“ Daging tidak akan pernah diperoleh tanpa menyakiti mahluk hidup, dan menyakiti setiap mahluk hidup akan berakibat dalam mencapai kebahagian surgawi; oleh karena itu hindarilah penggunaan daging. Pertimbangkan dengan baik asal daging yang menjijikkan, kejam, membelenggu dan membunuh mahluk hidup. Biarkan mereka berpantang memakan daging secara total.” (Manu-samhita 5.48-49)
“Mereka yang mengijinkan pembantaian binatang, mereka yang memotong, membunuh, membeli atau menjual daging, yang memasak, yang menyajikannya dan yang memakannya, harus diperlakukan sebagai pembunuh binatang tersebut. Tidak ada dosa yang lebih besar dari manusia yang memelihara badannya dengan daging dari mahluk hidup lain meskipun dia memuja para dewa dan para leluhur (manu-samhitta 5.51-52)
“Jika seseorang memiliki keinginan yang kuat karena daging, dia dapat membuat mentega atau tepung dari seekor binatang; tetapi dia tidak boleh membunuh binatang tersebut tanpa alasan jelas. Sebanyak jumlah bulu binatang yang dia bunuh, sebanyak itu pulalah dia akan dibunuh tanpa alasan yang jelas dalam kehidupan pada kelahiran berikutnya.” (Manu-samhita 5.37-38)
“Dia yang menyakiti mahluk hidup lain demi kepuasannya sendiri tidak akan pernah menemukan kebahagian baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan berikutnya.” (Manu-samhita 5.45)
“Dengan hanya memakan buah-buahan dan akar-akaran, dan dengan memakan makanan yang sesuai untuk pertapa dalam hutan, seseorang tidak akan meningkatan secara signifikan sampai dia dapat menghindari daging secara total. Dia akan merasakan dagingku dalam kehidupan berikutnya, yang dagingnya telah ku makan dalam kehidupan ini; Orang bijaksana menjelaskan ini untuk maksud sesungguhnya dari kata daging [mam sah].” (Manu-samhita 5.54-55)
Dia yang tidak mencari dan menjadikan penderitaan dan kematian mahluk hidup, tetapi memberikan kebaikan pada semua mahluk, memperoleh kebahagiaan yang tiada akhirnya. Dia yang tidak melukai setiap mahluk hidup, tanpa ada maksud dalam pikirkannya, apa yang dia lakukan dan bagaimana dia mengatur pikirannya” (Manu-samhita 5.46-47)
Dengan tidak membunuh setiap mahluk hidup, seseorang akan memenuhi syarat untuk pembebasan.”(Manu-samhita 6.60)
“Seseorang yang memakan daging manusia, daging kuda atau binatang yang lain, selain susu dengan pembantaian Sapi, O raja, jika tindakan jahat seperti itu tidak berhenti, sebaiknya anda harus segera memotong kepalanya.” (Rig-veda 10.87.16)
“Kamu sama sekali tidak boleh mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan dengan membunuh ciptaan-Nya, baik itu manusia, binatang atau apapun.” (Yajur Veda 12.32.90)
Dia yang ingin memelihara badannya dengan memakan daging dari mahluk hidup lain, akan hidup dalam kesengsaraan dalam wujud lain dalam kehidupan berikutnya (Mahabharata, Anu.115.47)
“Pembeli daging melakukan kekerasan oleh karena kekayaannya; dia yang memakan daging juga melaksanakan hal yang sama dengan menikmati daging itu; pembunuh melakukan kekerasan nyata dengan mengikat dan membunuh binatang itu. Demikianlah, terdapat tiga bentuk pembunuhan. Dia yang membawa daging atau mengirimnya, dia yang memotong anggota badan binatang, dan dia yang membeli, menjual, atau memasak daging dan memakannya–semua itu harus dipertimbangkan oleh orang pemakan daging.” (Mahabharata, Anu.115.40)
“Dosa yang dihasilkan dengan kekerasan membatasi hidup pelaku. Oleh karena itu, mereka yang sangat mengharapkan kesejahtraan harus berpantang makan daging.” (Mahabharata, Anu.115.33)
Mereka yang tidak memiliki pengetahuan Dharma yang nyata dan, sombong dan jahat, menganggap diri mereka berbudi luhur, membunuh binatang tanpa perasaan, penyesalan dan ketakutan akan dosa. Dalam kehidupan berikutnya, orang berdosa seperti itu akan dimakan oleh mahluk hidup yang sama yang telah mereka bunuh pada kehidupan ini.” (Bhagavata Purana 11.5.14)
“Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bakti, Aku akan menerimanya”. (Bhagavad Gita 9.26) “Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala dosa karena mereka memakan makanan yang dipersembahkan untuk korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.” (Bhagavad Gita 3.13)
“Apapun yang kau lakukan, apapun yang kau makan, apapun yang engkau persembahkan atau berikan sebagai sumbangan atau pertapaan dan apapun yang engkau lakukan, — lakukanlah kegiatan itu sebagai persembahan kepada-Ku, wahai putera Kunti.” (Bhagavad Gita 9.27)
“Sri Rama tidak pernah memakan daging atau madu. Beliau setiap hari memakan buah-buahan liar, dan padi liar pada malam hari.” (Ramayana, Sundarakanda, Skanda 36, Sloka 41)
“ Tidak membunuh (Ahimsa) adalah kewajiban tertinggi.” (Padma Purana 1.31.27)
“Tidak memiliki keinginan membunuh mahluk hidup lain, dalam setiap kesempatan dan setiap waktu, disebut Ahimsa, haruslah merupakan tujuan dari semua pencaharian.”
(Patanjali’s Yoga Sutras 2.30)
Dear Ngarayana,
HINDU yang benar tidak melarang makan daging dan malah tercantum baik tentang anjuran dan kegunaan daging untuk di konsumsi:
Rig Veda:
Hymne CLXIX of the Rig Veda says: “May the wind blow upon our cows with
healing; may they eat herbage … Like-colored various-hued or single-colored whose names through sacrifice are known to Agni, Whom the Angirases produced by fervor – vouchsafe to these, Parjanya, great protection. Those who have offered to the gods their bodies whose varied forms are all well known to Soma” [The Rig Veda (RV), translated by Ralph H. Griffith, New York, 1992, p. 647].
In the Rig Veda (RV: VIII.43.11) Agni is described as “fed on ox and cow”
Suggesting that cattle were sacrificed and roasted in fire. Another hymn (RV: X.16.7) mentions the ritual enveloping of the corpse with cow flesh before applying the fire on it.
The Vedic Gaomeda, or cow sacrifice, was a standard ritual for important sacrifices like the Rajsuya yagna (consecration of rulers) or that the royal ritual of Ashwameda ended with the slaughter of the consecrated
stallion as is described in rather gory detail in CLXII- verses 9 to 22 of the Rigveda.
Hymns 86, verses 13 and 14 in book X:
“Wealthy Vrasakpayi, blest with sons and consorts of thy sons, Indra will eat thy bulls, thy oblation that affecteth much. Supreme is Indra over all. Fifteen in number, then, for me a score of bullocks they prepare and I devour the fat thereof. They fill my belly full. Supreme is Indra over all.
Brahmanas:
at 1.15 in the Aiteriya Brahmana, the kindling of Agni on the arrival of King Some is compared to the slaughter of a bull or a barren cow on the arrival of a human king or other dignitary.
at II.1.11.1 in the Taiteriya Brahmana and XXXI.14.5 in the Panchavinsha
Brahmana, the rishi Agastya is credited with the slaughter of a hundred bulls.
verse III.1.2.21 in the Satapatha Brahmana, sage Yajnavalkaya asserts that even though the cow is the supporter of everyone, he would eat beef “if it is luscious.” At IV.5-2.1 in the same Brahmana, it is said that a barren cow can be slaughtered in the some sacrifice. Not only for religious purposes, but also for other purposes one could kill a cow and eat beef. Thus at II.4.2 of the same Brahmana, it is suggested that a fat bull or fat goat should be sacrificed in honor of an important guest.
Upanisad:
Brihadaranyaka Upanishada (VI.4.18) advises a couple to take an evening meal of beef or veal pulao, if they desire to beget a son who is learned in the Vedas [Robert Trumbull, As I see India, London, 1957, p. 241].
If a man wishes that a son should be born to him who will be a famous scholar, frequenting assemblies and speaking delightful words, a student of all the Vedas and an enjoyer of the full term of life, he should have rice cooked with the meat of a young bull or of one more advanced in years and he and his wife should eat it with clarified butter. Then they should be able to beget such a son. -Brhadaranyaka Upanishad 6.4.18
Smrti texts should always follows sruti assertive and never deny them. Manu smrti is to be considered the main dharma-sastra in this regard, and Manu-smrti clear states that no one is to be considered an inhabitant of hell simply because he eats meat, or he drinks wine. There are special conditions to be accepted as dharmics while eating meat and drinking wine.
Purana:
Another smrti text, the Bhagavata Purana also mention that some kind of meat should always be considered as dharmic, even in Kali-yuga (9.6.7) . Another important smrti text, the Vaisnava dharmasastra from Visnu-smrti (51.6) also says: “If a man has (unawares) eaten meat of a five-toed animal, with the exception of the hare, the porcupine, the iguana, the rhinoceros, and the tortoise, he must fast for seven days.”
Itihasa:
Ramayana:
‘Only five among the five-clawed creatures can be eaten by Brahmans and
Ksatriyas, Raghava: the hedgehog, the porcupine, the lizard, the rabbit, and fifth, the turtle.’ ” — Ramayana 4:17:34.
Aranyakanda Canto VII:13-24 Rama, Lakshmana and Sitha
go to sage Suthikshna’s hermitage. The sage is concerned that Rama may hunt abundant amount of deer present in the hermitage. Rama promises that he wouldn’t kill the deer as that would insult the sage.
Mahabharata:
Anushashan Parva chapter 88 narrates the discussion between Dharmaraj
Yudhishthira and Pitamah Bhishma about what food one should offer to Pitris (ancestors) during the Shraddha (ceremony of dead) to keep them satisfied.
Paragraph reads as follows:
“Yudhishthira said, “O thou of great puissance, tell me what that object is which, if dedicated to the Pitiris (dead ancestors), become inexhaustible! What Havi, again, (if offered) lasts for all time? What, indeed, is that which (if presented) becomes eternal?”
“Bhishma said, “Listen to me, O Yudhishthira, what those Havis are which
persons conversant with the rituals of the Shraddha (the ceremony of dead) regard as suitable in view of Shraddha and what the fruits are that attach to each. With sesame seeds and rice and barely and Masha and water and roots and fruits, if given at Shraddhas, the pitris, O king, remain gratified for the period of a month. With fishes offered at Shraddhas, the pitris remain gratified for a period of two months. With the mutton they remain gratified for three months and with the hare for four months, with the flesh of the goat for five months, with the bacon (meat of pig) for six months, and with the flesh of birds for seven. With venison obtained from those deer that are called Prishata, they remaingratified for eight months, and with that obtained from
the Ruru for nine months, and with the meat of Gavaya for ten months, With the meat of the bufffalo their gratification lasts for eleven months. With beef presented at the Shraddha, their gratification,
it is said , lasts for a full year. Payasa mixed with ghee is as much
acceptable to the pitris as beef. With the meat of Vadhrinasa (a large bull) the gratification of pitris lasts for twelve years. the flesh of rhinoceros, offered to the pitris on anniversaries of the lunar days on which they died, becomes inexhaustible. The potherb called Kalaska, the petals of kanchana flower, and meat of (red) goat also, thus offered, prove inexhaustible.
So but natural if you want to keep your ancestors satisfied forever, you should serve them the meat of red goat.
Mulai Ibu dari Veda yaitu Rig Veda, s/d Purana tidak melarang makan daging!
Bahkan Avatarnya pun makan daging dan mempersembahkan daging!
Jadi, silakan melakukan pembenaran atau berpromosi Vegetarian namun TIDAK dengan membonceng ataupun menggunakan AYAT VEDA, Brahmanas, Itihasa, Purana dan Bhagavad Gita!
Karena Veda menyatakan dengan telak bahwa makan daging sama benarnya dengan makan tumbuhan!
@ Wirajhana
Sumber kutipan yang anda gunakan dari mana bunk Wirajhana?
Bukan dari Max Muller, Kuller, webber dan sejenisnya yang membuat kita “beler” kan?
Lantas sumber kutipan yang menganjurkan itu dari mana? bukan dari karangan sendiri, bukan?!
Dear made,
tenang aja kutipan itu baik dan sah koq..saya cuma muak saja dengan orang jualan vegetarian bawa2 Veda..itu aja
Dan pertanyaan yang sama juga wajib di ajukan..yang menganjurkan vegetarian itu dari mana?..jangan2 kata guru
@ Wirajhana
Thanks pak Wirajhana commentnya…
Ini pak Eka Wirajhana ya? Kebetulan sekali, saya salut dengan blog anda, terutama tentang ilmu perbandingan agamanya. Thanks pak.. 🙂
Hanya saja dalam beberapa hal mengenai filsafat Veda, saya tidak sepakat dengan anda pak. Menurut bapak yang disebut Veda itu apa? Apakah hanya catur Veda? Apakah hanya catur Veda + Brahmana + Upanisad atau bagaimana? Apakah menurut bapak Itihasa (termasuk Bhagavad Gita di dalamnya), UpaVeda, Vedangga tidak termasuk dalam Veda?
Veda dikodifikasi oleh Maha Rsi Vyasa (yang juga merupakan avatara Tuhan, -Bhagavata Purana 1.3.21). Beliau menyusun catur Veda bersama ke-4 muridnya. Dan beliau jugalah yang menyusun Itihasa, termasuk Mahabharata, Purana-purana dan Bhagavad Gita. Lalau bagaimana kita bisa mengesampingan kitab-kitab ini?
Dalam Chandogya-Upanisad (7.1.4) dan Srimad Bhagavatam (1.4.20). ditegaskan “ITIHASA PURANAH PANCAMAH VEDANAM VEDA, KITAB-KITAB ITIHASA DAN PURANA TERMASUK VEDA KELIMA”.
Dengan dasar pemikiran keliru akan Veda ini, sudah barang tentu pemahaman kita jika membaca catur veda juga pasti keliru. Bukankah dalam Vayu-Purana 1.20 dikatakan, “Itihasa puranabhyam veda samupa-brmhayet bibhetyalpasrutad vedo mamayam prahisyati, Veda hendaklah dipelajari melalui kitab-kitab Itihasa dan Purana?
Untuk mengerti catur veda dengan benar, kita harus mengerti Vedanga yang terdiri dari enam cabang pengetahuan Veda yaitu:
a. Siksa, ilmu mengucapkan mantra-mantra Veda.
b. Vyakarana, ilmu tata-bahasa (sanskerta).
c. Nirukti, kamus Veda.
d. Canda, lagu/irama/tembang membaca sloka-sloka.
e. Jyotisha, ilmu Astronomi untuk menentukan hari baik melaksanakan ritual (yajna), dan
f. Kalpa, pengetahuan tentang ritual (yajna) dan aturan hidup sehari-hari.
Jadi jangan pikir dengan asal comot sloka kita sudah berani mengatakan bahwa hal itu adalah benar sebagaimana yang tersurat.
Terus terang saya meragukan keotentikan sumber sloka yang bapak sampaikan. dalam catur veda yang saya punya di hymn CLXIX ada bagian khusus tentang keagungan sapi. Nah kenapa di sisi lain di kutipan sloka anda sapi malah direndahkan? Apakah menurut anda Veda saling bertentangan?
Jujur saja, saya tidak pernah menelaah catur veda sesuai dengan petunjuk sastra. Karena itu saya ‘bingung’ mencocokkan kutipan-kutipan sloka yang anda copas dengan sloka-sloka catur veda yang saya punya karena penomoran dan urutan sloka/hymne-nya berbeda. Oleh karena itu jika anda memang sudah menelaahnya dengan benar, mohon bimbingannya ya pak..
Namun sebelum lebih jauh membicarakan catur veda, pandangan saya mengenai sastra Veda dapat dilihat di link ini. Mari kita coba samakan persepsi kita dulu dalam memandang Veda, baru setelah itu kita mencoba memahami sloka-sloka catur veda yang sangat-sangat kompleks.
Mengenai vegetarian, sebagaimana sudah sering saya sebutkan. Sastra Veda tidak pernah memaksakan manusia untuk veget, tetapi Veda menganjurkannya. Sekarang, mau jadi vegetarian atau tidak itu terserah kita…
Salam,-
Ngarayana
🙏🙏
Jangan menjadi bodoh
Weda memang mengajarkan untuk tidak memakan daging tetapi jika ingin memakan daging ada solusinya.jgn suka mencampuri merubah ayat2 hindu
Dear Pak Ngarayana,
Untuk Catur Veda,
Sebelumnya, mohon liat juga tulisan saya tentang itu di sini, walaupun utamanya saya mengulas Bhagavad gita adalah sebagai hasil karya sisipan orang lain di Mahabharata dan bukan Veda ke 5 seperti mitos yang berkembang selama ini..namun saya sampaikan juga sekilas timeline kemunculan2 Veda
Di tulisan itu, anda akan temukan bahwa saat veda ke 3 muncul [Yajur Veda] ia menyebut pendahulu2nya [dalam hal ini adalah Rig dan sama veda]. urutan Logika tersebut memberikan petunjuk penting bahwa semua kitab [termasuk brahmanas/upanisad] yang menyebutkan ada itihasa dan Purana di dalamnya maka kemunculannya adalah SETELAH [atau setidaknya berdekatan] dengan kemunculan PURANA.
Untuk Vegetarian,
Saya melihat pandangan anda di salah satu komentar [bukan di artikel ini], ya anda cukup netral..kecuali di artikel ini, anda mengeksploitasi Veda untuk vegetarian.
Jika anda memahami bahwa alasan vegetarian adalah karena faktor A himsa-nya, maka anda semestinya juga mengetahui bahwa ajaran vegetarian ini bukan produk resmi Veda, namun jainisme.
Padahal teori a himsa untuk vegetarian pun runtuh karena menurut ajaran Veda [termasuk Jainisme] tumbuhan mempunyai Jiwa [ekindriya]!
anda mengatakan spt ini:
[..]Terus terang saya meragukan keotentikan sumber sloka yang bapak sampaikan. Dalam catur veda yang saya punya di hymn CLXIX ada bagian khusus tentang keagungan sapi. Nah kenapa di sisi lain di kutipan sloka anda sapi malah direndahkan? Apakah menurut anda Veda saling bertentangan?[..]
Saya:
Mohon perhatikan kutipan itu sekali lagi [sudah saya tulis sumbernya]. FOKUS di artikel ini adalah urusan perut, dimana jenis yg satu dibuat lebih suci [lebih baik] daripada yang jenis yang lain,
Kutipan saya, malah jelas menunjukan bahwa sapi [baca: DAGING]yang kemudian di jadikan obyek himsa..akhirnya juga di konsumsi.
Veda jelas menyatakan Mamsa pun baik [dikorbankan dan/atau dimakan]!
Ada baiknya juga melihat ide pengklasifikasiannya Adi Sankaracharya, yaitu komentarnya tentang Bhagavad Gita, bab 17.7-10, makanan yang termasuk Satvam, rajas dan tamasika. Ternyata Daging2an pun TIDAK TERMASUK di katagori RAJAS ataupun TAMASIKA!
