Oleh: Suryanto, M.Pd

BAB I

PENGERTIAN DAN TUJUAN

ILMU PERBANDINGAN AGAMA


1.1 Pengertian, Perkembangan, dan Tujuan Ilmu Perbandingan Agama

Mengapa ilmu perbandingan agama diajarkan di perguruan tinggi? Ilmu Perbandingan Agama adalah ilmu yang dapat mengetahui dan memahami gejala-gejala keagamaan dari sesuatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain (Budi Utama & Wesnawa, 1996). Dalam upaya memahami agama lain tersebut, kadang­-kadang ditemukan persamaan-persamaan dasar dari berbagai agama dan ditemukan pula perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara macam-macam agama itu.

Sebagai sebuah bidang ilmu, Ilmu Perbandingan Agama dapat dikatakan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang masih relatif baru. Sebagai titik awal dari perkembangan Ilmu Pengetahuan ini dapat dirujuk tentang pernyataan yang disampaikan sarjana besar Friedrich Max Muller sebagai berikut:

Ilmu agama yang didasarkan kepada perbandingan agama-agama yang tidak berat sebelah dan benar-benar ilmiah, atau paling tidak, agama-agama yang paling penting dari umat manusia, sekarang ini hanya merupakan masalah waktu. la dituntut oleh orang-orang yang suaranya tidak bisa diabaikan. Namanya, sekalipun masih merupakan suatu janji daripada memenuhi kebutuhan, telah banyak dikenal di Jerman, Perancis dan Amerika; masalah-masalah yang besar telah menarik perhatian banyak peneliti, dan hasil-hasilnya diharapkan baik dengan khawatir maupun dengan kegembiraan. Oleh karena itu adalah menjadi kewajiban bagi mereka yang mencurahkan hidupnya untuk mempelajari agama-agama besar dunia dalam dokumen-dokumennya yang asli, dan yang menilai agama dan menghargainya dalam bentuk apapun agama itu menampakkan dirinya untuk mulai menggarap wilayah baru ini dengan nama ilmu yang sebenarnya.

Kalimat-kalimat tersebut diucapkan pada tanggal 19 Pebruari 1870 di Royal Institution di London. Pernyataan ini kemudian dicetak dalam sebuah buku yang dapat disebut sebagai dokumen besar bagi ilmu perbandingan agama di dunia yaitu Introduction to the Science of Religion (1873). Penerbitan buku tersebut diikuti dengan pemberian kuliah yang berjudul Asal-usul dan pertumbuhan Agama sebagaimana digambarkan dalam Agama-agama India (Origin and Growth of Religion as Illustrated by the Religion of India) di tahun 1878. Babak awal studi tersebut diwarnai oleh antusias yang sangat kuat, keinginan yang sungguh-sungguh untuk memahami agama-agama lain, dan oleh kebutuhan yang bersifat spekulatif.

Di antara aneka ragam bentuk pengalaman keagamaan, mitologi memperoleh perhatian yang istimewa, karena penelitian bahasa, sejarah dan filsafat pada masa itu masih campur aduk, sementara theologi mulai diabaikan. Istilah-istilah sicence of religion (ilmu agama) dimaksudkan untuk menunjukkan pemisahan ilmu baru tersebut dari filsafat agama dan terutama dari teologi. Para ahli sejarah agama dengan senang hati mempertaruhkan reputasi mereka sebagai bapak penemu metode-­metode penelitian baru yang menjanjikan hasil yang lebih balk. Setiap orang berusaha mencari kesejajaran-kesejajaran. Ada dorongan-dorongan kuat untuk mulai memanfatkan sumber-sumber yang tersedia seperti teks-teks suci yang berasal dari berbagai macam tradisi keagamaan, suku, bangsa dan masyarakat yang berbeda-beda. Yang patut  dikemukakan dari usaha ini ialah penerbitan buku Sacred Books of the East, yang dimulai tahun 1897.

Kuliah-kuliah Gifford yang menarik yang disampaikan oleh seorang sarjana Belanda Tiele, antara tahun 1896 – 1898 dan telah diterbitkan dengan judulElements of the Science of Religion, memperlihatkan masa transisi perkembangan ilmu perbandingan agama dari babak pertama menuju babak kedua. Unsur yang spekulatif, meskipun kadang-kadang  tunduk pada perhatian yang bersifat historis, masih tetap kuat dalam perkuliahan Tiele. Babak kedua lebih didominir oleh masalah-masalah bahasa, sejarah. Telah banyak usaha penting yang dilakukan guna menyelidiki agama-agama. Spesialisasi dikembangkan sedemikian rupa dan objektivitas merupakan tuntutan yang tertinggi.

Kesalahan pada babak pertama adalah mengabaikan hal-hal yang detail dan pada babak kedua justru bersumber pada penghargaan yang berlebihan terhadap detail. Para sarjana pada babak awal sangat mementingkan penelitian terhadap kesejajaran-kesejajaran disertai dengan kegilaan penemuan-penemuan baru; maka para sarjana di babak kedua cenderung mengabaikan perbedaan karena menyukai kesamaan-kesamaan.

Ketika Perang Dunia I meletus terjadi beberapa perubahan penting. Historisme yang menguasai abad itu secara berangsur mulai surut meskipun penelitian-penelitian bahasa, sejarah dan psikologi masih berlanjut. Dengan terjadinya pergantian abad, maka filsafat dan teologi yang semula telah runtuh mulai bangkit kembali. Dengan demikian babak ketiga dalam ilmu perbandingan agama mulai menapak batas baru dalam filsafat dan teologi. Permulaan masa baru tersebut diwarnai oleh tiga hal: pertama, mengatasi perselisihan-perselisihan yang timbul akibat spesialisasi dan pembidangan yang terpadu; kedua,’keinginan untuk masuk lebih dalam ke dalaman hakikat pengalaman keagamaan; dan ketiga, pembahasan masalah-masalah epistemologi yang wujud akhirnya bersifat rnetafisis.

Dalam ketiga periode yang telah dikemukakan tali telah banyak terjadi kerjasama Internasional di kalangan para sarjana Eropa, Asia dan Amerika. Di Indonesia sendiri Ilmu Perbandingan Agama baru diajarkan di perguruan tinggi pada tahun 1961 untuk pertama kalinya pada fakultas Ushuluddin IAIN Cabang Yogyakarta (sekarang Universitas Islam Sunan Kalijaga).

Suatu kenyataan bahwa di Indonesia telah berkembang agama-agama besar dunia yaitu Hindu, Budha, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai, oleh nilai-nilai agama; karena itu pula kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan beragama, maka tujuan kuliah Ilmu Perbandingan Apma tidak dapat dipisahkan dan tidak boleh bertentangan dan harus sejajar dengan tujuan Pembangunan Nasional seperti yang telah ditetapkan dalam GBHN, Ketetapan No. II/MPR/1983. Tujuan dimaksud adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, ‘bersahabat, tertib dan damai.

Lebih khusus lagi tujuan kuliah Ilmu Perbandingan Agama  (Budi Utama, 1996: 4) adalah:

  1. Ilmu ini tidak memberi atau menambah keimanan seseorang, tegasnya orang yang tidak beragama tidak akan dapat memperoleh sesuatu kepercayaan atau keimanan dari ilmu ini.
  2. Ilmu ini tidak membicarakan tentang kebenaran suatu agama, oleh karena kebenaran itu adalah soal theologi yang menggunakan jalan-jalan lain yang berbeda dengan ilmu pengetahuan. Bagi ilmu perbandingan agama, semua agama dinilai sama.
  3. Perbandingan agama tidak berusaha untuk meyakinkan maksud agama seperti yang diusahakan oleh penganut agama itu sendiri. Artinya orang menyelidiki agama untuk membuat suatu perbandingan agama, tidak berusaha untuk menjadi ulama-ulama dalam agama itu, sebab untuk menjadi ulama salah satu agama saja pun harus sudah memakan waktu yang lama sekali.
  4. Cara penyelidikan perbandingan agama, ialah mengumpulkan dan mencatat kenyataan-kenyataan yang terdapat pada berbagai agama yang diselidiki.
  5. Untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek dari agama-agama itu, baik yang menyangkut sejarah kelahirannya, perkembangannya, proses masuknya di Indonesia serta pokok-pokok ajarannya.
  6. Mengambil manfaat semaksimal mungkin dari nilai-nilai agama tersebut yang dapat memperkokoh serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional.
  7. Untuk melenyapkan rasa kecurigaan antar umat beragama di Indonesia dan melenyapkan gambaran, yang salah terhadap ajaran agama itu serta untuk menghapuskan kefanatikan yang sempit, yang dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan nasional yang dapat membahayakan dan mengancam persatuan dan kesatuan nasional.
  8. Untuk dapat menumbuhkan rasa saling menghargai dan saling menghormati antar umat beragama yang menjadi syarat utama dan mutlak dalam mewujudkan kerukunan di dalam kehidupan beragama di Indonesia yang menjadi syarat pula dalam mewujudkan kerukunan Nasional.
  9. Agar umat beragama dapat ikut berperan secara aktif di dalam Pembangunan Nasional.

1.2   Kebebasan Beragama di Indonesia

Bangsa Indonesia adalah bangsa religius, yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sudah barang tentu mempunyai arti yang sangat positif. Hal itu merupakan modal rohaniah yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan bangsa Indonesia yang sedang membangun, yang berjuang dengan segala daya mewujudkan masyarakat Pancasila. Oleh karena itu dalam membangun bangsa, tentu tidak mungkin mengabaikan segi-segi keagamaan masyarakat:

Agama dapat dikatakan sebagai sesuatu yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Bagi para penganutnya agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran hakiki dan mutlak tentang keberadaan manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat (setelah mati), yaitu sebagai manusia yang takwa kepada Tuhannya, beradab dan manusiawi.

Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.

Menurut Budi Utama (1996), agama dapat berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Fungsi agama dalam masyarakat antara lain adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Edukatif

Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan tugas bimbingan. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya baik dalam upacara keagamaan, renungan, ceramah, pendalaman rohani dan lain-lain. Untuk melaksanakannya telah dipercayakan kepada dukun, pedanda, kyai, pendeta, imam, nabi. Tentang nabi senditi terdapat keyakinan bahwa is ditunjuk oleh Tuhan. Kebenaran ajaran mereka harus diterima dan tidak mungkin salah. Para penganutnya percaya bahwa mereka dapat berhubungan langsung dengan yang gaib dan yang sakral, dan mendapat bimbingan khusus dari-Nya.

Dari buku-buku sejarah dan kesusastraan dapat dipelajari tentang adanya pusat-pusat pendidikan seperti pondok pesantren, padepokan, pesraman, biara dan sebagainya. Sebelum masuknya sistem persekolahan, pusat pendidikan tersebut merupakan tempat pendidikan. Nilai lebih yang dimiliki oleh pendidikan keagamaan sampai saat ini masih diakui oleh masyarakat. Kunci keberhasilan pendidikan kaum agamawan terletak dalam pendayagunaan nilai-nilai agama yang merupakan pokok-pokok kepercayaan. Di antara nilai-nilai yang berusaha diresapkan pada anak didik adalah makna dan tujuan hidup, hati nurani dan rasa tanggungjawab, Tuhan, hukuman yang setimpal atas perbuatan yang baik dan jahat.

b. Fungsi penyelamatan

Dapat dipastikan bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam kehidupan sekarang mau pun setelah mati. Petunjuk tentang itu bisa didapatkan pada agama. Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang di luar jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, dan terhadap hal itu manusia memberikan tanggapan serta menghubungkan dirinya, menyediakan suatu dukungan dan pelipur lara. Manusia membutuhkan dukungan moral di saat menghadapi ketidakpastian, pelipur lara di saat berhadapan dengan kekecewaan. Karena gagal mengejar aspirasi, karena dihadapkan pada kekecewaan dan kekesalan hati, maka agama menyediakan sarana emosional penting yang membantu dalam menghadapi unsur-unsur kondisi manusia tadi. Dalam memberikan dukungan, agama menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah terbentuk, memperkuat moral dan membantu mengurangi kebencian. Agama juga membantu manusia untuk mengenal yang sakral atau Tuhan, yang diyakini mampu memberikan keselamatan dalam kehidupan manusia. Dalam kenyataan hidup sehari-hari dikenal adanya upacara-upacara agama dengan tujuan untuk memohon kekuatan Tuhan agar terhindar dari kekuatan roh jahat, agar panen berhasil dan lain sebagainya.

c. Fungsi pengawasan sosial

Agama merasa ikut bertanggungjawab atas adanya norma-norma susila yang baik yang diberlakukan masyarakat. Agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang patut diteladani dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu. Agama menyucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok di  atas keinginan individu. Dengan demikian agama memperkuat pengesahan pembagian fungsi, fasilitas dan ganjaran yang merupakan ciri khas suatu masyarakat.

d. Kontribusi Agama dalam Pembentukan Perilaku

Sebagian orang menganggap agama mempunyai peran utama terhadap pembentukan perilaku manusia dalam kehidupan di bumi ini, sedangkan yang lainnya menganggap agama itu kuno atau bahkan membahayakan kehidupan manusia. Menurut Gorda (2006), Karl Marx adalah orang yang memandang agama sebagai penghambat pembangunan. Pandangan Karl Marx ini didasari pada premis dasamya : bahwa kekuatan yang paling dominan dalam masyarakat adalah kekuatan ekonomi, sedangkan kekuatan lainnya adalah sekunder. Agama dilihat sebagai “kesadaran yang palsu”, dlan agama merupakan “candu masyarakat”, karena itu agama harus dienyahkan. Akibat dari pandangan ini, di negara-negara yang menganut paham komunis, para pemeluk agama menjadi kelompok yang tertindas dan dimusuhi.

Bagi bangsa Indonesia dengan Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidupnya, menolak secara tegas pandangan Karl Marx tersebut. Bangsa Indonesia menempatkan agama menduduki posisi sentral dalam pembentukan perilaku warga negaranya. Dalam hubungan agama sebagai pendorong terbentuknya perilaku manusia, Horton (Gorda, 2006) menyatakan bahwa agama berkaitan dengan hal-­hal yang sifatnya lebih dari perilaku moral. Agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang membingungkan manusia. Agama mendorong orang untuk bertindak tidak melulu memikirkan kepentingan diri sendiri melainkan juga memikirkan kepentingan sesama. Selanjutnya Weber (1958) menyatakan bahwa keyakinan terhadap ajaran agama itu sekaligus akan berpengaruh terhadap pembentukan gaga hidup dan pola tindakan para pemeluknya. Bahkan Parsons secara tegas menyatakan bahwa agama adalah berfungsi untuk mewujudkan masyarakat baru (Roberston, 1971). Berbagai pandangan ini menunjukkan bahwa agama itu mendukung dan tidak menghambat pembaharuan dan mampu berperan di dalam pembangunan terutama dalam pembentukan perilaku para pemeluknya.

e. Fungsi memupuk persaudaraan

Memang masih harus diakui bahwasannya berbagai konflik yang timbul di beberapa negara pada belahan dunia ini berlatar belakang agama. Namun itu hanyalah sisi negatif yang patut kita cegah. Dari sisi positif dapat dilihat keadaan persaudaraan dalam satu jenis golongan agama saja misalnya Hindu- tersendiri, Kristen tersendiri, Islam tersendiri, maka akan jelas nampak bahwa agama masing-masing sungguh berhasil dalam menjalankan tugas memupuk persaudaraan. Karena baik Hindu, Islam maupun Kristen masing-masing berhasil mempersatukan sekian banyak bangsa yang berbeda ras dan kebudayaannya, dalam satu keluarga besar tempat mereka menemukan ke tentraman dan kedamaian. Dengan demikian melalui agama perdamaian di bumf yang didambakan setiap insan untuk sebagian sudah mulai terwujud.

