Veda memiliki enam cabang utama yang harus dikuasai untuk penerapan sehari-hari yang disebut Vedangga, yaitu;

  1. Siksa, ilmu pengucapan mantra-mantra Veda
  2. Vyakarana, ilmu tata-bahasa Veda yaitu tata-bahasa Sanskerta/Sanskrit
  3. Nirukti, kamus bahasa Sanskerta
  4. Canda, ilmu menyanyikan mantra-mantra Veda
  5. Jyotisa, ilmu Astronomi dan Kosmologi Veda, dan
  6. Kalpa, pengetahuan tentang ritual (yajna) dan aturan hidup sehari-hari.

Khusus mengenai Kalpa tercantum dalam Kalpa-sutra yang terdiri dari  empat bagian yaitu:

  1. Srouta, ritual (yajna) kolektip
  2. Grhya, ritual (yanja) individu/perorangan/keluarga
  3. Dharma, tugas kewajiban dalam hubungannya dengan lembaga Varna-asrama, dan
  4. Sulba, ilmu arsitektur membuat tempat dan bangunan ritual, kuil, pura, mandir, asrama, dan sejenisnya.

Disamping itu, juga terdapat cabang pengetahuan veda tambahan yang disebut Upaveda seperti Ayur Veda (ilmu pengobatan), Dhanur-Veda (ilmu senjata/perang), Gandharva-Veda (ilmu kesenian), Artha Sastra (ilmu pemerintahan), dan juga beberapa cabang-cabang lainnya.

Jyotisa atau juga disebut Jyotir Veda / Jyotir Sastra, sangat memegang peranan sangat penting dalam tradisi Veda. Setiap kegiatan keagamaan, pembangunan kuil, bangunan, melakukan kegiatan tertentu dan bahkan meramalkan karakter dan pembawaan seseorang dilakukan dengan berpedoman pada Jyotisa. Mengenai kebenaran ramalan dengan perhitungan Jyotisa sudah saya bahas dalam artikel yang lain, jadi dalam artikel ini tidak akan saya tuliskan ulang lagi.

Salah satu sloka yang dapat memberikan kita gambaran akan pentingnya Jyotisa ini yaitu dalam Bhagavata Purana 7.14.20:

Seseorang hendaklah melaksanakan upacara sraddha pada hari Makara-sankranti atau Krkata-sankranti. Seseorang hendaklah juga melaksanakan upacara ini pada hari Mesa-sankranti dan hari Tulasankranti yang dalam yoga disebut Vyatipata. Pada hari itu, ketiga tithi bulan berdampingan yaitu ketika sedang gerhaba bulan ataupun gerhana matahari yang terjadi pada hari keduabelas pada bulan Sravana

Karena peranannya demikian penting, maka dalam Jyotisa termuat aturan/petunjuk guna menghitung letak, jarak, gerakan dan orbit bintang atau planet. Dalam hubungan ini, Jyotisa mendasari perhitungan astronominya dengan konsep Geosentris. Bumi dianggap sebagai planet statis yang  mengambang diangkasa dan dikelilingi planet-planet lain yang mengitarinya.

Meskipun dalam perhitungan Jyotisa ini bumi dianggap statis, namun bukan berarti Veda menganut paham Geosentris, tetapi menganut paham Heliosentris. Penggunaan dasar perhitungan Geosentris disini mungkin dengan tujuan penyederhanaan perhitungan semata.

Beberapa ayat yang menyatakan teori Heliosentris dalam Veda ini antara lain;

  • Rig Veda 8.12.30: “O Yang Maha Perkasa! Ketika engkau menstabilkan Sinar yang benderang ini, Matahari di Langit, Planet-planetMu kau letakan bergerak”
  • Yajur Veda 23.9-10: “Siapa yang lebih berputar pada porosnya? Siapa yang memutari yang lainnya? Matahari berputar pada sumbunya dan bulan memutari Bumi dan Matahari”
  • Rig Veda 10.189.1: “Bulan ini, menjadi satelit bumi, berputar di planet Ibunya (Bumi) dan mengikutinya ber-revolusinya mengitari Matahari, ayah planet yang bercahaya sendiri”
  • Rig Veda 1.169.9, 1.190.7: “Bumi berputar dan mengitari Matahari seperti anak sapi mengikuti Induknya”
  • Rig Veda 1.164.2: “Garis edar bulat lonjong yang dilalui oleh benda angkasa adalah kekal dan tidak berkurang”
  • Rig Veda 1.164.29: “perputaran bumi tidak berkurang dan bumi terus berputar pada sumbunya”
  • Sama Veda 121: “Matahari tidak pernah terbenam ataupun terbit karena bumi yang berotasi”

Bagian dari Jyotisa yang memuat perhitungan Astronomik rumit adalah (antara lain) Surya-Siddhanta yang dikatakan di-ajarkan oleh utusan Deva Matahari kepada sang Arsitek para Asura yaitu Maya Danava pada akhir Satya-Yuga yang telah lewat. Hal ini ditunjukkan oleh sloka Surya-Siddhanta berikut.