Itihasa [Ramayana dan Mahabharata (dan sisipannya yaitu Bhagavad Gita), sudah memberikan gambaran JELAS bahwa Himsa itu dilakukan oleh AVATAR RAMA dan Khrishna sendiri dan juga anjuran2nya pada kerabat dan konco2 mereka.
Baik Rama dan Khrisna adalah Ksatriya [dalam kapasitas ini, mereka membunuh untuk berperang, berburu untuk dipersembahkan dan juga dimakan dagingnya]..Khususnya pada bagian perluasan daerah dengan upacara ASWAMEDHA [yang pada akhirnya toh juga dengan memakan daging kudanya juga]
[contekan ini saya ambil juga dari sini.
Terakhir tentang kopas-kopasan,
anda mengatakan ini:
[..]Jujur saja, saya tidak pernah menelaah catur veda sesuai dengan petunjuk sastra. Karena itu saya ‘bingung’ mencocokkan kutipan-kutipan sloka yang anda copas dengan sloka-sloka catur veda yang saya punya karena penomoran dan urutan sloka/hymne-nya berbeda.[..]
Saya:
Bagaimana anda bisa menyimpulkan bahwa kopasan yang anda punya adalah lebih baik/lebih benar/lebih asli dari yang saya dapatkan?
Jika anda melihat Veda sebagai bahan untuk membenarkan Vegetarian, maka veda yang anda punya..sekarangpun bisa saya pastikan bahwa itu bukan veda yang benar/asli.
salam.
Salam semuanya,
Wuih menarik sekali diskusinya, apalagi ada pak Wirajhana, ikut baca aja deh, kagak ada ilmu untuk ikut diskusi disini….. 🙂
Tentang Aswamedha sepertinya tidak ada tentang pembunuhan deh jika mencari dasarnya di RgVeda karena jika memakai (kata orang yang punya nih Veda 😀 ) Veda yang diterjemahkan oleh Svami Satya Prakash Sarasvati dan Satyakam Vidyalankar, maka para RgVeda Mandala I sukta 163 hanyalah simbolis belaka akan matahari…..
Nah mungkin pak Wira punya sumber yang lain akan aswamedha ini (selain RgVeda Mandala I sukta 163) ato mungkin terjemahan dari masing-masing penterjemah yang berbeda-beda,……
Trus mana yang benar???
Salam,
Dear Ari_bcak,
Tentang ‘symbol belaka akan matahari’, Rg veda bisa jadi symbol dan bisa jadi bukan symbol, karena penggunaan bahasanya adalah menggunakan bahasa yang dikenal saat itu.
Saya berpendapat yang anda maksudkan itu adalah lebih dekat pada upacara raja surya ketimbang Aswamedha, di artikel saya di sini dinyatakan sbb:
[..]Rajasuya maupun Aswamedha sama-sama merupakan upacara yang hanya bisa dilakukan apabila seorang Raja merasa cukup kuat untuk menjadi penguasa.
Seperti Aswamedha, selama persiapan upacara Rajasuya, para jendral (patih, saudara, atau ksatria yang masih sekerabat) melakukan kampanye dengan menaklukkan daerah-daerah (kerajaan) di sekitar mereka, sekaligus mengambil upeti dari kerajaan yang berhasil ditaklukkannya. Raja yang kalah harus bersedia untuk memberikan upeti dan mau menghadiri penyelenggaraan upacara.
Terdapat perbedaan antara upacara Aswamedha dengan Rajasurya. Pada saat upacara Aswamedha, kampanye militer dilakukan dengan melepaskan seekor kuda lalu para prajurit mengikuti kuda tersebut dan daerah yang dilalui kuda tersebut ditaklukkan, sedangkan dalam upacara Rajasuya, kuda tidak diperlukan. Para prajurit menaklukkan kerajaan sekitar sesuai dengan apa yang sudah mereka rencanakan.[..]
Di jaman Pra-Buddha, upacara itu sudah ada dan juga memerlukan pengorbanan mahluk hidup didalamnya.
Mari kita berandai2..
Jika itu adalah cuma sekedar symbol, maka Avatar Rama dan krishna sudah salah mengartikannya, bukan?!
Salam.
@ Wirajhana
Manarik sekali penjelasan pak Wirajhana dalam link yang bapak berikan. Penjelasan yang sangat panjang, namun dari inti yang saya tangkap, dari link pertama adalah hipotesa bapak yang menyatakan bahwa Bhagavata Purana dan Bhagavad Gita tidak ditulis oleh Maha Rsi Vyasa yang juga menuliskan Catur Veda. Dan bapak juga meragukan keberadaan 4 Veda dengan menyebutkan pada waktu jaman Buddha hanya dikenal 3 Veda.
Dari atikel bapak wiradjana dalam link yang pertama “Bhagavad Gita bukan pancama veda” saya menangkap alur logika berpikir bapak masih menggunaan teori karya Indologis Max Muler dan kerabatnya, yaitu teori Invasi Bangsa Arya atas Dravida. Teori ciptaan Max Muller ini sudah mendapat sanggahan yang sangat kuat di berbagai sumber, seperti contohnya di sini dan dengan bukti-bukti yang sangat meyakinkan. Jadi saya rasa teori invasi bangsa Arya tidak bisa digunakan lagi dalam memperkuat premis-premis yang bapak sampaikan.
Memang benar, Bhagavad Gita bukan pancama veda, tetapi Bhagavad Gita adalah Veda-siddhanta (kesimpulan Veda). Sebagaimana kita ketahui, Keempat sampradaya /garis perguruan Hindu, mulai dari Brahma, Sri, Sanaka dan Ludra sampradaya sudah menggunakan Bhagavad Gita sebagai Veda-siddhanta. Namun apapun sebutannya, Bhagavad Gita diakui menjadi pegangan utama umat Hindu di jaman modern dimana mereka tidak mungkin membaca semua literatur Veda yang ada.
Jika bapak mendekati veda dari kitab-kitab dan ajaran-ajaran sang Buddha gautama, maka sudah barang tentu akan bertolak belakang, karena misi sang Buddha sendiri adalah menghentikan korban binatang yang sewenang-wenang yang dilakukan hanya untuk kepuasan nafsu tetapi mengatasnamakan Veda pada jaman tersebut. Sang Buddha sendiri menjelaskan bahwa Tuhan itu seolah-olah tidak ada dan secara tidak langsung mengajak para murid dan pengikut-Nya agar tidak mempercayai Veda. Hal ini dapat kita simak dari ucapan-ucapan Beliau berikut.
1. Kepada kalian, saya hanya mengajarkan tentang hakekat penderitaan (duhkha) saja dan cara melenyapkannya. Jangan percaya kepada sesuatu karena itu tertulis dalam kitab suci, atau karena dikatakan oleh orang suci.
2. Tetapi jika hal itu sesuai dengan pengalaman, telah diteliti berdasarkan akal sehat, lalu terbukti membawa kesejahteraan bagi diri sendiri dan semua makhluk, terimalah itu sebagai kebenaran.
Veda memang tersusun dari banyak aliran filsafat yang seolah-olah satu dan yang lainnya bertentangan. Ada Vedanta, Janina, Buddha, Carvaka, Mayavada dan seterusnya. Kenapa bisa demikian? Saya meyakini bahwa Tuhan maha bijaksana dan mengetahui mood dan kecerdasan spiritual masing-masing manusia berbeda sehingga tidak bisa dipaksakan dalam satu aliran filsafat. Mereka yang berwatak asurik tidak akan pernah bisa mengerti aliran filsafat yang berdasarkan nivrtti marga, mereka akan cenderung memilih pravrtti marga (bhairava dan sakta). Dengan mengikuti salah satu aliran filsafat Veda dengan tekun dan benar, kesadaran sang jiva jiva akan berevolusi dari satu tingkat spiritualitas ke tingkat yang lebih tinggi stage demi stage. Kalau menurut pandangan bapak dan teman-teman yang lain bagaimana? Kenapa ada banyak cabang filsafat di kitab suci Veda?
Di bagian lain bapak mengatakan bahwa “Vyasa Dewa bukan pengarang kitab Veda, tetapi hanya penyusun, pembagi atau pembelah”.
memang iya, Maha Rsi Vyasa bukanlah pengarang Veda, karena dikatakan dalam Brhad-Aranyaka Upanisad 2.4.10; “ Rg. Yajur, Sama dan Atharva Veda dan Itihasa semuanya keluar dari nafas kebenaran mutlak, Tuhan Yang Maha Esa”. Veda bersifat mutlak , benar dengan sendirinya (self-authoritative), apauruseya (bukan buatan manusia) dan berhakekat mengatasi hal-hal duniawi (transendental). Veda disabdakan oleh Tuhan, Sri Krishna kepada Brahma sebelum alam mateterial tercipta (Yo brahmanam vidadhati purvam yo vai vedam ca gapayati sma krsnah – Atharva-veda. Tene brahma hrdaya adi kavaye – Bhagavata Purana 1.1.1).
Berikutnya prihal Bhagavata Purana yang bapak sampaikan disusun oleh Bopadeva pada jaman raja Yadava pada abad 12-13 berdasarkan pada forum http://www.indiadivine.org. Lagi-lagi asumsi ini sebagaimana dikatakan oleh salah satu orang dalam forum tersebut adalah merupakan teori dari pada Indologis yang memang dengan sengaja ingin menghancurkan ajaran Veda dengan maksud menyebarkan ajaran Kristen.
Yang saya tangkap dari forum ini adalah sanggahan akan asumsi bahwa Bhagavata Purana baru disusun oleh Bopadeva berdasarkan kaitannya dengan ulasan Veda yang ditulis oleh Hemadri dan Madhva. Bhagavata Purana juga termasuk dalam Maha Purana yang teridiri dari 18 Purana yang diakui falid oleh sarjana-sarjana Veda dimana ke-18 purana ini terbegai menjadi 3 bagian, yaitu Satvik, Rajasik dan Tamasik Purana.
Dalam sanggahan anda berikutnya mengambil sloka Bhagavata Purana, 1.3.24 yang menyatakan: ” Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana, di Propinsi Gaya, hanya dengan maksud mengelabui orang yang iri kepada orang yang setia dan percaya kepada Tuhan”.
Dalam hal ini anda membantah ramalan ini dan mengatakan Bhagavata Purana tidak benar. Dalam hal ini memang ada beberapa versi akan keberadaan sang Buddha. Ada yang mengatakan bahwa Buddha yang disampaikan dalam Bhagavata Purana bukan Buddha yang mendirikan agama Buddha. Dan di versi lainnya ada yang mengatakan bahwa memang benar Buddha yang muncul sebagai pendiri agama Buddha adalah sebagaimana yang disampaikan dalam Bhagavata Purana. Menurut sarjana Veda, dikatakan bahwa Buddha lahir sebagai putra Raja Suddhodhana dari permaisuri Mayadevi dengan nama Siddharta. Itu terjadi 560 th.SM. Tetapi si Ibu meninggal tak lama setelah si Bayi lahir. Kemudian Siddharta diasuh oleh ibu tiriNya, Anjana. Sedangkan Gaya adalah tempat dimana Siddharta mendapatkan pencerahan spiritual dan menjadi Buddha, Ia yang bijaksana. Tentunya sebagai kaum Buddhis yang tidak ingin ajarannya disamakan dengan Veda dan akhirnya diconvert kembali menjadi Hindu mereka memiliki versi tersendiri. Mengenai salah atau benarnya hal ini tentunya perlu penelitian ilmiah yang sangat panjang karena kondisi geografis 2500 tahun yang lalu dan nama-nama tempat di wilayah kejadian tentu sudah berubah. Saya mencoba mengunjungi link masing-masing pihak, hanya saja semuanya mengemukakan bukti yang mereka yakini benar. Sehingga saya tidak berani mengatakan ini benar dan itu salah.
Hanya saja perlu dicatat bahwa ramalan Buddha tidak hanya terdapat dalam Bhagavata Purana, tetapi juga tercatat anata lain dalam Garuda Purana 1.86.10–11 dan juga Dasavatara-stotra 9.
Dalam bagian yang lain anda menterjemahkan Bhagavad Gita, 10.33 sebagai “..dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk..” . Jika kita lihat kembali, ternyata artinya bukan seperti itu, tetapi “Di antara semua huruf Aku adalah A. Di antara kata-kata majemuk, Aku adalah kata majemuk setara. Aku adalah waktu yang tidak dapat dimusnahkan, dan di antara para pencipta Aku adalah Brahma”. Jadi mohon diperhatikan lagi dalam pengutipan sloka agar kefalidannya dapat dipertanggungjawabkan. Jangan menggunakan terjemahan dari pihak Indologis, tetapi gunakan terjemahan dari guru-guru yang ada dalam garis perguruan sebagaimana yang disyaratkan dalam Bhagavad gita 4.1-3.
Mengenai kisah Krihsna yang anda sampaikan dalam tulisan bapak, terus terang saya jadi bingung karena Film Mahabharata yang dulu pernah diputar di TVRI dan kemarin saya putar berulang kali ternyata memiliki kisah yang tidak sama dengan yang bapak sampaikan. Begitupun dengan buku-buku Mahabharata yang pernah saya baca tidak menyatakan demikian. Jadi mana versi yang benar? Mohon berikan link ebook atau sejenisnya yang bonafide ya pak..
Mengenai bagaimana kematian Krishna sendiri juga tidaklah sebagaimana yang bapak sampaikan,
…setelah seluruh bala tentara Yadava binasa akibat dari perkelahian diantara mereka sendiri, kemudian Sri Krishna berkehendak membenarkan kata-kata yang dahulu diucapkan oleh Durvasa Muni bahwa seluruh tubuh Beliau adalah kebal dari jenis senjata apapun kecuali bagian tubuh yang tidak terolesi bubur yaitu bagian telapak kaki dan itu yang menyebabkan Beliau wafat jika terkena senjata dan juga memenuhi janji-Nya kepada Rishi Bhrgu, bahwa Sang Rishi akan bisa bebas dari segala dosa yang pernah menendang Dada Beliau di kehidupan terdahulu, dengan lahir menjadi seorang pemburu hina yang akan memabantu dalam akhir Lila Tuhan pada akhir jaman Dwapara Yuga di bumi.
Untuk memenuhi kedua janji tersebut, Sri Krishna pergi ke hutan, duduk dibawah sebatang pohon. Dari kejauhan, seorang pemburu hina (Jara) datang, melihat Telapak Kaki Krishna yang kemerahan seperti warna bagian tubuh rusa, dan melepaskan panah ke arah sasarannya.
Akan tetapi, Jara menemukan bahwa ternyata sasarannya adalah Sri Kesava (Krishna) yang sedang duduk dalam posisi yoga. Karena merasa bersalah dan ketakutan, Jara segera sembah sujud, mengucapkan doa-doa suci permohonan maaf atas kesalahannya.
Sri Kesava berkata : “Jara yang baik, jangan takut dan bangkitlah. Apa yang telah anda lakukan adalah kehendak-Ku sendiri, dan atas Karunia-Ku, silahkan kembali tinggal di pelanet orang-orang saleh”. Kemudia Jara mulai mengelilingi Beliau yang berwujud amat indah cemerlang sebanyak 3 kali dan selanjutnya sujud telungkup di hadapan-Nya. Sementara itu, satu Vimana (pesawat ruang angkasa) datang, bersama Jara pergi ke Planet Sorgawi.
Setelah itu, Sri Kesava yang nampak begitu indah cemerlang, membumbung kelangit dengan cahaya berkilauan, memenuhi seluruh alam dan lenyap di angkasa. (Diringkas dari Mahabarata-Mausala Parva dan Bhagavata Purana).
Disinilah letak kesalahan pola berpikir bapak yang terlalu empiris deduktif. Menyamakan kondisi saat itu dengan pola kehidupan kita saat ini.
1. Perang pada jaman dvapara yuga tidak sama dengan perang pada jaman sekarang. Aturan-aturan perang masih dijunjung oleh kedua belah pihak, sehingga sebelum sangkakala dan genderang perang ditabuh oleh kedua belah pihak maka perang tidak akan dimulai. Hanya manusia pengecut yang tidak layak disebut sebagai Kesatria-lah yang akan melanggar peraturan perang pada waktu itu. Jadi penyabdaan selama 2-4 jam atau 1/2 haripun tidak masalah.
2. Jangan heran melihat ada orang yang mampu mendengar dan mengerti percakapan tersebut dari jarak jauh. Mereka menggunakan yoga mistik bernama “Dura Sravana Darsanam”. Sanjaya mendapatkan kesaktian ini setelah dipinjamkan oleh maha Rsi Vyasa yang juga dikatakan merupakan avatara Tuhan selama berlangsungnya perang kuru. jangankan kesaktian seperti itu, saat inipun sudah banyak manusia modern mempelajari telepati dan dapat mengetahui pikiran dan apa yang dikerjakan orang jarak jauh. Sesuatu yang benar-benar di luar logika ilmiah. Disamping itu masih banyak hal-hal diluar nalar yang disampaikan dalam kitab suci Veda yang tidak mungkin dicerna secara empiris deduktif dan hal ini memaksa para sarjana Barat mengatakan bahwa Veda hanyalah mitologi/dongeng. Mereka yang berpikir seperti itulah yang bodoh karena tidak mampu mengerti fenomena diluar alam fisis kita ini.
Jadi cara bapak memahami kitab suci Veda memang sangat berbeda dengan cara para sarjana Veda. Dan sepertinya pola pemahaman bapak mengikuti pola pemahaman para Indologis dimana kedua metode ini tidak akan pernah menghasilkan titik temu.
Mengenai kutipan catur veda yang bapak kutip belum sempat saya telaah, maaf karena meski sudah mencoba menyentuh kitab suci Veda sejak lulus SMA 6 tahun lalu, tetapi untuk kitab Bhagavad Gita dan Purana saja saya belum lulus-lulus… he..he… maklum kemampuan terbatas. Jadi saya pending dulu dan saya harapkan bapak dan rekan-rekan yang lain juga melkukan penelusuran yang objektif akan hal ini.
Mohon koreksiannya pak Wiradjana dan rekan-rekan sekalian.
Salam kompak,-
Dear pak wira, pengolahan daging menghasilkan emisi karbon terbanyak di dunia,, bahkan lebih banyak dari seluruh kendaraan di dunia. Mau apa lagi? Jualan ayat? Kita berpikir logis secara sains (pratyaksa pramana) jangan memakai sabda pramana kalau masih debat! Karena itu menghilangkan kecerdasan anda!.
Dear Ngarayana,
Membaca tanggapan anda sungguh menarik. membaca sampai akhir maka saya tidak menemukan lagi bahasan tentang Vegetarian sesuai dengan maksud artikel ini, maka saya anggap Anda bisa bersepakat bahwa adalah benar2 keliru membawa2 Rg Veda, Upanisad, Brahmana, itihasa sebagai dasar pembenaran vegetarian.
Fokus tanggapan anda sekarang berpusat pada artikel saya ‘BG bukan pancama Veda’, untuk itu, jika berkenan mohon tanggapan anda di atas anda masukan pula sebagai komentar di artikel saya itu.