Dari uraian tersebut di atas segera nampak betapa besar peranan agama dalam kehidupan masyarakat. Pendiri-pendiri negara ini rupanya telah menyadari betul tentang masalah tesebut di atas, sehingga pemerintah betul-betul memperhatikan masalah kehidupan beragama, melindungi serta memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memeluk serta melaksanakan ibadah agamanya. Hal ini dapat dilihat dalam UUD 1945 pasal 29 yang isinya:

  1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.

Di samping itu Pancasila sebagai satu-satunya Ideologi negara juga memberikan jaminan untuk kebebasan beragama di Indonesia, terutama Sila Pertama. Pancasila dan UUD 1945 harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen, sehingga terjaminlah persatuan kesatuan bangsa. Dengan Pancasila dan UUD 1945 umat beragama mendapat perlindungan negara, mendapat kebebasan untuk menumbuhkan, menyuburkan dan menyebarkan ajaran agamanya. Menyuburkan kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat berarti telah membangun dan sekaligus memantapkan ketahanan Nasional.

Dengan adanya jaminan untuk dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan aman dan damai maka masyarakat akan mampu berperanserta lebih aktif dan menunjang program-program pembangunanKalau direnungkan secara mendalam pads hakikatnya terdapat keselarasan tujuan pembangunan dengan tujuan agama.

Setiap agama mendorong umatnya untuk memperbaiki hidup, memberi kekuatan batin dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Agama mengajarkan kepada pengikutnya agar menjalankan ibadah dengan tekun dan ikhlas; sama besarnya dengan suruhan untuk menjalankan amal kemasyarakatan.

Dengan adanya jaminan kebebasan untuk beragama dari negara, memungkinkan para warga negara untuk menjalankan haknya yang paling hakiki, yaitu menghubungkan diri dengan Tuhan. Bila tidak ada jamin tersebut seperti yang diberikan di Indonesia seperti saat ini, maka masyarakatpun tidak mungkin turut berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Semangat untuk membangun itu dapat tumbuh dari kesadaran untuk mengubah nasib diri sendiri, yang mana kesadaran ini tumbuh dari pengamalan agamanya.

1.3 Landasan Hukum Kehidupan Beragama di Indonesia

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Artinya segala aktivitas dalam berolah negara egara selalu berlandaskan hukum. Sebagai negara kepulauan, Indonesia didiami oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai watak dan kepribadian serta memeluk berbagai agama. Pemerintah dalam hal ini memperlakukan semua agama sama. Penduduk bebas memeluk agamanya serta beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam hal ini bukan berarti pemerintah ikut campur dalam urusan rumah tangga agama, tetapi lebih banyak bersifat memberikan bimbingan dan pengayoman, sehingga masyarakat dapat melaksanakan ajaran agamanya secara mantap tanpa adanya perasaan takut serta was-was. Kebebasan beragama betul-betul dijamin di Indonesia.

Agama di Indonesia mempunyai kedudukan yang jelas dan konstitusional. Landasan idial kehidupan bergama di Indonesia adalah Pancasila. Pancasila tidaklah perlu ditafsirkan banyak-banyak dan diungkapkan dengan ungkapan muluk-muluk, karena yang penting adalah pengamalannya. Karena hanya dengan mengamalkannya Pancasila akan menjadi Landasan hidup berbangsa dan bernegara yang tidak  tergoyahkan.

Secara konstitusional masalah kehidupan beragama tercantum dalam UUD 1945 pasal 29     ayat 1 dan 2 (seperti disebutkan di depan). Selanjutnya dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang merupakan Ketetapan No. II/MPR/1978 pads penjelasan sila pertamanya dijelaskan: “Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadapTuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Lebih rinci dan terarah bidang agama diuraikan dalam GBHN (Tap. No. II/MPR/1983) dalam Pola Umum Pelita IV, tentang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai benkut:

  1. Atas dasar kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa maka kehidupan beragama dan  kehidupan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
  2. Kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan, sehingga terbina hidup rukun di antara sesama umat beragama, di antara penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan antara semua umat beragama dan semua penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat.
  3. Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik di dalam kehidupan pribadi maupun hidup sosial kemasyarakatan.
  4. Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk pendidikan agama yang dimasukan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas.

Kenyataan ini membuktikan bahwa agama merupakan bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila, UUD 1945 dan GBHN merupakan landasan yang memperkokoh kedudukan agama dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Upaya-upaya pemerintah untuk lebih memantapkan kehidupan beragama di Indonesia secara lebih terinci dapat dilihat dari beberapa keputusan yang dikeluarkan antara lain:

  1. Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. O1/BER/mdn-mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparat Pemerintah Dalam Menjamin Ketertiban Dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya.
  2. Keputusan Menteri Agama No. 70 tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama.
    1. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di -Indonesia.

Jiwa keagamaan seseorang pada umumnya tidaklah lahir dari kesadaran objektif atas dasar pilihan dalam arti sederhana. Keimanan seseorang terhadap agama bukanlah sepenuhnya merupakan kebebasan memilih, dalam arti bebas setelah mempertimbangkan secara masak-masak kebenaran agama secara akal/rasio semata-mata. Kebenaran agama bukanlah seluruhnya persoalan rasio semata-mata, bukan pula persoalan akademis, sehingga orang secara netral, luas dan objektif mendekati, membahas dan mengmbil kesimpulan secara ilmiah yang kemudian atas kesimpulan itu orang menentukan pilihan agamanya.

BAB II

KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA

2.1 Agama-Agama Asli Indonesia

Menurut Subagja (1981: 1) sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah mengenal dan memiliki kepercayaan dan keyakinan yang bisa disebut sebagai agama asli.

Dengan istilah agama asti dimaksudkan keroha­nian khas dari satuan bangsa atau dari suku bangsa, sejauh itu berasal dan diperkembangkan di tengah­-tengah bangsa itu sendiri dan tidak dipengaruhi oleh kerohanian bangsa lain atau menirunya. Kerohanian itu timbul dan tumbuh secara spontan bersama (suku) bangsa itu sendiri. Dia murni tak bercampur dengan kerohanian agama lain dan pada hakekatnya hanya terdapat pada masyarakat yang tertutup terhadap pergaulan antar (suku) bangsa. Karenanya agama yang mewadahi kerohanian semacam itu juga disebut agama etnis, agama suku, agama preliterate atau agama sederhana. Akan tetapi sifatnya yang terikat tempat itu, bila kemudian berkontak dengan agama lain, mungkin mempertahankan diri sambil berkembang berkat unsur-unsur keagamaan dari luar. Unsur itu diolah dengan kerohanian semula, sedang corak khas asli tidak lenyap melainkan mewujudkan diri lebih lengkap.

Lebih lanjut Subagja menyatakan, kerohanian asli tersebut biasanya tidak diketahui secara reflektif, tidak pula dinyatakan dalam ajaran sistematis. Kerohanian itu dihayati dalam sikap batin terhadap Zat Tertinggi —yang diberi nama apa saja – yang sifat hakekatnya mengatasi manusia. Dia diung­kapkan dalam kepercayaan, kesusilaan, adat, nilai, upa­cara, serta  perayaan anekawarna. Melalui ungkapan lahir itu pokok batin dapat disadari, dapat ditentukan dan diperinci lebih lanjut.

Agama asli tersebut telah berkembang sejak jaman prasejarah, atau jaman sebelum dikenalnya tulisan. Pada masa prasejarah bangsa Indonesia telah menghasilkan kebudayaan Indonesia asli yang bernilai tinggi, karena dijiwai oleh alam pikiran atau keagamaan yang hidup dalam masyarakat pada waktu itu. Pada masa ini kehidupan di goa-goa menonjol sekali. Lukisan-lukisan (gambar tangan, binatang,

lambang-lambang) yang ditemukan di gua-gua adalah bukti tentang berkembangnya corak-corak kepercayaan di kalangan masyarakat. Kehidupan spritual yang berpusat pada pemujaan arwah nenek moyang berkembang secara luas. Bangunan-bangunan dalam bentuk kuburan-kuburan, patung-patung nenek moyang dan bangunan-bangunan pemujaan lainnya yang tersebar dimana-mana adalah bukti kegiatan masyarakat yang mantap dan teratur bentuk susunannya serta tinggi tingkatan spiritualnya.

Salah satu segi yang menonjol dalam masyarakat adalah sikap terhadap alam kehidupan sesudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, sangat mempengaruhi jalan kehidupan. Setiap roh memiliki kelanjutan dalam ujud-ujud rohaniahnya. Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada waktu penguburan, terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Pelaksanaan penguburan dilakukan dengan cara langsung maupun tidak langsung, di tempat yang sering dihubungkan dengan asal-usul anggota masyarakat atau tempat-tempat yang sudah dianggap tempat tinggal arwah nenek moyang. Si mati biasanya dibekali bermacam-macam barang sehari-sehari seperti perhiasan, periuk dan lain-lain dikubur bersama-sama dengan maksud agar perjalanan si mati ke dunia arwah dan kehidupan selanjutnya akan terjamin sebaik-baiknya.

Budi Utama (1996) menyatakan bahwa tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik (mega berarti besar, lithos berarti batu), selalu berdasarkan kepercayaan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati. Terutama kepercayaan kepada adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.

Bangunan-bangunan yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan pada masa itu adalah:

  1. Menhir          : sebuah batu tegak, kasar dan belum digarap, tetapi diletakkan oleh manusia dengan sengaja di suatu tempat, untuk kepentingan memperingati seseorang yang masih hidup maupun telah mati. Benda tersebut dianggap sebagai medium penghormatan, menjadi lambang dari  orang-orang yang diperingati.
  2. Dolmen      : bentuknya menyerupai meja batu. Ada dolmen yang menjadi tempat sesaji dan pemujaan kepada nenek moyang, ada pula yang dibawahnya terdapat kuburan.
    1. Sarkofagus   : atau keranda, bentuknya seperti palung atau lesung tetapi mempunyai tutup.
    2. Kubur batu  : sebetulnya tidak banyak berbeda dengan peti mayat dari batu. Keempat sisinya berdinding papan batu, demikian pula alas serta bagian atasnya terdiri dari papan batu. Bedanya dengan keranda adalah keranda berupa sebuah batu besar yang dicekungkan bagian atasnya seperti lesung dan dibuatkan tutup batu tersendiri, sedangkan kubur batu merupakan peti yang papan-papannya lepas satu dengan yang lainnya.
      1. Punden berundak-undak       : yaitu banguan yang disusun bertingkat-tingkat
      2. Arca-arca      : diantaranya ada yang mungkin melambangkan nenek moyang dan mejadi pujaan.

Terhadap keberadaan agama asli ini beberapa ahli mengajukan pendapatnya antara lain:

E.B. Taylor dalam bukunya “Primitif Culture” mengemukakan teori animisme. Animus (latin) artinya jiwa. Menurut Taylor, animisme adalah suatu kepercayaan akan adanya makhluk-makhluk halus dan roh yang mendiami seluruh alam semesta,ini. Sehingga bagi Taylor, kesadaran manusia akan adanya jiwa dan roh adalah merupakan titik awal timbulnya agama asli. Dua keyakinan pokok yang terkandung di dalam teori animisme ini yaitu: pertains, keyakinan akan adanya jiwa pads setiap makhluk, yang dapat terns berada, sekalipun makhluk itu sudah mati. Kedua, keyakinan akan adanya banyak roh, yang berpangkat-pangkat dari yang tendah hi ngga yang tinggi, dengan dews-dews sebagai puncaknya. Bagi Taylor ada dua persoalan yang diperhadapkan kepada suku bangsa yang sederhana itu, yaitu perbedaan antara orang yang hidup dan orang yang mati; dan pengalaman di dalam mimpi, dalam hal ini orang dapat bertemu dengan orang yang berada di tempat yang jauh, bahkan orang yang sudah lama meninggal dunia. Demikian juga di dalam mimpi orang dapat.melakukan hal yang.tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak dalam keadaan mimpi. Misalnya orangdi dalam mimpinyadapat terbangdari situ tempat ke tempat yang lain, dan sebagainya. Kenyataan ini membawa manusia kepada kesimpulan bahwa tentu ada sesuatu yang ada pads manusia yang dapat menyebabkan itu semuanya, dan yang dapat terlepas dari manusia apabila manusia itu mati. Dia tidak ikut mati melainkan dapat berada tanpa tubuh. Dengan demikian orangpun yakin akan adanya jiwa. Manusia juga memiliki hidup dan berbeda dari jiwa. Hidup dan jiwa tetap bersatu sekalipun manusia sudah mati, dan kesatuan ini disebut roh. Keyakinan akan adanya roh (ada yang balk dan ada yang jahat), serta adanya dewa-dewa itu terlihat dengan jelas dengan adanya dongeng-dongeng dan mite-mite, yang menyeritakan tentang manusia, clam semesta dan dewa-dewa.

Teori taylor ini banyak penentangnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh pertimbangan bahwa suku bangsa yang sederhana itu bukanlah filsuf-filsuf, bukan pula ahli pikir, yang dapat menganalisis suatu kejadian, mengkaitkannya dengan kejadian yang lain, serta menarik kesimpulan dari padanya, melainkan cara berfikir mereka tentu masih sangat sederhana seklai, seperti juga cara hidup mereka yang masih sederhana itu. Mereka hanya menyedarkan segala sesuatu kepada gejala-gejala yang dialami.

Kemudian timbul pula teori yang disebut teori pra animisme. Menurut teori ini, religi yang tertua bukanlah animisme, melainkan kepercayaan akan adanya kekuatan gaib yang adhi kodrati, yang berada pada segala sesuatu. Kekuatan ini menurut R.H. Codrington disebut: mana. Mana yaitu sesuatu daya yang bukan bersifat rohani (dalam arti biasa), melainkan adalah daya atau kekuatan yang adhi kodrati dalam pengertian tertentu, yaitu daya yang menyimpang dari yang biasa, yang sekaligus juga bersifat adhikodrati. Daya itu dapat menjadikan orang menjadi terhormat, ditakuti,  gagah perkasa, dan lain-lain. Daya itu juga dapat menjadikan sesuatu menjadi mengerikan atau menjijikkan. Sehingga bagi Codrington titik pangkal timbulnya agama, adalah adanya kesadaran akan adanya kekuatan adhikodrati ini, bukan oleh adanya kesadaran akan adanya jiwa dalam diri manusia.