“Wahai Maya, dengarlah dengan penuh perhatian. Ilmu Astronomi yang mulia ini yang Dewa Matahari ajarkan kepada para Rishi pada setiap Yuga. Saya ajarkan ilmu pengetahuan kuno yang sama itu. Tetapi perbedaan antara ilmu kuno dan ilmu sekarang terjadi karena masalah waktu akibat perputaran Yuga-Yuga itu. Begitu kata utusan Surya kepada Maya”

Jyotisa (Surya-Siddhanta) menjelaskan tentang tujuh planet yaitu Matahari (Aditya), Bulan (Soma), Mercuri (Budha), Venus(Sukra), Mars (Angaraka), Jupiter (Brhaspati) dan Saturnus (Sanaiscara)  tanpa menyebut adanya planet Neptunus, Uranus ataupun Pluto. Tetapi, ia menyebut adanya  planet Rahu dan Ketu.

Topik-topik yang dibahas dalam Surya-Siddhanta adalah:

  1. Perhitungan posisi rata-rata (tengah) dan posisi sebenarnya planet-planet di langit
  2. Perhitungan menetapkan derajat lintang dan derajat bujur serta koordinat setempat planet dan bintang di langit
  3. Peramalan waktu terjadinya gerhana bulan dan gerhana matahari, baik gerhana penuh ataupun sebagian
  4. Peramalan waktu ketika planet terletak sejajar dengan bintang ataupun planet-planet lain
  5. Perhitungan waktu terbit dan tenggelammnya planet dan bintang
  6. Perhitungan fase-fase Bulan
  7. Perhitungan waktu ketika planet-planet berjejer pada satu garis lurus
  8. Uraian tentang kosmologi/kosmograpi
  9. Uraian tentang peralatan Astronomi, dan
  10. Pembicaraan tentang macam-macam waktu.

Dasar perhitungan kalender dalam Jyotisa (Surya-Siddhanta), waktu diukur dalam hari sejak Kali-Yuga mulai dan didasari asumsi bahwa posisi ke-tujuh planet ( yaitu  Matahari, Bulan, Mercuri, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus) terletak sejajar dengan bintang Zeta Piscium (Revati) pada hari nol. Bintang ini (Revati) dijadikan titik nol oleh para Astronomer Jyotisa untuk meng-hitung derajat bujur semesta. Posisi planet Rahu pada hari nol itu di-asumsikan 180 derajat dari bintang Revati.

Menurut Jyotisa, Kali Yuga mulai tgl.18 Pebruari 3102 SM ketika dilihat tengah malam dari Ujjain, India, ketujuh planet ( Matahari,  Bulan, Mercuri, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus), tidak dapat dilihat, sebab mereka berjejer pada satu garis lurus di balik  bhumi. Sementara itu, planet Rahu yang gelap tepat berada di-atas Bhumi dan tak terlihat di malam nan gulita.

Dalam menghitung kedudukan (posisi) planet di langit, para Astronomer Jyotisa perlu memahami ahargana yakni jumlah hari tepat Kali-Yuga yang telah lewat. Astronomer India Aryabhata menulis bahwa dia berusia 23 tahun ketika 3.600 tahun Kali-Yuga telah berlalu. Oleh karena Aryabhata lahir tahun 476 M, maka (setelah melalui perhitungan) tanggal 1 Oktober 1965 adalah hari ke 1.850.569 Kali-Yuga. Berdasarkan data ini diketahui bahwa Kali-Yuga mulai pada tgl.18 Pebruari 3102 SM.

Oleh karena Kali-Yuga mulai 3102 SM sedangkan tahun Masehi sudah lewat selama 2006, maka para Vaisnava berkesimpulan bahwa perang Kuruksetra terjadi 5108 tahun atau 51 abad yang lalu.

Menurut  Jyotisa, semua planet dan bintang bergerak berputar mengelilingi poros (axis) tetap yang memanjang melalui Dhruva-loka (Bintang Kutub atau Pole Star). Dikatakan, “Semua planet  dan bintang berputar mengelilingi Dhruva-loka menurut orbitnya masing-masing. Mereka di-ikat  seperti  itu oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam susunan alam material sesuai dengan karmanya, dan me-ngelilingi Dhruva-loka. Mereka akan terus bergerak demikian sampai dengan akhir masa ciptaan” (Bhagavata Puana 5.23.2-3).