Terima kasih
***
Untuk tulisan anda yang ini:
[..]Dari atikel bapak wiradjana dalam link yang pertama “Bhagavad Gita bukan pancama veda” saya menangkap alur logika berpikir bapak masih menggunaan teori karya Indologis Max Muler dan kerabatnya, yaitu teori Invasi Bangsa Arya atas Dravida.[..]
Saya:
Di artikel saya di sini [yang juga anda jadikan bahan tulisan anda di artikel anda lainnya] saya jelas TIDAK MENDUKUNG timelline-nya muller:
[..]Salah satu cara yang paling tidak logis dilakukan oleh Max Muller, ahli Veda terkenal dari abad lalu, dan masih paling terkenal sampai sekarang. Max Muller percaya dengan penciptaan dalam Bible dan menghitung umur Veda sebagai berikut:
Dia mengasumsikan penciptaan alam terjadi pada 23 Oktober 4004 SM dan menggunakan kronologi dalam Injil, banjir besar terjadi pada tahun 2448 SM.Ia mengasumsikan seribu tahun sebagai waktu banjir surut, yang menjadikan tahun 1400 SM sebagai waktu invasi Arya ke India.Ia memberikan waktu 200 tahun sebagai waktu adaptasi bangsa Arya dengan lingkungan barunya menjadikan tahun 1200 SM sebagai waktu disusunnya Veda. Tentu saja dia tidak memberikan alasan-alasan ini kepada publik, melainkan menghitung balik berdasarkan kronologi yang sudah dia hitung sebelumnya.Ia menetapkan tahun 600 SM sebagai waktu Budha, menyediakan waktu masing-masing 200 tahun untuk periode Chanda, Mantra dan Brahmana. Jadi, Brahmana disusun antara 800-600 SM, Mantra 1000-800 SM, dan Chanda (contohnya Rgveda) antara1200-1000 SM.Yang jelas tidak ada alasan secara sains untuk menjelaskan mengapa hanya perlu 200 tahun bukan 500 atau 1000 tahun untuk komposisi Chanda, Mantra dan Brahmana.
Belakangan Max Muller menyangkal kronologinya sendiri dan mengatakan tidak ada kekuatan di bumi yang bisa menentukan kapan Veda ditulis.[..]
Kemudian, bahkan saya mengutip temuan para Ahli India di artikel “BG bukan Veda ke-5” yang menyebutkan bahwa Buddha kemungkinan lahir di sekitar abad ke-18 SM bukan di abad ke 5-6 SM!
Jadi, sangat jelas sudah bahwa tuduhan anda keliru.
Kajian saya tentang time line di topik itu berdasarkan temuan bahwa saat veda ke 3 muncul [Yajur Veda] ia HANYA menyebut 2 pendahulu2nya [dalam hal ini adalah Rig dan sama veda]. Jika benar ini tidak mengindikasikan urutan tentunya akan tertulis nama Atharva didalamnya, bukan?!
Itu adalah fakta..se simple itu.
***
Anda menuliskan ini:
[..]Berikutnya prihal Bhagavata Purana yang bapak sampaikan disusun oleh Bopadeva pada jaman raja Yadava pada abad 12-13 berdasarkan pada forum http://www.indiadivine.org. Lagi-lagi asumsi ini sebagaimana dikatakan oleh salah satu orang dalam forum tersebut adalah merupakan teori dari pada Indologis yang memang dengan sengaja ingin menghancurkan ajaran Veda dengan maksud menyebarkan ajaran Kristen.
…
Yang saya tangkap dari forum ini adalah sanggahan akan asumsi bahwa Bhagavata Purana baru disusun oleh Bopadeva berdasarkan kaitannya dengan ulasan Veda yang ditulis oleh Hemadri dan Madhva.[..]
Saya:
Rupanya anda tidak membaca dengan baik maksud tulisan saya [yang bahkan saya lampirkan link sumbernya, untuk cross check]. Berikut dibawah ini adalah yang SEBENARNYA saya tuliskan:
[..]Tidak semua purana ada di sebelum tahun Masehi, salah satunya adalah Bhagavata purana atau yang dikenal sebagai Srimad Bhagavata, yang dibuat sekitar tahun 13 Masehi oleh Bopadeva [abad ke 13, Jaman raja Ramachandra, the Yadava king of Devagiri [1271 M – 1309 M]. Perdana mentrinya adalah Hemadri, dalam satu bukunya Bopadeva menuliskan sang perdana mentri itu:
srimadbhagavata-skandhadhyayarthadi nirupyate
vidusha bopadevena mantrihemadritushtaye
Itulah mengapa tahun penyusunan Srimad Bhagavatam/Bhagavata Purana disebutkan di abad ke 13, namun Al-Beruni yang pernah datang ke india abad ke 10 Masehi dalam Tahqiq-i-Hind menyebutkan Bhagavata yang dihubungkan dengan Vasudeva. VyasaDeva di nyatakan menyelesaikan canto ke 12 Srimad bhagavatam pada tahun 900 Masehi. Para ahli sejarah berpendapat bahwa penulisan Srimad Bhagavatam dituliskan antara 650 – 1000 Masehi[..]
Adakah ini tulisan saya di artikel diatas dapat diartikan bahwa saya sepakat Bhagavatam purana dituliskan di abad ke 13?
Sama sekali tidak.
***
Anda mengatakan ini:
[..]Menurut sarjana Veda, dikatakan bahwa Buddha lahir sebagai putra Raja Suddhodhana dari permaisuri Mayadevi dengan nama Siddharta. Itu terjadi 560 th.SM. Tetapi si Ibu meninggal tak lama setelah si Bayi lahir. Kemudian Siddharta diasuh oleh ibu tiriNya, Anjana. Sedangkan Gaya adalah tempat dimana Siddharta mendapatkan pencerahan spiritual dan menjadi Buddha, Ia yang bijaksana. Tentunya sebagai kaum Buddhis yang tidak ingin ajarannya disamakan dengan Veda dan akhirnya diconvert kembali menjadi Hindu mereka memiliki versi tersendiri.[..]
saya:
Sarjana Veda yang mana yang anda maksudkan?
Klaim sepihak seperti ini tidaklah berguna.
Syair itu jelas tidak cocok pada fakta sejarah manapun.
Anjana bukanlah ibu tiri Sidharta Gautama
Silakan anda perhatikan tulisan saya yang di “BG bukan pancama Veda” di atas, sumber2 saya, baik dari Stephen Knap dan Narahari Achar, sangat jelas menuliskan sambungan antara satu dinasti ke dinasti berikutnya terutama dikaitkan dengan kehidupan RAJA ASOKA yang beragama BUDDHA.
Sekali lagi, fokuslah dengan bukti dan fakta bukan dengan opini yang tidak jelas.
***
Anda mengatakan ini:
“[..]Dalam bagian yang lain anda menterjemahkan Bhagavad Gita, 10.33 sebagai “..dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk..” . Jika kita lihat kembali, ternyata artinya bukan seperti itu, tetapi “Di antara semua huruf Aku adalah A. Di antara kata-kata majemuk, Aku adalah kata majemuk setara. Aku adalah waktu yang tidak dapat dimusnahkan, dan di antara para pencipta Aku adalah Brahma”. Jadi mohon diperhatikan lagi dalam pengutipan sloka agar kefalidannya dapat dipertanggungjawabkan. Jangan menggunakan terjemahan dari pihak Indologis, tetapi gunakan terjemahan dari guru-guru yang ada dalam garis perguruan sebagaimana yang disyaratkan dalam Bhagavad gita 4.1-3.[..]
Saya:
Wuiiihhh…anda selalu menggunakan kata INDOLOGIS pada setiap tanggapan! saking getolnya hingga racun itu masuk terlalu dalam dan membutakan penglihatan anda dan tidak menangkap apa yang sesungguhnya hendak saya sampaikan.
Ini adalah TULISAN asli saya:
“..dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk [Dvandva]..” [Bhagavad Gita, 10.33].
Anda perhatikan titik [..]yang saya letakan di awal dan akhir kutipan?
Tujuannya adalah jelas untuk MEMOTONG sebuah KUTIPAN yang akan dibahas, yaitu: kata DVANDA!
bandingan dengan kutipan yang berasal “guru-guru yang ada dalam garis perguruan” [saya terus terang geli membaca ini..]
“..and among compound words I am the dual compound…”
Hah! koq sama ya lantas dimana bedanya?
Fokus saya adalah di kata DVANDA yang muncul di jaman PATANJALI!
[..]Di samping Panini, ada pula ahli tatabahasa lainnya yaitu Patanjali yang hidup di abad ke-2 SM [Radhakrishnan, and C.A. Moore, (1957). A Source Book in Indian Philosophy. Princeton, New Jersey: Princeton University, ch. XIII, Yoga, p.453]. Patanjali disamping ahli Yoga iapun merupakan pakar tata bahasa Sanskrit. Patanjali pernah mengatakan bahwa Dvandva adalah yang paling paduan kata-kara yang superior di Sanksrit. Kalimat tersebut secara mengherankan sama dengan kalimat ini:
“..dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk [Dvandva]..” [Bhagavad Gita, 10.33].
Dari 6 kelas paduan kata di tatabahasa Sanskrit kelas “Dvandva” memiliki nilai gramatikar tertingi, doktrin superioritas Dvandan dibadingkan paduan lainnya pertama kali dinyatakan oleh ahli tatabahasa Patanjali [Pat. I. p 392, cited in Speijer, Sanskrit Syntax, page 151, note][..]
potongan kalimat di atas di artikel saya merupakan bukti kesekian bahwa BG hanyalah merupakan produk sisipan dan bukan karya Vyasa!
***
Mengenai Kisah Krisna,
anda tuliskan seperti ini:
[..]Mengenai kisah Krihsna yang anda sampaikan dalam tulisan bapak, terus terang saya jadi bingung karena Film Mahabharata yang dulu pernah diputar di TVRI dan kemarin saya putar berulang kali ternyata memiliki kisah yang tidak sama dengan yang bapak sampaikan. Begitupun dengan buku-buku Mahabharata yang pernah saya baca tidak menyatakan demikian. Jadi mana versi yang benar? Mohon berikan link ebook atau sejenisnya yang bonafide ya pak..
Mengenai bagaimana kematian Krishna sendiri juga tidaklah sebagaimana yang bapak sampaikan,[..]
Saya:
Kata-kata yang anda tuliskan diatas, jelas sekali kalau anda terlalu melebih2kan dari yang sesungguhnya saya tuliskan [di artikel itu, tuliskan MAHABHARATA sekaligus linknya. Saya khawatir saat anda menuliskan tanggapan itu..anda bahkan tidak membuka link tersebut sama sekali].
Di artikel tentang Mahabharata itu bahkan saya sampaikan sampai 3 versi, yaitu Versi umum yang ada di India [yang biasanya anda baca/tonton], Versi Jawa, dan khusus di mosala parwa saya cantumkan pula bagian versi Sutta pitaka Buddhis yaitu jataka [juga di artikel ini, mengenai Kisah Wafatnya Khrisna, Buddha, Yesus dan Muhammad].
Jika anda buka link terakhir, maka anda akan tau arti dari kata JARA dan beberapa ulasannya.
Terusterang, seharusnya sebagai seorang hindu, anda tentunya tau bahwa ITIHASA adalah sejarah sedangkan Purana adalah dongeng.
Disamping itu,
Saya juga punya rekaman video mahabharata, Ramayana yang dulu ditayangkan di TPI [bukan TVRI, bahkan siapa yang memutarnya saja anda salah menyebutkan] yang tiap episode kami rekam!
***
Di bagian akhir anda menuliskan ini:
[..]Disinilah letak kesalahan pola berpikir bapak yang terlalu empiris deduktif. Menyamakan kondisi saat itu dengan pola kehidupan kita saat ini.
1. Perang pada jaman dvapara yuga tidak sama dengan perang pada jaman sekarang. Aturan-aturan perang masih dijunjung oleh kedua belah pihak, sehingga sebelum sangkakala dan genderang perang ditabuh oleh kedua belah pihak maka perang tidak akan dimulai. Hanya manusia pengecut yang tidak layak disebut sebagai Kesatria-lah yang akan melanggar peraturan perang pada waktu itu. Jadi penyabdaan selama 2-4 jam atau 1/2 haripun tidak masalah.[..]
saya:
Pertama, tidak benar pihak PANDAWA selalu fair dan bukan pengecut! berikut ini adalah sedikit dari cuplikan aturan perangnya:
Pertempuran harus dimulai setelah matahari terbit dan harus segera dihentikan saat matahari terbenam.
Pertempuran satu lawan satu; tidak boleh mengeroyok prajurit yang sedang sendirian.
Tidak boleh membunuh atau melukai seseorang atau binatang yang tidak ikut berperang.
Ternyata walaupun sudah di medan perang sekalipun dan bahkan didampingi oleh Awatar..kecurangan2 dan kepengecutan itupun demonstrasikan pula oleh pandawa, misalnya saat Arjuna melawan Bisma, setelah berperang dan tidak mati2 hingga membuat gemas khrisna yang kemudian malah mencampuri pertempuran 1 lawan 1 itu.
Juga bagaimana pihak pandawa melakukan perbuatan membunuh gajah yang bernama aswatama. Ini jelas perbuatan pengecut demi sebuah kemenangan bukan kebenaran!
Disamping itu TIDAK BENAR TEROMPET GENDERANG BELUM ditabuhkan!
[..]Sebelum pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bisma meniup terompet kerangnya yang menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan ksatria, baik dari pihak Korawa maupun Pandawa. Setelah itu, Arjuna meminta Kresna yang menjadi kusir keretanya, agar membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat siapa yang sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.[..]
Setelah habis semua daya upaya perdamaian, juga telah ditetapkan aturan2 perang..bahkan sudah berbaris siap berperang di saat matahari muncul..Dimana ada logikanya satu pihak telah meniupkan terompet dan harus delay 4 jam-an! untuk tiupan terompet berikutnya!
ini jelas sekali merupakan trik murahan untuk menyisipkan ajaran2 yang dilakukan oleh Para PEMALSU VEDA!
Anda kemudian mengatakan ini:
[..]Jadi cara bapak memahami kitab suci Veda memang sangat berbeda dengan cara para sarjana Veda. Dan sepertinya pola pemahaman bapak mengikuti pola pemahaman para Indologis dimana kedua metode ini tidak akan pernah menghasilkan titik temu.[..]
saya:
menurut saya, disamping para Indologis, yang justru tidak kalah mengkhawatirkannya adalah cara mengacak2 Veda yang dilakukan oleh “guru-guru yang ada dalam garis perguruan” dengan dalih ajaran yang lebih asli dan benar dan malah terjerembab di tempurung yang lain lagi.
Demikian dan salam.
@ Wiradjana
Wah diskusi yang sangat menarik sodara-sodara.. gua jadi bingung bacanya… 😀
namun ada 1 hal menggelitik yang ingin saya tanyakan pada saudara Wiradjana. Anda menuliskan;
“Terusterang, seharusnya sebagai seorang hindu, anda tentunya tau bahwa ITIHASA adalah sejarah sedangkan Purana adalah dongeng.”
Apa benar kitab suci Hindu berdasarkan dongeng? Apa benar Purana adalah dongeng? Kok tega sih Tuhan membohongi umatnya dengan dongeng? Jangan-jangan Tuhan orang Hindu dongeng juga?
Bagaimana pandangan anda?
Dear all…
ikutan dikit…karna sangat menarik, diskusi yg cerdas.
apa yg dikemukakan oleh saudara Ngarayana & Wirajhana mengenai boleh tidaknya mengkomsumsi daging menurut Veda,keduanya benar semua,inilah salah satu kelebihan Veda yg berkenan menampung semua aspirasi/keinginan umat manusia.Kalau ada yg makan daging dipersilahkan dg pembenaran ayat Veda,kalau tdk makan daging jg ada pembenaran ayat Veda.Karna manusia diberi “kecerdasan” maka Pilihan tergantung pd kita masing2.
Coba direnungkan: Kalo kita bisa hidup sehat tanpa mengkomsumsi daging kenapa tdk kita lakukan? Kalo kita bisa hidup tanpa menyakiti mahkluk hidup yg lain mengapa tdk kita lakukan? Kalo kita ingin memberi “kasih”cinta” mengapa tdk kita berikan kasih dan cinta tersebut jg pd mahluk hidup yg lain?
@ Dear Pak Wirajhana
Salam kenal, argumen anda luar biasa pak Wirajhana, mudah2an dari argumen2 itu anda menemukan kebenaran yg sejati.
Argument anda sebenarnya sangat-sangat cerdas,namun sayang kecerdasan anda keblablasan sehingga anda menyimpulkan Bhagavadgita bukan Veda yg kelima,PURANA sebagai dongeng.
Sebagai orang yg tdk secerdas anda tentunya saya sangat menyayangkan,tapi itulah, yg namanya sedang mencari kebenaran yg sejati memang harus berliku-liku. Kalau anda mencari kebenaran ajaran Hindu/Veda dg argument ajaran Budha jelas tdk akan menemukannya,karna ajaran Budha tdk mengakui otoritas Veda,maka anda yg cerdas pasti tahu bagaimana hasilnya/argumentnya.
Ada banyak alasan mengapa orang meragukan keotentikan Bhagawadgita dan purana ,khususnya Bhagawata Purana dikatakan sbg dongeng.
Alasan yg paling utama adalah karna orang tersebut IRI pada SRI KRISNA, dalam Bhagavadgita dan Bhagavata Purana Sri Krisna disebutkan sebagai Bhagavan,Tuhan itu sendiri atau Tuhan yang berwujud, sedangkan kebanyakan orang tdk mengakui Tuhan itu berwujud,Tuhan bisa menjelma kedunia ini, jadi dapat dibayangkan bagaimana argument “pembenaran” akan di cari sampai akhirnya dia akan mengatakan bahwa semuanya adalah dongeng. Itu sah-sah saja. Karna itu saya menyarankan kalau anda mau tahu siapa ayah anda maka anda harus bertanya kepada ibu anda, jgn kepada yg lain. Baru anda akan mendapatkan“kebenaran”.
Betapapun cerdasnya seseorang kalau ia sudah menumbuhkan rasa“iri” pada Sri Krisna maka orang tersebut tdk akan menemukan kebenaran yg sejati, karna kecerdasannya telah dicuri oleh”maya”(mayayapahrta jnana). Terlebih lagi kalau orang tersebut mencari pembenaran dari orang yg juga iri pada Sri Krisna.
Maaf kalau tdk berkenan, Santi selalu.
@ Dear Pak Wirajhana,
Mengapa anda MUAK melihat orang jualan vegetarian ? apakah menjadi saingan bisnis anda ? Bapak pasti lebih tahu dewasa ini vegetarian sedang digalakkan di seluuh dunia,dan hubungannya dengan pemanasan global. Biarlah orang memilih mau daging mau tahu,seperti yang dikatakan saudara Wawan,gitu aja kok sewot and repot. Maaf kalau menyinggung perasaan Bapak, Santhi.
@Wiradjana
Dalam argumen anda, anda menyebutkan Stephen Knapp sebagai sumber acuan dalam pembantahan ramalan Bhagavata Purana.