R.R Maret, menolak kesadaran manusia akan adanya perbedaan antara unsur-unsur jasmani dan rohani  sebagai titik pangkal timbulnya religi. Menurut dia, pangkal segala kelakuan keagamaan adalah perasaan rendah terhadap gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang menyimpang dari yang biasa.

Teori lain muncul dipermulaan abad ke 20 yang disebut teori tokoh dewa yang tertinggi. Andrew Lang mendasarkan pendapatnya pada dongeng-dongeng pada mite-mite. Dari dongeng-dongeng dan mite-mite Lang mengambil kesimpulan bahwa suku purba  percaya akan adanya seorang tokoh dewa yang tertinggi. Tokoh dewa tertinggi itu bukan roh. Sebab kepercayaan akan adanya roh, mengharuskan adanya kematian sebagai dasarnya. Padahal di kalangan suku purba, gagasan tentang adanya kematian sebagai tata tertib alam tidak dikenal. Tokoh dewa itu bukan roh, bukan manusia, dan tidak mati. Tokoh dewa tertinggi itu dipandang sebagai asal mula suku bangsa itu atau sebagai yang menurunkan nenek moyang mereka.

2.2 Perkembangan Agama Hindu dan Buddha di Indonesia

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terkait langsung dengan daerah asal agama tersebut yaitu India. Namun sangat sulit untuk mendapatkan keterangan, kapan kontak-kontak tersebut terjadi. Tidak ada sumber tertulis dari zaman itu yang berasal dari Indonesia. Menurut penelitian para ahli bahwa tulisan yang kemudian dipakai di Indonesia justru berasal dari India. Dengan demikian untuk mengetahui hubungan permulaan antara Indonesia dengan India, harus diarahkan pada sumber yang berasal dari India. Tetapi masalahnya, orang-orang India pada masa itu kurang suka menulis atau membuat catatan-catatan mengenai kejadian penting yang dialaminya dalam satu kurun waktu tertentu. Oleh karena itu sumber-sumber India yang dapat dipergunakan adalah sumber sastra yang tertulis bukan untuk tujuan memberikan fakta-fakta yang cukup luas mengenai hubungan itu.

Menurut Budi Utama (1996), di dalam kitab Ramayana pada Kiskenda-kandha ada disebutkan bahwa Sugriwa memerintahkan para wanara pengikutnya untuk pergi ke Jawa-dwipa (pulau Jawa) dan tempat-tempat lainnya dalam usahanya mencari Sita. Dalam kitab itu juga disebut-sebut Suwarna-dwipa (pulau Sumatra). Disebutkan bahwa setelah melewati pulau Jawa (dari arah Barat), dijumpailah gunung Sirira Yang menjulang tinggi di Irian Jaya, karena kata sisira berarti dingin bersalju.

Kitab Mahabharata digubah antara 1400-100 SM, sedangkan kitab Ramayana digubah sebelum kitab Mahabharata. Dari data ini dapat diketahui bahwa beberapa abad sebelum Masehi telah disebut­-sebut beberapa pulau dan tempat-tempat dikepulauan Indonesia seperti Jawa, Sumatera. Selain itu disebut pula sebuah gunung yang tinggi yang ditutupi salju. Gunung yang dimaksud mungkin gunung Jaya Wijaya di Irian Jaya yang merupakan gunung tertinggi di Indonesia.

Tentang hubungan India dengan daerah-daerah di sebelah timurnya, dipakai juga sumber-sumber dari Barat. Kitab yang banyak dikaji sebagai sumber informasi adalah kitab Periplous tes Erythasthalasses. Periplous adalah sebuat kitab pedoman berlayar di lautan Erythrase yaitu Samudra Indonesia. Kitab ini ditulis oleh seorang nakhoda Yunani yang biasa melakukan pelayaran antara Asia Barat dan India. Disebutkan pula mengenai hubungan dagang orang-orang India dengan suatu tempat yang disebut Chryse yang berarti emas. Nama ini mengingatkan kepada Suwarna-dwipa (pulau Sumatera). Mungkin juga Chryse itu adalah Suwarna-bhumi (Birma).
Sumber Barat lainnya yang dapat digunakan dalam mencari kontak awal antara Indonesia dengan India ialah kitab Geogradhika Hipegesis. Kitab ini adalah sebuah petunjuk membuat peta yangdisusun oleh seorang Yunani di Iskandariah pada abad ke 2 M. Di dalam kitab ini disebutkan beberapa tempat seperti : Argryre Chora (negeri perak), Chryse Chora (negeri emas) dan Chryse Chersonesus yang berarti Semenanjung Emas. Selain itu disebutkan juga nama Tempat Jabadiou yang berarti pula jelai. Jawa adalah kata Sansekerta untuk menyebut jelai. Diou adalah diwu dalam bahasa Prakritnya dan dwipa dalam bahasa Sansekertanya yang berarti pulau. Dengan dernikian jabadiou berarti pulau Jawa (Budi Utama, 1996).

Selanjutnya persoalan kita adalah mengetahui siapa yang berjasa membawa pengaruh Hindu ke Indonesia. Masih belum terdapat kesatuan pendapat dalam hal ini.

Pada tahun 1912 seorang sarjana India bernama Mookerjee mengajukan teorinya yang mengatakan bahwa pengaruh Hindu pada mulanya dibawa oleh petualang-petualang India yang gagah berani dengan armada-armada besar, menyebar ke luar daratan India dan setelah menyeberangi lautan India lalu menetap di pulau Jawa. Di pulau itu pelaut-pelaut tadi mendirikan koloni-koloni, membangun benteng-benteng dan kota-kota serta mengembangkan perniagaan dengan tanah air mereka yang tumbuh subur berabad-abad lamanya, sedangkan seniman-seniman yang pandai berdatangan dari Benggala, Kalingga dan Gujarat, mendirikan bangunan-bangunan yang tiada taranya di pulau Jawa.

Teori Mookerjee besar pengaruhnya terhadap pernikiran Berg yang menyatakan bahwa ada suatu inti kebenaran dalam motif yang berulangkali muncul dalam siklus Panji jawa yang menceritakan tentang seorang kesatria yang datang ke pulau Jawa dari seberang lautan untuk mendirikan suatu kerajaan atau merebut kerajaan yang sudah ada melalui perkawinan dengan seorang putri raja Jawa. Dalam konteks ini perlu pula ditampilkan pendapat Sarjana Belanda bernama Moens yang mengatakan bahwa titik berat diletakkan pada peranan yang telah dimainkan oleh ksatria dalam proses kolonisasi yang bersambung dengan gambaran tentang ditegakkannya kekuasaan bangsa asing atas penduduk asli.

Krom dalam bukunya Hindu Javansche Geschiedenis mengajukan teori Waisya. la mengatakan bahwa diterimanya perabadan Hindu oleh Indonesia melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh para pedagang India dan setelah menetap di Indonesia lalu mengadakan hubungan dengan orang-orang Indonesia.

F. D. K. Bosch dalam tulisannya mengenai Masalah Penyebaran Kebudayaan Hindu di Kepulauan Indonesia mengemukakan bahwa peranan para agamawan sangat besar dalam menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Prosesnya dimulai dari pengiriman pelajar-pelajar Indonesia ke pusat-pusat perguruan tinggi agama seperti Nalanda di Magada. Setelah selesai belajar di India, mereka pulang ke Indonesia dan memprakarsai penyebaran pengaruh Hindu di Indonesia. Kejadian seperti ini dapat dibandingkan dengan kejadian yang terjadi pada jaman belakangan tentang pengiriman pelajar-pelajar untuk belajar di luar negeri dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam pidato pengukuhannya di Universitas Leiden tahun 1946, Bosch mengemukakan pendapatnya bahwa unsur India sebaiknya dianggap sebagai zat penyubur dalam pertumbuhan kebudayaan Hindu di Indonesia yang tetap memperlihatkan kekhasannya.

Kekuatan agama Hindu di Indonesia dimulai dengan berdirinya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, dengan rajanya Mulawarman. Berdasarkan yupa-yupa yang ditemukan di Kutai diketahui bahwa pada abad ke 4 M di Kutai telah berkembang agama Hindu. Yupa-yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta memberikan petunjuk bahwa pada masa itu telah terjadi hubungan dengan India. Perlu dicatat pula bahwa mulai saat itu Indonesia telah memasuki masa sejarah.

Perkembangan agama Hindu selanjutnya yaitu sekitar abad ke 5 M terjadi di Jawa Barat. Kerajaannya bernama Tarumanegara sedangkan rajanya bernama Purnawarman.Selanjutnya mulai pertengahan abad ke 7 perkembangan agama Hindu berlanjut di Jawa Tengah. Suatu hal yang menonjol pada masa ini adalah pemujaan yang utama terhadap Dewa Tri Murti. Hal ini terlihat jelas dalam prasasti Tukmas dan prasasti Canggal. Beranjak dari pemujaan Tri Murti di Jawa Tengah ini, maka akan terlihat pemujaan Tri Murti di Jawa Timur dan Bali pada periode belakangan.

Di Jawa Timur, perkembangan awal agama Hindu dapat diketahui berdasarkan keterangan yang diperoleh dari prasasti Dinaya tahun 760 M. Dari prasasti dapat diketahui bahwa pada tahun 760 M di Jawa Timur terdapat kerajaan (tertua) bernama kerajaan Kanjuruhan dengan raja Dewa Simha yang menganut agama Hindu.

Perkembangan agama Hindu di Jawa Timurs elanjutnya diketahui dari munculnya dinasti Icanawamsa dengan peletak dasarnya adalah Mpu Sindok yang memerintah di kerajaan Medang Jawa Timur tahun 929-947 M.

Dinasti Icana (pemuja Ciwa) menganut agama Hindu yang berkonsepsikan pemujaan Tri Murti. Ketika pemerintahan raja Dharmawangsa di Jawa Timur, disusunkan kitab hukum Hindu bernama Purwadigama yang mengambil sumber dari Wedasmrti atau Manawadharmasastra.

Airlangga sebagai pengganti Dharmawangsa berbuat banyak dalam pengabdiannya terhadap agama Hindu. Banyak karya sastra dan sastra agama yang muncul pada masa pemerintahannya yang mencerminkan kebesaran dan kesejahteraan kerajaan Medang di Jawa Timur awal pertengahan abad ke 11.

Kerajaan-kerajaan Hindu yang lain ialah kerajaan Kediri, Singosari dan Majapahit dan lain-lain. Menarik untuk dikemukakan bahwa setelah kerajaan Sri Wijaya jatuh pada abad ke 12, maka pada abad ke 13 sampai abad ke 14 adalah masa jaya kerajaan Majapahit. Kedua kerajaan ini boleh dikatakan berhasil menguasai Nusantara. Kalau kerajaan Sri Wijaya adalah kerajaan Buddha, kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu. Jadi terlihat adanya kontinuitas dari kerajaan Buddha ke kerajaan Hindu. Ditambah dengan pernyataan sejarah bahwa antara raja-raja Sri Wijaya dan raja-raja Majapahit ada hubungan darah, maka timbul sinkretis antara kedua agama tersebut. Menurut tradisi Airlangga dipandang sebagai jelmaan dewa Wisnu. Selanjutnya Kertanegara (maharaja Singosari) dipandang sebagai jelmaan Siwa Buddha. Artinya pada diri Kertanegara terjadi perpaduan antara Siwa dan Buddha. Surutnya kerajaan Majapahit dipandang pula sebagai surutnya pengaruh agama Hindu di Indonesia. Selanjutnya agama Hindu bertahan kokoh di Bali.

Secara kronologis, agama Hindu lebih dahulu muncul dari pada agama Buddha. Tempat lahir keduanya adalah India. Siapa yang menyebarluaskan agama Buddha ke Indonesia juga tidak diketahui nama yang jelas. Tetapi kita bisa mendapat banyak petunjuk bahwa masuknya agama Buddha ke Indonesia karena dibawa oleh para pedagang dari India. Hal ini dapat dimengerti karena memang perdagangan antara negara-negara Asia Selatan dan Asia Timur telah ada sejak dahulu kala (abad permulaan). Hubungan itu terjalin melalui dua jalur, yaitu jalur darat melalui Tibet (kaiber Pass) dan jalur laut melalui selat Malaka. Itu berarti bahwa para pelaut (pedagang) itu dapat menyinggahi tempat­tempat di selat Malaka, atau tempat-tempat di sepanjang jalur laut tersebut. Kalau diperhatikan bahwa pusat-pusat Kerajaan Buddha yang mula-mula adalah di muara sungai atau di tepi pantai maka hal itu dapat meyakinkan. Kerajaan Sri Wijaya berpusat di Palembang di tepi sungai Musi, yang kiri menjadi pusat perdagangan pula. Bahkan negara Sri Wijaya dalam sejarah dikenal sebagai negara maritim yang dapat menguasai Nusantara bahkan pernah sampai ke wilayah Sian, India Selatan,Sailan.
Disamping peranan kaum pedagang, peranan para pelajar Indonesia yang dikirim untuk belajar agama Buddha ke India tentu tidak bisa diabaikan. Sejarah mencatat bahwa Balaputradewa yang memerintah di Sri Wijaya banyak mengirim para pemuda untuk belajar agama Buddha di Nalanda.

Dari catatan sejarah Indonesia Kuna dapat diketahui bahwa seseudah tahun 396 M Gunawarman, putera raja dari Kasmir datang ke Jawa memperkenalkan agama Buddha dan pada tahun 424 M ia meninggalkan Jawa menuju Cina. Ajaran Buddha yang dibawanya adalah Buddha Hinayana ditandai dengan diterjemahkannya kitab Mulasawadanikaya. Kehidupan Buddha Hinayana di Jawa Tengah berlangsung hanya sampai munculnya dinasti Cailendra di Jawa Tengah yang menganut Buddha Mahayana, yang ditandai dengan munculnya Prasasti Plumpungan tahun 760 M dan Prasasti Kalasan tahun 778 M. Menurut penelitian bahwa munculnya agama Buddha Mahayana di Jawa Tengah berasal dari Sri Wijaya di Sumatra yang telah memeluk Buddha Mahayana tahun  683 M. Bukti-bukti pengaruh kebesaran agama Buddha di Jawa Tengah masih terlihat berupa peninggalan candi Mendut,  candi Pawon, dan Candi Borobudur.

2.3 Perkembangan Agama Islam di Indonesia

Masih cukup sulit untuk mengetahui secara pasti, kapan agama Islam masuk ke Indonesia. Hal ini disebabkan masih terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli yang pernah mengemukakan masalah kedatangan Islam di Indonesia.

Sebagian ahli beranggapan bahwa kedatangan Islam di Indonesia sudah sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi, yang sebagian lagi berpendapat bahwa Islam baru datang pada abad ke-13 Masehi.