Dalam hubungan ini, dalam Bhagavad Gita 15.13 Sri Krishna bersabda, “Gam avisya ca bhutani dharayamy aham ojasa”, Aku masuk kesetiap planet dan karena tenaga-Ku, mereka mengambang dan dan berputar pada orbitnya.

Dalam Bhagavata Purana 5.22.11 disebutkan  adanya dua puluh delapan naksatra, rasi bintang utama yang terletak 200.000 yojana diatas Bulan. Dari jumlah ini, 27 berada sepanjang Ecliptic dan dipakai sebagai dasar menghitung Bulan menyelesaikan satu kali orbitnya yaitu 27,3 hari.

Sesuai dengan Bhagavata Purana 5.23.7, ke duapuluh delapan naksatra tersebut berada dalam Sisumara-Cakra , yaitu suatu wujud imaginer berupa binatang yang dibentuk oleh konstelasi bintang-bintang itu. Dikatakan bahwa setiap naksatra  (rasi bintang) itu berada di bagian tertentu pada badan Sisumara-Cakra.

Veda selanjutnya menjelaskan bahwa dalam masa dua belas bulan beredar, Matahari bersinggungan dengan 12 (dua-belas) naksatra (rasi-bintang atau zodiak) yang diberi nama sesuai dengan bentuknya yaitu: Karkata (kepiting), Simha (singa), Kanya (gadis), Tula (timbangan), Vrscika (kalajengking), Dhanur (pemanah), Makara (ikan hiu), Kumbha (orang menuang air), Mina (ikan), Mesa (kambing), Vrsabha (lembu) dan Mithuna (dua manusia).

Gambar tanda rasi bintang dalam astrologi Veda

Jyotisa  juga menjelaskan tentang gerhana serupa dengan pandangan Astronomi modern. Tetapi Jyotisa juga menyebut peranan planet Rahu dalam proses terjadinya gerhana Bulan dan Matahari. Sebab menurut perhitungan Jyotisa, planet Rahu selalu berada posisi garis lurus dengan Bulan ketika terjadi gerhana Bulan, dan pada posisi garis lurus dengan Matahari ketika terjadi gerhana Matahari. Dengan kata lain, ketika terjadi gerhana Matahari, planet Rahu tepat berada pada orbit  Matahari dalam garis lurus dengan Bulan dan Bumi. Dan ketika terjadi gerhana Bulan, planet Rahu tepat melewati bayangan Bumi dalam garis lurus dengan Matahari.

Penjelasan Veda bahwa Bulan ataupun Matahari mengalami gerhana karena terhalangi/tertutupi (= dimakan) oleh Rahu ataupun Ketu, adalah karena Rahu dan Ketu memegang peranan amat penting dalam Astrologi Veda. Posisi keduanya di langit pada suatu saat tertentu, sangat berpengaruh pada peristiwa-pristiwa yang terjadi di Bhumi. Karena itu, para Astronomer Jyotisa harus tahu dimana Rahu dan Ketu berada pada setiap saat di langit.

Dalam memandang alam semesta dan untuk menggambarkan kedudukan alam manusia, Veda memaparkan dua jenis analogi untuk bumi, yaitu sebagai;

1. Bhu-Gola, atau planet kecil dengan diameter 1000 Yojana. Pemahaman sebagai Bhu-Gola ini terutama digunakan untuk memandang satu tata surya dan memandang rasi bintang yang dapat diamati dari bumi.

2. Bhu-Mandala, yaitu memandang posisi bumi di alam semesta ini pada suatu bidang datar. Dengan padangan inilah posisi alam-alam yang lebih tinggi dan yang lebih rendah dapat ditentukan. Hal ini dijelaskan dalam Bhagavata Purana 5.20.43-46 ;

“Matahari kita berada di pertengahan alam semesta, yaitu di wilayah ruang (antariksha) antara Bhurloka dan Bhuvarloka.  Matahari ini membagi segala arah alam semesta. Karena kehadiran mataharilah kita dapat mengerti apa itu angkasa, apa itu planet-planet yang lebih tinggi, dan apa itu dunia ini”.

Antara kedua pandangan ini satu sama lain saling berkaitan. Dalam konsep Bhu-Mandala, kedudukan bumi sebagai Bhu-Gola digambarkan terletak di tengah-tengah Bhu-Mandala dan disebut sebagai Jambu-dvipa.

Setiap dvipa diperintah oleh seorang putra Maharaja Priyavrata. Penduduk dibagi dalam empat golongan sosial, dan nama setiap dvipa berasal dari nama pohon, tanaman dan gunung yang tumbuh dan ada disana.

DAFTAR VARSA YANG TERLETAK DI JAMBU-DVIPA

Sumber:

  1. Anonim
  2. Vedic Cosmography And  Astronomy  By Richard L Thompson (Sadaputa-dasa), Published by Bhaktivedanta Book Trust 1989.
Translate »