Tetapi setelah saya telusuri ke websitenya Stephen Knapp ternyata dia mengatakan ” Many people may know about Buddhism, but few seem to understand its connections with Vedic culture and how many aspects of it have origins in the Vedic philosophy. To begin with, it was several hundred years before the time of Lord Buddha that his birth was predicted in the Srimad-Bhagavatam: “In the beginning of the age of Kali, the Supreme Personality of Godhead will appear in the province of Gaya as Lord Buddha, the son of Anjana, to bewilder those who are always envious of the devotees of the Lord.” (Bhag.1.3.24). This verse indicates that Lord Buddha was an incarnation of the Supreme who would appear in Gaya, a town in central India. But some historians may point out that Buddha, Siddhartha Gautama, was actually born in Lumbini, Nepal, and that his mother was Queen Mahamaya. Therefore, this verse may be inaccurate. But actually Siddhartha became the Buddha after he attained spiritual enlightenment during his meditation under the Bo tree in Gaya. This means that his spiritual realization was his second and most important birth. Furthermore, Siddhartha’s mother, Queen Mahamaya, died several days after Siddhartha’s birth, leaving him to be raised by his grandmother, Anjana. So the prediction in the Bhagavatam is verified.”
Jadi kesimpulan anda dengan kesimpulan Stephen Knapp sangat bertolak belakang. Stephen knapp sendiri menurut CV-nya http://www.stephen-knapp.com/stephen_knapp_cv.htm adalah kelahiran Kristen yang menjadi Hindu di bawah garis perguruan Gaudya Vaisnava (Hare Krishna) yang didirikan oleh Srila Prabhupada. Nama diksanya Sri Nandanandana dasa.
Kok bisa kesimpulan anda dengan referensi yang anda acu bertolak belakang?
Saya salut dgn ke kritisan anda pak eka wirajhana,tyang sndri mrupakan pngunjung blog anda,salut dgn ilmu perbndngan agama yg anda sampaikan dlm blog anda,tp mengenai Bhagavad Gita,tyang krang spndapat dgn bpak yg mngtkan bkan pancma veda.
tyang sndri dlm mncb ‘memahami BG,slalu yg menjadi acuan dan smangat tyang dlm memplajari BG adalan sloka 9.11,dimana Krshna,kepribadian Tuhan bersabda ‘orang bodoh mengjek DiriKU bila Aku menjelma seperti manusia,mereka tidak mengetahui sifat rohaniKU sbg Tuhan Yang Maha Esa,yang berkuasa atas segala sesuatu yg ada’
ya Tuhan,Engkau memang maha Tahu,Engkau sudah mengetahui kalau pada jaman kali yuga ini ada bnyak ‘orang bodoh’ yg tdk mengakui Engkau sbg Kepribadian Brahman..
beribu2 maaf bila tdk berkenan..
Om Shantih3x Om
damai selalu memang lbh baik..
Saya salut dgn ke kritisan anda pak eka wirajhana,tyang sndri mrupakan pngunjung blog anda,salut dgn ilmu perbndngan agama yg anda sampaikan dlm blog anda,tp mengenai Bhagavad Gita,tyang krang spndapat dgn bpak yg mngtkan bkan pancma veda.
tyang sndri dlm mncb ‘memahami BG,slalu yg menjadi acuan dan smangat tyang dlm memplajari BG adalah sloka 9.11,dimana Krshna,kepribadian Tuhan bersabda ‘orang bodoh mengjek DiriKU bila Aku menjelma seperti manusia,mereka tidak mengetahui sifat rohaniKU sbg Tuhan Yang Maha Esa,yang berkuasa atas segala sesuatu yg ada’
ya Tuhan,Engkau memang maha Tahu,Engkau sudah mengetahui kalau pada jaman kali yuga ini ada bnyak ‘orang bodoh’ yg tdk mengakui Engkau sbg Kepribadian Brahman..
beribu2 maaf bila tdk berkenan..
Om Shantih3x Om
damai selalu memang lbh baik..
Hebat diskusinya…. Ada dikit yg ingin saya tanyakan…. Begawad Gita adalah veda ke-5. Padahal Begawad Gita merupakan sub bab kecil dr Mahabrata. Kira2 mengapa kok gak Mahabrata saja yg menjd veda ke-5?
Saya tidak pernah menyangsikan cerita2 yg seolah2 diluar pikiran manusia. Tapi benar juga kita harus mengikuti sebuah timeline nya. Agar kita bisa memahami peristiwa itu.
Mungkin anda semua pernah dengar cerita cinta kasih layonsari di bali….??? Menurut anda, apa cerita itu memang ada? Sampai2 kuburannya ada lho… tp tidak boleh dibongkar makamnya oleh ahli2 arkeopologi.
@Adi wira
kalau smpat,slahkan dtang ke desa kalianget,kec.seri2t,pninggln bks krajaannya jga msh ada,yg skrang djadikan Pura Desa,d desa kami,pninggln Jayaprana berupa lesung yg smpe kni msh ada di kalianget…dan menurut babad mengwi dan benculuk,dsn dktakan pernah mendapatkan bala bantuan dr kerajaan kalianget..di desa kalianget ada pura Jayaprananya…trus kalau kburannya ltaknya di desa sumberkima,tpatnya Pura Celuk Terima..tp sbnernya,kbrnny cma simbolis belaka,nenurut lontar kalianget,saat mayat jayaprana ditutupi daun,scr gaib,mayat beliau menghilang dr pndangan mata..
Dear All [terutama made, Wawan, dede]
Sebelum saya menanggapi, saya hendak mengkoreksi satu hal dulu di kalimat saya di komentar saya yang ini: “Para pemalsu Veda”
Kalimat ini kurang tepat, karena Veda adalah Pengetahuan yang terus berkembang. Penggalian dan pemahaman “pengetahuan” ini tergantung dari kemampuan/daya nalar/pengalaman personal masing2 dan juga berpengaruh lanjut ketika ia memberikan ulasan tentang “pengetahuan” yang nantinya menjadi bagian dari tradisi veda.
Alasan kedua adalah karena fokusnya adalah Itihasa mahabharata.
Alasan ke tiga, saya memberi contoh misalnya di setiap pementasan wayang sebagai alat pembelajaran pada masyarakat para dalang kerap memasukan ide-ide mereka kedalam pementasannya dan para penonton akan terprovokasi dengan mudahnya menganggap itu sebagai hal yang benar dan otentik.
jadi, kalimat “Para pemalsu Veda” jelas kurang tepat..mohon diabaikan dan diganti menjadi “para pemalsu Itihasa”.
Demikian.
***
Saya mulai dari tanggapannya wawan yang ini:
[..]Alasan yg paling utama adalah karna orang tersebut IRI pada SRI KRISNA, dalam Bhagavadgita dan Bhagavata Purana Sri Krisna disebutkan sebagai Bhagavan,Tuhan itu sendiri atau Tuhan yang berwujud, sedangkan kebanyakan orang tdk mengakui Tuhan itu berwujud,Tuhan bisa menjelma kedunia ini, jadi dapat dibayangkan bagaimana argument “pembenaran” akan di cari sampai akhirnya dia akan mengatakan bahwa semuanya adalah dongeng.
…
Betapapun cerdasnya seseorang kalau ia sudah menumbuhkan rasa“iri” pada Sri Krisna maka orang tersebut tdk akan menemukan kebenaran yg sejati, karna kecerdasannya telah dicuri oleh”maya”(mayayapahrta jnana). Terlebih lagi kalau orang tersebut mencari pembenaran dari orang yg juga iri pada Sri Krisna.[..]
Saya:
Waduh…sampe segitunya ya..o ya saya tambahkan 2 [dua] rujukan untuk memperkaya tanggapan anda agar tidak terkesan personal, oke?:
[..]Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana, di Propinsi Gaya, hanya dengan maksud mengelabui orang yang iri kepada orang yang setia dan percaya kepada Tuhan. [Srimad Bhagavatam/Bhagavata Purana, 1.3.24][..]
mmmmmhhhh…satu lagi rujukan itu saya cupli dari dongeng [baca: purana]yang berisi percakapan siva dan partivi:
[..]Deva Siva melanjutkan, “Demi kebaikan para dewa aku menerima jalan mayavadi, memakai kalungan tengkorak, abu dan tulang-tulang. Sesuai dengan perintah Sri Visnu aku mulai menyusun purana sesat dan ajaran-ajaran Saiva atau Pasupata.
Dengan kekuatanku, aku mempengaruhi para brahmana dan resi untuk melaksanakan missi ini sehingga kaum asura menentang Sri Visnu dan malah merekan akan menyembahku dengan persembahan daging, darah dan sejenisnya. Dengan menerima berkahku mereka akan menjadi sombong, terikat dengan obyek-obyek indria, penuh nafsu dan marah. Orang-orang di bumi yang menyimpang dari jalan kebenaran akan berkindung pada doktrin/ajaran-ajaran sehingga mereka akan pergi ke neraka.
Dengan melaksanakan perintah Sri Visnu, O Dewi, aku memakai tanda-tanda ini (tengkorak, abu dan lain-lain). Ini hanya tanda-tanda luar saja untuk membingungkan orang-orang jahat, akan tetapi dihati aku selalu bersemadi pada Sri Visnu”.
Parvati berkata, “O yang tak ternoda, uraikanlah ajaran-ajaran gelap yang disusun oleh para brahmana yang kurang berbhakti pada Sri Visnu. Katakanlah nama-namanya”.
Dewa Siva menjawab, “Dengarkanlah, O Dewi, akan kuuraikan ajaran-ajaran jahat itu, hanya dengan mengingatnya bahkan orang bijaksanapun akan dihayalkan.
Pertama-tama aku sendiri menyusun doktrin atau ajaran Saiva.
Dengan kekuatanku aku telah mempengaruhi para brahmana dan resi seperti Kanada menyusun doktrin atau ajaran Vaisesika, Gautama dengan doktrin Nyaya, Kapila dengan doktrin Sankhya, Brhaspati dengan doktrin Carvaka, Sri Visnu dalam penjelmaannya sebagai Buddha dengan doktrin Buddha yang palsu. Doktrin maya (ilusi) adalah doktrin jahat dan disebut dengan buddhist gadungan.
Doktrin atau ajaran ini akan aku sampaikan sendiri dalam penjelmaanku sebagai seorang brahmana di Kali Yuga. Ajaran ini akan melemah artikan ajaran-ajaran Veda yang benar.
Untuk membingungkan orang-orang kali yuga, aku akan menghadirkan ajaran-ajaran yang besar yang mirip dengan penjelasan veda-veda tetapi sebenarnya hanya hayalan (maya) belaka. Atas perintahku Jaimini menyampaikan doktrin purva mimamsa yang menguraikan faham meniadakan Tuhan dan meniadakan arti Veda.”[..]
Seru dan senada, bukan?!
Maka tanggapan saya adalah:
Untuk purana pertama:
Secara tradisi arti avatara itu adalah tuhan yang menjelma kedunia dan tugasnya adalah menegakkan kebenaran, sekarang bagaimana logikanya bahwa Tuhan turun ke dunia namun justru menghalangi manusia menyembah TUHAN?
Kedua:
kemunculan purana kedua di atas juga membuktikan bahwa beberapa purana lahir adalah “diperbaiki/dibuat” setelah purana2 “sesat” itu ada.
Terlihat jelas sekali di purana kedua, tuhan “Asli” mulai kehilangan penyembahnya dan ditinggalkan..Solusinya brilian dari tuhan juga konyol, yaitu bukannya membuat keajaiban dengan re-bound action eh malah..membuat “ajaran” yang nyeleneh!
[padahal secara faktual di abad inipun jumlah pengikut Hindu waisnawa VS gabungan dari Hindu non waisnawa+Buddhis+Islam+Kristen+Atheis..ternyata kalah telak jumlahnya]
Akibat dari ide nyeleneh tuhan “aseli” ini maka munculah banyak versi yang bukan mencerahkan dan malah makin membingungkan para pencari jalan kebenaran..
Hasilnya bisa ditebak..lebih banyak kebingungan dan penyesatan daripada pencerahan..
Bagaimana mungkin tuhan bisa mempunyai ide sekonyol ini..kecuali mereka yang membuat ini adalah para manusia berpikiran kotor dan busuk!
***
Untuk made dan wasan,
made:
Dalam argumen anda, anda menyebutkan Stephen Knapp sebagai sumber acuan dalam pembantahan ramalan Bhagavata Purana.
..
Kok bisa kesimpulan anda dengan referensi yang anda acu bertolak belakang?
Saya:
Silakan baca ulang kalimat komentar saya:
[..]kalimat Silakan anda perhatikan tulisan saya yang di “BG bukan pancama Veda” di atas, sumber2 saya, baik dari Stephen Knap dan Narahari Achar, sangat jelas menuliskan sambungan antara satu dinasti ke dinasti berikutnya terutama dikaitkan dengan kehidupan RAJA ASOKA yang beragama BUDDHA.[..]
Pada tanggapan saya itu, jelas sekali bahwa saya tidak bicara Bhagavata purana, namun berbicara tentang urutan2 dinasti2 sebagaimana yang dituliskan stephen knapp dan juga pada tulisan Narahari Achar. Jika anda kemudian membuka lebih lanjut sejarah dinasti Surya [Raja Sudhodana], maka akan segera diketahui bahwa Istri ke-2 nya bukanlah Anjana.
***
made:
Apa benar kitab suci Hindu berdasarkan dongeng? Apa benar Purana adalah dongeng? Kok tega sih Tuhan membohongi umatnya dengan dongeng? Jangan-jangan Tuhan orang Hindu dongeng juga?
wawan:
[..]Ada banyak alasan mengapa orang meragukan keotentikan Bhagawadgita dan purana ,khususnya Bhagawata Purana dikatakan sbg dongeng.[..]
Saya:
Hindu? apa sih yang made definisikan hindu?
Jika aliran hare kresna sebagai basis anda berbicara, maka pendirinya sendiri jelas telah menolak dimasukan sebagai bagian dari hindu [baca itu di BG adalah bukan pancama veda]. Tidak ada satupun fakta sejarah yang bisa menyatakan keotentikan Bhagavad Gita sebagai bagian dari karya Vyasa.
Sebagaimana saya katakan di atas, banyak sekali dalang2 di tradisi india yang berusaha menambahkan ide2 itu kedalam khazanah tradisi india
Namun demikian Bhagavad Gita merupakan salah satu upanisad yang mampu memberikan tuntunan dan jawaban yang baik menjelaskan prinsip2 spiritual yang mencakup intisari Veda.
Ide bahwa untuk memahami Bhagavad Gita maka ia memerlukan Bhagavata Purana merupakan ide konyol. Karena Mahabharata saja sudah lebih dari cukup dan Bahkan Bhagavad Gita sendiri sudah lebih dari cukup menjelaskan pengetahuan yang diperlukan tentang aspek2 ketuhanan [bagi yang masih di pola itu]
Definisi hindu juga relatif..dan silakan pilih yang anda suka:
Di jaman itu, Aliran di India secara kasarnya terbagi dua kelompok yaitu yang menerima atau menolak otoritas Veda. Aliran hindu yang menolak otoritas veda sudah ada sejak dulu jauh sebelum Sidharta Gautama ada dan juga jauh sebelum jaman mahabharata [dengan tokoh2 yang kurang lebih sama ada juga disebutkan Gatha Jataka Vol 454, dimana ada pandava, krishna juga di jataka tersebut yang mengisahkan kehidupan lampau Sang Buddha sebelum lahir sebagai Sidharta Gautama].
Saat jaman MahaBharata, BharataVarsa terdapat banyak negeri kecil-kecil seperti Amga (sekarang Bhagalpur) yang bersebelahan dengan Maghada (Magha = semua pendeta yang menolak Veda, da=penganut) merupakan kerajaan terbesar, Vaeshali/videha (disebelah sungai Gangga), Kashirajya (dibarat sungai Sone) kuru dan pancalala (sekarang Hayana, sekitar Delhi), dll. Kerajaan-kerajaan kecil itu sering berperang memperebutkan daerah yang subur.
Menurut definisi bahasa persia, sindhu, maka Hindu telah ada saat agama Avesta ada…[agama avesta ini turunan dari satapatha brahmana, kitab komentar yajur veda]. Hindu berasal dari 7 rshi di sekitar sungai Sindhu
Menurut definisi yang diberikan misonaris kresten, Brahmanisme, sebagai personifikasi pada pembedaan kasta dan juga berfungsi untuk alat untuk konversi saat Inggris menjajah India
Menurut definisi Jaman Buddha, Tevijja [ato tiga Veda, kecuali Atharva veda yang baru muncul pada 1000-an SM] Pendapat itu dapat dibenarkan, karena sebagaian Ahli berpendapat bahwa Buddhisme itu ada di 1800-an SM bukan di 500-an SM
Hindu yang tidak mempercayai Tuhan disebut sebagai Nastika [N+astika, (asti=ada), yaitu: Buddhism, Jainism, Cravaka & Ajiwika.
Nastika, juga dapat diartikan mereka yang menolak otoritas Veda. Namun demikian tidak serta merta tidak mengakui otoritas Veda lantas TIDAK berarti tidak mengakui Dewa-dewi.
Contoh:
Buddhism dan Jainism termasuk menolak otoritas Veda.
Cravaka, ngga mengakui adanya tuhan.dewa2, surga, neraka, kelahiran kembali. Buat mereka tidak ada kehidupan setelah mati.
Ajiwika, percaya ada jiwa, kelahiran kembali/reinkarnasi namun tidak percaya pada karma
Untuk aliran2 di kaum ABRAHAMIC,
Adalah juga berasal dari Tradisi India yang berasal dari Satapatha Brahmana. Disamping itu, setelah jaman Veda, yaitu jaman Purana, maka kisah2 Adam/hawa, Nuh, Yesus, Muhammad muncul di kitab dongeng hindu, silakan baca Bhavishya Purana
Dengan meminjam logika berpikir made maka dasar berpijak Kristen dan Islam hanya berdasarkan Dongeng belaka?
Kalki Purana menceritakan kemunculan kalki untuk memerangi para pengikut Buddha di Jambudwipa..Setelah penjajahan islam/kristen berakhir di India dan Buddhisme sudah hampir lenyap di tanah india..kalki masih belum muncul!
Ah..jadi boleh saya mengambil kesimpulan bahwa Kalki avatar ke-10 adalah Dongeng belaka?!
So, apakah anda pikir veda isinya cuma purana [dongeng] saja?
Jika anda berpikir demikian, maka belajarlah lagi lebih banyak, karena itihasa dan purana hanyalah bagian dari Veda. Untuk mengerti dengan baik bagaimana konsep ketuhanan Hindu yang beragam dari mulai tidak ada tuhan, tuhan personal, banyak tuhan dan semua tuhan maka upanisad [jumlah totalnya 108] merupakan khazanah yang baik untuk memulai.
Purana memang merupakan dongeng. dan purana memang bagian dari Veda. di artikel saya, BG bukan pancama Veda sudah saya tuliskan apa itu Veda
saya rasa ini sudah jelas.
***
Untuk Dede,
saya ngga jualan tandingan vegetarian, malah tidak mencari nafkah dari berjualan makanan sama sekali.
