Beberarapa orang bertanya pada saya, “Apa sih yang diinginkan oleh Hare Krishna? Kenapa Prabhupada sebagai pemimpin Hare Krishna kadang dengan tegas mengatakan menolak Hindu tapi di saat yang lain mengatakan diri sebagai Hindu? Apakah hanya Hare Krishna yang benar dan yang lain salah? Dunia seperti apa yang Hare Krishna inginkan?”. Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan sejenis yang sebenarnya intinya ditujukan untuk menyudutkan Hare Krishna. Dalam artikel ini, saya mencoba menjabarkan sekilas tentang Hare Krishna dan pandangannya akan spiritualitas. Semoga ini bisa sedikit memberikan secercah pemahaman kepada kawan-kawan yang masih awam akan keberadaan sampradaya ini dan orientasi spiritualnya.

Hare Krishna bukan sampradaya atau golongan, tetapi mantra

Kurangnya pemahaman masyarakat umum dan bahkan sebagian pengikut ajaran Prabhupada yang masih awam menyebabkan distorsi pemahaman akan apa itu Hare Krishna. Saat ini Hare Krishna sudah terlanjur dicap sebagai nama sebuah kelompok sampradaya yang disebarkan secara luas oleh Srila Prabhupada. Padahal Hare Krishna sebenarnya tidak mengacu kepada suatu kelompok, tetapi Hare Krishna adalah sebuah mantra yang bersumber dari sloka-sloka Veda. Dalam Kalisantarana Upanisad disebutkan:

hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare iti sodasakam namnam kali kalmasa nasanam natah parataropayah sarva vedesu drsyate

Artinya:

Hare Krishna Hare Krishna, Krishna Krishna Hare Hare Hare Rama Hare Rama, Rama Rama Hare Hare

Enambelas nama-nama suci Tuhan ini yang tersusun dari tigapuluh dua suku-kata, adalah satu-satunya cara untuk mengatasi segala pengaruh buruk Kali-Yuga. Dalam semua pustaka Veda disimpulkan bahwa untuk menyeberangi samudra kebodohan, tidak ada cara lain selain mengumandangkan enambelas nama suci Tuhan ini.

Sedangkan organisasi ISKCON (International Society for Krishna Consciousness) yang didirikan Srila Prabhupada yang saat ini terlanjur dicap dengan nama “Hare Krishna” pada dasarnya adalah salah satu parampara atau garis perguruan Veda. Bhagavata Purana 6.3.21, menjelaskan bahwa penyebaran Veda dilakukan melalui empat garis perguruan atau sampradaya utama, yaitu:

  1. Brahma Sampradaya
  2. Sri (Laksmi) Sampradaya
  3. Ludra (Siva) sampradaya
  4. Catur Kumara (Sanaka) sampradaya

Prabhupada dengan murid-muridnya yang tergabung dalam organisasi ISKCON berasal dari garis perguruan Brahma Sampradaya. ISKCON sendiri dibentuk Srila Prabhupada bukan dalam rangka mengekslusifikasikan dan memisahkan diri dari sampradaya induknya, tetapi hanya sebagai wadah bagi murid-murid beliau dalam menyebarkan ajaran-ajarannya. Ajaran-ajaran yang serupa dengan yang diemban ISKCON yang juga mengumandangkan maha mantra Hare Krishna dapat kita temukan pada semua anak ranting keempat garis perguruan (Parampara) Veda sebagaimana disampaikan oleh Bhagavata Purana 6.3.21 di atas.

Jadi, mereka yang secara keliru menghina perkumpulan ISKCON sebagai Hare Krishna yang dinyatakan sesat pada dasarnya melakukan setidaknya 2 kesalahan, yaitu salah memahami esensi Hare Krishna sebagai sebuah mantra Veda yang seharusnya diagungkan oleh para penganut Veda dan salah memahami bahwa ISKCON adalah personifikasi dari garis perguruan Brahma Sampradaya yang sah yang diakui oleh Veda.

Agama vs. Spiritual

Beberapa kali Srila Prabhupada menolak ajarannya dikatakan sebagai Hindu. Tetapi di sisi lain beliau juga acap kali mengatakan diri sebagai Hindu. Pernyataan Prabhupada ini pada akhirnya menimbulkan polemik dan menjadi senjata tersendiri bagi sekelompok orang tertentu untuk mendeskriditkan beliau dan organisasi  ISKCON yang didirikannya.

