Sering kali saya mendengar ocehan teman saya yang mengaku sebagai masyarakat modern mencemoh dan mengolok-olok penanggalan untuk hari baik dan ramalan kelahiran. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang beranggapan bahwa dengan mempercayai hari baik dan ramalan adalah sudah mengarah ke arah syirik dan melawan rahasia Tuhan.
Beberapa sumber Islam mengatakan bahwa tidak ada hari baik dan hari buruk, melainkan hanya hari sabat setiap hari Jumat. Dalam ajaran Kristen-pun demikian, mereka hanya mengenal hari sabat pada hari minggu dan juga termasuk sabtu malam.
Namu, dalam masyarakat Hindu dan masyarakat-masyarakat kuno lainnya memiliki konsep tentang hari baik untuk bepergian, bercocok tanam, menebang pohon, berburu serta hari baik tentang berbagai aspek kehidupan lainnya. Mereka juga meyakini bahwasanya waktu dan hari “mencetak” anak dan kelahiran sang anak akan berpengaruh pada karakter dan pembawaan anak bersangkutan.
Veda sebagai kitab suci tertua memiliki bidang ilmu Jyotisa dan Vastu sastra yang membahas dengan sangat mendetail mengenai astronomi, astrologi, numerologi, arsitektur dan juga tata kota. Konsep-konsep inilah yang pada akhirnya menjadi konsep dasar dalam berbagai perhitungan dalam aspek kehidupan masyarakat kuno di seluruh penjuru dunia.
Jika kita cermati praktek Veda ini dalam masyarakat tradisional Jawa dan Bali, maka kita akan menemukan istilah pawukon dan wewaran yang merupakan sistem kalender yang sangat-sangat kompleks dan mendetail. Dalam sistem wewaran dan pawukon ini perhitungan siklus waktu dibagi kedalam hari (ekawara), 2 harian (dwiwara), 3 harian (triwara) sampai pada 10 harian (dasawara). Disamping itu juga terdapat siklus bulanan yang berdasarkan bulan purnama dan bulan mati serta siklus tahunan yang berdasarkan pada matahari.
Dengan kombinasi siklus-siklus inilah perhitungan hari baik dan hari buruk untuk suatu kegiatan dan ramalan dilakukan. Dasar perhitungan ini ternyata tidaklah asal-asalan, melainkan berdasarkan perhitungan posisi bulan, matahari, planet-planet dan gugus bintang terhadap posisi bumi.
Mungkin anda akan bertanya, apa pengaruh posisi benda-benda langit nan jauh disana itu terhadap kehidupan manusia di Bumi?
Takaho Miura dari Universitas Hirosaki, Jepang, dalam jurnal Astronomy & Astrophysics mengemukakan bahwa bumi dan bulan, termasuk matahari, saling mendorong dirinya. Salah satunya, ini dipicu interaksi gaya pasang surut air laut. Gaya pasang surut yang diakibatkan bulan terhadap lautan di bumi ternyata berangsur-angsur memindahkan gaya rotasi bumi ke gaya pergerakan orbit bulan. Akibatnya, tiap tahun orbit bulan menjauh. Sebaliknya, rotasi bumi melambat 0,000017 detik per tahun.
Lantas, apa efek dari kejadian ini?
Fakta menjauhnya orbit bulan ini menjadi ancaman tidak hanya populasi manusia, tetapi juga kehidupan makhluk hidup di bumi. Pergerakan bulan, seperti diungkapkan Dr Jacques Laskar, astronom dari Paris Observatory, berperan penting menjaga stabilitas iklim dan suhu di bumi.
Kepada Science Channel Dr. Jacques mengatakan; ”Bulan adalah regulator iklim bumi. Gaya gravitasinya menjaga bumi tetap berevolusi mengelilingi matahari dengan sumbu rotasi 23 derajat. Jika gaya ini tidak ada, suhu dan iklim bumi akan kacau balau. Gurun Sahara bisa jadi lautan es, sementara Antartika menjadi gurun pasir,”.
Sejumlah penelitian menyebutkan, pergerakan bulan juga berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup. Terumbu karang, misalnya, biasa berkembang biak, mengeluarkan spora, ketika air pasang yang disebabkan bulan purnama tiba.
Bulan penuh juga dipercaya meningkatkan perilaku agresif manusia. Di Los Angeles, AS, kepolisian wilayah setempat biasanya akan lebih waspada terhadap peningkatan aktivitas kriminal saat purnama.
Menjauhnya bulan dari bumi diyakini ahli geologis juga berpengaruh terhadap aktivitas lempeng bumi. Beberapa ahli telah lama menghubungkan kejadian sejumlah gempa dengan aktivitas bulan. ”Kekuatan yang sama yang menyebabkan laut pasang ikut memicu terangkatnya kerak bumi,” ucap Geoff Chester, astronom yang bekerja di Pusat Pengamatan Angkatan Laut AS, seperti dikutip dari National Geographic.