Ide membonceng Global warming sebagai dasar pembenaran vegetarian juga tidak kalah konyolnya..silakan baca ini:
Kambing Hitam itu bernama Global Warming..
demikian dan salam.
@ Wiradjana
Saya akan coba membandingkan sloka-sloka yang bapak tunjukkan dengan sloka-sloka yang bersumber di http://www.sacred-texts.com/ yang juga di acu oleh Parisada Indonesia. Hanya saja karena waktu saya yang terbatas dan daya serap saya yang tidak sehebat bapak, maka saya minta waktu untuk memahaminya. Apalagi saya memang tidak memiliki pemahaman akan siksa, vyakarana, maupun nirukti.
Dalam sumber yang saya kutip menyebutkan sbb:
Rg. Veda HYMN CLXIX. Indra.
1. As, Indra, from great treason thou protectest, yea, from great treachery these who approach us, So, marking well, Controller of the Maruts grant us their blessings, for they are thy dearest. 2 The various doings of all mortal people by thee are ordered, in thy wisdom, Indra. The host of Maruts goeth forth exulting to win the light-bestowing spoil of battle. 3 That spear of thine sat firm for us, O Indra: the Maruts set their whole dread power in motion. E’en Agni shines resplendent in the brush-wood: the viands hold him as floods hold an island. 4 Vouchsafe us now that opulence, O Indra, as guerdon won by mightiest donation. May hymns that please thee cause the breast of Vāyu to swell as with the mead’s refreshing sweetness. 5 With thee, O Indra, are most bounteous riches that further every one who lives uprightly. Now may these Maruts show us loving-kindness, Gods who of old were ever prompt to help us. 6 Bring forth the Men who rain down boons, O Indra: exert thee in the great terrestrial region; For their broad-chested speckled deer are standing like a King’s armies on the field of battle. 7 Heard is the roar of the advancing Maruts, terrific, glittering, and swiftly moving, Who with their rush o’erthrow as ’twere a sinner the mortal who would fight with those who love him 8 Give to the Mānas, Indra with Maruts, gifts universal, gifts of cattle foremost. Thou, God, art praised with Gods who must be lauded. May we find strengthening food in full abundance”.
Kenapa slokanya jauh berbeda ya pak?
Yang mana yang tepat?
berikutnya anda menyatakan
Sedangkan sloka yang saya temukan menyatakan;
11 Let us serve Agni with our hymns, Disposer, fed on ox and cow, Who bears the Soma on his back.
yang artinya kurang lebih; ” Marilah kita melayani Agni dengan lagu-lagu pujian, penolong(pengatur), memberi makan pada lembu jantan dan sapi, yang membawa Soma di punggungnya.
Dari sloka ini saya juga belum bisa menangkap maksud “anjuran makan daging”.
Maaf saya belum sempat membandingkan semuanya, tetapi akan saya coba cerna secara perlahan… mohon bimbinganya Pak Wiradjana.
Salam,-
@ Wiradjana
Jika ajaran Veda sudah lengkap dari awal, lalu menurut anda apa yang menyebabkan lahirnya aliran-aliran filsafat yang notabena jauh di belakang pewahyuan Veda seperti contohnya ajaran Buddha, jaina, Carvaka dan sebagainya yang anda sebutkan? Kenapa ajaran Veda tersusun dari filsafat yang saling bertolak belakang? Kenapa Buddha baru muncul pada 1800-an SM?
Dear ngarayana dan made,
Untuk ngarayana,
Crosscheck yang anda lakukan baik sekali.
Perbedaannya adalah yang saya ambil berasal dari <a href="http://www.sacred-texts.com/hin/rigveda/rv10169.htm"book 10 dan yang anda ambil berasal dari book 1
Kemudian komentar anda untuk yang ini:
11 Let us serve Agni with our hymns, Disposer, fed on ox and cow, Who bears the Soma on his back.
yang artinya kurang lebih; ” Marilah kita melayani Agni dengan lagu-lagu pujian, penolong(pengatur), memberi makan pada lembu jantan dan sapi, yang membawa Soma di punggungnya.
Dari sloka ini saya juga belum bisa menangkap maksud “anjuran makan daging”.
wow..anda mantap sekali!
Ya..artinya bisa saja bukan agni-nya yang diberi persembahan lembu dan sapi namun lembu dan sapi yang diberi makan..
Sehingga wajar sekali jika anda masih punya keraguan bahwa Rg veda juga menyarankan memakan daging.
baiklah saya bantu anda untuk menghapuskan keraguan itu dengan beberapa hymne2 rig veda dibawah ini:
[..]13 Wealthy Vrsakapayi, blest with sons and consorts of thy sons,
Indra will eat thy bulls, thy dear oblation that effecteth much. Supreme is Indra over all.
14 Fifteen in number, then, for me a score of bullocks they prepare,
And I devour the fat thereof: they fill my belly full with food.[..][RV 10.86.13-14]
Tulisan di atas, jelas menunjukan bahwa oke2 untuk menghidangkan bulls yang banyaknya pada indra, kemudian yang ini:
[..]13 This newest eulogy will I speak forth to him, the Ancient One who loves it. May he hear our voice. May it come near his heart and make it stir with love, as a fond well-dressed matron clings about her lord.
14 He in whom horses, bulls, oxen, and barren cows, and rams, when duly set apart, are offered up,—To Agni, Soma-sprinkled, drinker of sweet juice, Disposer, with my heart I bring a fair hymn forth.[..] [RV 10.91.13-14]
Tulisan di atas menyatakan daging yang dipersembahkan itu banyak macam dan ragamnya yaitu ada banyak horse, bull, ox, cow dan juga ram. Kemudian contoh ketiganya adalah ini:
11 What from thy body which with fire is roasted, when thou art set upon the spit, distilleth, Let not that lie on earth or grass neglected, but to the longing Gods let all be offered.
12 They who observing that the Horse is ready call out and say, the smell is good; remove it; And, craving meat, await the distribution,—may their approving help promote labour.
13 The trial-fork of the flesh-cooking caldron, the vessels out of which the broth is sprinkled, The warming-pots, the covers of the dishes, hooks, carving-boards,—all these attend the Charger. [a href=”http://www.sacred-texts.com/hin/rigveda/rv01162.htm”>RV 10.162.11-13]
Tulisan di atas, sekilas menyebutkan variasi cara memasak dagingnya juga.
Ada juga baiknya jika anda membaca: Untouchability, The Dead Cow And The Brahmin
Apakah ini sudah cukup untuk menghapuskan keraguan bapak?!
***
Untuk pak made,
Ada satu hymne dari Rg Veda yang sangat berkesan buat saya, yaitu yang ini:
Siapa yang tahu, siapa yang akan memberitahu dari mana dan mengapa penciptaan ini lahir, karena dewa-dewa lahir setelah penciptaan ini. Sehingga, siapa yang tahu dari siapa semesta ini dilahirkan. Dari siapa penciptaan ini dilahirkan, Ia mendukung atau tidak. Ia bertahta di langit tertinggi, mungkin Ia tahu atau mungkin tidak. [RV 10.129.6-7]
Jadi menjawab pertanyaan bapak..
Bahkan penulis Rg Veda dan para Dewapun tidak tau “kebenaran” itu sesungguhnya itu seperti apa!
System pengajaran di India tidak lah berubah dari sebelumnya. Mereka yang mencari ilmu selalu tinggal bersama gurunya [catuspathiis/pasraman].
Jaman itu seorang murid mendengarkan dari guru berbicara, menghafalkan yang dikatakan gurunya, mereka mengingat-ingat apa yang diucapkan. Oleh sebab itu Veda disebut Shruti, yang artinya telinga, yang berarti mendengarkan.
Saat itu tidak ada standarisasai kurikulum dan pengetahuannya-pun berbeda-beda tergantung dari pemahaman/pencapaian masing2 Guru.
Hal inilah yang kemudian menghasilkan keragaman kekayaan interpretasi dan juga berbegai pertentangan pendapat di antara satu pasraman dengan pasraman lainnya.
Salah satu debat terkenal dan bersejarah yaitu dengan KEKALAHAN Bikkhu Buddha adalah ketika di jaman Adi Sankara di abad ke 7 dan Sejak saat itu, aliran sivaisme mengalami kemajuan dan Buddhisme mengalami kemunduran di India yang diperparah dengan penjajahan Islam di India abad ke 9 yaitu dengan membakar Universitas Nalanda, buku2 dan ajaran2 yang terkumpul berabad2, membakar hidup2 para Biksu dan Brahmana karena menolak masuk islam
Demikian dan salam
Note:
Btw nama saya Wirajhana bukan Wiradjana.tks
@Dear Pak Wirajhana
Terimakasih atas ulasannya yg panjang lebar, saya akan mencoba memberi komentar atas tanggapan bpk kalau salah mohon koreksinya.
Wirajhana:
Secara tradisi arti avatara itu adalah tuhan yang menjelma kedunia dan tugasnya adalah menegakkan kebenaran, sekarang bagaimana logikanya bahwa Tuhan turun ke dunia namun justru menghalangi manusia menyembah TUHAN?
Saya:
Sepertinya bapak harus memahami dulu latar belakang mengapa Sang Budha muncul,kalau bapak sudah memahaminya dg baik, saya kira bapak tdk akan mengatakan bahwa Tuhan turun ke dunia ini untuk menghalangi manusia menyembah Tuhan. Bagaimana pak?
Wirajhana:
kemunculan purana kedua di atas juga membuktikan bahwa beberapa purana lahir adalah “diperbaiki/dibuat” setelah purana2 “sesat” itu ada. DAN bla…bla…bla…panjang sekali pak
Saya:
Apa yg bapak uraikan, demikianlah adanya, soal bapak mempercayai/tidak itu urusan bapak. Seperti bapak bilang “Kalimat ini kurang tepat, karena Veda adalah Pengetahuan yang terus berkembang. Penggalian dan pemahaman “pengetahuan” ini tergantung dari kemampuan/daya nalar/pengalaman personal masing2 dan juga berpengaruh lanjut ketika ia memberikan ulasan tentang “pengetahuan” yang nantinya menjadi bagian dari tradisi veda”.
Dari uraian bapak di atas sepertinya bapak belum menyinggung tentang filsafat Vedanta. Coba bapak kupas/pahami mengenai filsafat Vedanta,kalau sudah, apakah benar menurut bapak akan membingungkan para pencari jalan kebenaran?
Wirajhana:
Jika aliran hare kresna sebagai basis anda berbicara, maka pendirinya sendiri jelas telah menolak dimasukan sebagai bagian dari hindu [baca itu di BG adalah bukan pancama veda]. Tidak ada satupun fakta sejarah yang bisa menyatakan keotentikan Bhagavad Gita sebagai bagian dari karya Vyasa.
Saya :
Apakah bapak dapat memberikan acuan/dasar/landasan suatu aliran bisa digolongkan dalam Hindu? Dan Hindu yg bagaimana yg benar menurut bapak? Menurut bapak siapa yg menyusun Mahabharata?
Wirajhana :
Ide bahwa untuk memahami Bhagavad Gita maka ia memerlukan Bhagavata Purana merupakan ide konyol. Karena Mahabharata saja sudah lebih dari cukup dan Bahkan Bhagavad Gita sendiri sudah lebih dari cukup menjelaskan pengetahuan yang diperlukan tentang aspek2 ketuhanan [bagi yang masih di pola itu]
Saya :
Kalau ini ide yg konyol, coba bapak uraikan tentang siapa itu Sri Krisna?
Saya rasa ini dulu pak Wirajhana, mohon pencerahannya.Terima kasih,Santhi selalu.
Om Swastyastu
Saya ingin ikut menyumbang pendapat:
Saudaraku Wirajhana sloka2 Rig Veda tersebut tidak ada hubungannya dengan boleh makan daging atau tidak. Untuk lebih memahami apa yang dimaksud oleh sloka2 tersebut silahkan dibaca: http://www.vedamu.org/..Vedic Literature | The Symbolism in Rigveda | The Herds of the Dawn | Dawn and the Truth |The Cow and the Angirasa Legend |The Lost Sun and the Lost Cows
………………
It is, therefore, established beyond doubt that the cows of the Veda, the cows of the Panis, the cows which are stolen, fought for, pursued and recovered, the cows desired by the Rishis, the cows won by the hymn and the sacrifice, by the blazing fire and the god-increasing verse and the god-intoxicating Soma are symbolic cows. They are the cows of Light. The Vedic cows are, in the inner Vedic sense, of the words go, usraa, usriyaa, the shining ones, the radiances, the herds of the Sun and the luminous forms of the Dawn.
By this conclusion, the cornerstone of the Vedic interpretation is far above the gross materialism of a barbarous worship. The Veda reveals itself as a symbolic scripture, a sacred allegory whether of Sun worship and Dawn worship, or of the cult of a higher and inner Light, of the true Sun, satyam suuryam, that dwells concealed in the darkness of ignorance, hidden as the child of the Bird, the divine Hamsa, in the infinite rock of this material existence, anante antar asmani (I.130.3).
Tentang penciptaan silahkan dilihat: http://www.vedamu.org/..Creation Video
Suksma
@ Wirajhana
Saya memang belum sempat membaca semua literatur yang bapak tunjukkan dan tidak juga mengerti dengan jelas sloka-sloka catur veda yang bapak sampaikan. Namun sekarang saya mencoba memberikan pandangan saya sebagaimana yang coba saya tuliskan dalam artikel “Cabang Filsafat Veda” menurut keterangan yang saya dapat baik dari literatur maupun dari para senior.
Setelah saya membaca beberapa sloka-sloka tersebut dan membaca beberapa literatur, ternyata memang benar ada sloka-sloka yang “membenarkan” pengorbanan binatang (himsa karma) yang ditujukan untuk yajna yang mengarah pada karma kanda (membuahkan hasil). Yang menjadi permasalahan sekarang adalah, apakah Veda memang 100% mengajarkan pengrobanan binatang dan memakan daging binatang? Apakah Veda menolak pola hidup vegetarian?
Dari studi kasus sloka Padma Purana Uttara Kanda 62.31 sebagaimana saya kutipkan dalam artikel cabang filsafat Veda, saya memiliki pandangan bahwa Veda memang membenarkan kedua-duanya. Kenapa demikian? Karena manusia memiliki karakter dan kecerdasan spiritual yang berbeda sehingga menentukan “pilihan jalan” yang dia tempuh. Labih lanjut tentang ini mohon simak artikel tersebut.
Lalu kenapa Catur Veda lebih banyak menunjukkan doa-doa pujaan kepada para Dewa dan menjelaskan yajna/korban suci? Karena catur Veda memang bersifat karma kanda (pemuasan indria secara terkendali) melalui pemujaan kepada para dewa, sehingga sangatlah wajar jika dalam catur veda kita hampir tidak dapat menemukan filosofi ketuhanan sebagaimana tertuang dalam Vedanta Sutra contohnya.
Siapa yang saya maksud sebagai sarjana Veda? Salah satu gelar dalam menyebutkan taraf kesarjanaan (pemahaman) Veda dalam tradisi Veda adalah gelar “Vedanta”, sehingga sering kali seseorang yang sangat menguasai ajaran Veda disebut sebagai Bhaktivedanta seperti contohnya Srila Prabhupada yang melakukan bhakti movement ke Barat sehingga beliau dijuluki A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Demikian juga dengan gelar Bhaktisiddhanta dan Acharya sebagaimana yang disandang oleh Sankara (Sankaracharya).
Adanya time line baru mengenai kronologi kehidupan sang Buddha yang dipercaya lebih valid, tidal serta metro meruntuhkan “ramalan” yang disampaikan dalam Bhagavata Purana, Dasavatara-stotra 9 dan juga dalam Garuda Purana. Karena sebagaimana yang disampaikan oleh Stephen knapp bahwasanya yang dimaksudkan sebagai kelahiran sang Buddha bukanlah kelahiran fisiknya, tetapi kelahirannya secara spiritual. ” This verse indicates that Lord Buddha was an incarnation of the Supreme who would appear in Gaya, a town in central India. But some historians may point out that Buddha, Siddhartha Gautama, was actually born in Lumbini, Nepal, and that his mother was Queen Mahamaya. Therefore, this verse may be inaccurate. But actually Siddhartha became the Buddha after he attained spiritual enlightenment during his meditation under the Bo tree in Gaya. This means that his spiritual realization was his second and most important birth. Furthermore, Siddhartha’s mother, Queen Mahamaya, died several days after Siddhartha’s birth, leaving him to be raised by his grandmother, Anjana. So the prediction in the Bhagavatam is verified“. Jadi sepertinya masih perlu “perdebatan” baru lagi untuk menyangsikan keotentikan Bhagavata Purana, Dasavatara-stotra 9 dan juga Garuda Purana.
Untuk pernyataan anda ““..dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk [Dvandva]..” [Bhagavad Gita, 10.33].” Okay saya yang salah menangkap maksud anda. namun yang menjadi perhatian saya adalah kesalahan anda dalam mengartikan kata Dandva. Arti dari dvandvaḥ adalah “kata majemuk setara” sedangkan yang artinya “hanya kata majemuk” adalah kata sāmāsikasya [ Bhagavad Gita menurut aslinya, A.C. Srila Bhaktivedanta Prabhupada]. Disamping itu kata Dandva juga berarti “hal-hal yang relatif” sebagaimana yang terdapat pada sloka Bhagavad Gita 15.5. Jadi saya rasa premis anda akan kata Dvandva disini untuk menyatakan Bhagavad Gita sebagai karya sisipan sangat lemah. Mungkin saja Maha Rsi Patanjali pernah mengungkapkan hal ini, tetapi bukan berarti kata dandva baru diciptakan dan mulai dipakai pada masa itu kan? Apa dibalik kata majemuk setara tersebut? Kata-kata majemuk setara disini yang dimaksud seperti kata “Rama-Krishna” dimana Rama dan Krishna adalah dua kata dalam satu wujud yang sama. Jadi bukan mengacu kepada kata majemuk sebagaimana dalam tata bahasa Indonesia. Mohon anda menunjukkan kutipan sloka Patanjali Yoga Sutra dan mohon tunjukkan arti dari kata svamsa yang anda maksudkan. Apakah sama dengan yang dimaksud dalam Bhagavad Gita atau tidak.
Itihasa sebagai sejarah… okay, saya sangat sepakat..
Lalu Purana adalah dongeng? Inilah alasan kenapa saya menyebut anda mengikuti jalan pikiran para indologis dan menlaah Veda secara empiris deduktif. Sehingga anda tidak bisa menerima kisah matsya avatara, kurma avatara, kisah-kisah gaib prihal bagaimana halnya Sanjaya dan Maha Rsi Vyasa bisa menyaksikan Medan Perang Kurukstera tanpa harus hadiri di sana. Bahkan dikatakan Maha Rsi Vyasa masih ada sampai saat ini. Benar-benar suatu hal yang diluar logika bukan? Jangan-jangan anda tidak bisa menerima kisah sang Buddha yang dikatakan sudah bisa berdiri dan berjalan sesaat setelah terlahir dan keajaiban-keajaiban yang ditunjukkan oleh beliau? [http://id.wikipedia.org/wiki/Siddhartha_Gautama]. Jika anda tidak bisa mengerti tentang telepati, dan metafisika lainnya, maka wajar jika anda mengatakan bahwa kisah-kisah mistik yang disampaikan dalam purana sebagai dongeng.