Para ahli yang berpendapat bahwa kedatangan Islam di Indonesia dalam abad ke-7 berpedoman pada berita Cina dari dinasti T’ang yang menceritakan adanya orang-orang Ta-Shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Shima, karena ternyata pemerintahan di Ho-Ling itu sangat kerasnya. Sebutan Ta-Shih dalam berita itu ditafsirkan sebagai orang-orang Arab.

Menurut HAMKA dari pustaka kuna di Tiongkok ditemukan beberapa catatan bahwa orang Arab adalah pelopor pertama dari penyebaran luasan agama Islam di Indonesia. Mereka datang ke Indonesia pada abad ke-7. Pendapat ini didasarkan pada pendapat Thomas Arnold yang berpendapat bahwa orang­-orang Arab telah melakukan perdagangan yang sangat luas sejak masa permulaan sekali yaitu pada abad ke-2 tahun Hijrah. Pada abad itu perniagaan telah mereka lakukan sampai ke pulau Sailan bahkan sampai ke Tiongkok.

Pada abad ke-8 Kanton telah menjadi pusat perdagangan yang besar dan ramai. Dari catatan-catatan tahunan yang dibuat oleh pelajar-,pelajar bangsa Tionghoa misalnya, dikatakan bahwa tahun 684 Masehi terjadi perjumpaan mereka dengan seorang pemimpin Arab, yang menurut keterangan Thomas Arnold orang tersebut adalah salah seorang dari pimpinan suatu koloni Arab di pantai sebelah barat pulau Sumatra. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Mukti Ali dalam bukunya “The Spread of Islam in Indonesia”. Tetapi kontak pertama ini perludilihat hanya sebagai kontak yang kurang intensif. Karena Mukti Ali yang mengutip Arnold mengemukakan bahwa: Secara kronologis saat kedatangan Islam yang pertama ke Indonesia adalah tahun 1111 Masehi, ketika seorang Tionghoa menyebarkan agama Islam di Sumatra Utara bagiat barat. Beliau bernama ‘Abd all’Arif. Burhan salah seorang muridnya kemudian menyebarkan agama Islam ke Pariaman Sumatera Barat.

Dalam hubungan ini dapat pula ditambahkan adanya batu nisan dari seorang wanita berpama Fatimah binti Maimuna yang  bertulisan Arab bertahun 1082 di Gresik. Kenyataan ini memberi petunjuk bahwa memang sebelum abad ke-12 sudah ada agama Islam tersiar di Indonesia.

Tetapi menurut HAMKA barulah abad ke-13 agama Islam tersebar luas di Indonesia. Hal ini disebabkan karena: Pertama, kepulauan Indonesia dianggap oleh para saudagar Islam terlalu jauh dari Arab. Maka penyebaran Islam di negeri Malayu hanya diarahkan kepada para saudagar yang pulang pergi ke Tiongkok melalui hubungan laut. Penyebab ke dua adalah karena jumlah penganut Islam di wilayah Hindustan hanya sedikit, disebabkan masuknya agama Islam ke wilayah ini melalui perang. Berbeda dengan masuknya agama Islam ke Hindustan dengan melalui perang, maka masuknya agama Islam ke tanah Melayu adalah dengan tanpa paksaan. Mereka masuk Islam karena hubungan perkawinan atau budak-budak ditebus oleh para saudagar Islam dan kemudian dibebaskan.

Dari Gujarat agama Islam datang ke Indonesia. Hal ini menyebabkan Agama Islam yang datang ke Indonesia melewati saringan pengalaman religius India yang telah dihinggapi oleh unsur-unsur mistik yang menjadikannya sesuai untuk diterima dalam lingkungan Indonesia. Selanjutnya barulah pada bagian kedua abad ke-19 agama Islam di Indonesia lambat laun melepaskan ciri sinkritisnya, karena hubungan ke Mekah makin lancar.

Terutama makin meningkatnya jumlah orang-orang muslim Indonesia yang naik haji ke Mekah. Setelah abad ke-12 agama Islam di Indonesia makin berkembang dengan pesat dengan berdirinya –kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan Islam yang pertama berdiri adalah Samudra Pasai. Kerajaan. ini jaya pada abad ke 13 dan abad 14 dengan rajanya yang terkenal antara lain Malik al Saleh yang meninggal tahun 1297.

Di tanah Jawa agama Islam kemudian berkembang juga. Sekalipun ada catatan bahwa jauh sebelumnya sudah ada orang Arab dan Persia yang datang di tanah Jawa ini, umpamanya pada masa kerajaan Jenggala (kuburan Fatimah binti Maimoon di desa Leran, 495 H atau 1101 M). Di masa kerajaan Pajajaran (Jawa Barat) ditemukan nama Haji Purwa Abang dan Prabhu Mudingsari sebagai saudagar Jawa yang berlayar ke luar negeri.

Agama Islam terlebih dahulu berkembang di Jawa Timur, karena para saudagar Islam yang mulai mencari rempah-rempah ke wilayah Indnesia bagian timur singgah di pelabuhan Madura dan Gresik untuk memperbaiki kapal-kapal mereka dan lain-lain keperluan pelayaran.

Berita tentang adanya pemukiman saudagar-saudagar Muslim di Jawa Timur baru dikabarkan dalam permulaan abad ke-15 oleh Ma-Huan, seorang Cina Muslim yang menyertai laksamana Ceng-Ho dalam pelayarannya ke Asia. Ma Huan mengunjungi wilayah Majapahit pada tahun 1413.

Dari berita tersebut kita peroleh kesan bahwa pada permulaan abad ke-15 telah ada pemukiman saudagar-saudagar muslim di Pantai Jawa Timur. Sehubungan dengan pemberitaan Ma-Huan tersebut di Gresik juga ditemukan peninggalan berupa makam Syeikh Maulana Ibrahim yang pada batu nisannya tertulis dengan huruf Arab, meninggal pada 12 Rabiulawal tahun Hijriah 822 (bersesuaian dengan 8 April 1419 Masehi). Nama Maulana Malik Ibrahim sering disebut dengan nama Maulana Maghribi (Mabghribi berarti Barat).

Menurut Y. C. Van Leur penyebaran agama Islam ke daerah-daerah di Asia Tenggara melalui route perdagangan. Pusat-pusat kerajaan Islam tertua di Indonesia umumnya terletak di pesisir atau dekat dengan kota-kota bandar.

Meskipun pendapat para ahli tentang negeri asal serta golongan yang mengenalkan Islam di Indonesia berbeda-beda namun yang jelas bahwa masuknya pengaruh Islam di Indonesia melalui perdagangan. Sebagian ahli berpendapat bahwa orang-orang Islam yang datang dan menyiarkan agama Islam di Indonesia tidak langsung datang dari negeri Arab melainkan melalui orang-orang India. Yang memperkuat dugaan ini adalah adanya persamaan unsur-unsur Islam di Indonesia dengan di India. Ceritera-ceritera populer dalam bahasa Indonesia mengenai nabi dan para pengikutnya yang pertama jauh dari ceritera-ceritera Arab, yang bentuk aslinya terdapat di India.

Selanjutnya akan dibahas tentang bagaimana atau melalui jalur apa orang-orang Indonesi masuk Islam (Islamisasi). Salah satu diantaranya adalah melalui jalur perdagangan. Hal ini sesuai kesibukan lalu lintas perdagangan antara abad ke-7 sampai abad ke-16. Proses Islamisasimelalui proses perdagangan ini dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan. Para daerah pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan.

Diantara para pedagang muslim tersebut ada yang kawin dengan penduduk pribumi. Perkawinan merupakan juga salah satu bentuk Islamisasi. Saluran Islamisasi yang lain dapat pula melalui cabang seni seperti: seni bangunan, seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra.

Perkembangan agama Islam di Jawa mencatat jasa Sembilan Wali (Wali Songo) yang amat besar peranannya dalam penyebaran ajaran Islam. Menurut HAMKA seperti yang juga dikemukan oleh Mukti Ali, mereka itu adalah:

  1. Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Magribi atau Jumadil Kubra (Sunan Gresik).
  2. Raden Rahmat (Sunan Ngampel). Raden Rahmat adalah putra dari adik putri Campa yang menikah dengan penyiar agama Islam dari Arab. Raden Rahmat datang ke Jawa karena diutus oleh oleh neneknya Raja Campa. Ia mampir di Palembang menganut agama Islam. Di Jawa Raden Rahmat menikah dengan putri Bupati, Tuban bernama Nyi Ageng Manila. Putra mereka adalah Makhdum Ibrahim.
  3. Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang). Atas usaha ayahnya, Makhdum Ibrahim bersama Raden Paku bisa menuntut ilmu di Mekah. Menyiarkan agama Islam dekat Tuban.
  4. Masih Maunat (Sunan Drajat). Putra Sunan Ngampel yang kedua.
  5. Maulana Ainul Yakin (Raden Paku Sunan Giri). Putra Maulana Ishak (Saudagar Arab yang kawin dengan putri Blambangan). Kemudian menikah dengan putri Raden Rahmat. Mendirikan pusat penyiaran agama Islam di puncak bukit Giri (dekat Gresik).
  6. Orang Muda Mohammad Said (Joko Said, Sunan Kali Jaga). Menyiarkan agama Islam dengan memasukkan hikayat-hikayat Islam ke dalam wayang. Menyiarkan agama Islam di sekitar Demak.
  7. Syekh Jafar Sadiq (Sunan Kudus). Menurut beritera ia adalah keturunan Sayidina Ali bin Abu Tholib dan moyangnya adalah Jafar Sadiq, Imam. ke VI menurut kepercayaan Syiah. Menurut Babad Tanah Jawa nama kecilnya Untung.
  8. Sunan Muria. Makamnya terdapat di gunung Muria.
  9. Fatahillah (Sunan Gunung Jati). Nama kecilnya Syah Ibrahim Maulina Asy-Syaikh Israel. Diantara ke 9 wali tersebut di atas, Sunan Gunung Jati mendapat kedudukan agak khusus di hati umat Islam. Menurut ceritera ia adalah dari bangsa Said (keturunan cucu Rasulullah), lahir dan dibesarkan di Pasai. Menjadi guru agama semasa pemerintahan raja Trenggono di kerajaan Demak, kemudian menjadi ulama sekaligus panglima perang, menaklukkan kerajaan Pajajaran dan mendirikan kerajaan Banten dan Cirebon. Juga merebut Sunda Kelapa dari kerajaan Pajajaran dan mempertahankannya ketika armada Portugis dari Malaka hendak merebutnya.

Sesudah masa Wali Songo perkembangan agama Islam di Jawa sejalan dengan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan Islam yang pertama adalah Demak, kemudian Pajang, Mataram, Banten dan Cirebon. Demikian juga kerajaan Islam Aceh berkembang terus dan bertahan terus sampai kemudian dipatahkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Di Maluku agama Islam mulai berkembang sekitar abad 10 dan abad 11. Pada abad-abad tersebut Maluku telah didatangi oleh pedagang-pedagang Arab yang datang untuk berdagang rempah-rempah. Raja-raja dan Sultan Ternate dan Tidore menjadi penganut Islam yang baik. Perkembangan  agama Islam di Maluku mengalami hambatan sejak kedatangan bangsa Portugis di Maluku (1512).

Di Jawa Barat berdiri kerajaan Banten, suatu kerajaan yang mula-mula berlawanan dengan Belanda. Tahun 1597 Belanda sudah mulai berdagang di Banten. Portugis juga ikut masuk, sehingga suasana kerajaan menjadi amat kacau. Tahun 1604 Belanda mendesak penguasa di Banten untuk melarang orang-orang Tionghoa berdagang di sana. Karena adanya tekanan-tekanan baik dari Belanda, Portugis maupun Spanyol pada waktu itu penyiaran agama Islam kurang mendapat perhatian.

Pada sekitar abad ke-17 muncullah pahlawa-pahlawan dari kerajaan-kerajaan Islam di seluruh Indonesia menentang bangsa asing khususnya Belanda. Pada waktu itu agama Islam sebagai komando untuk bersatu melawan pelanggaran-pelanggaran hak yang berturut-turut dilakukan oleh bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Pada waktu bangsa Belanda tiba dengan kekerasan pada permulaan abad ke-17, agama Islam telah tertanam kokoh di pulau Sumatra, Jawa dan ke Timur sampai Sumbawa, maupun di pesisir Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara.

2.4 Perkembangan Agama Katolik dan Kristen di Indonesia

Sejarah agama Kristen di Indonesia dimulai dengan usaha penyebaran agama tersebut oleh bangsa Portugis di kepulauan Maluku pada tahun-tahun 1530-an. Francis Xavier berada di wilayah ini selama sebagian besar tahun 1546. Ada yang memberitakan bahwa pada akhir abad ke-16 jumlah umat katolik di Indonesia berjumlah lebih kurang 50.000 orang. Dari jumlah itu sebagian besar mendiami daerah­daerah di Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara. Penginjilan oleh para missionaris Gereja Roma Katolik itu berakhir pada tahun 1605 ketika orang-orang Belanda mengusir orang-orang Portugis dan VOC menghalangi perluasan agama Katolik selanjutnya. Baru semenjak tahun 1800 dan seterusnya pemerintah kolonial Belanda mengijinkan missionaris-missionaris Katolik meneruskan pekerjaan mereka. Setelah itu jumlah penganut Katolik mulai meningkat dan setelah proklamasi kemerdekaan terus pula meningkat.

Pertumbuhan gereja Protestan dapat dibagi dalam tiga kurun jaman yaitu:

  • masa VOC 1615-1815
  • masa kegiatan zending oleh serikat-serikat asing 1815-1930
  • masa otonomi gereja Indonesia, 1930 • hingga sekarang.

Masa VOC 1615 -1815

Masalah pengkristenan di Indonesia tidak bisa lepas dari masalah politik yang berkembang pada saat itu. Pemerintah VOC dalam hal ini bangsa Belanda yang menganut agama Kristen Protestan tidak melepaskan diri dari rasa keterlibatan bagi pemeliharaan kehidupan kerohanian di Indonesia. Gereja­gereja di Indonesia ditarik masuk ke dalam situasi Gereja-gereja Reformasi khususnya Gereja Calvinis. Walaupun tujuan utama kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia adalah untuk mencari rempah-­rempah, tetapi usaha-usaha pengkristenan tidak lepas dari tujuan semula. VOC didukung sepenuhnya oleh pemerintah Belanda. VOC mendapat “oktroi” (izin monopoli) atas perdagangan mulai dari Tanjung Pengharapan sampai selat Magelhaens. Atas oktroi itu maka setiap orang yang akan masuk ke wilayah itu harus seijin  VOC. Termasuk urusan kegerejaan harus mendapat ijin dari VOC. Malahan dalam perkembangan selanjutnya VOC juga berkewajiban atas pemeliharaan kerohanian semua pemeluk Kristen termasuk segala fasilitasnya. Sejarah Gereja mencatat bahwa: ” Di mana VOC datang, di sana Gereja itu dibawanya serta”. Jejak permulaan terdapat di Ambon tahun 1615 telah dibentuk Majelis Gereja untuk menyelenggarakan pemeliharaan rohani orang-orang Kristen.

