan manfaat yang luar biasa dalam spiritual dan juga kesehatan dan di akui secara mendunia bukan hanya oleh Hindu, tetapi juga non-Hindu. Sehingga tidaklah salah jika Dewi Lestari Simangunsong, seorang penyanyi dan juga pembuat novel Supernova yang mencantumkan aksara suci Om pada sampul novelnya berkomentar bahwa Omkara adalah anugrah Tuhan untuk semua orang, sebuah simbol yang universal, bukan hanya mereka yang mengaku sebagai Hindu. Dia juga berujar bahwa Omkara memiliki banyak manfaat yang sudah dibuktikan secara ilmiah dan Omkara juga merupakan penghubung antara manusia dengan Tuhan.
Om Tat Sat
Dikutip dari berbagai sumber
OSA
Suksma bli,,artikelnya sngt mnarik..
OSSSO
OSA
artikel2 bli sgt menarik, membuat saya jd tambah tebal keyakinan saya akan Hindu,Proud to be hindu.
mengenai aksara AUM (OM) saya pernah membaca di tulisan nya bpk Ketut Donter:
Sebelum alam semesta tercipta yang terjadi adalah kekosongan. Yang ada hanya Tuhan itu sendiri. Dalam proses awal penciptaan alam semesta, yang pertama dimunculkan adalah ether atau bayu. Ini adalah unsur yang paling halus dari energi kasar (profan) Tuhan. Dari ether kemudian berkembang menjadi udara, dan setelah mengalami kondensasi maka timbullah panas (teja).Rentetan berikutnya adalah pemuaian yang diakhiri dengan ledakan. Dapat dibayangkan betapa dasyatnya ledakan itu, karena menjadi cikal bakal dari keseluruhan energi kosmis. Suatu ledakan, apalagi ledakan besar, pasti akan menimbulkan suara, yang selanjutnya merambat ke mana-mana. Suara yang merambat itu dikenal dengan suara Om (AUM), bunyi pertama yang dihadirkan Tuhan di alam semesta raya ini.
Donder menjelaskan, teori dentuman besar (big bang), yang merupakan teori fisika modern, mungkin bisa membantu menjelaskan tentang awal penciptaan alam semesta. Dan, hal itu tidak bertentangan teori kosmologi Hindu. Hanya saja, dentuman besar itu terjadi pada bagian akhir dari proses penciptaan alam menurut teori kosmologi Hindu. “Jadi, pranawa Om jauh lebih dulu muncul ketimbang terjadinya dentuman besar,” tegasnya.
Bgaimana menurut bli ttg bahwa pranawa OM jauh lebih dulu muncul ketimbang dentuman besar (big bang)?
ttg penggunaan aksara OM pada sampul sebuah buku yg tidak berkaitan dgn Hindu (seperti yg terjadi pd kasus Dewi Lestari)apakah bli setuju?
juga skrg ini banyak orang2 dari kalangan western memakai aksara OM sbg Tatto ditempatkan pada area2 yg tidak pantas,contohnya pada bagian dkt puser perut,kaki,bagaimana menurut bli?
bahkan skrg ini banyak simbul suci hindu di pakai seperti di hotel & bar,bagaimana menurut anda?
mohon pencerahannya bli
OSSSO
Om Swastiastu Bli Aris Godel,
Saya sendiri menarik kesimpulan bahwa “OM/ AUM” itu sendiri adalah Nama Tuhan dan Tuhan itu sendiri, karena Nama Suci Tuhan dan Tuhan itu sendiri bersifat mutlak dan tidak berbeda. Jadi saya meyakini bahwa OM itu kekal dan memang benar sudah ada sebelum dunia material ini tercipta.
Mengenai kasus Dewi Lestari yang menuliskan aksara OM dalam buku Supernova-nya, saya rasa tidak ada maslah, karena dia tidak meletakkan simbol OM itu untuk merendahkan Hindu, tetapi dia sendiri mengakui dan percaya bahwa OM itu adalah Suara Suci yang menghubungkan manusia dengan Pencipta.
Namun, jika Om dituliskan pada hal-hal yang tidak senonoh, saya rasa kita harus menyuarakan hal itu dengan cara yang elegan dan tidak membabi buta, apalagi anarkis. Kita harus mempropagandakan bahwa itu adalah lambang suci, lambang Tuhan dan tidak seharusnya diperlakukan seperti itu meskipun kita tahu bahwa Om/Tuhan tidak akan pernah ternoda oleh apapun.
Kita sebaiknya melihat segi positif dan negatifnya untuk perkembangan Hindu.
thanks for the info
passs bro…
rwa bineda ada siang ada malam, ada baik ada buruk…yang membedakannnya tingkat kesadaran dan spiritualnya
semoga mereka diberikan pencerahaan dan segera menyedari perbuatanya yng keliru…
shanti