Tujuan dari gerakan pengajaran ISKCON sudah sangat jelas bisa dilihat dari kepanjangan ISKCON itu sendiri, yaitu: “Krishna Consciousness” (Kesadaran Krishna), mengarahkan setiap orang, tidak perduli dari golongan, agama, ras atau suku apapun menjadi sadar akan Krishna.

Apakah harus Krishna? Apa tidak boleh menyebut yang lain? Tidak harus menyebut dengan Krishna. Krishna hanyalah salah satu dari jutaan nama-nama suci Tuhan. Anda dapat menyebut nama suci Tuhan dengan sebutan anda sendiri yang bisa membuat anda nyaman. Jika lebih nyaman hanya menyebutNya sebagai God, Jehovah, Allah, Sang Hyang Widi, Hyang Tuduh atau apapun juga pada dasarnya tidak ada masalah. Yang terpenting adalah anda selalu ingat dan tidak lupa kepadaNya.

Pada saat memulai pengajarannya di Amerika Serikat, Prabhupada pernah ditanya oleh seorang pendeta Kristen, “Prabhupada, apakah anda datang ke sini untuk merubah agama kami? Apakah anda ingin menghindukan kami?”. Dengan enteng Prabhupada menjawab; “Saya ke sini bukan untuk merubah agama anda dan pengikut anda. Tetapi saya ke sini untuk membangkitkan kesadaran Tuhan dalam diri anda dan diri semua orang Amerika yang sudah mulai melupakan Tuhannya”.

Dari pernyataan Prabhupada di sini tentu ada yang menarik untuk kita kaji. Ajaran yang disampaikan Prabhupada sudah nyata-nyata adalah ajaran yang bersumber dari Veda, kitab suci Hindu. Lalu bagaimana mungkin orang-orang Kristen yang pada akhirnya meninggalkan keyakinan yang bersumber dari Al-kitab dan mengikuti prinsip-prinsip Veda dapat dikatakan tidak berubah agama? Meski secara de yure mereka tidak menyatakan pindah agama, tapi secara de fakto sudah memiliki prinsip keyakinan yang berbeda bukan?

Terdapat perbedaan pengertian istilah “Agama” antara yang dipahami saat ini dengan apa yang disampaikan dalam ajaran Veda. Saat ini umumnya agama lebih dimengerti sebagai suatu kelompok manusia yang mendasari keyakinannya pada suatu sistem kepercayaan tertentu; yang didasarkan pada elemen-elemen tertentu pula. Sementara itu, ajaran Veda menjabarkan istilah “Agama” sebagai “A = tidak; Gama = pergi”; sesuatu yang tidak pergi, langgeng atau kekal. Istilah ini juga berkorelasi dengan “Dharma” yang secara harfiah diartikan sebagai kewajiban. Sehingga pengertian istilah agama pada Veda lebih mengacu kepada suatu aturan-aturan, kewajiban dalam hubungan manusia terhadap Ia Yang Kekal (Tuhan). Atau dengan kata lain, istilah agama dalam ajaran Veda adalah “way of life”, bukan “group of life”.