Penting untuk diketahui bahwa pada abad ke 16 dan 17 agama Kristen dan Islam merupakan agama yang menelusup masuk dan sama-sama asing. Dengan usahanya masing-masing mereka berusaha untuk mendapatkan pengaruh dari suatu masyarakat yang telah mendapat pengaruh Hindu dan Buddha. Keduanya banyak menyesuaikan diri dengan pola-pola kebudayaan dan kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat.

Masa Kegiatan Sending oleh Serikat-serikat Asing 1815-1930

Masa kedua pertumbuhan agama Kristen Protestan mulai dengan pengembalian wilayah Hindia pada tahun 1816 kepada bangsa Belanda setelah peperangan-peperangan Napoleon.Gereja di Hindia (Indonesia) diletakkan di bawah pengawasan langsung dari pemerintahan kolonial. Pada sekitar tahun 1820-an mulai bermunculan serikat-serikat misi yang menyebar secara luas diwilayah Indonesia seperti : Serikat Misi Belanda mulai bekerja di Minahasa dalam tahun 1822, Gereja Baptis Inggris di Tapanuli tahun-tahun 1820-an, Serikat Misi Renisch di Kalimantan dalam tahun 1836 dan di Nias tahun 1865 serta Serikat Missi Utrecht di Halmahera dalam tahun 1866. Dan pada tahun 1849 barulah mereka mendapatkan ijin untuk melaksanakan kegiatan di Jawa.

Masa Otonomi Gereja Indonesia, 1930 sampai Sekarang

Tahun-tahun 1930-an menjadi tonggak baru dalam perkembangan agama Kristen di Indonesia. Pada tahun 1930-an dan 1940-an  sebagian besar gereja-gereja di Indonesia mendapat otonomi bukan saja terhadap pengawasan administratif pemerintahan, melainkan juga dari badan-badan gereja di luar Indonesia. Dukungan pihak gereja dalam perjuangan kemerdekaan melawan Belanda mengesahkan kedudukannya bukan sekedar sebagai cangkokan bangsa asing belaka. Pada masa sebelumya masa sebelumnya persoalan ini dapat merupakan kendala, mengingat adanya pengidentikan antara VOC (penjajah) dengan kehadiran agama Kristen. Selanjutnya pada era otonomi yang menyusul kemudian, pertumbuhan gereja berlangsung cukup pesat.

BAB III

TOKOH PENDIRI DAN PENYEBAR AGAMA KRISTEN

Sebutan yang lazim bagi sekelompok manusia penganut agama yang timbul karena seseorang yang bernama Yesus adalah orang Kristen. Kristen berasal dari gelar Yesus Yaitu Kristus, suatu gelar kehormatan keagamaan. Kristus (dalam bahasa Yunani) berarti yang diurapi. Dalam kitab Perjanjian Lama terdapat kata yang juga berarti yang diurapi yaitu kata ”Messias”

Yesus adalah tokoh penyebar dan pendiri agama Kristen. Beliau dilahirkan di Bethlehem daerah Yerusalem di Palestina dalam masa pemerintahan Herodres Agung, kira-kira sekitar tahun ke-6 tahun sebelum masehi. Ibunya bernama Maria. Beliau tumbuh menjadi dewasa di kota Nazareth atau daerah sekitarnya. Yesus dibaptis oleh Yohanes, seorang nabi yang penuh dengan pengabdian. Pada usia tiga puluh tahun beliau melakukan kegiatan mengajar sambil menyembuhkan orang sakit, selama kira-kira antara satu setengah hingga tiga tahun di daerah Galelia. Sementara telah tumbuh rasa permusuhan dari beberapa dari kalangan umat umat Yahudi dan kecurigaan dari pihak Romawi, yang menyebabkan beliau disalib di pinggiran kota Yerusalem.

Tiga hari setelah kematiannya, Maria menyaksikan bahwa kuburnya telah kosong. Dan dalam keyakinan umat Kristen Yesus telah bangkit kembali. Setelah peristiwa itu Yesus telah menampakkan diri pada wanita ini dan beberapa muridnya.

Demikian informasi yang sampai kepada kita tentang kehidupan beliau.

Walupun kitab Perjanjian Baru tidak mengungkapkan tentang riwayat kehidupan Yesus secara lebih jelas tetapi kitab ini memberikan gambaran yang jelas sekali tentang jenis pribadi manusianya, mutu, serta kekuatan dan kehidupannya itu. Walaupun beliau muncul sebagai seseorang yang tidak dikenal, beliau melangkah maju sebagai pribadi yang mengagumkan. Mereka yang hidup akrab dengannya, secara perlahan-lahan merasa sangat terpukau dengan apa yang mereka saksikan sehingga mereka jadi yakin bahwa Ia adalah Tuhan. Pengakuan pertamanya terhadap perannya sebagai Sang Penebus timbul dari seluruh kesan yang ditimbulkan kepada para pengikutnya.

Apa yang menyebabkan para pengikutnya berkesimpulan bahwa kehidupan Yesus itu bersifat Ilahi dapat ditelaah dari apa yang ia perbuat, apa yang ia katakan dan siapa ia sebenarnya. Apa yang telah diperbuat Yesus, kitab Injil terutama yang ditulis oleh markus, halaman-halamannya penuh dengan peristiwa Yesus. Namun bukan peristiwa-peristiwa ajaib itu yang menjadi fokus perhaitan sehingga segala perbuatan Yesus diandang bersifat Ilahi.

Gambaran yang lebih jelas tentang perbuatan-perbuatan Yesus sehingga dikatakan bersifat Ilahi, diungkapkan oleh seorang muridnya. Pada suatu ketika di saat memberi penjelasan kepada sekelompok orang, Petrus merasa perlu untuk meringkaskan seluruh perbuatan Yesus selama masa hidupnya dalam sebuah pedoman singkat. Ia menjelaskan hal itu dalam lima kata-kata yang padat ”Beliau berkeliling sambil berbuat baik”. Amat sederhana memang, tetapi rasanya cukup sulit untuk mencari kalimat yang sepadan dengan apa yang telah diperbuat Yesus.

Dikatakan, secara biasa dan tanpa merasa rikuh, beliau bergaul dengan orang-orang yang menderita dalam masyarakat, dengan wanita tuna susila, atau dengan para pemungut pajak. Melalui upaya penyembuhan, dan dengan membantu orang-orang yang sedang berada dalam keadaan putus asa, dengan memberikan nasihat di saat mereka sedang dalam keadaan krisis, beliau berkeliling sambil berbuat baik. Beliau berkeliling melakukan hal itu dengan penuh kesungguhan hati, dan memang dengan hasil baik, sehingga orang-orang yang berada di sekitar beliau dari hari ke hari merasa bahwa sekiranya Tuhan merupakan kebaikan sejati akan mengambil wujud manusia, tentu inilah perbuatan-Nya sebagai manusia itu.

Di samping apa yang telah diperbuat Yesus, apa yang beliau katakan adalah kata-kata yang penuh dengan makna yang amat dalam. Apa yang telah Yesus katakan, kalau dibaca dalam kitab Perjanjian Baru mungkin akan habis waktu dalam 2 jam. Bila ditelaah secara terpisah-pisah ajaran-ajaran Yesus itu banyak sekali padanannya dalam Perjanjian Lama, maupun dalam tafsirnya yaitu kitab Talmud. Namun bila ditelaah secara menyeluruh, ajaran-ajaran tersebut terasa mengandung suatu desakan, suatu perasaan yang berkobar-kobar dan bersemangat, suatu pengabdian luhur yang menyebabkan ajaran-ajaran tersebut terasa baru dan menyegarkan, demikian diungkapkan oleh Klausner, seorang sarjana besar Yahudi.

Pesan-pesan Yesus dalam Perjanjian Baru yang amat terkenal di antaranya:”Cintailah sesamamu manusia seperti Anda mencintai diri Anda sendiri”.”Lakukanlah terhadap orang lain, apa yang ingin Anda dilakukan orang terhadap diri Anda sendiri”.”Datanglah kepada-Ku, kamu semua yang letih dan berbeban berat dan aku akan menyegarkan kamu”.”Cintailah kebenaran maka itu akan memerdekakan kamu”.

Secara keseluruhan apa yang di sampaikan Yesus kepada umatnya adalah tentang cinta Tuhan kepada manusia yang tiada habis-habisnya serta perlunya manusia menerima cinta ini kemudian meneruskannya kepada sesama.

Ke-Ilahian Yesus di samping karena perbuatan dan perkataanya juga karena kepribadiannya. Hal yang paling mengesankan dari ajaran Yesus bukanlah karena beliau telah mengajarkannya, tetapi karena beliau sendiri telah mengamalkannya. Seluruh kehidupannya merupakan perwujudan mutlak dari kesederhanaan, pengorbanan diri dan cinta yang tidak menghendaki imbalan.

Yesus tidak perduli apakah manusia seharusnya mengenal dan mengetahui beliau. Yang lebih penting baginya adalah agar manusia mengenal Tuhan dan kehendak-Nya bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Dalam halaman-halaman Injil Yesus tampil sebagai seseorang yang memiliki daya tarik serta pengaruh yang tiada taranya. Beliau amat senang pada orang lain, sebaliknya orang lain pun senang padanya. Yesus amat membenci ketidakadilan dan kemunafikan. Akhirnya ketika Yesus mengorbankan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya, bagi mereka yang mengenalnya dari dekat, beliaulah merupakan pribadi yang sama sekali tidak lagi memiliki perasaan mementingkan diri sendiri. Seluruh hidupnya diserahkan demi kehendak Tuhan sehingga kehendak Tuhan itu terlihat dengan jelas dalam kehidupan Yesus.

Peristiwa-peristiwa tersebut di atas mengandung suatu kejadian faktual, historis, yang sering terlihat jelas ataupun sering kurang terlihat jelas.

1. Sekitar Kelahiran Yesus

Cerita kelahiran Yesus walaupun lebih bersifat puitis dari  pada catatan sejarah tetapi di tempatkan secara benar dan tetap dalam liturgi dan ibadah. Apa yang disampaikan oleh Lukas dan Matius tentang kelahiran Yesus tidaklah ditujukan untuk memberikan informasi faktual tentang kelahiran Kristus, tetapi untuk menyatakan makna Yesus bagi dunia. Cerita ini seluruhnya merupakan sesuatu yang teologis, yang terkandung dalam ide ”Kelahiran oleh Roh Kudus dari anak Dara Maria”. Ini merupakan unsur interpretatif yang berusaha menjelaskan makna kelahiran itu, yaitu bahwa dengan kedatangan Yesus, suatu humanitas menjelma. Suatu umat baru, suatu dunia baru telah dilahirkan, yang menggambarkan cara Allah yang baru masuk ke dalam ciptaan-Nya. Konsep tentang kelahiran anak Yesus dari seorang anak dara tidak perlu ditafsirkan dengan mengecilkan humanitas Yesus. Yang ditegaskan yaitu bahwa Yesus adalah seorang manusia, lahir dari seorang perempuan dalam solidaritasnya dengan semua manusia, namun seorang manusia yang dalam seluruh kemanusiaanya telah diangkat pada suatu kedudukan yang baru, sehingga persekutuan yang dikumpulkan di sekitar-Nya. Mengambil bagian dari humanitas baru itu harus mengakui bahwa orang ini adalah dari Allah lewat cara yang unik dan belum pernah terjadi.

2. Pembaptisan Yesus

Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis bermakna bahwa lewat pembaptisan-Nya, Yesus memenuhi panggilan profesi-Nya (kenabian-Nya)

3. Peristiwa pemuliaan Yesus

Peristiwa ini adalah peristiwa yang hampir benar-benar simbolis. Peristiwa ini menunjuk pada suatu keadaan yang timbul di kalangan murid-murid dengan melihat Yesus secara baru dan merasakan ”kemuliaan-Nya”. Sejalan dengan perkembangan pemahaman Yesus sendiri terhadap panggilan-Nya, juga ada perkembangan dalam pemahaman dan penilaian murid-murid terhadap Yesus. Pada mulanya mereka melihat Yesus sebagai Guru. Dalam peristiwa pemuliaan, mereka dapat lebih mengenal Yesus secara lebih mendalam menerima Dia sebagai Yang Kudus dari Allah. Lewat peristiwa ini ada suatu catatan penting yang ingin ditunjukkan, yaitu paradoks tenteng Yesus sebagaiman yang dimengerti murid-murid dan diberitakan Injil. Paradoks tersebut berhubungan dengan realitas yang sungguh manusiawi tetapi pada saat yang sama merupakan suatu pernyataan Ilahi. Pernyataan ini hanya mampu terlihat melalui iman dalam kedalaman dan kemulian Ilahi.

4. Penderitaan dan Kematian Yesus

Semua Injil memberikan catatan terinci mengenai hari dan jam terakhir dari kehidupan Yesus, ada dua petunjuk yang tampak. Pada satu pihak, ada suatu fakta historis yang dapat dibuktikan sebagai fakta yang mendapat tempat dalam sejarah dunia, yaitu ”menderita di bawah Pontius Pilatus”. Dan fakta penyaliban ini menunjukkan kemanusiaan yang penuh dari Yesus, yaitu mati sebagaimana semua manusia juga mati. Pada pihak lailn cerita kesengsaraan Yesus mempunyai makna teologis yang sangat besar. Karya penebusan Kristus mengalahkan dosa dan dengan itu membebaskan dunia bagi suatu mode keberadaan yang baru. Salib menjadi simbol inti kekristenan. ”Kemuliaan” Kristus terutama dilihat  dalam kehinaan dan kematian-Nya.

Dalam perkembangan Kristen ada cukup banyak analog yang dipakai untuk menjelaskan makna kematian Kristus. Dalam abad-abad pertama, penderitaaan Kristus dilukiskan sebagai peperangan dengan kekuasaan kejahatan. Dan kematian atas salib merupakan kemenangan atas kekuasaan ini. Dapat juga dikatakan bahwa makna kematian Yesus adalah kemenangan kuasa kasih yang menguatkan atas kuasa kekerasan dan kebencian yang menghancurkan.

5. Kebangkitan Yesus

Walaupun kematian Yesus adalah suatu peristiwa yang mengesankan dan bermakna, tetapi kematian Yesus bukanlah akhir cerita. Peristiwa kebangkitan Yesus merupakan peristiwa akhir dari seri peristiwa dalam kehidupan Yesus, tetapi yang berbeda dari peristiwa yang mendahuluinya, karena peristiwa kebangkitan ini sulit dikatakan sebagai fakta historis. Ada yang menyamakan kebangkitan ini dengan gereja, yakni umat Allah yang baru dan yang bangkit setelah kematiaan-Nya untuk melanjutkan pekerjaan-Nya. Yang lain menegaskan bahwa Kristus bangkit dalam ”kerygma”atau pewartaan gereja. Tetapi usaha pemahaman ini kurang memuaskan, karena pastilah bahwa tidak ada umat Allah yang bertumbuh tanpa meyakini bahwa Kristus telah dibangkitkan. Keyakinan ini didasarkan pada penampakan Kristus yang bangkit kepada beberapa murid, pada penemuan kubur yang telah kosong.