Beberapa kejadian gempa besar di Tanah Air yang pernah tercatat diketahui juga terkait dengan pergerakan bulan. Gempa-tsunami Nanggroe Aceh Darussalam (2004), Nabire (2004), Simeuleu (2005), dan Nias (2005) terjadi saat purnama. Gempa Mentawai (2005) dan Yogyakarta (2005) terjadi pada saat bulan baru dan posisi bulan di selatan.
Jika bulan, sebuah satelit bumi yang memiliki gaya gravitasi relatif kecil sudah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap bumi dan isinya, bagaimana dengan planet-planet tetangga yang lain? Bagaimana dengan matahari dan gugus-gugus tatasurya, bintang dan galaksi yang lain di alam semesta ini?
Tentunya kalau kita berpikir dengan mengeneralkan hasil penelitian terhadap bulan, maka jawabannya sudah barang tentu benda-benda langit yang lainnya juga berpengaruh.
Jadi, dengan demikian perhitungan hari baik dan watak berdasarkan hari kelahiran seseorang pada dasarnya adalah hal yang sangat ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan. Ramalan ini tidak ubahnya seperti para ahli metrologi meramalkan cuaca pada suatu waktu di wilayah tertentu berdasarkan pada parameter-parameter tertentu. Jika ahli metrologi mendasarkan ramalannya pada parameter kelembaban udara, kecepatan angin, tekanan udara dan komposisi awan, maka ahli astrologi Veda mendasarkan ramalan watak seseorang dan juga hari baik berdasarkan formasi dan kedudukan bulan, planet-planet, matahari dan gugus bintang yang akan menimbulkan medan gravitasi dan elektromagnetik yang berbeda-beda pada masing-masing formasi terhadap bumi dan mahluk hidup di dalamnya.
Oleh karena itu sebenarnya kita perlu mengasihani saudara-saudara kita yang menolak dan menganggap konsep hari baik dan astrologi sebagai tahayul dan budaya primitif. Hanya karena kebodohan dan pengetahuan mereka yang keringlah sehingga menyebabkan mereka menghina warisan leluhur mereka sendiri yang adiluhur dan mengimport konsep asing yang tidaklah lebih baik. Mereka tidak sadar bahwa konsep wewaran dan pawukon yang diturunkan dari ajaran Veda yang selama ini mereka anggap kuno sebenarnya sudah jauh lebih maju dan melampaui ilmu astronomi modern yang sedang berkembang saat ini.
Berbahagialah anda yang masih memegang warisan leluhur ini. Semoga mereka yang selama ini lupa dan merendahkan warisan leluhur akan sadar dan kembali tergugah hatinya untuk menjaga warisan-warisan adiluhur para leluhur kita setelah membaca artikel ini.
Daftar pustaka;
- Vastu the origin of fengsui
- www.primbon.com
- www.kompas.com tertanggal Senin, 22 Juni 2009 | 05:38 WIB
osa..
bgus skali tulisannya. scara pribadi memang saya percaya dengan ramalan. hal ini saya buktikan dengan pengalaman saya mencocokkan sifat2 saya dn teman2 dengan menggunakan kalender bali. dan hasilnya memang benar.
akan tetapi yang saya blum mudeng adalah kalau kita meramal orang yang kembar. beda detik lahirnya pasti hasilnya sama. bukkankah setiap orang dilahirkan secara unique?
Setiap atman akan memberikan kepribadian yang unik terhadap setiap mahluk hidup. jangankan kembar, hasil kloningpun karakternya tidak akan identik. Tetapi setidaknya mirip….
faktor medan gravitasi akibat benda-benda langit yang menjadi dasar astrologi adalah salah satu parameter terhadap karakter dan pembawaan seseorang, namun disamping itu tentunya terdapat parameter yang lain-nya yang juga perlu kita perhatikan. parameter-parameter yang kompleks inilah yang menyebabkan perbedaan itu, meskipun lahir pada waktu yang bersamaan.
om swastiastu
hare krishna
halo mas ngarayana dah lama gak diskusi kali ini saya bertanya tentang ajaran hindu tentang mahabarata,pada konsep hindu mahabarata adalah kisah yang berkaitan dengan bhagawad gita,ada yang mengganjal setelah saya membaca mahabharatta berkait kekalahan kurawa dan alasan sri krishna dan para dewa membela pandawa,dan membenci kurawa,pertama adalah kurawa dengan licik menipu pandawa main dadu lalu melecehkan panchali atau drupadi dengan menelanjanginya lalu sejak itu kurawa selalu dipersalahkan karena hal itu pula sampai2 dewa narada datang mengungkap pesan kemusnahan wangsa kurawa,yang saya heran kenapa hanya kurawa yang dipersalahkan padahal yudistira turut bertanggung jawab karena dia yang mempertaruhkan drupadi,kenapa duryudana saja yang dikutuk para dewa,analogi saya yudistira bersalah karena membahayakan drupadi dia tega2 bertaruh dengan drupadi padahal dia sebagai suami harusnya bertanggung jawab bukan malah membahayakan kepada macan lapar seperti duryudana,maka saya menyimpulkan beban kesalahan harus ditanggung kedua pihak pandawa dan kurawa,akan tetapi kenapa kurawa harus punah dan binasa hanya karena alasan yang relatif dan masih bisa didebat,bahkan para dewa ikut-ikutan membela pandawa,sebagai orang awam saya melihat para dewata tidak adil termasuk sri krishna,mohon tanggapan
om shanti shanti shanti om
Om Swastiastu mas soony
Memang benar, Bhagavad Gita hanyalah bagian yang sangat kecil dari Mahabharata. bahakan Bhagavad gita hanyalah bagian dari Bhisma Parwa dari (kalau tidak salah) 18 Parwa yang ada dalam Mahabarata.
