Jika ada non-Hindu berkoar-koar masalah Sorga, maka orang Hindu dapat dengan bangganya berkata; “Ah Sorga, itu sih masih alam kenikmatan material yang tidak kekal. Istilah Sorga bersumber dari ajaran Veda bung… Di kitab-kitab agama Abrahamik tidak ada istilah Sorga. Tujuan orang Hindu tujuannya Moksa. Jauh lebih tinggi dari Sorga”. Ya, tujuan terakhir penganut Veda adalah Moksa. Namun apa sejatinya moksa tersebut? Sudahkah terdapat kesamaan persepsi diantara umat Hindu sendiri mengenai konsep Moksa?

Dalam diskusi di sebuah forum dunia maya, seorang rekan menulis dengan maksud mencibir istilah “Vaikuntha” yang digunakan oleh beberapa orang terutama sekali oleh pengikut garis perguruan Vaisnava dalam menyebutkan alam Moksa atau kondisi Mukti (pembebasan). Dia mengutip beberapa sloka Bhagavata Purana yang memperlihatkan bahwa alam Vaikuntha tampak seolah-olah seperti alam Sorga yang penuh dengan kenikmatan dan suka cita. Sayangnya tanpa dia sadari ternyata dia juga keliru mengutip sloka-sloka “pembenaran asumsinya”. Dia mengutip sloka-sloka Bhagavata Purana mengenai alam-alam material (varsa) dan menyamakannya sebagai alam rohani Vaikuntha loka. Selanjutnya dia mengemukakan konsep Moksa yang menurut dia paling benar, yaitu penyatuan sang diri sebagai atman (jiva) dengan Brahman (Tuhan). Dia mengatakan bahwa hanya dengan bersatunya Atman dengan Brahman maka kebahagiaan sejati, Sat Cit Ananda dapat tercapai. Alam Vaikunta hanyalah konsep yang disimpangkan dan tidak pernah ada.

Dari sekian banyak comment dan diskusi yang saya ikuti, setidaknya dapat dilihat bahwasanya pemahaman konsep Moksa oleh umat Hindu masih sangat simpang siur. Belum ada kesamaan persepsi diantara mereka. Dengan artikel ini, mudah-mudahan sedikit memberikan gambaran apa dan bagaimana Moksa menurut kuttipan sloka-sloka Veda.

Istilah pembebasan atau Moksa atau juga dikenal dengan istilah Mukti dapat kita temukan dalam beberapa manuskrip Veda. Salah satunya yang paling sering dikutip oleh kaum Vaisnava adalah sloka Bhagavata Purana 3.29.13 yang berbunyi: “salokya-sarsti-samipya-
sarupyaikatvam apy uta
diyamanam na grhnanti
vina mat-sevanam janah, Seorang penyembah murni tidak ingin menerima Moksa jenis apapun, Salokya (tinggal diplanet yang sama dengan Tuhan), Sarsti (Memperoleh kemewahan yang sama dengan kemewahan Tuhan), samipya (menjadi rekan pribadi Tuhan), sarupya (mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan), atau ekatva (Jivanmukti, menyatu dengan cahaya Brahman), walaupun semua hal tersebut ditawarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan serupa kembali  ditegaskan dalam Bhagavata Purana 9.4.67: “tikar-sevaya te pratitam salokyadi-catustayam necchanti sevaya purnah Kuto ‘nyat kala-viplutam, PenyembahKu selalu puas dalam pelayanan bhakti kepadaKu dan tidak tertarik pada empat jenis pembebasan [moksa; salokya, sarupya, samipya dan sarsti], meskipun secara otomatis hal itu bisa dicapai dengan pelayanan. Lalu apa yang dapat dikatakan untuk kebahagiaan sesaat dengan naik ke sistem planet yang lebih tinggi?”. Dari dua sloka ini, setidaknya kita mendapat penggambaran bahwasanya kitab suci Veda mengakui adanya beberapa jenis Moksa dan dengan demikian menggugurkan anggapan bahwa Moksa hanyalah kondisi dimana sang Atman menyatu dengan Brahman.

Istilah Ekatva, atau penyatuan Atman dengan Brahman juga disebut dengan istilah Sayujya. Hal ini disinggung dalam kitab Vedanta Sutra. “Banyak bagian-bagian Upanisad menjelaskan pembebasan sebagai penyatuan sang Atman menjadi Brahman. Tahap awal masuknya Atman ke dalam cahaya Brahman disebut sayujya-mukti. Setelah mencapai dunia spiritual, Atman bisa mencapai empat jenis mukti yang lebih tinggi, di mana keempatnya terlebih dahulu telah mencapai penyatuan dalam sayujya-mukti.” (Vedanta Sutra 4.4.4).

Berdasarkan sloka Vedanta Sutra 4.4.4, dapat dikatakan bahwa empat jenis Moksa yang utama sudah pasti melewati Sayujya-mukti atau bersatunya Atman dengan cahaya Brahman (Brahmajyotir) sebelum pada akhirnya sang Atman masuk ke dalam alam rohani yang diselimuti cahaya Brahman tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan jenis Moksa penyatuan Atman dengan Brahman adalah lebih rendah dari empat moksa yang lain karena keempat jenis moksa yang lain sudah pasti melewati proses Sayujya sebelum masuk ke dalam alam rohani yang dikenal dengan sebutan Vaikuntha dan mendapatkan badan rohani. Kesimpulan ini juga dipertegas oleh sloka Vedanta Suta 4.4.13-14 yang menyatakan: “Atman yang terbebaskan adalah penikmat. Dalam Sayujya-mukti, sang Atman menikmati kebahagiaan transendental tanpa badan rohani seperti orang tidur yang menikmati mimpi. Kebahagiaan pembebasan pribadi, dimana Atman termanifestasi dalam badan spiritual jauh lebih besar. Keinginan Atman yang terbebaskan menikmati bukanlah dalam motif material, semuanya adalah anugrah Tuhan Yang Maha Kuasa”.