Demikianlah pandangan umat Kristen tentang kelahiran, kehidupan sampai pemuliaan dan kebangkitan Yesus yang pada hakikatnya lebih banyak mengandung hal-hal yang bersifat teologis.

Tentang peranan Yesus sebagai pembangun dan penyebar ajaran  agama Kristen tak dapat disangsikan lagi. Namun perlu diketahui pula bahwa ada satu tokoh lagi yang amat menonjol dari tokoh-tokoh lainnya dalam penyebaran agama Kristen. Beliau adalah Santo Paul. Beliau diperkirakan hidup ± 4 sampai 64 M. Sezaman tetapi lebih muda sedikit dari Yesus (Nabi Isa). Beliau adalah penyebar agama Kristen paling terkemuka. Paul juga terkenal dengan nama panggilan Saul. Beliau lahir di Tarsus, sebuah kota di Cilicia (kini Turki). Beliu lahir sebagai Yahudi dan mendapat pendidikan mendalam tentang ke-Yahudian. Pada masa remaja ia bekerja di Darussalam di bawah bimbingan pendeta Gamaliel, seorang guru Yahudi kenamaan. Pada saat yang sama Nabi Isa juga ada di Darussalam, tapi tak dapat dipastikan apakah keduanya saling bertemu.

Setelah wafatnya Nabi Isa, orang-orang Kristen dianggap selaku pembangkang sehingga digasak habis-habisan. Pada mulanya Paul adalah salah satu dari mereka yang ikut menghantam pengikut-pengikut Nabi Isa. Tapi dalam perjalannya menuju Damsyik, di matanya seakan terbayang Nabi Isa berbicara dengannya. Dan segeralah Paul masuk agama Kristen. Peristiwa ini merupakan titik balik penting dalam kehidupan pribadinya. Kini ia menjadi penganut dan penyebar paling gigih dan paling berpengaruh untuk kepentingan agama Kristen. Paul menghabiskan masa hidupnya dengan menulis dan memperdalam ke-Kristenan dan meraih banyak pemeluk agama Kristen. Dalam masa hidupnya Paul telah mengunjungi Asia Kecil, Yunani, Suriah, dan Palestina, dalam usahanya menyebarkan agama Kristen. Namun demikian beliau mendapat banyak kesulitan menghadapi orang-orang Yahudi. Karena itu beliau mendapat julukan ”Rasul orang-orang non Yahudi”.

Setelah melakukan perjalanan panjang ke daerah bagian Timur dari kekaisaran Romawi, Paul kembali ke Darussalam. Tetapi begitu sampai ia diamankan dan dibawa ke Roma untuk diadili. Tak jelas bagaimana nasib Paul selanjutnya. Akhirnya, diperkirakan tahun 64 M, Paul dibunuh dekat Roma.

Pengaruh Paul dalam agama Kristen sangat besar dan dapat diukur dari tiga hal yaitu:

Pertama, sukses besarnya dalam penyebaran agama Kristen.

Kedua, setidak-tidaknya 14 dari 27 buah buku Perjanjian Baru dihubungkan dengan jasa Paul.

Ketiga, Paul telah memberikan arah yang sangat berarti bagi perkembangan teologi Kristen. Ia mempunyai pandangan jauh ke depan. Ide-ide yang disampaikannya antara lain termasuk hal-hal sebagai berikut: ia tidak Cuma Nabi yang mengesankan tapi juga suci. Isa wafat demi dosa-dosa manusia dan penderitaannya dapat  membebaskan manusia. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari dosa-dosanya hanya dengan mencoba melaksanakan perintah-perintah yang tertera dalam Injil, tapi hanya bisa dengan jalan menerima Isa sepenuh jiwa. Sebaliknya apabila manusia menerima dan percaya Isa, segala dosanya akan dimaafkan. Paul juga menjelaskan doktrin-doktrinnya mengenai dosa. Belakangan diketahui, teolog-teolog Kristen seperti Augustine, Aquinas, Luther dan Calvin sangat terpengaruh oleh tulisan-tulisan Paul.

Pokok-pokok Ajaran Agama Kristen

1) Kitab Suci

Kitab suci agama Kristen terhimpun semuanya dalam Bibel atau Al Kitab, terbagi dalam dua himpunan besar yang disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kitab Perjanjian Lama terdiri dari 39 kitab sedang Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab dan surat.

  1. Perjanjian Lama

Kitab ini terdiri atas:

  • Kitab Taurat:
    • Kitab Kejadian
    • Kitab Keluaran
    • Kitab Imamat
    • Kitab Bilangan
    • Kitab Ulangan

Kitab Taurat ini juga disebut Pentateuch artinya Lima Buku

  • Nabi-Nabi

Kitab Nabi-nabi ini terdiri dari tiga yaitu: Kitab Nabi-nabi Terdahulu, Nabi-nabi Yang Kemudian dan Surat-surat, dengan pembagian sebagai berikut:

Kitab Nabi-nabi terdahulu:

    • Kitab Yosua
    • Kitab Hakim-hakim
    • Kitab Samuel I
    • Kitab Samuel II
    • Kitab Raja-raja I
    • Kitab Raja-raja II

Kitab Nabi-nabi yang Kemudian terdiri dari:

    • Kitab Yesaya
    • Kitab Yeremia
    • Kitab Yehezkiel
    • Hosea
    • Yoel
    • Amos
    • Obaja
    • Junus
    • Mika
    • Namun
    • Habakuk
    • Zefanya
    • Hajai
    • Zakaria
    • Maleahi

Surat-surat atau buku-buku pelajaran terdiri dari:

– Kitab Masmur

– Kitab Ayub

– Kitab Amsal

– Kitab Penkhotbah

– Kitab Rut

– Kitab Ratapan

– Kitab Kidung Agung

– Kitab Ester

– Kitab Daniel

– Kitab Esra

– Kitab Nehemia

– Kitab Tawarikh I

– Kitab Tawarikh II

2. Perjanjian Baru

Kitab ini terdiri dari 27 buah yang berlainan sifatnya yang mengungkapkan tentang Yesus Kristus dari sudutnya masing-masing.

  • Kitab Injil dan Kitab Para Rasul.

Membuka Perjanjian Baru terlebih dahulu akan dijumpai 4 karangan cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang berjumlah empat ini sebagaian besar berupa cerita-cerita. Cerita ini langsung mengenai Yesus selagi hidup di dunia, karya-Nya, wejangan-wejangan dan nasib-Nya. Semua Injil itu berhenti dengan berita atau cerita tentang Yesus yang telah menampakkan diri setelah wafat di salib dan bangkit dari dunia orang mati.

Sesudah keempat Injil tersebut ditemukan sebuah karangan yang diberi judul: Kisah para Rasul. Karangan ini pun berupa kisah dan memuat beberapa wejangan. Ciri coraknya mirip dengan keempat Injil. Kisah itu mengenai apa yang terjadi setelah Yesus hilang dari panggung dunia. Ditemukannya cerita-cerita tentang jemaat Kristen pertama, perambatannya dan hal ihwalnya selama lebih kurang 30 tahun. Terkumpul cerita-cerita mengenai beberapa tokoh umat Kristen semula, khususnya Paulus. Kisah ini berhenti dengan cerita tentang Paulus dalam tahanan di kota Roma.

  • 13 surat Paulus dan surat  Ibrani

Paulus sebagai Rassul Tuhan menyertai dan membingbing gereja dalam perkembangannya melalui surat-surat dan khotbah-khotbah yang dikirim kepada jemaat-jemaat yang baru.

  • 7 buah surat Am/umum

Surat-surat itu dikirim ke seluruh dunia dan dialamatkan kepada salah satu jemaaat, atau gereja tertentu.

  • Wahyu (Wahyu Yohanes)

Kitab ini adalah jenis Apokaliptis atau kitab yang menyingkap tabir rahasia tentang akhir zaman. Kitab ini agak berbeda dari kitab yang lainnya. Kitab terarah ke masa depan, masa terakhir, sedangkan semua karangan lain mengenai masa yang lampau atau masa sekarang (waktu ditulis)

Bahasa yang dipakai dalam Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani.

Secara garis besar seluruh isi Al Kitab yang bercerita tentang penyelamat Allah, yang memuncak pada penyaliban Yesus di Kayu Salib dapat disebut sebagai berikut:

  1. Allah menjadikan langit dan bumi serta segalanya.
  2. Manusia berbuat dosa atau dikatakan juga manusia memberontak melawan Tuhan.
  3. Allah mengadakan perjanjian. Dalam janji itu Allah berjanji akan melepaskan manusia dari dosa. Atau janji Allah untuk menyelamatkan manusia.
  4. Allah memenuhi janjinya. Pemenuhan janji itu adalah di dalam Yesus Kristus, yang mati di kayu salib dan bangkit dari kematian, naik kembali ke Surga.
  5. Yesus Kristus memerintah selaku raja.

Sesudah kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke Surga, Kristus memerintah selaku raja, yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Ia memilih dan mensucikan rasul-rasul dan gereja-gereja Kristen menjadi pesuruh-pesuruh-Nya di dunia.

Oleh kuasa Roh Kudus jemaat Kristen menyaksikan selamat yang ada di dalam Kristus sampai ke ujung  bumi dan akhir zaman.

  • Kristus kembali selaku Hakim

Pada akhir zaman Kristus akan kembali untuk menghakimi segala orang hidup dan yang mati. Orang yang berpegang pada Yesus Kristus serta mengasihi Allah dan sesama manusia akan diceraikan dari orang yang menaruh syak pada Allah. Iblis serta maut akan dilenyapkan.

  • Allah menciptakan langit baru dan bumi baru. Akhirnya Allah akan menjadikan semua baru. Allah bersama-sama berdiam dengan manusia di Yerussalem Baru. Perdamain, kesukaan dan kesenangan yang sempurna akan terwujud di dalam kerajaan Allah itu.

2. Keimanan dalam Kristen

1)    Percaya kepada Allah

Pandangan agama Kristen tentang Allah tak dapat dipisahkan sari apa yang diberikan Al Kitab. Pertam Al Kitab menerangkan bahwa Tuhan atau Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. (Kejadian 1:1)

Disamping sebagai pencipta, Allah adalah pemilik dan pemelihara ciptaan-Nya. Dalam Perjanjian Baru pengertian tentang Allah sebagai pencipta lebih diperjelas lagi. Allah Pencipta itu juga adalah Allah Juru Selamat manusia yang tampak dalam Yesus Kristus, yang mengenalkan Allah Khalik itu sebagai Allah Bapa.

Dengan demikian hubungan Allah dengan manusia semakin erat seperti hubungan antara seorang anak dan Bapak., melebihi hubungan Pencipta dan  Ciptaan-Nya. Menurut Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Allah yang sam atelah memperbaharui ciptaan-Nya itu. Firman Allah telah memanggil orang yang telah ditasbihkannya: yaitu gereja Tuhan sendiri, gereja milik Yesus Krisrus. Gereja Tuhan yang disebut Ekklesia di dalam Perjanjian Baru adalah alat yang dipakai Tuhan untuk menjelaskan pengertian tentang Tuhan. Sesuai dengan arti kata Ekklesia, dari kata Ek artinya luar dan kelein artinya memanggil, maka gereja terdiri dari orang-orang yang dipanggil keluar dan dilepaskan dari belenggu kekuasaan dosa.

Pengertian Allah Tuhan Pencipta langit dan bumi adalah Tuhan dan pencipta manusia, Tuhan tidak diam terhadap segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya, tetapi ia memiliki dan memberikan pemeliharaan-Nya yang benar-benar dibutuhkan oleh dunia dan manusia.

2)    Percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juru Selamat Dunia

Nama Kristus berasal dari bahasa Gerika artinya ”yang dipilih dan diurapi” oleh Tuhan untuk sesuatu tugas tertentu berkenaan soal ibadah dan ketaatan manusia kepada Tuhannya. Dalam Kitab Perjanjian Lama pengertian kata Kristus itu juga dikenal sama artinya dengan ”Mesias” atau dalam bahasa Ibrani ”Mashiach”. Para Nabi, Raja dan Imam Besar dalam negara teokratis seperti yang diberitakan dalam kitab Perjanjian Lama, juga menyebutkan adanya Mesias yang tugasnya untuk melaksanakan ketentraman dan menyelamatkan umat manusia kepada Allah. Dalam megungkapkan para Nabi, Raja dan Imam Besar, tampak gambaran yang jelas bahwa maksud Tuhan ialah supaya:

–       Firman Allah berbibawa berkuasa di tengah-tengah umat-Nya.

–       Ibadat atau kebaktian dijalankan menurut hukum-hukum-Nya.

–       Melepaskan diri dari musuh-musuh-Nya yang tidak bertuhan ( golongan ateis ) dan Tuhan akan membina umatnya dalam ketaatan iman kepada-Nya.

Rencana Allah ini dalam perkembangan selanjutnya lebih dipertegas dan disempurnakan dengan pengangkatan para Nabi, Imam Besar dan Raja-raja. Umat pilihan Tuhan bangsa yang teokratis itu dipersiapkan untuk suatu waktu menerima anugrah yang terbesar yang pernah Allah berikan kepada manusia. Arti pembebasan dan pembinaan umat itu menjadi lebih tegas dan lengkap daripada pembebasan atau pembinaan olrh para Nabi, Raja-raja dan Imam Besar pada zaman Perjanjian Lama. Kutipan-kutipan ayat Al Kitab sekitar kelahiran Yesus Kristus antara lain Yesaya 7:14. Matius 1:23 menggambarkan kelahiran yang supra natura. Dan bahwa Yesus itu adalah Messias atau Kristus, Ia mengungkapkan kesetiaan dan eksistensi Khalik dan Yesus sendiri adalah Tuhan. Jadi dengan ditandai peristiwa Natal, Allah Tuhan Yang Maha Esa turun ke dunia dan sejak Natal tersebut Tuhan tidak berhenti sampai di situ. Tuhan masih tetap dengan manusia, Ia akan memenangkan manusia yang berdosa agar dapat perdamaikan kembali dan berada dalam hubungan harmonis dengan Allah dan dengan sesamanya sesuai dengan prokreasi/ciptaan Allah. Jika telah terjadi hubungan yan gbaik dengan Allah, maka dosa dan kejahatan di dunia ini tidak berpengaruh lagi. Inilah tujuan penyelamatan Allah yang nyata dalam segenap hidup dan karya Yesus Kristus.

3)    Percaya kepada Roh Kudus

Bagian ketiga dari pengakuan Imam Rasuli Kristen adalah percaya kepada Rih Kudus. Roh Kudus yang dimaksud dalam Kitrab Suci adalah Allah sendiri. Ia datang dari luar pribadi manusia tetapi menyatakan diri-Nya dalam tindakan seriap waktu kepada manusia sertea membawanya kepada kepercayaan kepada Allah. Bagaimana seseorang dapat mengatakan bahwa sikap atau tindakan itu dipimpin oleh Roh Kudus.