Dengan dasar perbedaan pandangan inilah yang mungkin menyebabkan perbedaan haluan antara penyebar ajaran Veda dengan ajaran non-Veda. Dalam ajaran Islam dengan tegas dikatakan bahwa selain mereka yang beragama Islam adalah kafir, tidak akan masuk surga dan akan menerima azab Allah di neraka. Dalam ajaran Kristen juga dikatakan bahwa hanya mereka yang menerima Yesus sebagai juru selamat yang akan masuk surga. Mereka yang tidak berlindung pada Yesus dipastikan masuk neraka. Ajaran Islam dan Kristen setuju bahwasanya meskipun seseorang memiliki tingkah laku yang baik, selalu menjalankan kewajibannya selama hidupnya, tetapi kalau dia tidak yakin pada salah satu ajaran tadi maka dia pasti disiksa di neraka setelah kematiannya. Sementara itu ajaran Veda tidak mengenal seperti apa yang disampaikan dalam ajaran Islam dan Kristen tadi. Veda tidak pernah mengatakan jika seseorang tidak menjadi Hindu, maka dia pasti tidak mencapai moksa atau mencapai sorga dan akan disiksa di neraka. Ajaran Veda hanya berusaha menuntun seorang agar dia melaksanakan dharma atau kewajibannya dalam kehidupan ini dengan sebaik-baiknya dalam dasar bhakti yang tulus dalam usahanya mencapai jagathita dan moksa. Bahkan kalaupun seseorang sama sekali tidak pernah tahu dan mengerti ajaran Veda atau mengenal Hindu, tetapi dalam kehidupannya selalu berbuat kebajikan, maka sudah pasti dia akan mendapatkan karma yang baik dari hasil kebajikannya tersebut. Orang tersebut dipastikan bisa mencapai sorga dan bahkan munkin mencapai pembebasan.

ISKCON Berpondasi Pada Veda dan Mengutamakan Spiritualitas

Kenapa Prabhupada tidak mengatakan secara lugas bahwa ia ke Barat untuk mengkonversi orang Barat menjadi Hindu? Ada beberapa alasan pertanyaan ini.

Yang pertama, Prabhupada menyadari bahwa Veda adalah ajaran tertua yang bersifat Sanatana (abadi) sehingga disebut sebagai Sanatana Dharma. Veda ada sejak awal sampai akhir penciptaan. Bahkan saat alam semesta ini pun tiada Veda tetap ada sebagai getaran suci rohani. Sementara itu agama-agama yang lain yang muncul pada masa Kali Yuga pada dasarnya hanyalah sempalan dan bentuk “egosentris” Sanatana Dharma itu sendiri. Akibat pengaruh buruk Kali Yuga, pengaruh tradisi setempat dan sifat manusia yang cenderung mengelompok, agama-agama yang terbentuk ini mengalami perubahan wajah dari bentuk aslinya dan bahkan tersimpangkan sehingga beberapa bagian lainnya menjadi bertentangan. Namun demikian, tetap saja agama-agama dengan wajah baru ini masih memiliki benang merah dengan Veda. Sehingga jangan heran jika segala sesuatu yang ada di agama lain, pada dasarnya ada dan dapat dijelaskan oleh Veda. Tetapi apa yang ada di Veda belum tentu bisa ditemukan di agama lain. Seseorang akan menganut suatu keyakinan yang cocok untuknya sesuai dengan guna (sifat) dan karma (kerja)-nya. Sehingga secara naluriah orang-orang dengan guna dan karma yang serupa akan berkumpul dalam suatu agama yang sama. Prabhupada menyadari bahwasanya jika seseorang yang menganut suatu agama digembleng untuk semakin mendalami agamanya dan tentu saja dengan menghilangkan “debu-debu pengotornya”, maka dia akan menemukan esensi yang sama. Kesadaran krishna (baca: Kesadaran Tuhan) dalam dirinya akan terbangkitkan. Dan dia akan mampu menginsyafi diri sebagai sang Jiva yang merupakan percikan terkecil dari Tuhan. Dan dalam tingkatan ini, sejatinya esensi pengetahuan Veda sudah dimengerti oleh orang tersebut meskipun secara de yure orang tersebut dikatakan menganut agama A, B atau C.

Yang kedua, berdasarkan konsep dasar spiritual yang disampaikan dalam Bhagavad Gita 14.4; aham bija pradah pita, Aku adalah ayah seluruh mahluk hidup. Pada sloka yang lain juga dikatakan; vasudeva kutumbakam, semua mahluk hidup bersaudara. Artinya, pada dasarnya semua manusia dan bahkan semua mahluk hidup yang lain adalah satu keluarga besar, anak-anak Tuhan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Sehingga dengan dasar ini, Prabhupada tidak ingin membatasi ajarannya dengan sekat-sekat kelompok agama. Baginya, agama hanyalah “baju egoisme”, tetapi yang terpenting adalah apa yang ada di dalam diri orang tersebut. Hal ini jugalah yang menyebabkan Prabhupada menolak mengatakan diri Hindu. Tentu saja kata penolakan terhadap Hindu di sini adalah Hindu dalam pengertian sempit, yaitu sebagai sebuah pengertian bahwa Hindu adalah sebuah agama yang lahir dan berkembang disekitar sungai Shindu yang nama Hindu sendiri diberikan oleh orang-orang Islam Persia yang tidak mampu melafalkan huruf “S” sehingga menyebabkan peradaban keyakinan sungai Shindu disebut sebagai Hindu.