Dimana letak keadilan dalam perang mahabharata ini? apakah Yudistira dan ke-4 saudaranya tidak punya salah dan dihukum? Cobalah membaca kelanjutan cerita mahabharata ini maka anda akan sampai pada kisah ke-5 pandawa dan istrinya drupadi naik ke gunung mahameru untuk melakukan vanaprasta, meninggalkan kehidupan duniawi.
Dikisahkan bahwa drupadi paling awal jatuh sakit dan menemukan ajalnya. dan disusul oleh sahadewa, nakula, arjuna dan yang terakhir adalah bima. Setelah perjalanan melelahkan yang sangat lama akhirnya Yudistira dijemput oleh kereta dewa Indra menuju surga. Tetapi sampai di surga apa yang terjadi? Yudistira tidak menemukan ke-4 saudara dan istrinya. Malahan dia menemukan 100 korawa dan sekutunya dengan enaknya menikmati kemewahan surga, mereka sungguh bahagia. Hal inilah yang menyebabkan Yudistira bertanya pada penguasa Surga, kemana saudara-saudara dan istrinya. Betapa mengejutkannya saat raja surga menyebutkan bahwa mereka dihukum di neraka karena kesalahannya waktu di dunia ini. Sesaat setelah jawaban itu Yudistirapun diajak dan dituntun menuju neraka untuk menemui saudara-saudaranya dan di Neraka Yudistira juga merasakan bagaimana sakitnya hukuman disana. Selang beberapa lama setelah ke-5 pandawa dan istrinya menjalani penderitaan neraka tiba-tiba kondisi neraka yang gelap dan menakutkan menjadi berubah cerah dan indah. sementara itu kondisi tempat para korawa menikmati kenikmatan tiba-tiba berubah menjadi menakutkan seperti neraka.
Melalui kisah ini kita dapat melihat bahwa kebaikan sekecil apapun di dunia ini pasti akan kita nikmati baik di surga ataupun di planet-planet kenikmatan lainnya, dan kejahatan sekecil apapun akan kita terima sebagai ganjaran di neraka atau planet lainnya.
Karena itu konsep hukum karma phala dan punarbhawa / reinkarnasi tidak bisa dipisahkan dalam memahami fenomena seperti ini. Karma phala sendiri dibagi menajadi 3; yaitu Sancita karma phala (perbuatan pada kehidupan lampau menentukan kehidupan saat ini), Pralabda Karma phala (perbuatan pada kehidupan sekarang menentukan apa yang diterima pada kehidupan ini juga) dan Kryamana Karma Phala (perbuatan kehidupan saat ini menentukan apa yang kita peroleh di kehidupan yang lain setelah meninggal)
Karena itulah di dunia ini kita dilahirkan berbeda-beda, ada yang lahir cacat dan menderita seumur hidupnya, ada yang lahir kaya raya dan selalu bahagia dan ada juga yang biasa-biasa aja. Apakah Tuhan itu adil? Tentu, karma phala dan punarbawa inilah jawabannya.
Thank you very much for that splendid article
mau nanya..
1. jika penyebab sudah hancur,,apakah perhitungan tetap sama?
2. ilmu apa yang bisa “mengatur” waktu lahir seorang anak?
terimakasih…
@ anak manusia
eh salah bukan anak manusia… anak adamsia.. 😀
Ngomong opo to koe cah?
Sang penyebab hancur? Tuhan maksud loe?
Yang bisa mengatur lahir anak orang ya banyak faktor bro… dia mau di paksa lahir juga bisa… tapi belum tentu selamat ya.. 😀
Besok anak loe kalaupun masih berumur 5 bulan kandungan, tapi ada hari baik, cesar aja ya… dijamin harapan hidupnya kecil…. ck..ck..ck..
@made
terimakasih doanya jika memang saya salah semoga Dia mengampuni saya, jika saya yang benar semoga Dia mengampuni anda…
maaf made, saya tidak pake Sang waktu menyebut penyebab, yang saya maksud tadi gini, semua benda di alam raya ini saling mempengaruhi, katakanlah bulan mempengaruhi pasang surut bumi, nah perhitungan hari baik dari artikel ini dikatakan benar karena memang terbukti setiap benda saling mempengaruhi..nah jika benda yang mempengaruhi misalnya bulan atau planet terntu yang karena kerakusan makhlukNya dieksploitasi misalnya ditambang samapai habis,berarti kan ada perubahan dari komposisi benda2 penyebab…
secara ringkas, jika penyebab hancur, apakah perhitungan hari baik masih berlaku…?
semoga segera dijawab..