Banyak orang yan gpernah membaca kitab suci membacanya berulang-ulang dan setelah itu meletakkannya secara acuh tak acuh serta berkata bahwa hal itu tidak penting. Dan penyangkalan itu dapat terjadi berulang-ulang. Penyangkalan ini terjadi karena orang ini tidak mengerti tentang Allah dan Firman-Nya, yang memang tiddak bisa diungkapkan dengan kemampuan pikiran manusia atau apa saja yang berakar, tumbuh dan berkembang dari diri manusia dan dunia ini. Dalam perkembangan ini dapat pula terjadi pula bahwa suatu saat orang yang sama pula kembali membuka dan membaca Kitab Suci, dan terasa bahwa tiap-tiap Firman Tuhan itu mengetuk-ngetuk dan memukul seperti palu dalam hatinya. Ia akan menyadari dan mengetahui dengan pasti berita yang terkandung di dalamnya dan mengaku percaya serta menjadi murid Tuhan Yesus. Kalau terjadi demikian akan menimbulklan pertanyaan dalam hal ini apa sebenarnya yang sedang berlaku.

Pada waktu orang mengaku percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, berlakulah Allah yang berekstensi dalam dunia ini.

Pada saat yang bersamaan Allah melalui Roh Kudus membuka hati manusia yang menyebabkan manusia itu menjadi percaya kepada Allah.

Roh Kudus itu Allah yang bekerja dalam diri manusia, ia bukan bagian dari diri manusia dan bukan unsur roh manusia. Roh Kudus itu adalah Allah sendiri yang datang luar pribadi manusia atau apa saja yang ada dan tumbuh di atas bumi ini. Fungsi Roh Kudus ini bukan hanya Allah yang datang dan berbicara di dalam diri manusia, tetapai Roh kudus adalah Allah Khalik dan dalam perkataan Khalik itu terkandung segi bukan saja berfirman tapi juga menciptakan. Dalam hal ini kalau Roh Kudus bekerja atau berbicara, maka dapat terjadi sesuatu yang ajaib, sesuatu perubahan yang mengherankan manusia seperti:

–       dari yang tidak ada menjadi ada,

–       dari keadaan yang fana menjadi sempurna,

–       dari keadaan yang berdosa kepada kesucian,

–       dari keadaan yang mati kepada kehidupan kekal,

–       terjadinya gereja.

Demikianlah keimanan dalam Kristen yang sering pula disebut dengan istilah Trinitas yaitu terdiri dari percaya kepada Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus.

3. Ciri Agama Kristen

Agama Kristen mempunyai ciri-ciri yang membedakan dari agama yang lainnya.

Pertama: Agama Kristen adalah agama yang mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Dalam Kitab Kejadian pada pasal 3 diceritakan tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa dan akibatnya. Disebutkan bahwa Tuhan melarang manusia memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Karena mereka akan ”mati” apabila makan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Namun manusia melanggar perintah Tuhan. Akibatnya mereka dihukum Tuhan. Hukumannya bagi Adam akan bersusah payah mengolah tanah, barulah akan mendapatkan hasilnya untuk dimakan. Sedang Hawa akan menderita sakit apabila melahirkan. Hukuman keduanya adalah bahwa keturunan mereka akan bermusuhan dengan keturunan dari ular dan akan kembali menjadi debu (putus nafasnya). Dalam kehidupan sehari-hari kehidupan ini disebut mati. Akhirnya mereka juga diusir Tuhan dari Tanah Eden., di tempat ini mereka hidup dengan relasi dengan Tuhan. Putusnya relasi manusia dengan Tuhan ini berarti juga kematian bagi manusia atau dikatakan ”mati rohani”. Relasi inilah yang dipulihkan kembali oleh Yesus Kristus, sehingga ia disebut sebagai Juru Selamat manusia. Pekerjaan Yesus adalah membuka jalan yang menghubungkan kembali manusia dengan Tuhan. Jalan itu adalah jalan yang dibangun semata-mata karena kasih Tuhan bagi manusia. Untuk dapat melalui jalan itu satu-satunya syarat adalah ”percaya”. Manusia harus percaya kepada Yesus yang telah membuka jalan itu.

Kedua:    Masih erat dengan ciri pertama yaitu jalan keselamatan itu dibangun atas kematian Yesus di atas kayu salib. Kematian Yesus menggantikan manusia yang harus mati Karen adosa. Dengan demikian manusia dapat terhindar dari kematian dan selamat (kembali hidup dalam relasi dengan Tuhan). Dengan perkataan lain dalam titik pusat ajaran agama Kristen terdapat salib Yesus Kristus yang menjadi jalan keselamatan bagi manusia berdosa.

Ketiga:    Pengampunan dosa manusia yang ditebus oleh kematian Yesus Kristus di kayu salib itu adalah mutlak. Dan karena pengampunan dosa manusia itu adalah sepenuhnya dilakukan oleh Yesus Kristus yang adalah Tuhan sendiri, maka dikatakan juga bahwa pengampunan dosa manusia itu adalah anugerah Tuhan semata-mata. Tuhanlah yang menganugerahkan keselamatan kepada manusia.

Di samping ciri-ciri tersebut agama Kristen juga sering disebut Agama pernyataan. Hal ini disebutkan menurut keyakinan Kristen ”keberadaan” Allah hanya dapat diketahui oleh manusia, apabila hal itu dinyatakan oleh Tuhan kepada manusia. Karena manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah semata-mata, maka manusia mempunyai kemampuan yang terbatas. Perihal Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia sehingga mausia dapat mengenal-Nya disebut ”pernyataan Allah”. Secara khusus Allah menyatakan diri kepada manusia sebagai Juru Selamat. Timbulnya Agama Kristen adalah karena terkumpulnya orang yang menerima dan percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, maka agama Kristen disebut juga agama pernyataan.

4. Gereja

Dalam pengertian sehari-hari bila seseorang menyebut gereja maka pikiran kita akan terarah pada sebuah gedung yang dipergunakan oleh orang-orang Kristen untuk mengadakan kebaktian bersama pada hari minggu, atau pada hari-hari raya Kristen lainnya. Pengertian lain dari gereja adalah persekutuan.

Kata gereja berasal dari kata Igreya (bahasa Portugis) yang berarti: Kawanan domab yang dikumpulkan seseorang gembala. Dalam bahasa Yunani ada dua kata yang berarti gereja yaitu Kuriake dan Ekklesia. Kurieke artinya: yang menjadi milik Kurios (Tuhan, Allah Yesus Kristus). Jadi gereja adalah persekutuan orang-orang yang menjadi milik Tuhan Yesus. Kata-kata kerk(bahasa Belanda) dan Khirce (bahasa Jerman) diperkirakan berasal dari kata Kuriake.

Kata Ekklesia berarti: dipanggil dari antara orang banyak. Kata Ekklesia semula berarti memanggil para prajurit dari antara orang banyak. Karena di zaman dahulu di dalam wilayah Yunani dan Romawi, apabila seseorang jendral hendak membentuk laskarnya, maka ia mengutus utusan-utusan pergi ke kota-kota dan desa-desa mengumpulkan orang-orang dan dari antara orang-orang banyak itu para utusan memanggil pemuda-pemuda yang diwajibkan masuk tentara (milisi). Yesus mengutus rasul-rasul-Nya dan semua orang yang menerima Dia sebagai Juru Selamat untuk memanggil orang-orang yang akan menjadi Militia Kristi (Laskar Kristen).

Di dalam I Korintus 1:2 Gereja disebut: orang yang dikuduskan di dalam Yesus Kristus yang menyeru nama Tuhan kita di segala tempat. Jadi gereja adalah suatu persekutuan orang-orang yang dipanggil oleh Injil, yang dipanggil dari dunia supaya mereka masuk Militia Christi, menjadi prajurit-prajurit Kristus.

Ciri-ciri gereja sebagai Persekutuan adalah:

  • Keberadaan Gereja karena karya Allah

Allah yang mengumpulkan orang-orang yang percaya kepada-Nya, yaitu melalui pekerjaan Yesus Kristus.

  • Gereja melayani Tuhan

Orang percaya telah dijadikan pelita agar menyinari orang-orang lain, sehingga mereka memuliakan Allah (Matius 5:16). Dalam I Petrus 2:9 dikatakan: ”Kamu inilah (Gereja) suatu keluarga yang dipilih, suatu imamat yang berkerajaan suatu bangsa yang kudus, suatu kaum milik Allah sendiri,supaya kamu memasyurkan segala kebaikan Tuhan, yang telah memanggil kamu ke luar dari dalam gelap masuk ke dalam terang-Nya yang ajaib itu”.

  • Memberikan Firman Allah dan Sakramen

Segala kegiatan gereja ditandai dengan pemberitaan Firman Allah

Sakramen berarti perbuatan kudus

Sakramen adalah alat yang dipakai oleh Tuhan untuk meneguhkan kepercayaan umat-Nya

Sakramen telah dipakai oleh jemaat Tuhan sejak abad pertama untuk menyatakan kumpulan orang yang diperbolehkan hadir dan turut ambil bagian dalam Perjamuan Kudus, dan waktu baptis kudus dilayani.

Dalam Gereja Protestean ada 2 sakramen yaitu Perjamuan Kudus dan Pembaptisan.

Dalam Gereja Roma Katolik ada tujuh sakramen yaitu perjamuan Kudus (Misa), Baptisan, Pernikahan, Imamat, Perminyakan, Penguatan dan Pengakuan Dosa.

  • Sikap anggota gereja ialah: percaya, yaitu percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat.

Tiga panggilan baru bagi gereja adalah:

  1. Kesaksian        : yaitu memberitakan tentang pekerjaan Allah menyelamatkan manusia dari dosa melalui Yesus Kristus
  2. Pelayanan        : Gereja ditugaskan oleh Allah untuk mengabdi atau melayani semua manusia.
  3. Persekutuan    : Dengan persekutuan di dalam Gereja diwujudkan pelayanan dan kesaksian secara kongkret Perdamaian atau pulihnya hubungan kembali antara manusia dengan Allah melalui pekerjaan Yesus Kristus itu seharusnya diperlihatkan dalam cara orang Kristen hidup bersama di dalam persekutuan Gereja.

Di samping konsep-konsep tersebut di atas, agama Kristen juga mempunyai pandangan yang istimewa tentang manusia. Manusia adalah makhluk yang istimewa bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dikatakan istimewa karena:

1)    Manusia adalah ciptaan Tuhan Allah sesuai dengan peta dan teladan Tuhan Allah.

2)    Manusia jatuh ke dalam dosa karena keinginannya sendiri dan mengakibatkan maut.

3)    Kasih Allah menyelamatkan manusia berdosa dalam Yesus Kristus

4)    Manusia yang diselamatkan bertanggung jawab terhadap Tuhan Allah dan sesamanya.

Sejalan dengan pernyataan di atas Kitab Kejadian I ayat 26 mengatakan:

”Baiklah kita menjadikan manusia atas peta dan teladan kita, maka dirupakan Tuhan Allah akan manusia itu daripada debu tanah, dan dihembuskan nafas hidup ke lubang hidungnya.

Kutipan kitab suci tersebut bermaksud menegaskan bahwa:

–       manusia itu berasal dari Tuhan Allah

–       manusia sepenuhnya diatur dan ditentukan oleh Tuhan Allah

–       kasih dan ketaatan manusia kepada Tuhan Allah adalah dasar membentuk kebahagian secara pribadi, keluarga dan masyarakat.

–       Manusia adalah manusia dan tidak dapat menjadi Allah, ada batas bahwa manusia tetap dikuasai oleh hukm da kehendak Allah selama-lamanya.

Selanjutnya kitab kejadian 1:28 mengisyaratkan bahwa Allah memberi tugas kepada manusia untuk menguasai dan memerintah makhluk-makhluk lain di bumi, serta beranak dan bercucu sebagai ciptaan lanjutan (creatio continuance).

Dari uraian tersebut di atas jelas tampak bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Allah yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan makhluk Tuhan yang lainnya. Tuhan menciptakan manusia dengan sempurna , tetapi apa yang telah dilakukan oleh Adam kemudian sebagai kepala umat manusia itu adalah pelanggaran perintah Tuhan Allah. Akibatnya Allah mengutuk dan maut sebagai hukumannya.

Karena perbuatannya menentang perintah Tuhan itu Adam telah melakukan perbuatan dosa. Ada dua unsur dosa manusia yaitu unsur pasif di mana manusia dibujuk dan tergoda oleh iblis utnuk berbuat dosa, dan unsur aktif yaitu manusia menyetujui untuk berbuat dosa. Sejak itu manusia menjadi hamba dosa(Yah.8) dan Adam sebagai kepala umat manusia yang berdosa itu selanjutnya disebut oleh kitab suci sebagai Adam pertama. Yesus Kristus sebagai pernyataan Allah selanjutnya oleh Kitab Suci disebut sebagai Adam yang kedua. Ia mengepalai orang-orang yang percaya yang sanggup menolak godaan Iblis bahkan mengatasinya (Mat.4). Kalau dalam Adam yang pertama manusia telah berbuat dosa, maka di dalam Yesus kristus semuanya diselamatkan.

BAB IV

SEJARAH DAN POKOK AJARAN AGAMA ISLAM

1.    ARTI DAN MAKNA AGAMA ISLAM

Kata Islam berasal dari bahasa Arab,yang secara etimologis artinya bersih dan selamat dari kecacatan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci, bersih, tanpa cacat atau sempurna. Kata Islam juga berarti perdamaian dan keselamatan, karena itu kata assalamu alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang  lain, karena itu ia selalau menebarkan doa dan kedamaian kepada semuanya.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam mengandung arti berserah diri, tunduk dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri dan kedamaian kepada semua manusia dan lingkungnnya.

Secara terminologis Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasul-rasulnya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Agama yang diturunkan Allah ke muka bumi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW adalah agama Islam sebagaimana diungkapkan oleh al-Qur’an: “Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah agama Islam”. (Ali Imran: 19).

Semua Rasul mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi umatnya. Sedangkan aturan-aturan pengamalannya disesuaiakan dengan tingakat perkambangan budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para Rasul itu terdapat perbedaan dalam syariat (aturan-aturan)

Setelah Rasul-rasul yang membawanya wafat, agama Islam yang dianut oleh pengikutnya ini mengalami perkembangan dan perubahan baik nama maupun isi ajarannya. Akhirnya Islam menjadi nama bagi satu-atunya agama, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. adalah Islam yang terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak akan ada lagi rasul yang diutus ke muka bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sesuai dengan tingkat budaya manusia yang telah mencapai puncaknya, sehingga Islam akan sesuai dengan budaya manusia berakhir pada hari kiamat nanti.

Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk dunia.