Prabhupada juga menolak Hindu dalam kaitannya dalam politik penyebaran di Barat. Disamping ulang kaum misionaris Kristen seperti Max Muller Cs. yang telah sukses menyebarkan salinan kitab suci Veda keliru di dunia Barat sehingga meracuni pemahaman orang Barat dan akhirnya menimbulkan anti pati akan Hindu, nama juga Hindu sudah banyak disimpangkan oleh Guru-Guru Yoga palsu yang ke Barat demi mengejar Dolar dan popularitas. Mereka menjual nama Hindu dengan berbagai iming-imingnya. Bahkan ada oknum yang menjual Hindu dalam praktek Yoganya bahwa ia bisa menjadikan setiap orang yang belajar Yoga menjadi Tuhan. Di sisi lain, Prabhupada juga menyadari banyak penyimpangan ajaran Hindu telah terjadi tidak hanya di dunia Barat, tetapi juga di negaranya sendiri, India. Banyak praktek-praktek keagamaan keliru yang seolah-olah dibenarkan demi memenuhi suatu hasrat indriawi semata seperti judi, mabuk-mabukan dan seks bebas. Menghadapi orang-orang dengan mindset seperti inilah dengan tegas Prabhupada mengatakan bahwa ajarannya bukan Hindu. Sehingga wajar jika Prabhupada berkomentar bahwa Hindu merupakan pengejawantahan bentuk keliru dari Sanatana Dharma.

Tetapi untuk orang-orang tertentu yang sudah memiliki pemahaman setingkat lebih cerdas, Prabhupada juga dengan tegas mengatakan dirinya Hindu. Tentu saja nama Hindu di sini adalah Sanatana Dharma, sebuah agama Veda. Hindu yang melandasi tattva, susila dan upakara-nya sesuai petunjuk-petunjuk kitab suci Veda. Hindu dalam pengertian agama secara luas yang mengayomi semua golongan dalam pondasi Dharma.

ISKCON tidak ingin membentuk agama baru yang terpisah dari Hindu

Dalam sebuah sesi diskusi, Srila Prabhupada pernah berkata kurang lebih sebagai berikut; “Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak akan pernah mampu membawa dunia ini tentram. Hanya Kesadaran Krishna-lah yang bisa menyatukan seluruh manusia dan mahluk hidup di dunia”. Menurut Prabhupada, jika semua manusia bisa sadar bahwa dirinya adalah mahluk Tuhan yang sama dan menyadari dirinya sebagai Jiva abadi sebagai percikan terkecil Tuhan yang memiliki kedudukan yang sama, maka kedamaian di muka bumi sudah ada di dalam genggaman. Sehingga dari sini sudah dapat kita tangkap bahwasanya sama sekali tidak benar kalau Prabhupada menginginkan pembentukan suatu kelompok spiritual atau agama baru yang terpisah secara eksklusif dari yang lainnya. Tetapi malahan Prabhupada menginginkan penyatuan dengan menghilangkan sekat-sekat perbedaan yang ada. Prabhupada ingin membangkitkan konsep vasudaiva kutumbakam yang sudah mulai terbenan dalam diri orang-orang Hindu.