Perbedaan pandangan tentang Moksa ini sepertinya muncul dari pondasi pemahaman awal yang berbeda mengenai siapa itu Brahman (Tuhan) dan siapa itu Atman. Pengikut ajaran Vaisnava mengatakan bahwa Tuhan dan Atman adalah kekal dan berbeda. Sedangkan pihak lain mengatakan Atman adalah percikan dari Tuhan yang sama dengan Tuhan tetapi sedang terpengaruh oleh Maya-Nya.

Bagaikan kedudukan elektron yang mengelilingi inti atom, jika posisi elektron berpindah dari lintasan dasar mengalami eksitasi atau deeksitasi, maka kondisi atom tersebut tidak akan stabil yang menyebabkan atom tersebut berusaha melepas atau menyerap energi sedemikian rupa sehingga kedudukan elektron yang mengelilingi inti kembali ke orbit dasarnya. Demikian juga pandangan ajaran Vaisnava tentang Atman. Atman dipandang memiliki kedudukan dasar sebagai pelayan abadi Tuhan di dunia rohani. Namun karena kehendak bebas yang diberikan, Atman masuk ke dalam alam material dan menjalani kehidupan terpisah dari pelayanan suci kepada Tuhan. Akibat keluar dari kedudukan dasar ini menyebabkan Atman menderita. Sehingga satu-satunya jalan untuk mencapai kebagaiaan adalah kembali ke kedudukan dasar, yaitu kembali ke alam rohani mencapai moksa dan kembali menjadi mengabdikan diri dalam bhakti kepada Tuhan.

Sedangkan beberapa kalangan yang lain menganggap Atman bagaikan udara yang terperangkap dalam kendi dan Tuhan adalah udara bebas yang ada di luar kendi. Mereka mengatakan pada dasarnya udara dalam kendi sama dengan udara di luar kendi sehingga dengan mengeluarkan udara di kendi tersebut maka Atman mencapai pembebasan. Asumsi lain yang juga sering mereka gunakan adalah anggapan bahwa Tuhan ibarat samudra yang luas dan atman adalah partikel-partikel air yang sedang tersebar bebas di udara dan daratan. Disaat partikel air ini kembali ke lautan, maka itulah yang mereka sebut sebagai Moksa. Dengan kata lain, beberapa kalangan mengatakan bahwa Atman sejatinya adalah Tuhan sehingga jika mencapai pembebasan suatu saat nanti akan kembali menyatu dengan Tuhan.

Sehingga tentunya, untuk dapat memahami perbedaan konsep moksa ini, ada baiknya kita mendalami dan menyelami perbedaan kedua pandangan ini sehingga kita bisa mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya.

Sementara itu, karena bertolak pada pemahaman Atman dan Brahman kekal dan berbeda, ajaran Vaisnava mengatakan bahwa kondisi terakhir Atman yang dituju bukanlah pada tahapan Sayujya atau penyatuan Atman ke dalam cahaya Brahman ini, tetapi masuk dan melewati cahaya Brahman dan berakhir kepada posisi eternal yang disebut Svarupa dan mencapai salah satu dari empat jenis pembebasan, yaitu salokya, sarupya, samipya atau sarsti dan tekun dalam pelayanan cinta kasih bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam salah satu dari sekian banyak wujud ekspansiNya yang tidak terbatas. Sebagaimana disampaikan dalam Bhagavata Purana 10.2.32, hanya mereka yang tidak benar-benar menyerahkan diri dalam cinta kasih bhakti kepada Tuhan, sebenarnya belum tersucikan dan meskipun mereka berhasil mencapai kondisi penyatuan dengan Brahman, tetapi mereka akan jatuh kembali dalam lautan kehidupan dan kematian di dunia material ini. Karena itu, hal paling penting yang ditekankan dalam ajaran Vaisnava adalah cinta bhakti yang murni kepada Tuhan yang diwujudkan dalam sembilan proses bhakti sebagaimana disampaikan dalam Bhagavata Purana 7.5.23-24: sri-prahrada uvaca
sravanam kirtanm visnoh
smaranam pada-sevanam
arcanam vandanam dasyam
sakhyam atma-nivedanam iti pumsarpita visnau
bhaktis cen nava-laksana
kriyeta bhagavaty addha
tan manye ‘dhitam uttamam, Prahlada Maharaja berkata; ‘Mendengarkan dan mengucapkan nama suci, bentuk, kualitas, perlengkapan dan kegiatan transendental Tuhan, mengingatNya, melayani kaki padmaNya, menyembah Tuhan secara hormat dengan enam belas jenis perlengkapan, melantunkan doa-doa pujian, menjadi hambaNya, menjadikanNya teman terbaik, dan menyerahkan segala sesuatu hanya kepadaNya – kesembilan proses ini diterima sebagai bhakti yang murni. Mereka yang mengabdikan hidupnya kepada Krishna melalui sembilan proses ini harus dipahami sebagai orang yang paling terpelajar, karena ia telah memperoleh pengetahuan yang lengkap”.

 

 

Translate »