2.    SUMBER AJARAN ISLAM

Ada tiga sumber ajaran Islam, yakni al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijtihad.

2.1. Al-Qur’an

Sumber ajaran Islam utama adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW. wahyu Allah itu diturunkan dalam bahasa Arab dan secara autentik terhimpun dalam mushaf yang dinukil darinya secara mutawatir.

Definisi di atas mengandung kekhususan sebagai berikut:

  1. Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, yaitu seluruh ayat al-Qur’an adalah wahyu Allah; tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran nabi.
  2. Al-Our’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya. Artinya isi maupun redaksi al-Qur’an datang dari Allah sendiri.
  3. Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf, artinya al-Qur’an tidak mencakup wahyu Allah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang kemudian disampaikan dalam bahasa Nabi sendiri.
  4. Al-Qur’an dinukil secara mutawatir, artinya al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-beda tempatnya.

Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur dalam tenggang waktu lebih kurang 23 tahun, yaitu sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi dam Rasul Allah hingga beliau wafat meninggal.

Sejarah mencatat kerinduan umat manusia terhadap datangnya risalah Allah ini. Merka yang telah memeluk Islam menerima konsekwensi sosial yang memilukan. Intimidasi, penganiyayaan dan pembunuhan marupakan bagian dari sejarah kelam kehidupan keagamaan  mereka. Dalam situasi seperti iru, al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur menjadi pelipur lara dan penyejuk hati mereka. Karena selain ajaran norma dan etika, al-Qur’an juga mencatat suka dan perjuangan para Nabi dan umat terdahulu.

Kerinduan tersebut mendorong semangat dan gairah penghafalan al-Qur’an secara amat menakjubkan di kalangan para sahabat Nabi. Mereka menanti turunnya al-Quran, mereka menghafalkannya dan menyebarkannya kepada keluarga, kerabat dan handai taolan yang dijumpainya. Gairah penghafalan al-Qur’an mencapai puncaknya., ketika Allah menyatakan bahwa segala respons positif terhadap al-Qur’an atau bahkan sekedar membacanya dinilai sebagai ibadah. Gairah itupun semakin berkembang manakala membaca al-Qur’an ditetapkan sebagai dari rangkaian ibadah formal (shalat). Faktor itulah yang mendorong gerakan penghafalan al-Qur’an menjadi sebuah fenomena kultural kaum Muslimin dari waktu ke waktu.

Selain dihafal ayat-ayat yang turun juga ditulis oleh sejumlah sahabat Nabi dan hasil pencatatan mereka diserahkan kepada Rasululah. Rasul menyimpan catatan ayat-ayat al-Quran itu dirumahnya ada pula yang disimpan oleh penulisnya sendiri. Tidak barapa lama setelah Rasul wafat, Khalifah Abu Bakar membentuk tim mengkodifikasi al-Quran. Berdasarkan cek silang antara satu penulis dengan penulis yang lain serta konfirmasi langsung kepada banyak saksi hidup dan para penghafal al-Qur’an, tim berhasil mengkodifikasi ayat-ayat al-Qur’an kedalam satu mushaf (kumpulan lembaran tulisan) al-Qu’ran.

Khalifah Usman juga membentuk tim untuk menyempurnakan sistem penulisan al-Qur’an, terutama yang berkaitan dengan tanda-tanda bacanya. Mushaf al-Qur’an inilah yang kemudian menjadi standar rujukan penerbitan al-Qur’an seperti yang ada sekarang ini. Sistem penulisan dan pengumpulan al-Qur’an hingga terwujud sebagi mushaf sekarang ini benar-benar berkangsung lurus, benar dan valid, sehingga tidak ada celah untuk terjadinya penyimpangan. Periwayatan al-Qur’an semacam itu disebut mutawatir, yaitu selain didukung bikti tertulis yang akurat, juga didukung oleh saksi-saksi hidup yang  tidak terbilang. Secara rasional saksi yang banyak itu mustahil bersepakat melakukan rekayasa terhadap al-Qur’an.

a.    Kandungan Al-Qur’an

Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6.236 ayat. Ayat-ayat al-Qur’an yang turun pada periode Mekah (Ayat Makiyah) sebanyak 4.780 ayat yang tercakup daam 86 surat, dan periode Madinah (Ayat Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat yang tercakup dalam 28 surat. Ayat-ayat Makiyah pada umumnya mengandung nuansa sastra yang kental, karena itu ayat-ayatnya pendek. Isinya banyak mengedepankan prinsip-prinsip dasar kepercayaan dan meletakkan kaidah-kaidah umum dan syariah (peraturan) dan akhlak.

Kata al-Qu’an sendiri menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Dalam nama ini terkandung suatu prediksi (ramalan) bahwa wahyu Allah yang diturunkan dengan bahasa lisan ini membuka kemungkinan untuk ditulis dan dikumpulkan sehingga dapat menjadi kitab yang dapat dibaca manusia. Hal ini terbukti dimana al-Qur’an diterima nabi, dihafal, ditukis dan akhirnya dibukukan sehingga menjadi bacaan. Sifat bacaan menghendaki dekatnya lidah dan telinga serta masuknya bacaan itu ke dalam hati dan pikiran manusia. Sifat ini mengisyaratkan fungsi al-Qur’an untuk dihayati dan kemudian menjadi pedoman hidup manusia. Arti al-Qur’an sebagai bacaan juga menunjukkan adanya kewajiban setiap insan untuk senantiasa membacanya secara berulang-ulang sehingga dapat mempedomani sebagaiman mestinya.

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah dengan bahasa Arab sebagaiman firman-Nya: “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadanya (Muhammad) al-Qu’ran yang berbahasa Arab supaya kamu sekalian berfikir.” (Yusuf: 2)

Al-Qur’an sebagai sumber nilai mengandung pokok-pokok ajaran sebagai berikut:

1)    Pokok-pokok keyakinan atau keimanan terhadap Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, dan hari akhir.

2)    Pokok-pokok peraturan atau hukum, yaitu garis-garis besar aturan hubungan dengan Allah, antar manusia, dan hubugan manusia dengan alam yang melahirkan syariat, hukum atau ilmu fikih.

3)    Pokok-pokok aturan tingkah laku atau nilai-nilai dasar etika tingkah laku.

4)    Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam yang menunjukkan eksistensi dan kebesaran Tuhan sebagai pencipta. Petunjuk dasar ini merupakan isyarat-isyarat ilmiah yang melahirkan ilmu pengetahuan.

5)    Kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu.

6)    Informasi tentang alam gaib, seperti adanya jin, kiamat, surga, da neraka.

b.     Al-Quran Mukjizat Nabi Muhamad

Secara umum al-Qur’an membawa fungsi utama, yakni sebagai mukjizat dan pedoman dasar ajaran Islam. Mukjizat menurut bahasa berarti melemahkan. Al-Qur’an sebagai mukjizat menjadi bukti kebenaran Muhammad selaku utusan Allah yang membawa misi universal, risalah akhir, dan syariah (peraturan) yang sempurna bagi manusia. Untuk itu Allah menurunkan al-Qur’an dengan susunan bahasa, kandungan makna, hukum dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya unsur-unsur mukjizat. Ia menjadi dalil atau argumentasi yang mampu melemahkan segala argumen dan mematahkan segala dalil yang dibuat manusia untuk mengingkari kebenaran Muhammad selaku rasul Allah.

Kemukjizatan al-Quran secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikit:

  1. Aspek bahasa al-Quran
  2. Aspek sejarah
  3. Isyarat tentang ilmu pengetahuan
  4. Konsistensi ajaran selama proses penurunan yang panjang
  5. Keberadaan Nabi Muhammad yang buta huruf.

2.2. As-Sunnah/al-Hadis

a.     Pengertian as-Sunnah

As-Sunnah yang memiliki pengertian yang identik dengan al-Hadis, secara bahasa berarti cara, jalan, kebiasaan atau tradisi. Sedang secara terminologi berarti segala informasi mengenai perkataan-perkataan Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi atau tagrir Nabi (sesuatu yang diketahui Nabi, tetapi tidak dilakukan ataupun dilarang Nabi) yang menjadi sumber rujukan untuk memahami Islam.

Seluruh umat Islam meyakini bahwa untuk dapat memahami ajaran Islam, tidak cukup dengan mendasarkan pada al-Qur’an saja, tetapi juga harus merujuk pada petunjuk-petunjuk praktis (contoh) dan penjelasan dari Nabi. Sebagaimana terdapat dalam firman-Nya Q.S. al-hasyr:7:

Dan apa saja yang diperintahkan Rasul padamu, maka laksanakanlah. Dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”

Agar umat Islam berpegang teguh padab sunnah-nya, sebagaimana sabdanya:

“Sesugngguhnya aku telah meninggalkan padamu dua perkara yang apabila berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan sesat selamanya, yaitu al-Quran dan sunnah Nabi”(Riwayat al-Hakim dari Ibnu’Abbas).

b.     Fungsi as-Sunnah

Sebagai sumber rujukan kedua, ada tiga fungsi as-sunnah terhadap al-Qur’an;

(1)  Sebaagi penjelas al-Qur’an. Artinya as-sunnah dalam al-Quran secara rinci dan lebih detail apa yang disebut dalam al-Qur’an secara global. Sebagai contoh, dalam al-Nisa’: 103, “…Maka didirikanlah shalat (sebagaiman biasa). Sesungghnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” Oleh karenanya, bagaimana tata cara shalat, siapa saja yang berkewajiban shalat, berapa kali seorang muslim harus shalat, dan kapan waktunya ada dalam sunnah Nabi. Dalam al-Qur’an hanya dijelaskan tentang kewajiban melakukan puasa pada bulan Ramadhan, sedang bagaimana cara berpuasa, kapan waktu berpuasa, hal-hal yang membatalkan puasa, kapan waktu puasa, dan seterusnya dijelaskan dari sunnah Nabi. Dalam al-Qur’anhanya dijelaskan adanya kewajiban mengeluarkan zakat, sedang bagaiman cara berzakat, apa saja yang harus dikeluarkan zakatnya, berapa banyak dan kapan orang harus berzakat. Siapa yang berhak menerima dan seterusnya dijelaskan dalam sunnah Nabi.

(2)  Sebagai penguat al-Qur’an. Statement ini tidak memiliki pengertian al-Qur’an belum kuat, sehingga perlu dikuatkan oleh sunnah Nabi. Sebagai penguat al-Qur’an memiliki pengertian bahwa sunnah Nabi juga menegaskan kembali apa yang sudah disebut dalam al-Qur’an. Sebagai contoh, dalam al-Qur’an disebutkan adanya keharusan iman / percaya pada Allah, Rasul dan seterusnya, sebagaimana dalam al-Nisa’: 136: “Hai orang-orang yang beriman, barimanlah (sungguh-sungguh kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab (al-Qur’an) yang Dia turunkan atas Rasul-Nya dan kepada kitab yang telah ia turunkan lebih dahulu. Dan barang siapa tidak percaya kepada Allah, malaikat-malaikatnya-nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari Akhir, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. Apa yang telah disebutkan dalam al-Qur’an tersebut dikuatkan dalam sunnah Nabi, “Beriman itu kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan percaya kepada qadar yang baik dan yang buruk”(Riwayat Muslim dari ‘Umar bin al-Khattab). Demikiannya dalam masalah-masalah kewajiban shalat, zakat, puasa, haji, bersikap baik kepada kedua orang tua, dan sebaginya maupun larangan-larangan mangabaikan perintah-perintah agama, minum-minuman keras, berjudi, zina dan sebagainya, disamping disebutkan dalam al-Qur’an, ditegaskan kembali dalam sunnah Nabi.

(3)  Sebagai ketetapan hukum. Artinya sunnah Nabi menetapkan hukum yang belum atau tidak ditetapkan al-Qur’an. Dalam al-Ma’idah : 3 disebutkan:“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging, daging babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembalih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasip dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan. “ kemudian sunnah Nabi menjelaskan tambahan ketetapan tentang binatang yang dilarang dimakan,”Rasullulah telah melarang setiap binatang yang buas yang bertaring dan burung yang berkaki penyambar” (Riwayatnya Muslim dari Ibnu ‘Abbas).

Berpijak dari kebutuahan umat Islam memahami ajaran Islam dan meneladani Nabi inilah, kajian terhadap Sunnah atau Hadis, Nabi yang terangkum dalam teks-teks kitab hadis senantiasa terus diupayakan. Dalam hal ini, kajian difokuskan pada dua hal; yakni meneliti orisinalitas teks hadis Nabi tersebut dan mamahami maksud atau kandungan hadis tersebut dalam konteks yang berbeda dengan masa Nabi.

2.3. Ijtihad

a.    Pengertian Ijtihad

Secara bahasa berarti berusaha sunguh-sungguh, sedang secara terminologi berarti upaya mencurahkan segenap kemampuan (rasional) untuk merumuskan hukum yang tidak disebutkan secara ekplisit dalam al-Qur’an maupun sunnah Nabi, dengan tetap merujuk pada nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an maupun sunnah Nabi.

Produk-produk itjihad terhimpun dalam kitab-kitab fikih yang disusun oleh para ulama. Itjihad dan penggunaan akal sebagai salah satu sumber ajaran menjadi salah satu bukti bahwa Islam amat menghagai kedudukan dan peran akal manusia.

Secara substansial, Ijihad berbeda dari kedua sumber ajaran lainnya, yaitu al-Qur’an dan as-sunnah. Itjihadd lebih bersifat sumber metodologis praktis. Dengan kata lain Itjihad merupakan aktualisasi hukum-hukum umum dari al-Qur’an dan sunnah. Oleh karena itu, produk Itjihad adalah produk hukum yang telah disesuaikan dengan tuntunan-tuntunan yang bersifat institusional, keperluan aktual, dan kebiutuhan kondisional.

Al-Qur’an, as-Sunnah dan Itjihad memiliki posisi dan bobot nilai yang satu sama lain berbeda. Berdasarkan analisa hakekat dan sistem periwayatannya, maka al-Qur’an mengambil posisi sebagai sumber pertama dan utama, kemudian berturut-turut as-Sunnah dan Itjihad. Kebenaran al-Qur’an dan bersifat mutlak atau absolut, sementara as-Sunnah bersifat relatif, karena perlu pembuktian kebenaran terlebih dahulu. Adapun Itjihad bersifat kondisional dan temporal, dan karenanya sangat terbuka untuk terjadinya perubahan.

Adanya Itjihad pada dasarnya merupakan tuntutan umat, karena perkembangan budaya manusia secara alamiah melahirkan persoalan-persoalan baru yang menuntut jawaban dari segi hukum. Apabila dilihat secara umum persoalan-persoalan baru itu masih tercakup dalam dalil-dalil al-Qur’an dan as-sunnah,tetapi secara kusus persoalan tersebut tidak tersurat pada keduanya. Oleh karena itu, hukum persoalan tersebut perlu dirumuskan dengan pendekatan rasional dengan tetap merujuk kepada dalil-dalil umum dari kedua sumber diatas.

Translate »