Lalu menurut anda cara yang paling mudah mengerti ajaran Veda seperti apa? Apa cukup dengan membaca literatur-literatur yang ada? Bukankah lebih mudah mengerti langsung dari orang yang sudah mengerti akan Tuhan/kebahagiaan sejati? Bukankah tujuan dari sebuah kitab suci adalah mencapai Tuhan dan atau kebahagiaan sejati? Kalau bisa bertanya langsung, lalu ngapain muter-muter?
Mohon pencerahannya pak Wirajhana.
Thanks sudah share ilmu di sini ya pak… sangat bermanfaat dan semoga mendidik kita semua dalam berpikir kritis dan dan terus belajar
Salam,-
Ngarayana
Dear Putra,
anda menuliskan bahwa bahasa yang digunakan di sloka itu adalah symbol. Saya bisa sepakati sebagian untuk ide itu namun demikian, contoh sloka misalnya di RV 10.129.6-7 [di atas] masa-kah yang sejelas itu adalah juga simbol?
RV memang bukan sekedar penjelasan urusan makanan, RV lebih dari sekedar itu!
Namun demikian, yang perlu kita catat adalah sloka2 pada RV di rekam dengan menggunakan adat istiadat, tatacara dan cara pandang yang ada di zaman itu termasuk salah satunya kebiasaan makan daging, mengurbankan daging yang nyata berlaku di zaman itu dan dilakukan oleh orang2 suci dan kemudian berlanjut juga dilakukan di jaman AVATAR RAMA dan KRISHNA!
Masa iya anda juga akan mengatakan bahwa Avatar Rama dan Khrisna telah salah mengartikan yang simbol menjadi betulan?
saya membaca ide Rg veda sebagai symbol misalnya untuk masalah keperluan perut, maka SEMUA MAKANAN, cara pengolahannya, dan juga sebelum di MAKAN adalah merupakan persembahan kepada yang dihormati.
Demikian dan salam.
Dear ngarayana,
Untuk topik bahwa Veda melarang mengkonsumsi daging dan menganjurkan vegetarian, saya rasa anda juga sudah sepakat bahwa itu TIDAK BENAR.
Untuk topik bahwa anjana adalah nenek bukan ibu tirinya, saya rasa anda juga sudah paham bahwa sloka di bawah ini TIDAK BENAR:
[..]Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana [Srimad Bhagavatam/Bhagavata Purana, 1.3.24][..]
Untuk mengukur kesalahan ini, dapat juga dilihat dengan cara lain yang lebih sederhana, yaitu melihat padanannya di mahabharata: Arjuna disebut juga sebagai putra kunti dan tidak pernah dinyatakan bahwa kunti adalah nenek dari arjuna, bukan?!
Disamping itu Ayah sidharta beristri dua, satu mahamaya/mahadewi yang kedua adalah Pradjapati Gotami..bukan Anjana
saya rasa untuk masalah ini sangat jelas sudah.
Anda mengatakan ini:
Untuk pernyataan anda ““..dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk [Dvandva]..” [Bhagavad Gita, 10.33].” Okay saya yang salah menangkap maksud anda. namun yang menjadi perhatian saya adalah kesalahan anda dalam mengartikan kata Dandva. Arti dari dvandvaḥ adalah “kata majemuk setara” sedangkan yang artinya “hanya kata majemuk” adalah kata sāmāsikasya [ Bhagavad Gita menurut aslinya, A.C. Srila Bhaktivedanta Prabhupada]
saya:
ya..Dvanda adalah majemuk setara dan menurut klasifikasi 6 kelas paduan kata di tatabahasa Sanskrit yang di buat oleh Patanjali maka Dvandva dianggap superior dibadingkan paduan lainnya
Ia gambarkan superioritas krishna/Visnu dengan kata “dvanda” di BG, yaitu “[..]Di antara kata-kata majemuk, Aku adalah kata majemuk setara [..]”
kira-kira jelas, pak?!
***
Siapapun guru yang mengerti cara mengalahkah SAD RIPU [6 musuh diri: Lobha, moha, matsarya, kroda, kama dan mada] maka kepadanyalah kita berguru.
Sudahkan anda temukan guru yang dapat mengalahkan sad ripu? Jika belum maka ia tidak bedanya dengan anda dan saya.
Dengan membaca anda mengenal adanya sad ripu..dengan membaca anda juga mengenal cara menaklukannya…
yang sulit adalah prakteknya..
Secara teori, jika seseorang bermeditasi mencapai level jhana [s/d 4] maka banyak keajaiban yang bisa terjadi..dan saat ia lahir kembali “sisa2” itupun masih nampak.
Bagaimana membuktikan itu benar/atau salah?…
berlatihlah dan berusahalah.
sesederhana dan selogis itu.
demikian dan salam
Siapa yang disebut guru?
ini referensinya kali yach… http://www.harekrsna.com/philosophy/gss/guru/what_is_guru.htm
Dear Made,
“referensi” anda:
[..]ajnana is compared…, ignorance, stupidity, is compared with darkness.
..
Guru must come from the parampara system by disciplic succession. Five thousand years or five millions of years, what was spoken by the supreme God or guru, the present guru also will say the same thing. That is guru. That is bona fide guru. Otherwise, he’s not guru. Simple definition. [..]
Saya:
Selama masih menyatakan bahwa makan sayur2an lebih tinggi secara spiritual dengan alasan less membunuh [makan daging]..maka pemberi saran ini masih masuk ke kotak stupidity
kenapa?
Karena Tumbuhan menurut literatur hare kresna sekalipun merupakan mahluk berjiwa!
Andikatapun makanan dari hewan dan tumbuhan itu dipersembahkan dulu kepada “tuhan” sekalipun, maka itu tidak bedanya dengan amrozy melakukan pembunuhan manusia atas nama dan/atau mempersembahkannya pada “allah”
itu adalah persamaan stupiditynya..itu adalah Ajnana!
Rama & khrisna yang meng amin kan pembunuhan dalam perang dengan alasan menumpas kejahatan..namun toh secara fakta kejahatan masih terus ada dan ada hingga dunia ini hancur menurut cycle..
kebaikan apa yang didapat dengan memerangi saudara sendiri atas nama kebenaran [even yudistira pun tidak jujur sepenuhnya]..it’s nothing
..Tidak usah ribuan tahun kemudian setelah perang Bratayudha..bahkan tahunan setalah perang itu..kejahatan pun masih!
Jika anda baca sampai parva terakhir mahabharata, maka akan anda ketahui bahwa semua tokoh jahat dan tokoh baik kembali ke alamnya! mereka semua kembali ke penitisan awalnya…dan perbedaannya pun cuma di penamaan alam!
Ada Yesus yang ketika lapar mendatangi sebuah pohon..ketika tidak mendapatkan makanan dari pohon itu malah marahda dan mengutuki pohon itu dan disatu episode ia malah menganjurkan untuk membawa/membeli pedang!
Ada muhammad yang bahkan menyatakan perang dan membunuh yang tidak menerima Islam [yang artinya menyerah]
Mereka semua terkena DHARMA MYOPI!
Semua kejahatan tidak akan pernah lenyap pun jika membunuh seluruh manusia jahat dimuka bumi ini
So, Mengapa harus percaya pada guru dengan silsilah seperguruan dengan stupidity yang sama seperti ini?
Musuh itu bukan dari luar..namun justru berasal dari diri sendiri!
Guru yang baik adalah Ia yang mengetahui, sudah/sedang di jalan menghancurkan sad ripu dan mengajarkan bahwa bukan dengan membunuh yang ada diluar diri namun justru membunuh nafsu sendiri sebagai cara untuk membebaskan diri.
Maka apa bedanya dengan Rama, Krishna, Yesus, Muhammad dan amrozy?
tidak ada bedanya, bukan?!
Demikian dan salam.
@Wirajhana
Saya kagum sama analisis yg bpk sampaikan, Boleh saya tanya, Agama bpk itu apa? Atau Keyakinan apa yg sepemikiran dengan bpk? Dan menurut anda, mengapa para tokoh (Rama, Krisna, Muhamad, Yesus) melakukan hal yg bpk anggap Himsa? Apa beliau2 ya begitulah dharmanya atau bgm?
Oh ya…menurut bpk, mengapa kejahatan (asurik) itu ada? Apakah ini sebuah rekayasa Tuhan agar jadwal kehancuran tetap berada di hitungan 4yuga, atau bagaimana?
Boleh saya email2an dengan anda? email anda di wirajhana@yahoo.com ya?
Dear adi,
KTP saya hindu, Keyakinan yang saya terima pemikirannya sekarang adalah Buddhis..namun tidak serta merta saya terima pemikiran itu tanpa pengujian terlebih dahulu.
Diantara cabang2 aliran Buddhis yang saya baca dan coba selami lebih lanjut..saya lebih menerima pemikiran dari aliran theravada..setelah saya selami lebih lanjut aliran theravada, ternyata didalamnya pun ada beberapa aliran yang juga dikategorikan theravada..sehingga daripada pusing2..sekarang ini, ketika membaca “tipitaka”-nya saya berusaha mengetahui pula kalimat aslinya yang berasal dari pali dan sanskrit, dan mencoba melihat keakuratan maksudnya, karena ternyata itupun banyak yang mengalami degradasi arti, sebagai contoh:
pelaksanaan sila ke-3 Buddhis, yaitu Kamesu michacara veramadi sikkapadam samadiyami [kurang lebih tulisannya begitu], diterjemahkan selama ini adalah bertekad menghindari perbuatan a susila untuk mencapai tujuan samadi.
Arti itu oke-oke saja, ketika saya gali lebih dalam tentang asusila, saya menemukan bahwa perkawinan yang dilegitimasipun juga membuahkan karma,
ketika saya caritau asalmuasal perkawinan, dari tradisi india, ya memang itu semacam legalisasi having a sex, sehingga wajar ia masih membuahkan karma..namun secara umum itu diterima oleh seluruh literatur tradisi india manapun.
kemudian, ketika menggali lebih jauh tentang kamesu, ternyata tidak sesederhana dari urusan sekitar seksual namun sesuatu hal yang lebih dari pada itu, dimana kamesu itu merupakan arti jamak dari kama yang berasal dari 6 pintu indera [penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, sentuh, ide/konsep pikiran], yang ternyata berarti mempunyai “keinginan yang menggebu2 akan sesuatu sebagai hasil kontak dari 6 indera akan sesuatu hal, misalnya contohnya dari pikiran adalah ketika kita kangen teramat sangat pada pacar/istri/anak kita] Jadi arti itu sudah mengalami gradasi dari maksud yang sebenarnya
itulah mengapa, jika anda tanya keyakinan apa yang sepemikiran dengan saya, maka itu pun menjadi relatif, dan dari setiap persoalan yang muncul dibenak saya..itupun saya cari satupersatu, namun secara garis besar saya menyukai pemikiran Buddha.
Contoh untuk masalah di topik ini yaitu makan daging.
Buddhisme [mahayana dan Theravada] secara aklamasi mengatakan bahwa tumbuhan bukan mahluk berjiwa, salah satu kutipannya adalah seperti ini:
kutipan Sutta Nipata, Vasettha Sutta:
[..]Sang Buddha menjawab Vasettha dengan kata-kata ini:
“Akan kujelaskan kepadamu – dalam urutan yang benar dan berdasarkan fakta – tentang berbagai macam makhluk hidup [living beings] karena ada banyak spesies.”
“Jika engkau memandang pohon atau rumput, walaupun mereka tidak memiliki kesadaran, ada banyak jenis dan spesies. Ada berbagai macam yang berbeda-beda”
“Kemudian juga ada serangga ………”
“Dan pada binatang berkaki empat ……..”
“Sekarang lihatlah makhluk-makhluk melata …….”
“Pandanglah ikan dan kehidupan air……”
“Di antara manusia……”
Dalam Vasettha Sutta, Sang Buddha mengelompokkan tumbuhan sebagai spesies makhluk hidup [living beings]. Namun dalam Vasettha Sutta juga, Sang Buddha menambahkannya dengan mengatakan bahwa tumbuhan tidak memiliki kesadaran.
Dalam Vasettha Sutta, Sutta Nipata, tumbuhan digolongkan dalam “pana” (living things/beings).
“(Vasetthati Bhagava) jativibhangam pananam; annamanna hi jatiyo”
Sedangkan “sentient beings” adalah satta (Sattva)
Apa beda Satta dan Pana?
satta – all beings (sentient beings with feelings) – makhluk hidup yang memiliki perasaan pana – all living things (beings that breathe and live) – yang hidup dan bernapas
Jelas bahwa tumbuhan bisa hidup dan bernafas (respirasi) oleh karena itu disebut pana. Tetapi tumbuhan tidak memiliki perasaan atau kesadaran, oleh karena itu tumbuhan tidak disebut sebagai satta dan tidak digolongkan dalam satta [sentient beings]. Pana yang dapat juga disebut sebagai Satta hanyalah manusia, hewan dan makhuk-makhluk yang berada di 6 alam samsara.[..]
Jika melihat dari sudut ini, alasan untuk bersikukuh melakukan vegetarian justru lebih logic didapat dari pemikiran Buddhisme..karena sudah jelas bahwa tumbuhan bukanlah mahluk berjiwa.
Namun demikian Guru Buddha-pun memakan Daging! berikut alasannya:
Nipatta Sutta, AMAGANDHA SUTTA, Bau busuk
…
4. Buddha Kassapa: Mengambil kehidupan, memukul, melukai, mengikat, mencuri, berbohong, menipu, pengetahuan yang tak berharga, berselingkuh; inilah bau busuk. Bukan makan daging.
5. Di dunia ini, para individu yang tidak terkendali dalam kesenangan indera, yang serakah terhadap yang manis-manis, yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang tidak murni, yang memiliki pandangan nihilisme, yang jahat, yang sulit diikuti; inilah bau busuk Bukan makan daging.
6.Di dunia ini, mereka yang kasar, sombong, memfitnah, berkhianat, tidak ramah, sangat egois, pelit, dan tidak memberi apapun kepada siapa pun, inilah bau busuk.Bukan makan daging.
7.Kemarahan, kesombongan, kekeraskepalaan, permusuhan, penipuan, kedengkian, suka membual, egoisme yang berlebihan, bergaul dengan yang tidak bermoral; inilah bau busuk.Bukan makan daging
8.Mereka yang memiliki moral yang buruk, menolak membayar utang, suka memfitnah, tidak jujur dalam usaha mereka, suka berpura-pura, mereka yang di dunia ini menjadi orang yang teramat keji dan melakukan hal-hal salah seperti itu; inilah bau busuk. Bukan Makan Daging
9.Mereka yang di dunia ini tidak terkendali terhadap makhluk hidup, yang cenderung melukai setelah mengambil harta milik mereka, yang tidak bermoral, kejam, kasar, tidak memiliki rasa hormat; inilah bau busuk.Bukan makan daging
10.Mereka yang menyerang makhluk hidup karena keserakahan atau rasa permusuhan dan selalu cenderung jahat, akan menuju ke kegelapan setelah kematian dan jatuh terpuruk ke dalam alam-alam yang menyedihkan; inilah bau busuk.Bukan makan daging[..]
Jika tersedia, seonggong daging yang berasal dari hewan yang sudah mati [terserah cara dia mati seperti apa], maka apakah ia tidak bisa dimakan? Daging itu sekarang hanya lah sekumpulan materi yang tidak hidup lagi dan bermanfaat sebagai penunjang kehidupan bagi yang lainnya.
Para bikkhu diperbolehkan makan daging dengan memenuhi 3 syarat:
1. Tidak melihat pemotongannnya
2. Tidak mendengar kesakitan saat di potong
3. Hidangan tersebut tidak diberikan khusus untuk dirinya.
beberapa hal ini merupakan hal yang logic untuk memakan materi yang dibutuhkan oleh tubuh kita tanpa menimbulkan karma negative.
Tentang hal-hal lainnya, termasuk siklus yuga, silakan baca saja di blog saya.
Saya dengan senang hati email-emailan dengan bapak atau jika bapak punya facebook…please add saya di wirajhana eka.
demikian dan salam.
@ Wirajhana
Perjalanan jiva yang sangat menarik.. saya kagum dengan pengetahuan dan ketekunan anda dalam memahami literatur dalam menapak jalan spiritual. Sejauh pemahaman saya saat ini, dasar moral yang mendasari ajaran Buddha dan ajaran Vedanta adalah sama, hanya saja memang terdapat perbedaan dalam memandang sang diri (jiva) dan Tuhan. Kehadiran dan kesediaan anda dalam memberikan comment di blog ini memberikan khasanah pengetahuan tersendiri bagi saya dan tentu bagi teman-teman yang lain juga. Thanks so much pak Wirajhana.
Sebagaimana sudah saya sampaikan di atas, Veda memang benar tidak memaksa seseorang untuk vegetarian dan memang benar juga dalam sloka-sloka Veda ada ayat yang digolongkan dalam karma-kanda mengatakan prihal pengorbanan binatang. Prabhupada, pendiri ISKCON sendiri dalam sebuah percakapannya pernah berkata; “Jika kamu tidak sanggup melakukan bratha Vegetarian, maka setidaknya jangan memakan daging sapi”. Jadi dalam kontek ini, untuk mengikuti aliran filsafat Vedanta, Srila Prabhupada tidak serta merta mengatakan makan daging sebagai suatu kesalahan. Makan daging dapat dilakukan jika memang tidak ada pilihan lain. Orang Eskimo dan di daerah dingin lainnya dimana sayur tidak bisa hidup memaksa orang harus memakan daging untuk mempertahankan hidupnya. Tetapi di daerah dimana ada makanan lain selain daging yang bisa mempertahankan hidup kita, prabhupada menekankan bahwa hidup vegetarian lebih baik dari pada tidak karena kita makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan.
Sehingga pandangan saya, semasih saya bisa hidup tanpa daging, saya akan tetap vegetarian. Tetapi jika suatu saat saya mengalami musibah atau tekanan kondisi sehingga saya harus makan daging, maka saya akan makan daging itu untuk mempertahankan hidup.
Kalau saya memandang pola kehidupan kita saat ini, maka ada beberapa poin yang berkaitan dengan masalah makan;
1. Orang cenderung makan karena nafsu, pengen makan enak, makan daging ini dan daging itu hanya karena tuntutan selera. Ini berarti makan dengan cara demikian diliputi oleh nafsu dan mengedepankan unsur “kesenangan indria”.
2. Dengan makan daging, baik dalam bentuk olahan ataupun kita makan di warung, dengan tidak langsung sudah menyuburkan usaha pembantaian binatang. Andaikan manusia hanya mau memakan daging dari binatang yang mati bukan karena di potong/dibantai, tetapi karena memang mati dengan sendirinya, mungkin pembantaian dan usaha “mengambil kehidupan” mahluk lain tidak akan banyak terjadi.
3. Pada kenyataannya semua rumah potong hewan tidak lepas dari tindakan kejam dan sadis. Membunuh binatang tidak seperti usaha dokter mengahiri hidup pasiennya yang tidak mungin sembuh lagi dengan meminimalisir rasa sakit. Sehingga saya pikir dengan memakan daging dari hasil rumah potong secara tidak langsung kita sudah menyuburkan “tindakan sadis dan kejam” tersebut.