Mengapa orang-orang ISKCON berpenampilan nyentrik? Prabhupada tidak pernah memaksakan pengikutnya harus memakai kain sari atau segala jenis yang kelihatannya “keindia-indiaan”. Bahkan kalau kita mau memandang secara global, wajah pengikut Prabhupada sangat mengikuti tradisi setempat. Salah satu contoh pada saat perayaan Natal dan tahun baru 2012 ini di sebagian besar temple ISKCON di seluruh dunia menghias arca dan mendekorasi temple-nya dengan pernak-pernik khas natal. Di China arca dihias dengan pakaian khas China dan di Gianyar Bali pun beberapa kali dilakukan hal yang sama. Aturan yang mutlak yang harus diikuti murid-muridnya dalam hal berpakaian adalah aturan bahwasanya seorang Brahmana tidak boleh menggunakan pakaian yang dijarit pada saat melakukan puja. Sehingga konsekuensinya, seorang pujari (seorang Brahmana yang melakukan puja) tidak diperkenankan menggunakan kaos, celana dalam dan pakaian konvensional lainnya. Melainkan dia harus menggunakan tidak kurang dari 4 meter kain untuk dhoti atau kamben, sekitar 2 meter kain untuk chadar atau penutup badan bagian atas dan secarik kain yang disebut khopin  sebagai pengganti celana dalam. Sebenarnya di beberapa tempat di Bali sendiri aturan ini masih diterapkan oleh para sulinggih-sulinggih kita. Coba saja anda perhatikan cara berpakaian mereka. Jadi, model berpakaian seperti ini adalah model berpakaian secara Vedic, bukan keindia-indiaan. Masalah kebetulan di India orang menjadikan pakaian sesuai aturan Veda ini sebagai tradisi dan di belahan bumi yang lain seperti di Bali yang sudah mulai berkiblat pada Barat, itu persoalan yang berbeda lagi.

Mengapa mereka menerapkan praktek keagamaan yang seolah-olah ekslusif? Banyaknya tuduhan yang diarahkan kepada anggota ISKCON bahwa setelah masuk ISKCON mereka menjadi jarang bergaul dan bersosialisai dengan masyarakat dan juga jarang sembahyang ke pura sebenarnya tidak bisa diarahkan pada institusinya, tetapi lebih kepada personalnya. Sebagai pemuja Visnu dimana Visnu berarti Dia yang berada di mana-mana, Prabhupada tidak melarang pengikutnya masuk dalam suatu tempat suci manapun. Namun memang benar, ada sebagian murid-murid junior yang hanya karena egonya dan menganggap diri sudah meloncati sebuah ajaran baru menjadikannya merasa hebat dan yang lain salah. Sebenarnya tingkah polah sebagian oknum ini tidak ubahnya seperti seseorang yang baru belajar bela diri dan baru menguasai beberapa jurus. Karena saking girangnya dia menjadi suka mencari-cari onar dan main pukul. Begitulah, banyak oknum yang masuk ke ashram bukan murni karena motif ingin belajar spiritual. Banyak diantara mereka yang masuk ashram karena kesulitan ekonomi, mencari pasangan atau hal lain yang intinya hanya pelarian. Ajaran spiritual yang disampaikan Prabhupada sangat-sangat adiluhur dan dengan filosofi yang tinggi. Jika ajaran ini diterima oleh orang yang pondasi dasarnya tidak kuat, maka sudah pasti hal-hal negatif akan muncul.

Prabhupada Mengarahkan Pada Evolusi Spiritual

Dalam banyak buku-bukunya, Prabhupada menentang teori evolusi Darwin dan mengemukakan teori evolusi spiritual. Menurutnya, kitab suci Veda tersusun secara sangat konprehensip. Segala jenis pengetahuan ada di dalamnya. Setiap orang memiliki tingkatan spiritual yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Ada oang yang sama sekali blank akan spiritual, ada yang sudah mulai melirik spiritual, ada yang mulai merangkak, sudah berjalan dan bahkan ada orang yang sudah sangat maju. Tentu saja semua ini tidak lepas dari guna dan karma seseorang seperti yang sudah disinggung di atas. Karena itulah Prabhupada tidak pernah menyalahkan satu keyakinan atau agama apapun. Tetapi tentu saja Prabhupada menganjurkan agar seseorang tidak mentok pada satu tingkatan spiritual, melainkan mereka harus berevolusi dan berevolusi sampai pada akhirnya mereka mencapai tingkatan kemajuan spiritual tertinggi. Mampu memahami bahwa semua pustaka Veda pada hakekatnya hanya ditujukan pada satu tujuan, yaitu agar manusia selalu ingat dan tidak pernah lupa pada Krishna (Tuhan) – Bhagavad Gita 15.15.

Om Tat Sat

Translate »