Tentu pehamahan dan sudut pandang setiap orang akan hal ini akan berbeda tergantung pada guna dan karma seseorang. Dan Veda sendiri sudah mengajarkan aliran filsafat yang berbeda karena perbedaan ini.
Okay, keep fighting to spread the dharma although in different philosophy ways Mr. Wirajhana.. I am proud of you
Salam,-
Ngarayana
“Badan pelestarian lingkungan Amerika (EPA) melaporkan daging terkontaminasi oleh pestisida dalam kadar tinggi dibanding produk nabati. Pestisida dan bahan kimia tersebut bersifat larut di lemak dan berakumulasi di jaringan lemak hewan ternak. Makanan ternak yang mengandung komponen produk hewan yang terakumulasi akan dengan mudah masuk ke tubuh manusia yang mengonsumsi daging hewan ternak tersebut”.
sumber: http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/05/13464270/12.Makanan.yang.Paling.Terkontaminasi
Dear ALl
Ingat Veda bukan satu buku namun banyak cabang tapi apda dasarnya hanya satu prinsip, Love of God”.
sekarang yang jadu acuan kuta bekajar Veda apakah Veda sendiri atau ahli geography, geology, archeology etc???
simple saja, semua purana dan itihasa maupun upanisad adalah suplement penjelas Veda. veda hanya bisa dijelaskan oleh Veda. Sripad Madhvacarya menjelaskan bahwa kerusakan perhiasan emas hanya bisa ditambal dg emas kalau ingin qualitasnya utuh. sama halnya agar Veda ttp utuh, semua suplement harus lah Veda. jadi semua kitab suici yang ajaranya sesuai dengan Veda, adalah Veda. apakah Veda kelima maupun apa itu sebutannya, yg penting ajaran itu membawa kita kepada satu tujuan, LOVE OF GOD.
Veda sudah ada sejak awal ciptaan, jadi bagaimana kita bisa menyatakan Veda ini atau veda itu ditulis tahun sekian such and such. tapi diringkas kembali tahun sekian itu masuk akal. diringkas dan disajikan tahun tertentu sesuai denga kebutuhan masyarakat di jaman dan di tempat serta di dalam situasu tertentu.
Veda sangat jelas mengajarkan Vegetarian dengna istilah AHIMSA. apakah ada Veda yang mengajarkan orang membunuh sembarangan?? termasuk membunuh binatang??
Veda membahas 3 pokok bahasan dasar, dan ketiga pokok bahasan Veda tercantum di dalam “catur sloki Bhagavad Gita”( empat sloka utama dalam BG atau untuk lebih mudah memahami bisa juga dikatakan sebagai kerangka karangan bhagavad gita kalau kita mengangap Bg adalah karangan. karena itulah sering dikatakan BG adalah inti sari ajaran Veda.
selain 3 pokok bahasan Veda ada di dalam Bg, 5 keyakinan di dalam Veda juga semuanya dibahas oleh Bhagavad Gita, yang biasanya kita kenal dengan Panca Sradha. itu adlah 5 pokok bahasan BG.
untuk lebih mengerti lebih lanjut, kita harus mempelajari dan menerima Veda dari acarya atau guru kerohanian yang dpat dipercaya. Srila Sankaracarya menyatakan,
sarvopanisado gavo
dogdha gopala nandanah
partho vatsah sudhir bhokta
dugdha gitamrta mahat
beliau mengatakan kalau Gitopanisad ( Bhagavad Gita) adaalh inti sari dari Upanisad. ini pernyataan yang jelas. Sankaracarya diterima oleh semua ahli Vedasebagai sumber yang dapat dipercaya. Rmanujacarya, Visnu svami. madhvacarya, semuanya menerima Bg sebagai inti sari ajaran Veda,apa yang perlu kita ragukan?? kalau orang agung seperti itu masih kita ragukan kenapa harus menerima orang kristen yang mengomentari Veda yang dg tujuan mengacaukan pengikut VEda??
Mengenai Vegetarian, Veda memang mengajarkan korban binatang, tapi korban itu harus dilakukan oleh orang yang berqualifikasi. sekali mengucapkan mantra akan mampu membakar badan binatang yang akan dikorbankan dan dari badan itu akan kleluar rooh binatang yang hampir semua peserta Yajna mampu melihat kalau binatang yang dikorbankan mendapat tempat yang lebih baik. kalau tidan mampu begitu, Korban Binatang dilarang.
selain itu, ajaran Veda mengijinkan makan daging kalau memang sudah tidak ada makanan lain lagi yang bisa dimakan atau daging yang dipersembahkan sperti uraian tadi. kalau salah satu tidak dipenuhi, mengapa harus mengorbankan binatang??
semoga ino bermangfaat bagi pembaca
suksme
pak wirajhana yang terhormat
pernahkah bapak melihat pohon yang berusaha mencari celah untuk tumbuh kalau dihalangi?? apakah itu tidak perasaan?? setiap individu punya perasaan, berpikir dan mengembangkan ide, tapi ada yang terbatas ada yang lebih tingi dan ada yang tidak terbatas. logika saja, menghindari halangan adalah ide yang bersal dari pikiran. kenapa pohon yang menghindari halangan unutk tumbuh kita bilang tidak beropersaan dan tidak berpikir? tolong dipikirkan kembali. vegetarian bukan segalanya, tapi makan makanan yang telah diopersembahkan adalah segala galanya.
makasi
Dear Ngarayana dan deswandri,
Ulasan yang menarik! Anda mengatakan bahwa:
[..]Dengan makan daging, baik dalam bentuk olahan ataupun kita makan di warung, dengan tidak langsung sudah menyuburkan usaha pembantaian binatang…semua rumah potong hewan tidak lepas dari tindakan kejam dan sadis…Sehingga saya pikir dengan memakan daging dari hasil rumah potong secara tidak langsung kita sudah menyuburkan “tindakan sadis dan kejam” tersebut[..]
Akar persoalannya mengenai kebutuhan akan daging secara alami ternyata juga bukan semata2 masalah perut misalnya untuk keperluan upacara keagamaan dan kesehatan tubuh misalnya.
Upaya2 pembantaian yang sadis dan kejam itu telah ada dari jaman dulu kala dan kemudian diperjualbelikan di pasar.
Sehingga, ketika kita temukan di pasar, semua binatang yang telah mati itu baik sengaja atau dipaksa..toh pada akhirnya hanya merupakan seonggok materi. yang cukup layak dimakan
Untuk Deswandri,
laporan EPA itu memang sungguh mengerikan..ini juga mengindikasikan bahwa para vegetarian pun tidak lepas dari ancaman kontaminasi produk nabati yang pengolahannya dengan produk pestisida dan kimiawi lainnya
@bhagirath
tumbuhan punya perasaan? ini menarik. Beberapa blog menampilkan kisah penelitian ttg itu, tp sy blm menemukan sumber yg dapat dpercaya validitasnya.
setelah mendapatkan pengetahuan yang panjang lebar dari diskusi diatas (sangat bermanfaat), izinkan saya untuk menyampaikan pendapat saya.
mudah2an saya salah mengerti, tapi judul diskusi ini saya liat lebih menonjolkan anjuran untuk melakukan vegetarian, dengan dasar2 sastra yg sudah disebutkan diatas.
hendaknya dalam mengulas suatu topik, harus dijabarkan dari dua sisi (baik buruk). agar tidak menimbulkan `bias`. secara umum, mungkin maksud artikel ini adalah baik, menuntun umat agar menjadi lebih baik, namun jika disampaikan dari satu sisi saja, hal ini yg akan menyebabkan kebingungan.
seandainya saja, pemikiran ngarayana dan wirajhana dijadikan satu buah artikel mengenai vegetarian di mata hindu. mungkin orang akan lebih lengkap wawasannya dan tidak bingung dlm mengambil keputusan.
tidak bermaksud mempengaruhi, dan biarkan umat memilih jalan hidupnya (salah satunya urusan makan). yg perlu kita lakukan adalah `share` sesuatu dgn menjabarkan pro dan kontranya dari dua sisi, sehingga masyarakatlah yg memilih.
saya pun seorang vegetarian, namun sangat membenarkan orang yg non-vegetarian. berbicara dari sisi ilmiah (kedokteran), daging wajib dikonsumsi (vit B) untuk tubuh. dan penyakit yg sering dialami oleh orang vegetarian adalah tekanan darah rendah. namun dari sisi spiritual, daging dapat mempengaruhi watak dan kesucian orang.
nah sekarang kembali lagi pada individu. kita tidak boleh melarang (baik secara halus/kasar) orang untuk makan. namun bisa menganjurkan dgn memberikan informasi yg `lengkap`.
nice discuss…..keep it up (cheer) : )
Dear Kidz and All,
Saya udah buatkan artikel tentang benarkah Vegetarian itu makanan Religius? Untuk jelasnya silakan baca di:
Vegetarian, Makanan Religius? Bukan! Ia Cuma Pilihan Selera Makan..Ngga Lebih Dari Itu!
Tks, semoga bermanfaat
Salam
Salam, saya tertarik dengan Adi Sankara dan Buddhism di India. Bagaimana bisa Buddhism lenyap di India karena perdebatan dengan Adi Sankara. Kalau berkenan coba diulas di blog anda pak. Terima kasih.
dear …..XXX
para dewa seperti brahma dan indra belum bisa mengetahui krishna adalah KEPRIBADIAN TUHAN YANG MAHA ESA apalagi kita yang adalah manusia yang mempunyai 4 kelemahan yaitu
BERHAYAL.INDRIA KURANG SEMPURNA.SERING BERBUAT SALAH.CENDERUNG TIPU MENIPU. maka dari itu lah jangan mengacaukan isi dari weda tersebut demi kepentingan pribadi. karena di dalam semua ajaran AGAMA selalu mengajarkan Ahimsa. kalau memang bagus makan daging binatang kenapa tidak makan daging manusia saja kan lebih bersih dari kotoran.
maka dari itu lah jangan sampai FILSAFAT YANG TINGGI DAPAT MENGACAUKAN BHAKTI KITA PADA TUHAN…
sekian terima kasih
maaf klo ad yg mrasa tersinggung…
Om swastyastu
Salut dengan diskusinya..kalau saya baca mungkin inilah alasan kenapa Hindu tidak bisa berkembang. Hindu hanya ada di KTP, pun saya demikian juga adanya. membaca diskusi ini membuat saya bertanya apakah saya memang benar beragama Hindu? karena begitu rumitnya Hindu itu dengan Veda yang sedemikian banyaknya (bahkan masih dipertentangkan juga apakah veda atau bukan).
Saya sendiri juga bingung dengan literatur-literatur dan sumber-sumber yang diberikan. Dan saya memutuskan tidak mengambil kesimpulan apapun terhadap literatur tersebut karena bisa diperdebatkan dan masih merupakan produk manusia yang tak luput dari kekeliruan dan lupa.
Namun saya kembali ke topik awal, yaitu larangan konsumsi daging dalam veda:
Saya percaya seutuhnya tentang ajaran Veda (apapun jenisnya) bahwa kita tidak boleh menyakiti mahluk hidup. Dengan landasan itulah maka kedamaian di dunia akan dapat tercipta.
Apakah sesederhana itu?? Tentu tidak, bagaimanapun kita tidak bisa makan daging hewan sebelum menyakitinya. Dan yakinkah Anda bahwa memotong kangkung tidak menyakiti kangkung tersebut hanya karena kangkung itu tidak meronta dan bersuara??
Nah..jadi apapun itu manusia memang dirancang untuk hidup dengan melakukan dosa yang menyebabkan dunia ini terus berputar. (bukankah manusia yang masih berdosa akan berinkarnasi terus menurut Hindu??)
Jadi kalau mau ekstrim, makanlah buah-buahan yang telah jatuh dari pohonnya…
Bagaimana dengan persembahan?? saya menganggap persembahan itu sesuatu yang konyol karena Tuhan tak perlu persembahan..semua yang ada di dunia ini milikNya. Dan persembahan itu saya pikir muncul dari kebiasaan para brahmana saja.
Itu saja pandangan saya semoga tidak membuat Anda tersinggung.
Om Santi Santi Santi Om
makan daging dan vegetarian keduanya bisa hidup dengan layak secara materialis. bagaimana dalam tatanan pendakian spiritual yang murni, manakah yang lebih mendukung ???
kayaknya orang yang serius menapaki kerohanian lebih baik vegetarian deh kalau menurut saya. nah tuh yang hindu KTP dan yang menapaki dunia agama hanya sekedar mengikuti orang banyak, spya tidak melanggar UUD-45 atau hanya sekedar beragama atau denga kata lain masih duniawi kaya aku juga gemana yah ??????????
@ WIRAJHANA
Terkadang kecerdasan material yang kita miliki membuat kita berpikir: oh saya cerdas. oh argumentasi saya bernas dan logis. oh saya sudah mengalahkan argumetasi dia. oh saya sudah populer… dst. Kita bisa menjungkir balikkan kebenaran dengan argumentasi yang logis. orang2 akan mengiyakan apa yang kita katakan. Kita terkadang mengagumi kecerdasan material kita.
Pak, Anda katakan kalau Anda cenderung ke Budha. Tentu saja itu adalah hak bapak untuk memilih. Sepengetahuan saya Budha ini sangat menentang pembunuhan/penyembelihan. Anda juga mengatakan soal makanan itu adalah soal selera. Lha iya benar. Orang asurik tentu seleranya lain dengan orang surik. Silakan pilih. Kalau saya sih walau belum surik, tapi kepingin surik, makanya pilih makanan yang surik juga.
Bapak begitu cerdas secara material, ini bisa jadi power rohani jika Bapak tunduk hati, dan mau menerima otoritas yang benar, bukan otoritas kayak Max Muller dan para indolog2 yang lain.
salam hormat…
Om Swastyastu 🙏
Maaf sebelumnya, saya sebagai orang Bali beragama Hindu yg pernah belajar Hindu dan pernah juga belajar agama buddha dengan sekilas (pada awalnya saya belajar Buddha sangat sulit rasanya bagi saya untuk mempercayai ajaran Buddha karena konsepnya (maaf) agak beda dan agak unik) termasuk saya juga pernah belajar filsafat Siwa-budha dan saya mempelajari semua itu dengan netral, tanpa guru dan dengan pemikiran terbuka, saya bukan ahli kitab, karena saya ga paham kita suci, namun dengan akal logika dan pengalaman hidup membawa saya kepada pemahaman, yaitu
1. Kitab suci Hindu yg asli adalah catur Weda Sruti, karena Weda Sruti yg paling pertama diturunkan dan dianggap Wahyu, dan proses penerimaan Wahyu tsb adalah dengan mendengar dan melihat kenyataan dan kemudian dibukukan menjadi kitab suci dan dianggap sebagai Wahyu tuhan disebut Weda sruti
Kemudian brahmana mempelajari kembali Weda Sruti tsb kemudian merangkumnya dan membuat rumus2 berupa kitab turunan disebutlah sebagai Weda smerti
Weda Sruti adalah Wahyu dari Tuhan
Weda smerti adalah bukan Wahyu tuhan namun rangkuman dan rumus2 hasil pemikiran para brahmana zaman dulu
Weda Sruti adalah kitab suci Hindu yg paling asli karena yg paling pertama ada dan reg Weda adalah kitab yg tertua
Mohon maaf sebelumnya, Sebenarnya Weda Sruti bukanlah Wahyu tuhan, namun itu hanyalah hasil pengalaman para brahmana dulu berdasarkan apa yg beliau lihat zaman dulu dan kemudian dibukukan menjadi kitab suci
Rangkuman dari Weda Sruti adalah Bhagawadgita
Rangkuman dari Weda Smerti adalah saramuscaya
Upanisad adalah kesimpulan akhir dari Weda
Buku Upanisad Himalaya Jiwa adalah kesimpulan dari kesimpulan akhir Weda atau intisari dari kesimpulan akhir Weda
Dengan membaca buku Upanisad Himalaya Jiwa saja berarti anda sudah dapat semuanya dan sudah dapat intisari dari agama Hindu yg terdalam namun dengan ringkas
Jangan salah, Sebenarnya apa yg disebut dharmasastra dan dharmasutra dan purana2 tsb bukanlah Wahyu seperti Weda sruti, namun semua itu murni hanya hasil pemikiran pemahaman dari brahmana zaman dulu
2. Ada yg mengatakan bahwa semua konsep ketuhanan ada di hindu, namun secara garis besar konsep ketuhanan Hindu adalah pantheisme
Namun saya justru merasa lebih cocok dengan konsep ketuhanan yg diajarkan Buddha yaitu non-theisme yg mana tuhan Adalah bukan ini dan bukan itu dan tak terpikirkan sehingga sang Buddha enggan membahasnya
Namun klo menurut saya, beda lagi, klo menurut saya tuhan itu ya theisme, yaitu bukan ini dan bukan itu, dan tak terpikirkan, karena tak terpikirkan sehingga saya malah membahasnya, karena saya sudah tahu beliau tak terpikirkan jadi buat apa saya membahasnya? Kan ga terpikirkan katanya?? Sebab jika kita ngotot membahasnya akhirnya hanya akan menjadi spekulasi sendiri yg ga ada habis’nya tuhan diibaratkan sebagai ini lah dan itulah, dst sehingga ga akan pernah selesai2 dan ga bisa dipahami, dan ksmbali lagi karena beliau tak bisa terpikirkan
Lalu apakah dengan memikirkan dan mengkaji tuhan secara mendalam bisa membuat kita menjadi tercerahkan damai dan bahagia dan suci?
Jawabannya menurut saya adalah belum tentu
Jadi, konsep2 ketuhanan yg disebut monotheisme, pantheisme, politheisme, non-theisme, dll semua itu hanyalah hasil spekulasi pemikiran manusia, namun tuhan Sebenarnya adalah theisme, bukan ini dan bukan itu, dan tak terpikirkan sehingga saya enggan membahasnya
Darimana istilah tuhan dikenal?
Pada awalnya manusia ada, manusia berpikir kenapa aku bisa ada? Kenapa semua ini ada? Siapa yg menciptakan? Pasti ada kekuatan yg maha yg mampu menciptakan semua ini dan darisana kemudian dikenal ada kekuatan yg bisa menciptakan yg disebut sebagai tuhan dan tuhan ini pun sebutannya berbeda-beda karena setiap bangsa punya bahasa dan istilah sendiri-sendiri dalam menyebut tuhan
Kemudian seiring berjalannya waktu dan semakin berkembang nya kehidupan manusia kemudian pemikiran manusia semakin berkembang menjadi kenapa semua yg ada ini bisa berlangsung? Pasti ada kekuatan yg memelihara
Kemudian berkembang lagi, kenapa yg sudah ada bisa lenykap? Pasti ada kekuatan yg mampu melebur semua ini? Sehingga muncul istilah tuhan punya fungsi bisa melebur
Demikian sejarah nya tentang tuhan, agama Hindu melihat tuhan memiliki 3 fungsi utama yaitu sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur
Sedangkan agama Buddha melihat nya sebagai segala yg ada adalah muncul-berlangsung-lenyap
Jadi, Sebenarnya sama saja artinya
3. Kemudian yg saya pahami lagi adalah bahwa sebaiknya kita jangan mudah mempercayai kebenaran begitu saja meskipun kebenaran itu tertulis di kitab suci, meskipun kebenaran itu dikatakan oleh guru suci, ataupun bersumber dari tradisi
Kita perlu membuktikan kebenaran itu, dengan akal sehat, dengan logika, dengan rasa dan realita dan semangat humanisme, sains, analisis humanisme, analisis manfaat, untung rugi dan melihat manfaatnya dan perlu kita kaji dan gali terus kebenaran itu
Intinya ketika kita belum melihat realita, sebaiknya jangan mudah percaya
4. Saya tidak percaya catur warna meskipun kitab suci Hindu mengajarkan hal tsb, karena saya melihat zaman sekarang profesi pekerjaan banyak dan orang bisa ganti2 profesi atau rangkap profesi sekaligus
Mungkin catur warna itu dulu ada karena pekerjaan manusia zaman dulu adanya cuma 4 itu saja dan mengajarkan agar mereka fokus pada bidang masing-masing, namun sebenarnya zaman sekarang profesi manusia ada banyak, bisa ganti-ganti dan sekaligus rangkap profesi, namun untuk memperoleh hasil yg baik, mesti fokus di bidang masing-masing, atau fokus dulu di satu bidang sebelum pindah ke bidang lain atau rangkap ke bidang lain, dan itu adalah hukum kehidupan yg alami dan (mohon maaf) Sebenarnya hal tsb tidak perlu dirumuskan menjadi catur warna
5. Saya tidak terlalu percaya hari baik, meskipun sastra berkata demikian, sebelum saya melihat realita dan analisis logika akal sehat
Misalnya toko lokasi tusuk sate kenapa susah laku? Ya karena di pertigaan jalan, di kanan lampu merah dan di kiri lampu merah, dan yg lewat pengen belanja tapi mau parkir susah sehingga ga jadi belanja dan auto sepi deh jadinya
Padahal toko yg ga nusuk sate pun juga banyak yg ga laris
Kedua, dalam sastra dikatakan bahwa pada hari X bulan X adalah hari yg cocok untuk bercocok tanam karena hari X dan bulan X arah bulan dan matahari cocok sehingga saat itu adalah musim hujan sehingga cocok untuk bercocok tanam, namun kenyataannya pada hari X dan bulan X adalah musim kemarau
Sehingga dengan demikian dari pengalaman saya sendiri saya mengatakan sebaiknya kita jangan mudah percaya dengan kebenaran meskipun kebenaran tertulis dalam sastra dan diajarkan oleh guru suci sekalipun
6. Pandangan saya tentang membunuh makhluk, maaf sebelumnya, bukannya membunuh makhluk/hewan itu tidak boleh, namun klo bisa, sebaiknya kita berusaha sebisa mungkin untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup, apalagi bila kita menempuh kehidupan spiritual dan seiring berjalannya waktu dan semakin berkembang kehidupan spiritual kita maka ada baiknya kita berusaha menghindari pembunuhan makhluk hidup
Karena seiring berkembangnya spiritual kita maka rasa belas kasihan dalam diri kita semakin meningkat, rasa empati dan rasa peduli terhadap makhluk lain, sehingga pasti ada rasa ga tega gitu, sehingga klo bisa ya sebaiknya menghindari pembunuhan makhluk hidup
Karena Sebenarnya untuk melakukan suatu pembunuhan itu membutuhkan rasa tega meskipun sedikit, oleh karena itu, klo bisa, dan sebisa mungkin ya sebaiknya menghindari pembunuhan makhluk hidup
Tapi ini ga harus ya, bagi yg cocok silahkan, bagi yg merasa cocok melakukan pembunuhan makhluk hidup/menyembelih hewan ya juga silahkan, bebas, terserah anda
7. Semangat hidup anti-bully dan anti-diskriminasi
Maaf sebelumnya, ada hot issue yg berkembang di masyarakat saat ini yaitu issue diskriminasi terhadap LGBTQ dan banci
Jadi, gini ya, bukannya saya pro kontra LGBTQ dan bukannya saya mengusulkan agar perkawinan sesama jenis dilegalkan tapi kembali ke pertanyaan renungan, apakah mereka yg LGBTQ termasuk mereka single dan punya pacar sejenis dan melakukan hubungan sex sejenis dengan pacarnya tanpa paksaan, apakah mereka dosa, dibenci Tuhan dan masuk neraka karena hal tsb?
Klo menurut saya tidak,
Kenapa?
Karena mereka juga ciptaan tuhan, mereka tidak memilih hidup sebagai LGBTQ namun kenyataannya mereka LGBTQ dan rasa itu alamiah, sehingga hal tsb membuat mereka menderita, ditambah tekanan dari masyarakat sehingga menambah penderitaan mereka, ditambah agama mem-bully mereka dan ditambah tuhan mem-bully mereka sehingga bertambah beban mereka, sehingga wajar mereka banyak yg bunuh diri karena tekanan external yg kuat, kasihan mereka dan disatu sisi LGBTQ tsb bukan pilihan hidup mereka
Jika tuhan membenci mereka, yg menciptakan kan tuhan, tapi kenapa tuhan lepas tanggungjawab hanya menciptakan namun menciptakan untuk dibenci, dimana tanggungjawab tuhan akan masalah ini? Disatu sisi mereka tidak minta hidup seperti itu, jadi sebenarnya mereka demikian bukan salah mereka, tapi salah tuhan karena Tuhan as designer yg menciptakan mereka seperti itu, lalu masak tuhan menciptakan ciptaannya untuk dibenci? Padahal mereka ga berbuat kejahatan meskipun mereka LGBTQ
Lalu apakah tuhan membenci ciptaannya? Dan Sebenarnya tuhan yg mesti bertanggung jawab atas hal ini dan sedangkan hal tsb alami dan ga bisa diubah
Lalu apakah tuhan mau tanggung jawab atas penderitaan yg mereka alami dan tekanan hidup dan stress yg mereka alami sampai bunuh diri? Apakah tuhan bisanya hanya menyalahkan mereka memvonis mereka dosa dan memasukkan mereka ke neraka begitu saja, padahal mereka ya tuhan yg menciptakan dan mereka tidak memilih kehidupan yg seperti itu dan orientasi seksual tsb adalah anugerah dari Tuhan
Lalu gimana donk solusinya?
Ya respect dan empat kepada mereka, hormati mereka dan jangan anti kepada mereka karena orientasi seksual itu tidak menular kecuali andanya yg memang ada bakat seperti itu
Sebenarnya homoseksual itu sama saja dengan heteroseksual, hanya saja yg homo suka sama jenis dan yg hetero suka lawan jenis dan ini berlangsung alami dan hal ini ga bisa diubah, kecuali jika anda pure memiliki bakat biseksual
Lalu jika seorang homoseksual yg belum menikah dan ia punya pacar sejenis dan melakukan hubungan seksual sejenis atas dasar suka sama suka tanpa paksaan, dan mereka tidak pernah melakukan pencabulan atau pemerkosaan kepada siapapun, apakah mereka dosa?
Secara bathiniah tidak!! Kenapa?
Ya sudah saya bilang homo sama saja dengan heteroseksual hanya saja bentuk ketertarikan nya yg berbeda
Lalu Bagaimana jika ada kitab yg mengatakan bahwa homoseksual tidak bertentangan dengan agama dan tuhan tapi yg bertentangan hanyalah perilaku seksual/sodominya?
Berarti bagi mereka yg homo, hanya boleh pacaran sejenis dan yg pria ga boleh hubungan seksual dengan pria donk/ga boleh anal sex donk? Terus disuruh oral sex gitu? (Maaf agak vulgar dikit bahasanya ya)
Aneh namanya klo seperti itu
Gini lho Sebenarnya bro, dalam dunia heteroseksual, cowok suka sama cewek itu rasa alami, ada rasa suka, rasa cinta, dan rasa sayang terhadap lawan jenis dalam menjalin hubungan dan klo sudah rasa suka, cinta dan sayang ujung2nya pasti nyambung ke sex dengan pasangan kita baik sebelum menikah atau sesudah menikah sehingga ada anak, maka nya anak disebut buah hati, karena buah dari rasa cinta antara laki dan perempuan adalah menghasilkan anak
Lalu kaum homo gimana? Ya sama saja, berawal dari rasa sayang, cinta, suka dan ujung-ujungnya pasti endingnya adalah hubungan sex sebagai simbolis dari rasa cinta tsb, meskipun ga bisa punya anak karena sesama jenis
Hubungan sex adalah buah dari rasa sayang dan rasa cinta mereka dan ini bukan hanya sebatas nafsu belaka, dan jika mereka melakukan dengan pasangannya atas dasar suka sama suka tanpa paksaan sehingga tidak ada yg dirugikan dalam hal ini, karena mereka suka sama suka
Habis mau gimana lagi? Karena mereka rasa sayang mereka kepada sesama jenis
Lalu apakah mereka dosa?
Tidak, apa ukurannya mereka dosa? Apakah hanya karena mereka berhubungan sex tanpa ikatan perkawinan? Jika ya, nikahkan saja mereka agar tidak dosa dan mereka siap menikah jika memang menikah sesama jenis itu boleh!! Eitts, katanya nikah sesama jenis ga boleh, aduuh kasihan serba salah nih hidup mereka, terus mereka disuruh nahan nafsu, pacaran boleh tapi sex ga boleh? Kan aneh namanya sedangkan hasrat mereka cuma suka sesama jenis dan buah dari cinta mereka ya hubungan sex. Terus mereka mesti dikebiri gitu? Atau ganti kelamin? Eh ga boleh, karena katanya penis dan testis itu ibaratnya linggam jadi mesti dihormati, dan katanya bila kita lahir dengan anatomi yg lengkap, meskipun kita LGBTQ namun jangan menghilangkan bagian tubuh yg sudah lengkap ini termasuk tidak menghilangkan kelamin dan tidak ganti kelamin
Terus gimana donk?
To the point, saya bersikap, meskipun mereka terlahir sebagai LGBTQ dan mereka terlahir dalam fisik yg lengkap maka sebaiknya jangan menghilangkan salah satu organ tubuh dengan cara menghindari operasi ganti kelamin, dan mereka Mesti belajar menerima kenyataan hidup sebagai LGBTQ agar mereka tidak merasa tertekan dalam hidup, solusinya adalah penerimaan, dan masyarakat mesti menghargai dan menghormati mereka dan tidak mem-bully mereka lagi dalam bentuk apapun, sehingga bisa mengurangi beban hidup mereka, yes klo ada yg masih menganggap mereka sakit dan ngotot ingin menyembuhkan mereka ya silahkan, klo bisa sembuh ya bersyukur, tapi jika kita masih mendiskriminasi mereka sehingga mereka takut untuk terbuka dengan orientasi seksualnya, maka bagaimana kita bisa tahu mereka LGBTQ atau tidak dan bagaimana bisa menolong mereka klo mereka ga mau ngaku? Dan mereka ga mau ngaku karena mereka takut, dan kenapa takut? Adalah karena perlakuan tidak baik kita(Masyarakat) dan agama terhadap mereka sehingga mereka tidak berani coming out dan jika kita sebagai masyarakat dan agama terus bersikap seperti ini sampai kapanpun (sampai Indonesia kembali ke Hindu-buddha) pun ga akan pernah bisa menyelesaikan masalah sampai kapanpun, jadi klo mau bisa menyelesaikan masalah ya berikan mereka rasa aman, hormati mereka dan berikan mereka coming out terhadap diri mereka apa adanya dan tolong jangan di-bully dalam bentuk apapun!! Dan setelah mereka mau ngaku, ya bagi yg ngotot ingin menyembuhkan ya silahkan!! Klo benar mau sembuh ya syukur(secara sains jika seseorang benar’ pure LGBTQ jelas tidak bisa dirubah dengan usaha apapun kecuali jika mereka pure biseksual ya bisa dirubah dan caranya sangat mudah yaitu dengan merubah chemistry nya jadi suka lawan jenis dengan cara belajar suka sama lawan jenis dan ini sangat mudah, namun secara medis, mendiagnosa orang yg benar-benar LGBTQ atau tidak juga sangat sulit, jadi klo ada orang yg ngaku2 bisa mengenal orang LGBTQ hanya lihat2 di jalan dari ciri2nya maka itu adalah hal yg ga mungkin, bohong dan hoax bangetz!!!) Namun jika dengan segala tekad, usaha maksimal dan doa yg kuat yg sudah dilakukan namun endingnya tetap saja mereka LGBTQ dan ga bisa dirubah, ya mau ga mau ya mesti menerima kondisi itu dengan lapang dada, keluarga mesti ikhlas menerima anggota keluarga nya yg seperti itu dan masyarakat mesti care menerimanya apa adanya, hormati mereka sebagai LGBTQ, hargai mereka yg LGBTQ dan tolong jangan di-bully, berikan rasa aman dan damai kepada mereka karena mereka juga berhak hidup damai dan bahagia, dan untuk dia yg LGBTQ ya mesti ikhlas menerima diri apa adanya sebagai LGBTQ agar tidak merasa tertekan, dan meskipun hidup sebagai LGBTQ yg penting selalu berbuat baik
Apakah mereka dosa? Tidak!!
Lalu meskipun mereka LGBTQ, belum menikah, apakah boleh pacaran dan hubungan seksual?
Boleh, karena begini, meskipun mereka LGBTQ namun mereka juga berhak mencintai dan dicintai, sehingga mereka boleh pacaran sesama jenis dan boleh berhubungan sex dengan pasangannya, karena rasa sayang mereka kepada sesama jenis, dan mereka memilih pasangan hidup sesama jenis, karena mereka sukanya itu, meskipun perkawinan sesama jenis disini tidak legal, dan mereka milih jodoh nya sesama jenis, yg penting selama mereka menjalin hubungan dengan pasangannya dan berhubungan dengan pasangannya atas dasar suka sama suka, dan mereka melakukan dengan pasangannya, tanpa ada pemaksaan, tanpa ada pemerkosaan, tidak pelecehan seksual dan tanpa pencabulan, sehingga tidak ada yg dirugikan sehingga otomatis merea tidak dosa!!
Tidak ada kata dosa untuk mereka, selama mereka selalu berbuat baik, tidak pernah melakukan pemerkosaan, tidak pernah melakukan pencabulan dan tidak pernah melakukan pelecehan seksual kepada siapapun, maka mereka tidak dosa 🙏😇 meskipun mereka LGBTQ, pacaran sejenis + hubungan sex sejenis dengan pacarnya, karena meskipun mereka LGBTQ namun bila mereka baik, tidak melakukan pencabulan, pemerkosaan, dan tidak melakukan pelecehan seksual kepada siapapun maka mereka juga orang baik, mereka berhak hidup selamat, aman damai dan bahagia dimanapun juga dan disayang Tuhan
Bahkan meskipun mereka LGBTQ namun bila mereka baik dan tulus berbhakti kepada tuhan, maka mereka juga disayang Tuhan dan mendapatkan berhak dari Tuhan dan berhak mendapatkan keselamatan, kedamaian dan kebahagiaan meskipun mereka pacaran sejenis dan berhubungan sex sejenis dengan pacarnya tanpa paksaan, namun tuhan tetap menyayangi mereka dan memberkati mereka dan mereka berhak hidup selamat, damai, dan bahagia dimanapun juga 🙏😇
Lalu bagaimana jika ada kitab yg tetap menulis hubungan intim mereka sebagai dosa?
Klo Weda sruti sepertinya tidak membahas hal tsb, namun ga tahu klo dharmasastra dan purana, namun jika dharmasastra dan purana mempermasalahkan hal tsb dan dharmasastra dan purana sendiri adalah bukan Weda Sruti dan hanya merupakan pandangan maharsi zaman dulu, dan jika dharmasastra dan purana ada yg mempermasalahkan hal tsb maka demi alasan kemanusiaan, toleransi, kedamaian dan agar mereka tidak tersakiti, maka ya dilanggar dan tidak diikuti aturan dharmasastra yg mempermasalahkan hal tsb, dilanggar dan tidak diikuti demi kebaikan, kemanusiaan, hak asas, toleransi dan agar tidak ada yg tersakiti, karena semua makhluk mengharapkan kebahagiaan, keselamatan, kedamaian, kedamaian, kebahagiaan dan ke-rahayu-an dimanapun jugaa 🙏😇😇
Maka dari itu sebagai seorang Hindu saya open minded dan tidak anti dengan LGBTQ dan tidak anti dengan perilaku mereka(pacaran dan hubungan intim dengan pasangan mereka suka sama suka tanpa paksaan), meskipun diri saya sendiri bukan LGBTQ
Ya kurang lebih demikian pemahaman saya tentang Hindu dan spiritual, dalam hal ini, saya orang Bali Hindu, namun saya orang Hindu yg humanis, toleran dan open minded
Tidak ada yg mengajarkan saya agama, saya tidak punya guru suci dan saya juga jarang baca kitab suci dan kadang saya juga bermeditasi sebentar
Namun maaf saya tidak menerima debat, karena saya bukan ahli agama, bukan rohaniawan, saya hanya umat awam biasa, dan saya tidak menguasai kitab, saya bukan ahli debat dan saya bukan ahli penyebar agama, jadi, maaf saya tidak menerima debat
Karena saya hanya membabarkan berdasarkan pengalaman saya, jika menurut anda merasa cocok dengan pengetahuan saya, silahkan terima namun jika menurut anda merasa tidak cocok dengan penjelasan saya, daripada debat lebih baik di skip ajha 🙏😁😁
Namun pengalaman hidup mengajarkan saya
Dan meskipun saya tidak bisa komunikasi dengan tuhan namun secara ga langsung saya berguru kepada tuhan 🙏🙏😇
Jika Anda bertanya kepada saya, bagaimana cara merasakan energi tuhan?
Duduk hening, atur nafas, rilex, rasakan keheningan, rasakan kedamaian, pikiran hening dan damai, dan setelah hening, ungkapan rasa syukur dalam hati dan ungkapan apa yg ingin anda ungkapan kepada tuhan dan ungkapan segala pertanyaan anda kepada-Nya dan ucapkan mohon bimbingannya dan ucapkan terimakasih 🙏🙏😇 selesai 🙏😇
Karena keheningan itu sebenarnya adalah energi tuhan dalam diri kita sendiri 🙏😇😇
Buat semua pemuka Keyakinan,,,BPK yg terhormat, bila kita berdebat tentang satu ajaran keyakinan justru kita akan semangkin terjerumuskan dalam satu lingkaran kemunafikan ,kalau menurut Islam, jgnkan di keyakinan Buda, Hindu protestan di dalam Islam saja bnyk perbedaan yg menjadi perselisihan sehingga Umat itu di butakan oleh Egonya masing masing sehingga membuat terpecahnya kerukunan dalam keyakinan, semua kitab Bagus tiada yg jelek ,cuman kadang kita umat manusia yg berambisi ingin benar sendiri tanpa mau instrospeksi diri, bahwa dalam denyutan darah kita ada jiwa Iblis yg mengalir,tanpa kita bisa mengendalikan kita semua Akan menjadi Umat yg merugi, yuk kita saling menyanyi satu sama lain keyakinan satu dengan yg Lain ,